• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spot-Spot Seksual

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 82-92)

NEGERI BERBILANG KAUM

2.12. Spot-Spot Seksual

Negeri berbilang kaum, lagi-lagi aku ucapkan nama kampung halaman ku ini. Sibolga elok rupa pamandangannya, langit hijo biru bawarno, di waktu sanjo langit merah babungo, disitu la ambo di pagadang bundo.

Selain itu, masih banyak lagi lagu-lagu dengan lirik yang menyatakan keindahan kota kelahiran ku ini. Salah satu kota terkecil di Indonesia, tapi kecil-kecil cabe rawit. Kalau kamu datang ke kota ku, kamu pasti tau betapa indahnya negeri berbilang kaum ini, karena keindahan alam nya seakan sebagai mutiara yang tersembunyi. Kalau tidak di explore mungkin akan terlihat biasa saja, tapi kalau kamu tau betapa negeri ku menyimpan keindahan alam yang tak kalah dengan kota-kota wisata. Mimpi ku mewujudkan negeriku dikenal oleh semua orang karena keindahan nya, mimpi kita mimpi ku teman-teman ku dan saudara sekampung sehalaman ku akan sukses dalam berbagai bidang positif di negeri ini.

Jumlah penduduk nya sekitar 86.519 orang. Teman sebaya ku, adik-adik ku dan kakak ku sebanyak 27.956 penduduk berusia dibawah 15 tahun yakni 32,31% dari jumlah penduduk Sibolga. Bagaimana cara nya agar generasi muda dapat berkarya untuk negeri ini, untuk kota kecil ini apabila kebanyakan dari mereka sebagai pecandu narkoba, apabila mereka bagian dari premanisme sebagai orang yang membantu peningkatan kasus kriminalitas yang semakin meningkat. Aku ingin kota ku bangkit, dibangkitkan oleh semangat generasi muda berkarya untuk memajukan kota kecil ini. Tak kalah pentingnya masa depan generasi muda, bagaimana generasi muda dapat memiliki masa depan yang baik dan terhindar dari berbagai masalah sosial terutama akibat perilaku remaja itu sendiri. Namun, apapun itu aku sendiri bangga menjadi bagian dari kota ini, apapun perilaku remaja Sibolga sekarang ini, aku berharap semua akan

berubah seiring waktu karna aku yakin bukan peran satu dua orang tapi diperlukan peran semua pihak yang dapat mendukung kemajuan negeri ini. Beberapa hal menarik dapat dianggap sebagai sesuatu yang buruk untuk kebanyakan orang. Remaja dan seks adalah dua hal yang saling beriringan, saling mempengaruhi dan saling menarik untuk diungkapkan eksistensi nya. Aku bermaksud untuk menuliskan bukan untuk menghasut pihak apa pun, namun aku berusaha memaparkan apa yang aku lihat di lingkungan ku.

Kembali ke topik pembahasan skripsi ini mengenai perilaku seksual, saya, aku, peneliti tertarik dan merasa perlu harus memaparkan mengenai tempat-tempat tertentu yang menjadi spot-spot terjadi nya perilaku seksual, terjadi nya transaksi seksual, namun tidak peneliti sebut sebagai tempat prostitusi dan hanya sekilas dijelaskan. Yang pertama adalah pondok goyang.

Beberapa anggota masyarakat kota Sibolga menyebutnya Pondok Selingkuh (Ponsel). PG dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan kendaraan atau tidak. Saat melakukan observasi, peneliti menggunakan sepeda motor, didepan kedai itu diparkirkan sepeda motor. Dari beberapa kali pengamatan peneliti ke sekitar PG jarang sekali ada yang memparkirkan mobil di depan kedai itu. Pengunjung mengambil minuman dingin dari dalam kulkas seperti Pulpy Orange, Fanta, Sprite, Kopiko, Pocari sweat, Aqua, namun tidak ada minuman beralkohol dan minuman yang disediakan berbentuk kemasan (botol) yang ditaruh di dalam kulkas kecil khusus untuk minuman dingin itu (kulkas seperti berlogo Tehbotol Sosro). Warung juga menyediakan makanan ringan seperti kacang-kacangan Garuda, Chitato, dan apabila ingin memesan mie instan warung juga menyediakan indomie kuah. Tak lupa kedai ini menjual tissue kecil dan rokok. Sepanjang pinggiran pantai Kutai ini ada beberapa tempat persinggahan seperti PG ini, peneliti melakukan observasi ke PG milik bapak Andi (nama samaran). Setelah mengambil minuman,

makanan, tissue ataupun rokok pengunjung langsung turun ke bawah melalui tangga yang berbahan semen (beton). Di tempat ini terdapat ± 15 PG. Semua pondok dinding dan lantai nya berbahan kayu, pondok masih berdiri diatas tanah yang kokoh, selebihnya dengan menggunakan tangga kayu yang agak goyang-goyang itu, pondok yang lainnya didirikan di atas laut yang air nya tidak terlihat jernih, air laut terlihat gelap dan biasanya itu memperlihatkan kedalaman laut. beberapa pondok diatas laut ini didirikan dengan menggunakan kayu yang ditancapkan ke dasar laut dan dijadikan sebagai pondasi bagi pondok yang berukuran kecil ini. Pondok dilengkapi dengan tirai penutup atau gorden kecil seperti menutup jendela berbahan spanduk bekas yang dipakai kembali namun tak semua pondok memiliki penutup jendela yang sangat tertutup kecuali pondok milik kedai diseberang pondok ini juga ada beberapa pondok yang sangat tertutup hampir mirip seperti kamar berukuran kecil. Saat masuk ke pondok ketika melakukan observasi saya harus menundukkan kepala karna ukuran pintu yang kurang mencukupi untuk ukuran orang dewasa, kira-kira untuk ukuran tubuh 175 cm harus menundukkan kepala saat masuk.

Lantai kayu itu terlihat basah dan diberi alas seperti tikar berbahan plastik, namun tidak semua pondok memiliki alas seperti tikar ini, beberapa pengunjung harus mengambil tikar di kamar lain bila memerlukannya. Saat dilakukan observasi di malam hari tepatnya malam minggu, mala itu ramai pengunjung, lebih dari 10 sepeda motor sedang parkir di sangsi kan bakal tidak ada lagi pondok yang kosong. Suasana malam yang gelap gulita, tidak ada lampu didalam pondok, lampu hanya dipasang didekat tangga kayu goyang-goyang itu. Untuk melihat bahwa ada orang atau tidak didalam pondok biasanya pengunjung meletakkan sandal atau sepatu miliknya didepan pondok.Suasana malam disertai dengan hembusan angin malam dan suara

ombak mengurangi kesunyian pondok itu. Tidak ada terdengar suara pengunjung dari dalam pondok kecuali ada pengunjung yang baru datang.

Gambar. 2. Deretan Pondok Goyang

PG ini bukanlah tempat yang baru dibuka, beberapa tahun terakhir ini sebelum peneliti melakukan penelitian pondok ini telah ada. Namun memang, jumlah pondok semakin bertambah dari tahun ke tahun. Mengutip dari metrosiantar.com mengenai pondok ini bahwa keberadaan pondok ini ternyata tidak illegal, setiap pengusaha diterapkan untuk menaati aturan yang berlaku. Diantaranya, pondok harus terbuka yang mana pengunjung didalam pondok harus terlihat dari luar, titak tertutup. Kemudian, dilarang menjual minuman keras. Pemilik pondok juga menegaskan bahwa diri nya memiliki kewajiban membayar setoran ke Dinas Pariwisata Tapteng sebesar 60 ribu rupiah untuk setiap bulannya. Namun demikian, memang sering ada razia yang diadakan oleh kepolisian atau satpol pp, namun menurut pengakuan pemilik kedai itu kebetulan

sedang tidak ada pengunjung. Pemilik kedai (wanita) ini juga pernah ribut di kantor polisi karena pengunjungnya di bawa paksa dari pondok.

Namun lebih lanjut ketika di tanyai kepada kadis Pariwisata dan Budaya tapteng, Sapwan Pohan mengungkapkan usaha cafe yang membuka „pondok goyang‟ di Desa Mela II dan Desa Tapian Nauli II kecamatan Tapian Nauli tidak masuk dalam daftar Tanpa Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Diakuinya bahwa dalam mengeluarkan TDUP selalu terlebih dahulu melakukan peninjauan. Kalau tenyata melanggar TDUP pelaku usaha akan di tindak. Selanjutnya kepala Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Politik (kaban kesbanglinmaspol) Jontriman Sitinjak melalui kabid Satpol PP Tasrif Tarihoran mengungkapkan akan melakukan pembongkaran apabila pondok itu telah di salahgunakan menjadi tempat maksiat.

Saat melakukan penelitian, peneliti juga mendatangi kantor satpol pp untuk mencari informasi mengenai PG. Satpol pp mengadakan program rutin yakni razia rutin tahunan dan razia rutin bulanan. Apabila ada yang terjaring razia di tempat-tempat pacaran (termasuk PG) akan di bawa ke kantor satpol pp dan dipanggil orang tua atau keluarga untuk menjemput. Yang terjaring razia dibuatkan surat untuk membuat perjanjian bahwa tidak akan melakukan hal yang sama, kemudian dijemput oleh keluarga masing-masing. Biasa nya satpol pp melakukan razia pada tengah lama dan tempat-tempat sepi yang biasanya dijadikan individu atau pasangan individu masyarakat untuk „berpacaran‟.

Tahun 2015 kemarin, salah satu pondok di sebelah pondok milik pak Andi yakni pondok yang lebih terlihat tertutup daripada pondok milik pak Andi, hampir menyerupai kamar berukuran kecil. Salah satu „pondok tertutup‟ itu ambruk ke laut saat ada sepasangan pria dan wanita didalam nya. Kejadian ini terjadi pada siang hari dan beberapa foto saat kejadian ambruk

nya pondok tersebut di ambil oleh pihak tertentu dan di sebarkan ke media sosial dan surat kabar (koran)

Gambar 3. Pondok Goyang Ambruk

Dari informasi yang didapat oleh peneliti, beberapa ada remaja dan anak muda yang mulai enggan „berpacaran‟ ke PG karena takut terjadi kejadian seperti ambruk nya pondok tersebut, karena dianggap sebagai sesuatu yang membawa citra buruk (rasa malu).

Selanjutnya apabila saya berjalan dari rumah yang terletak di Jalan.D.I.Panjaitan no.152 Sibolga yakni kecamatan Sibolga Utara, kelurahan Hutabarangan, entah menggunakan kendaraan apapun, atau pun berjalan kaki. Dari hasil observasi saya dan berbagai fenomena baru yang saya ketahui mengenai perkembangan di kota Sibolga. Apabila kita keluar di malam hari, melewati simpang penjara yang ada lampu merah itu, belok kiri hingga melewati salah satu objek wisata di kota Sibolga yakni tanggo saratus, setelahnya ada sekolah TK Maria Mutiara, selurusan jalan itu, setelah TK ada asrama untuk siswa SMA Katolik, selanjutnya ada tempat makan yang menyajikan masakan BPK (babi panggang karo) dan menu lainnya hanya buka sejak tengah hari

hingga sore, setelah tempat makan itu ada sebuah warung di belakang rumah tua berwarna biru itu, dari depan sini terlihat ada menu yang dipampangkan disitu seperti mie goreng, ifu mie, dan makanan lainnya, warung itu buka dimalam hari, namun rumah tua berwarna biru itu tak kunjung buka seperti tidak ada penghuni. Disebrang rumah tua itu ada sekolah SD Katolik. Beberapa kali saya lewat dari jalan ini, jalan kadang macet ketika pulang sekolah disiang hari. Namun ketika malam hari jalanan ini sepi, didepan rumah tua itu beberapa laki-laki duduk di trotoar sambil merokok, laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan juga ada, dengan rambut panjang dan pakaian terbuka. Dari informasi yang peneliti dapat, tempat itu merupakan tempat para “homoseksual” menunggu pelanggan, salah satu homo disitu adalah temannya teman saya dulu, Yunus pernah menjadi MC pada acara ulang tahun saya dulu, saya lihat dia disitu sudah berpakaian layaknya perempuan, rambutnya panjang, dia memiliki tattoo di bagian dada nya. Dia memakai bulu mata palsu ketika saya ketemu di warung depan rumahsakit Metta Medika tak jauh dari jalan tempat dia mangkal. Hampir setiap malam saya lewat, selalu ada waria dengan beberapa laki-laki terlihat masih muda. Mereka mengobrol sambil merokok di jalan itu, hanya ketika hujan saja jalan itu terlihat kosong, dari hasil wawancara peneliti dengan informan urang siboga: “Cuma tameng nya itu warung nya put, tempat jualan bencong nya di situ” (Lyria,21 tahun).

Selanjutnya menuju kelurahan Kota Baringin, dekat Grapari Telkomsel, ada salah satu swalayan didepan tempat bongkar muat truk-truk besar pembawa barang. Swalayan itu bernama Betamart. Namun tempat yang dimaksud terletak tepat di pinggir jalan lintas, disebelah tempat itu ada sederat rumah seperti kontrakan bercat warna putih, setelah sederah rumah berwarna putih itu, ada beberapa rumah dari kayu agak masuk kedalam seperti gang tapi dari depan sini sudah terlihat rumah-rumah kayu itu, saat siang hari sekitar rumah itu ada beberapa perempuan

mengenakan celana pendek sambil berjalan hendak keluar dari sana. Ketika malam hari, dari depan sini terdengar suara musik dengan volume tinggi, terdengar lagu-lagu yang diputar adalah lagu dangdut, beberapa kali peneliti lewat dari tempat itu, musik dipasang ketika malam hari terutama di malam minggu. “kalo itu, tempat-tempat jualan perempuan put, dipake supir-supir truk itu karna dekat tempat bongkar muat, tapi perempuan nya bukan orang sini” (Lyria,21 tahun).

Selanjutnya beberapa tempat yang biasa di pakai oleh orang-orang untuk “berpacaran” yakni sekitar kuburan di Ujung Siboga, tempat ini sebenarnya merupakan salah satu objek wisata. Namun, apabila malam hari tempat ini sepi dan gelap, memang ada lampu-lampu yang dibuat untuk menerangi jalan menuju pantai Ujung Siboga ini tapi, hampir semua lampu itu rusak dan tidak menyala lagi. Beberapa pasangan memparkirkan sepedamotor mereka didekat tembok-tembok pembatas itu, mereka memparkirkan dengan rapi dan sejajar hingga ke ujung sana. Dari berbagai informasi kabar nya, tempat pemakaman itu juga sering dijadikan tempat untuk melakukan berbagai tahapan perilaku seksual. Pernah ditemukan mayat perempuan didekat kuburan itu. Beberapa pakaian dalam juga terkadang tertinggal di sekitar kuburan.

Kabarnya beberapa hotel di kota Sibolga dan Tapteng juga menjadi salahsatu pilihan bagi para pasangan seksual untuk melepaskan dorongan seksual ataupun mendapatkan uang. Seperti hotel Dainang, hotel Marsada, Hotel Wisata Indah, dan hotel Bumi asih. Belum lama ini ditemukan seorang PNS meninggal di salah satu kamar hotel Bumi Asih, bapak itu meninggal setelah meminum obat kuat ketika hendak bersenggama dengan pasangan seksual nya kala itu seorang perempuan yang bukan istri nya.

Selanjutnya kita lihat ke sekitar lapangan Simare-mare, ketika pagi, siang ataupun malam hari tak jarang remaja duduk-duduk disekitar lapangan ini, bukan didalam lapangan, tetapi diluar lapangan yang berbentuk persegi panjang ini, setiap sisi nya digunakan oleh masyarakat untuk berbagai hal seperti berolahraga berlari mengelilingi lapangan di sore hari, malam hari sebagai tempat nongkrong anak muda kecuali sisi depan lapangan yang mengarah ke jalan raya. Selebihnya satu sisi berada di depan Bank Indonesia (BI), selanjutnya didepan kantor walikota, dan satu nya lagi didepan rumah orang cina. Didalam lapangan itu ada tribun yang biasa di gunakan sebagai tempat duduk bagi para muspida yakni pejabat daerah ketika sedang ada upacara atau kegiatan lainnya. Disebrang tibun ini ada tribun kecil juga dengan dinding dan lantai kayu biasa sebagai tempat untuk kelompok paduan suara atau sebagai panggung untuk kegiatan acara perlombaan. Apabila sedang tidak ada kegiatan resmi yang di adakan, gerbang lapangan di tutup, tapi tekadang walaupun tidak ada kegiatan resmi gerbang terbuka, entah bagaimana pengaturan nya.

Lanjut berjalan ke arah sekolah SMA Negeri 1 Sibolga, disamping sekolah itu ada sungai, bila tak hujan volume air di sungai sangat sedikit seperti parit besar. Kalau berpatokan dengan jalan.Dolok Martimbang, Jl.Dolok Martimbang sebelah kanan sungai sedangkan sebelah kirinya itu SMAN 1. Di sebelah kanan sungai ada pohon-pohon kecil sebagai tempat berteduh dari terik nya siang hari, dipinggir Jl.Dolok Martimbang ini tepat disebelah kanan sungai ditanami bunga dan pohon-pohon rindang itu. Bila malam hari anak muda keluar dari bawah sungai itu dan memparkirkan kreta di pinggir jalan ini. Dari informasi yang di dapat oleh peneliti, beberapa anak muda bersama dengan pasangan seksualnya turun ke bawah yakni sungai itu untuk

„berpacaran‟ terutama di malam minggu, beberapa kreta parkir di pinggir jalan. Suasana remang-remang dan gelap di sekitar sungai membuat tempat ini menjadi salah satu pilihan.

BAB I PENDAHULUAN

Dalam dokumen Seksualitas Remaja di Kota Sibolga (Halaman 82-92)

Dokumen terkait