• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Sebelum penggunaan alat peraga berbasis Montessori

Pada bagian ini dijabarkan ke dalam tiga bagian yaitu: (1) pandangan narasumber terhadap alat peraga secara umum, (2) kefamiliaran narasumber terhadap alat peraga, dan (3) pengalaman narasumber menggunakan alat peraga.

4.3.1.1Pandangan narasumber terhadap alat peraga

Pada poin pertama yaitu tentang pandangan narasumber terhadap alat peraga. Guru mengungkapkan bahwa alat peraga sangat penting bagi siswa karena dapat memudahkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Jika siswa mudah dalam memahami materi pelajaran, siswa pasti akan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu alat peraga juga dapat menumbuhkan sikap semangat dalam belajar karena ketika pembelajaran berlangsung siswa tidak malas-malasan atau sekedar mendengarkan ceramah dari guru tetapi juga dapat mencoba atau menggunakannya secara langsung. Guru menggunakan alat peraga dengan tujuan untuk memberikan contoh yang nyata kepada anak sehingga membantu dalam memahami materi yang diajarkan. Apalagi untuk anak kelas bawah alat peraga akan sangat membantu dalam memberikan gambaran yang konkret atau nyata kepada anak.

“Ya mungkin dengan kita beri contoh yang nyata, mungkin dengan

peragaan misalnya kalau perkalian sampai kadang kita pake karet yang namanya himpunan itu seperti apa di samping gambar-gambar kita juga mungkin ada materi dari buku, kemudian juga pake batu misalnya kerikil-kerikil itu juga bisa biar dia paham. Kalau enggak sampai, saya itu punya siswa itu yang sampai pake lidi itu lho yang dicoret-coret” (W1, S4, B 48 – B 55).

“Sebenarnya kalau alat peraga itu sangat bagus ya karena untuk anak-anak sekarang ini yang kelas bawah itu terutama mereka harus melihat sesuatu

57 yang nyata jadi betul-betul owh seperti itu ya, misalnya seperti itu” (W1,

S4, B 137 – B 140).

“Kalau anak-anak sebenarnya dia semangat ya kita baru membawa belum menyampaikan itu mereka sudah kruyuk-kruyuk (mengelilingi) ” (W1, S4,

B 191 – B 193).

Guru juga mengungkapkan bahwa alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dengan alat peraga memberikan contoh yang nyata kepada siswa. Berbeda ketika guru hanya menerangkan dengan metode ceramah. Ketika ceramah siswa hanya menerima begitu saja apa yang dikatakan guru. Ketika menggunakan alat peraga, siswa dapat mengkonstruk atau membangun pemahaman anak secara mandiri. Ketika anak melakukan sendiri atau praktek, hal tersebut akan membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga akan masuk ke dalam

Long Therm Memory (LTM) daripada hanya dengan ceramah terus-terusan.

“Sepertinya ya ada peningkatan, artinya mungkin dari kita menerangkan

secara biasa lewat buku lewat kita memberikan materi seperti itu dengan mereka melihat sendiri. Owh cara menghitungnya seperti itu, owh seperti

itu, owh seperti itu. Insyaallah juga lebih paham” (W1, S4, B 228 – B 231).

Narasumber yang lainnya yaitu siswa juga mendukung pernyataan guru bahwa dengan alat peraga memudahkan siswa dalam memahami materi. Selain itu menurut siswa alat peraga bisa digunakan untuk bermain jadi pembelajaran tidak membosankan. Belajar sambil bermain tentu akan menyenangkan untuk anak, apalagi untuk siswa kelas bawah karena dengan belajar sambil bermain membuat anak menjadi lebih aktif sehingga anak tidak mudah bosan.

“Lebih mudah memahami. Soalnya jadi lebih mudah gitu, membantu”

(W1, S1, B 47 – B 50). “Senang soalnya sambil bermain” (W1, S2, B49). Pendapat siswa tentang manfaat alat peraga bermacam-macam, jika ada siswa yang berpendapat bahwa alat peraga dapat mempermudah dalam pemahaman materi, ada juga siswa yang beranggapan kalau alat peraga tidak ada gunanya atau tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada siswa. Siswa beranggapan bahwa mau menggunakan alat peraga atau tidak ketika pembelajaran itu sama saja, karena tidak memberikan sumbangan apa-apa kepada siswa. Hal ini berarti bahwa alat peraga tidak mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

58

“Biasa. Ada alat peraga ya gitu, gak ada alat peraga ya gitu. Biasa aja”

(W1, S3, B50 – B 51).

4.3.1.2Kefamiliaran narasumber terhadap alat peraga

Poin selanjutnya adalah kefamiliaran narasumber terhadap alat peraga. Kefamiliaran di sini terkait dengan sejauh mana narasumber akrab atau terbiasa menggunakan alat peraga. Ketika pertama kali ditanya mengenai arti alat peraga ada siswa yang tahu maksud dari alat peraga, tetapi juga ada siswa yang tidak tahu apa yang disebut dengan alat peraga. Siswa yang tahu menyebutkan bahwa alat peraga adalah alat yang dapat membantu saat mengerjakan tugas.

“Alat yang membantu kita saat mengerjakan tugas” (W1, S2, B 33).“Alat yang bisa membantu” (W1, S3, B 38).

Guru mengungkapkan bahwa beliau jarang menggunakan alat peraga karena keterbatasan alat peraga yang ada di sekolah. Selain itu beliau juga merasa enggan kalau meminjam alat peraga milik sekolah. Guru juga menyatakan bahwa kalau mengajar matematika itu langsung ke pemberian materi, jadi mulanya guru memberi penjelasan atau ceramah tentang suatu materi, selanjutnya siswa diberi tugas untuk mengerjakan soal yang berhubungan dengan materi tersebut. Jadi pembelajaran hanya dengan ceramah selanjutnya siswa langsung diberi soal, sehingga guru belum banyak menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

“Kalau alat peraga itu kalau saya terus terang tidak sesering sekali” (W1,

S4, B 154 – B 155).

“Sebenarnya kalau sekolah itu ada cuman kadang-kadang kan belum lengkap ya. Seperti kemarin pak X ngendiko, aduh di sana bu. Cuma kadang-kadang saya sendiri kalau suruh nyari-nyari kan juga ini ya,

kadang gak enak sendiri gitu lho” (W1, S4, B 118 – B 122).

“Kalau Matematika itu kan sepertinya kita mengajar langsung ke

pemberian materi jadi kalau alat peraga banyak yang belum begitu

menggunakan” (W1, S4, B 210 – B 213).

Walaupun jarang dan enggan menggunakan alat peraga milik sekolah, hal ini tidak membuat guru berhenti sampai di situ. Ketika mengajar guru pernah menggunakan alat peraga yang sederhana dengan tujuan memudahkan siswa dalam

59 memahami materi. Sederhana di sini berarti bahwa guru menggunakan alat peraga yang ada di dekat siswa, bukan sesuatu yang harus dibuat tetapi dengan memanfaatkan barang-barang yang sudah ada. Yang terpenting adalah dapat membantu guru dalam menyampaikan materi, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

“Bagaimana caranya kadang saya sendiri pake (menggunakan) yang sederhana sekali karena kadang kita tidak bisa membuat ya tapi bagaimana caranya saya itu bisa memberikan motivasi ke anak biar mereka itu jelas, dong (paham) gitu pake segala cara walaupun dengan

cara yang sederhana” (W1, S4, B 73 – B 78). “Kita ada pensil, ada

penghapus yang bisa dipake(digunakan)” (W1, S4, B 99 – B 100).

Hal ini didukung oleh pernyataan siswa yang mengungkapkan telah menggunakan alat peraga yang ada di kelas. Alat peraga yang digunakan sesuai dengan materi pembelajaran. Siswa mengungkapkan pernah menggunakan kancing baju dan lidi. Alat atau media yang digunakan adalah barang yang ada di lingkungan kelas, lingkungan sekolah, dan dipersiapkan oleh guru atau siswa membawa sendiri dari rumah.

“Mudahnya kadang-kadang guru mengajari cara memakai barang yang kita pakai. Nanti ada benda, terus kalau perkalian kita menghitungnya

pake (menggunakan) benda itu” (W1, S2, B 9- B 12). “Spidol. Pensil sama

kertas” (W1, S1, B 36 – B 37).

“Contohnya memakai kelereng waktu menghitung tambah-tambahan

(penjumlahan), pengurangan, dan perkalian” (W1, S2, B 38 – B 39).

“Bawa karet gitu buat nghitung kotak yang ada paku-pakunya. Pake pensil, bolpoin apa biting (lidi) gitu” (W1, S3, B 43 – B 45).

Guru berpendapat sebaiknya alat peraga itu yang sederhana, bukan sesuatu yang mahal. Yang terpenting alat peraga dapat memberikan manfaat untuk siswa. Bermanfaat di sini adalah dapat digunakan sesuai dengan fungsi serta tujuannya dan yang dekat dengan siswa. Bahan yang digunakan dalam alat peraga juga yang dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa asing. Selain itu juga dapat memanfaatkan apa yang bisa dimanfaatkan, jadi dapat menghemat pengeluaran biaya pembuatan alat peraga.

“Kalau kita sih yang sederhana-sederhana” (W1, S4, B 168 – B 169).

60 saja, dari bahan yang mudah didapat misalnya seperti itu. Tidak harus mahal tapi kan kita intinya untuk menjelaskan biar anak itu paham. Jadi

apa yang bisa kita manfaatkan ya kita manfaatkan” (W1, S4, B 172 – B 177).

Lain hal dengan guru, siswa menginginkan alat peraga yang menarik. Menarik menurut siswa dapat dilihat dari bentuk dan warnanya. Bentuk yang dianggap menarik adalah bentuk yang lucu misalnya kalau menggunakan kelereng, kelerengnya bisa ditempeli stiker. Sedangkan warna yang digunakan dalam alat peraga harusnya warna yang cerah dan mencolok. Dengan bentuk yang lucu dan warna yang cerah sesuai dengan keinginan siswa diharapkan akan menarik minat dan perhatian siswa, sehingga memberikan pengalaman belajar yang berbeda untuk belajar.

“Bagus, warnanya cerah. Ya bentuknya lucu-lucu gitu” (W1, S1, B 58 – B 60).

“Alat peraga yang menarik itu warnanya cerah, bentuknya juga lucu-lucu.

Contohnya kayak kelereng itu nanti ditempeli stiker” (W1, S2, B 62- B

66). “Bentuknya lucu, warnanya cerah” (W1, S3, B60).

4.3.1.3Pengalaman narasumber menggunakan alat peraga

Poin terakhir terkait dengan pengalaman narasumber terhadap penggunaan alat peraga sebelum pengimplementasian alat peraga Montessori. Pengalaman yang didapat guru dan siswa dapat berbeda-beda, sesuai dengan manfaat dan kesulitan yang dialami narasumber. Pengalaman belajar di sini adalah yang awalnya siswa tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya siswa hanya mendengarkan ceramah kemudian mendapatkan kesempatan untuk mencoba alat peraga. Guru berpendapat bahwa alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena alat peraga memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat siswa untuk belajar. Hal ini akan diikuti dengan peningkatan hasil belajar siswa. Selain itu alat peraga dapat menumbuhkan sikap antusias dan semangat karena siswa tertarik untuk menggunakan alat peraga tesebut. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran juga untuk menghindari verbalisme (mengetahui kata-kata yang disampaikan guru tetapi tidak memahami arti atau maknanya). Ketika

61 menggunakan alat peraga dapat membantu meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak sesuai dengan tahap perkembangan operasonal konkret di mana anak mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis ketika melihat objek tertentu atau melakukan aktivitas yang nyata.

“Sebenarnya kalau alat peraga itu sangat bagus ya karena untuk anak-anak sekarang ini yang kelas bawah itu terutama mereka harus melihat sesuatu

yang nyata” (W1, S4, B 137 – B 140).

“Sepertinya ya ada peningkatan, artinya mungkin dari kita menerangkan

secara biasa lewat buku lewat kita memberikan materi seperti itu dengan

mereka melihat sendiri” (W1, S4, B 228 – B 231).

“Kalau anak-anak sebenarnya dia semangat ya kita baru membawa belum menyampaikan itu mereka sudah kruyuk-kruyuk (mengelilingi)” (W1, S4,

B 191 – B 193).

Bagi siswa, alat peraga dapat menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan karena siswa ikut berperan aktif dalam pembelajaran sehingga menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Selain itu alat peraga juga memberikan kemudahan kepada siswa untuk lebih memahami konsep pembelajaran. Ketika menjumpai soal yang sulit siswa merasa terbantu dengan adanya alat peraga karena alat peraga dapat digunakan untuk membantu menghitung soal. Ketika siswa belum begitu lancar dalam menghitung suatu soal, alat peraga juga turut membantu dalam menghitung karena alat peraga dapat membimbing siswa untuk menghitung sesuai dengan cara dalam alat peraga tersebut. Siswa juga mengungkapkan bahwa alat peraga dapat digunakan untuk bermain. Belajar sambil bermain adalah metode belajar yang efektif, melalui metode ini siswa jadi lebih kreatif dan aktif. Mereka jadi lebih senang mengikuti pelajaran serta tidak mudah bosan.

“Senang, bisa ngasih tahu jawabannya. Gak usah susah-susah ngitung”

(W1, S3, B54 –B55).”“Senang soalnya sambil bermain” W1, S2, B49). “Tergantung, kalau soalnya gampang langsung tapi kalau soalnya sulit

pake alat peraga” W1, S2, B 51 – B 52).

“Lebih mudah memahami. Soalnya jadi lebih mudah gitu, membantu. Senang” (W1, S1, B 47 – B 50). “Bisa menggunakan secara bergiliran”

62

“Kalau mengerjakan soal itu jadi lebih cepat. Ya lebih mudah kan ngitung

pakek alat peraga” (W1, S1, B 53 - B 54).

Dokumen terkait