• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Latar Belakang Narasumber

Latar belakang meliputi kondisi sosio-cultural kelas, untuk mengetahui kondisi sosio-cultural kelas, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa observasi. Tujuan peneliti melakukan observasi mengenai kondisi

sosio-cultural kelas adalah untuk mengetahui kondisi atau keadaan kelas yang digunakan

ketika proses pembelajaran berlangsung. Untuk itu peneliti melakukan observasi selama dua kali, dilakukan selama dua kali mata pelajaran matematika agar peneliti benar-benar melihat bagaimana kondisi kelas atau keadaan kelas yang digunakan. Observasi dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014 dan 29 Januari 2014. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, didapatkan hasil bahwa kondisi kelas atau keadaan kelas II-A yang digunakan sebagai tempat untuk belajar-mengajar dapat dikatakan bagus. Kriteria bagus di sini dilihat dari fasilitas dan gedung ruang kelas yang digunakan. Fasilitas yang disediakan sekolah terbilang lengkap. Hal ini dilihat peneliti dari adanya jumlah meja dan kursi yang tersedia, adanya papan absensi khusus untuk siswa, adanya papan dan tempat khusus untuk menampilkan karya siswa, adanya alat kebersihan seperti sapu dan kemoceng, serta adanya proyektor LCD untuk mendukung proses pembelajaran, tetapi dalam pembelajaran yang terjadi di kelas, peneliti menjumpai kalau guru tidak menggunakan LCD proyektor ketika mengajar. Guru hanya menggunakan media papan yang berupa papan tulis atau

white board.

Fasilitas yang ada di kelas ada 15 meja dan 30 kursi yang dapat digunakan untuk siswa. Di dekat pintu masuk ada meja dan kursi guru. Di sebelah meja guru ada almari yang digunakan guru untuk menyimpan buku dan alat-alat yang lainnya. Di pojok depan meja ada 1 meja khusus yang dapat digunakan untuk menaruh tempat minum siswa. Papan tulis yang ada di kelas berupa white board. Di sebelah papan tulis ada papan absensi dan papan pengumuman. Sedangkan di tembok sebelah belakang terdapat beberapa karya siswa yang dipajang, yaitu hasil mewarnai siswa, hasil menggambar siswa, dan beberapa karya mata pelajaran SBK yang

52 diletakkan di papan khusus. Selain itu, kelas II- A juga sudah dilengkapi dengan LCD proyektor (O1, B 10 – B 17).

Walaupun ada banyak fasilitas yang terdapat di kelas, tetapi hal ini berbanding terbalik dengan alat peraga. Di dalam kelas II-A hanya terdapat satu alat peraga yaitu papan paku yang diletakkan di dekat meja guru. Guru matematika pun mengungkapkan kalau alat peraga matematika yang ada di sekolah juga terbatas. Kebanyakan alat peraga yang tersedia di sekolah adalah alat peraga untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kalaupun ada alat peraga untuk matematika, alat peraga tersebut digunakan untuk kelas atas. Jadi alat peraga yang tersedia untuk kelas bawah masih sedikit dan terbatas.

Hanya ada papan paku yang diletakkan di dekat meja guru (O1, P, B 9).

“Sebenarnya kalau sekolah itu ada cuman kadang-kadang kan belum

lengkap ya” (W1, S4, B 118 – B 119).

Dari pengamatan selama dua kali juga tidak didapati guru mengajar dengan menggunakan alat peraga. Guru lebih sering menggunakan white board ketika mengajar seperti ketika menjelaskan suatu materi disertai dengan contoh gambar. Maka guru akan menggunakan white board tersebut untuk menggambar. Hal ini berarti bahwa guru hanya menggunakan media white board ketika mengajar. Meskipun pernah diceritakan bahwa beliau pernah menggunakan alat peraga, namun setelah ditanya lebih lanjut narasumber mengaku jarang menggunakan alat peraga. Jarangnya narasumber menggunakan alat peraga karena terbatasnya alat peraga yang ada di sekolah dan jika beliau membuat sendiri beliau tidak bisa membuatnya.

Setelah itu guru menulis di papan tulis beberapa soal tentang perkalian. Guru memberi contoh terlebih dahulu bagaimana cara menghitungnya dengan menggambar di papan tulis… (O1, S4, B 20 – B 23).

Kemudian guru meminta siswa untuk menulis dan melengkapi tabel yang telah ditulis guru di papan tulis O2, S4, B 10 – B 11).

“Kalau alat peraga itu kalau saya terus terang tidak sesering sekali” (W1,

S4, B 154 – B 155).

Ketika mengajar, guru seringkali memberikan motivasi kepada siswa. Motivasi diberikan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.

53 Dalam kasus siswa yang mengalami kesulitan belajar ini, alat peraga menjadi penting perannya dalam memotivasi agar siswa mau belajar. Selain itu motivasi yang diberikan guru berfungsi sebagai pengarah, artinya menggerakkan atau menjadikan siswa ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan guru. Adanya motivasi dalam belajar menentukan arah perbuatan siswa, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

“Ya kita memotivasi misalnya dengan berbagai macam alat peraga atau

mungkin misalnya kita beri motivasi agar mereka mau belajar seperti itu

……” (W1, S4, B 6 – B 9).

“…. anak-anak yang kurang termotivasi kan kita beri motivasi. Misalnya dengan apa ya, ketika dia berusaha kita beri dia apa, kita beri dia feedback ya selamat ya apa di depan teman-temannya biar teman-temannya juga melihat biar agak ada semangat gitu” (W1, S4, B 22 – B 28).

“Besok pagi dia di sekolah mencongak jadi ada motivasi untuk belajar”

(W1, S4, B 60 – B 64).

“Bagaimana caranya kadang saya sendiri pake yang sederhana sekali

karena kadang kita tidak bisa membuat ya tapi bagaimana caranya saya itu bisa memberikan motivasi ke anak biar mereka itu jelas, dong (paham)

gitu pake segala cara walaupun dengan cara yang sederhana” (W1, S4, B

73 – B 78).

Selain memberikan motivasi ketika mengajar, guru lebih sering menggunakan papan tulis. Papan tulis digunakan sebagai media untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memahami konsep perkalian, dengan menggambar di papan tulis guru berharap siswa lebih mudah menangkap materi yang diajarkan. Ketika menulis di papan tulis, guru seringkali membelakangi siswa sehingga tidak mengetahui aktivitas siswa sebenarnya. Sewaktu guru menulis di papan tulis, seringkali siswa bermain atau mengobrol sendiri dengan temannya. Hal ini membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif.

Guru memberi contoh terlebih dahulu bagaimana cara menghitungnya dengan menggambar di papan tulis. Guru memberi soal 5 x 2 kemudian guru menggambar 2 pensil sebanyak 5 kali dan menjumlahkan semua pensil dalam 5 kotak tersebut (O1, S4, B 20 – B 23).

54 Kemudian guru meminta siswa untuk menulis dan melengkapi tabel yang telah ditulis guru di papan tulis (O2, S4, B 10 – B 11).

Suasana belajar matematika di kelas dapat dikatakan tidak kondusif karena guru seringkali membiarkan siswa ramai dan tidak mengerjakan tugasnya. Hal ini membuat suasana kelas menjadi ramai dan suasana belajar mengajar menjadi kurang optimal. Ketika ada siswa yang ramai dan tidak mengerjakan tugasnya, guru tidak menegur sikap mereka. Harusnya ketika siswa menunjukkan sikap yang menghambat terwujudnya suasana kelas yang kondusif, guru dapat menegur siswa tersebut. Dengan menegur siswa yang ramai dan siswa yang membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif, guru dapat mengembalikan suasana belajar mengajar yang optimal.

Siswa disuruh mengerjakan, siswa yang duduk di bagian belakang tidak mengerjakan, mereka bermain sendiri dan mengobrol dengan teman sebelahnya (O1, S, B 30 – B 31).

Tak jarang ada juga siswa yang berlari ke sana-sini dan ada siswa yang berteriak-teriak (O1, S, B 31 – B 32).

Ketika pembelajaran matematika sedang berlangsung, guru seringkali memantau perkembangan siswa karena keberhasilan kegiatan belajar mengajar bukan sekedar ditentukan oleh kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengelola kelas. Keterampilan mengelola kelas merupakan kemampuan guru dalam mewujudkan dan mempertahankan suasana kelas yang optimal.

Setelah guru menjelaskan mengenai materi pelajaran, guru seringkali bertanya kepada siswa, apakah siswa sudah paham tentang penjelasan guru. Sewaktu mengerjakan soal pun guru sering bertanya kesulitan yang dialami siswa. Ketika siswa mengerjakan, guru berkeliling kelas untuk melihat cara siswa mengerjakan dan bertanya kesulitan yang dialami (O1, S4, B 28 – B 30).

Guru berkeliling kelas melihat pekerjaan siswa dan bertanya kesulitan yang dialami siswa (O2, S4, B 16 - B 17).

55 Dari hasil observasi yang telah dilakukan yaitu dua kali masuk kelas selama pembelajaran matematika dan wawancara terhadap guru, didapatkan hasil bahwa guru lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Metode ceramah adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan kepada siswa. Tujuan metode ceramah adalah menyampaikan bahan ajar yang bersifat informasi (konsep, pengertian, prinsip). Padahal daya tahan siswa untuk mendengarkan ceramah sangat terbatas. Jika hal ini menjadi kebiasaan guru, akan terbentuk kebiasaan perilaku yang tidak menguntungkan bagi perkembangan anak, seperti kurang responsif dan sulit mengajukan pendapat. Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar melalui interaksi dua arah yaitu dari guru ke siswa atau dari siswa ke guru untuk memperoleh jawaban yang pasti mengenai suatu materi secara lisan. Metode tanya jawab dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terhadap konsep pembelajaran. Sedangkan metode penugasan adalah cara interaksi belajar mengajar dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan siswa. Tujuan dari metode penugasan adalah untuk merangsang anak agar aktif belajar.

Ketika mencocokkan PR guru menggunakan metode tanya jawab, guru bertanya dari jawaban nomor pertama sampai nomor terakhir kepada siswa (O2, S4, B 5 – B 6).

Sebelum siswa membuat tabel, guru menjelaskan kepada siswa terlebih dahulu bagaimana cara mengisi tabel tersebut (O2, S4, B 11 – B 12). Guru menjelaskan kalau tugas selanjutnya adalah tanya jawab kepada

teman sebangku… (O2, S, B 23 – B 26).

Interaksi yang terjalin antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru cukup baik. Interaksi siswa dengan siswa ditunjukkan dengan kompaknya ketika mereka sedang melakukan tanya jawab mengenai materi pelajaran. Ketika mereka saling bertanya jawab, mereka bekerja sama dengan baik dan kompak.

… Menjelaskan kalau tugas selanjutnya adalah tanya jawab kepada teman sebangku. Jadi dalam satu meja duduk 2 orang siswa, salah satu siswa

memberi pertanyaan dan siswa yang satunya menjawab… (O2, S, B 23 –

56

Dokumen terkait