• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

B. Latar Belakang Pembuatan KHI

Dalam catatan sejarah, upaya untuk kodifikasi, kompilasi maupun unifikasi hukum Islam menjadi hukum positif Negara sebenarnya telah ada dan menjadi pemikiran para ahli fikih sejak perkembangan awal hukum Islam.7 Tercatat beberapa Negara yang notabene-nya beragama Islam menggunakan asas maupun dasar perundang-undangannya berupa positipisasi pendapat fiqh yang terambil dari beragam mazhab. Begitu pula dengan Indonesia, KHI Lahir merupakan bentuk ijtihad ulama Indonesia yang sebelumnya—acuan dalam memutuskan sebuah perkara di beberapa pengadilan terjadi ketidakseragaman putusan para hakim kala itu. Oleh karena itu, pembuatan KHI adalah adanya ketidakseragaman pendapat ulama ataupun hakim. Maka diperlukan penyatuan pendapat dalam bentuk sebuah compendium atau berbentuk kompilasi.

Seperti yang dijelaskan di atas, keinginan masyarakat muslim untuk membentuk hukum Islam secara tertulis sudah ada sejak lama, yakni sejak terbentuknya peradilan agama yang mempunyai kewenangan untuk

6

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara: Kritik Atas Hukum Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, Cet I, 2001), 142.

7

Lihat makalah wakil ketua Pengadilan Agama Siduarjo: Abd. Salam, lihat lebih lengkap Latar Belakang Sosio-Historis dan Politis Pembuatan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Tp: Siduarjo, Tt), hal. 3

menyelesaikan masalah-masalah hukum keluarga. Pada waktu itu kitab-kitab hukum yang digunakan rujukan oleh para hakim untuk pengambilan putusan sangat banyak dan beragam yang mengakibatkan putusannya pun menjadi beragam pula. Sehingga tidak tercapai suatu kepastian hukum.8

Pada zaman VOC kedudukan hukum Islam dalam bidang kekeluargaan diakui bahkan dikumpulkan dalam sebuah kumpulan peraturan yang dinamakan Compendium Freyer. Dan ketika itu telah pula dibuat kumpulan hukum perkawinan dan kewarisan Islam untuk daerah Cirebon, Semarang, dan Makasar.9

Dalam perjalanan sejarahnya sekalipun pada tahun 1937 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kewarisan dari kewenangan Peradilan Agama di Jawa dan Madura, hukum Islam secara de facto tetap menjadi pilihan umat Islam di Jawa dan Madura dalam menyelesaikan masalah kewarisannya melalui Pengadilan Agama.

Setelah Indonesia merdeka, kenyataan yang ada adalah hukum Islam yang berlaku itu berserakan diberbagai kitab fikih dengan pendapat yang beragam. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 dan UU. Nomor 32 Tahun 1954 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak akan adanya kesatuan dan kepastian hukum dalam pencatatan nikah, talak, dan rujuk umat Islam.

Menindaklanjuti keadaan tersebut, pada tahun 1958 dikeluarkan Surat Edaran Biro Peradilan Agama No. B/1/735 tanggal 18 Februari 1958 tentang

8

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. I hal. 116 9

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah diluar Jawa dan Madura. Dalam Surat Edaran tersebut, pada huruf b ditegaskan bahwa untuk mendapatkan kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan perkara, maka kepada hakim Pengadilan Agama dianjurkan menggunakan 13 kitab hukum Islam, yakni Al Bajuri, Fathul Mu’in, Syarqawi Alal Tahrier, Qalyubi/Mahalli, Fathul Wahab dengan Syarahnya, Tuhfah, Targhibul Musytaq, Qawaninus Syariah Lis Sayid Usman bin Yahya, Qawanin Syar’iyah Lis Sayid Sadaqah Dakhlan, Syamsuri Fil Faraidl, Bughyatul Musytarsyidin, Al Fiqhul Ala Madzahibil Arba’ah, Mughnil Muhtaj.10

Adapun proses penyusunan KHI ini di laksanakan oleh sebuah Tim Pelaksana Proyek yang ditunjuk berdasarkan SKB ketua Mahkamah Agung RI dan Menteri Agama RI No. 07/KMA/1985 dan No. 25 Tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Proyek Pembangunan Hukum Islam Melalui Yuriprudensi dan di dukung oleh Keputusan Presiden No. 191/1985 Tanggal 10 Desember 1985. Di dalam SKB tersebut ditentukan Tim Pelaksana Proyek, jangka waktu, tata kerja, dan biaya yang digunakan.11

Dalam tata kerja Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi dijelaskan bahwa tugas pokok proyek adalah melaksanakan usaha

10

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, , 2006), Cet. I hal. 117

11

Lihat Nurzamin, Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Peraturan Perundang-Undangan Negara Republik Indonesia, (Malang: UIN Malang., 2009), hal. 46

Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi dengan jalan Kompilasi Hukum Islam. Sasarannya mengkaji kitab-kitab yang digunakan sebagai landasan putusan-putusan hakim agar sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia untuk menuju hukum nasional. Untuk menyenggarakan tugas pokok tersebut, maka Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui Yurisprudensi dilakukan dengan cara:

a. Pelaksana Bidang Kitab/Yurisprudensi:

 Pengumpulan dan sistematisasi dari dalil-dalil dan kitab-kitab kuning

 Ktab-kitab kuning dikumpulkan langsung dari imam-imam mazhab dan syarah-syarahnya yang mempunyai otoritas, terutama di Indonesia.

 Menyusun kaidah-kaidah hukum dari imam mazhab tersebutdisesuaikan degan bidang-bidang hukum menurut ilmu hukum umum.12

b. Pelaksana Bidang Wawancara:

Melakukan wawancara terhadap beberapa antara lain:

 Took-tokoh ulama yang dipilih

 Ulama yang dipilih adalah yang benar-benar diperkirakan berpengalaman cukup dan berwibawa. Juga diperhitungkan kelengkapan geografis dari jangkauan wibawanya; dan

12

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, , 2006), Cet. I hal. 116

 Wawancara dilaksanakan berdasarkan pokok-pokok penelitian yang disiapkan TIM INTI.13

c. Pelaksana Bidang Pengumpulan dan Pengolahan Data

 Mengelola dan menganalisis lebih lanjut hahsil dari pengolahan kitab-kitab dan wawancara;

 Menyusun dalam buku pedoman yang dapat dpakai bagi para hakim dalam melaksanakan tugas;

 Untuk memantapkan pedoman tersebut terlebih dahulu dikaji dengan melalui lokakarya.14

d. Studi perbandingan

Untuk memperoleh sistem/kaidah-kaidah hukum/seminar-seminar satu sama lain dengan jalan memperbandingkan dari negara-negara islam lainnya.

Sejalan dengan apa yang di kemukakan diatas, maka pelaksanaan penyusunan kompilasi ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1) Tahap I: tahap persiapan

2) Tahap II: tahap pengumpulan data, melalui:

 jalur ulama

13

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, , 2006), Cet. I hal. 116

14

Tim Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Tahu 1991/1992, hal. 143

 jalur kitab-kitab fiqh

 jalur yurisprudensi peradilan Agama

 jalur studi perbandingan di negara-negara lain khususnya di negara-negara Timur Tengah.

3) Tahap III: tahap penyusunan rancangan Kompilasi Hukum Islam dari data-data tersebut.

4) Tahap IV: tahap penyempurnaan dengan mengumpulkan masukan-masukan akhir dari para ulama/cendikiawan muslim seluruh indonesia yang di tunjuk melalui loka karya.15