• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI HUKUM TENTANG KEDUDUKAN KH

C. Teori Penemuan Hukum

Dalam praktek tidak jarang dijumpai ada peristiwa yang belum diatur dalam hukum atau perundang-undangan, atau meskipun sudah diatur tetapi tidak lengkap dan tidak jelas. Memang tidak ada hukum atau perundang-undangan yang sangat lengkap atau jelas sejelas-jelasnya. Fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia dengan cara mengatur kegiatan manusia. Sedangkan kepentingan manusia sangatlah banyak dan tidak terhitung jumlah

dan jenisnya. Disamping itu kepentingan manusia akan terus berkembang sepanjang masa. Oleh karena itu peraturan hukum yang tidak jelas harus dijelaskan, yang kurang lengkap harus dilengkapi dengan jalan menemukan hukumnya agar aturan hukumnya dapat diterapkan terhadap peristiwanya.

Dengan demikian, pada hakekatnya semua perkara membutuhkan metode penemuan hukum agar aturan hukumnya dapat diterapkan secara tepat terhadap peristiwanya, sehingga dapat diwujudkan putusan hukum yang diidam-idamkan, yaitu yang mengandung aspek keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

Menurut Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristwa-peristiwa hukum yang konkret. Dengan kata lain,merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das sein) tertentu. Yang penting dalam penemuan hukum adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukum untuk peristiwa kongkret.10

Sistem Penemuan Hukum, pada dasarnya penemuan hukum tetap harus mendasarkan pada sistem hukum yang ada. Penemun hukum yang semata-mata mendasarkan pada undang-undang saja yang disebut sistem oriented. Penemuan hukum pada dasarnya harus sistem oriented, tetapi apabila sistem tidak

10

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996), hal..36

memberikan solusi maka sistem harus ditinggalkan dan menuju problem oriented. Latar belakang timbulnya problem oriented yaitu adanya kecenderungan masyarakat pada umumnya yang membuat undang-undang lebih umum, sehingga dengan sifat umum itu hakim mendapat kebebasan lebih.

Adapun Sumber-sumber penemuan hukum itu sendiri dalam secara hierarkhi dimulai dari:11

a. Peraturan perundang-undangan (hukum tertulis) b. Hukum tidak tertulis (kebiasaan)

c. Yurisprudensi

d. Perjanjian internasional

e. Doctrine (pendapat para ahli hukum) f. Putusan desa

g. Perilaku manusia

Jadi ada hierarkhi atau tingkatan-tingkatan dari atas kebawah dalam memposisikan sumber hukum. Hierarkhi ini juga menentukan sumber hukum utama yang digunakan antara sumber hukum satu dengan yang lainnya.

11

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:Liberty, 1996), hal. 104

D. Teori Kedudukan KHI dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Untuk mengetahui kedudukan KHI dalam peraturan perundangan maka harus diketahui status Instruksi Presiden dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena instrumen hukum yang digunakan KHI adalah Instruksi Presiden No 1/1991. Di sini penulis akan mengkaji dan menganalisis terlebih dahulu Instruksi Presiden No 1/1991 dari sudut pandang norma hukum untuk mengetahui apakah Instruksi Presiden No 1/1991 ini termasuk norma hukum dalam peraturan perundang-undangan atau tidak.

Kaitannya dengan Instruksi presiden dalam hal ini Kompilasi Hukum Islam (KHI), bahwa instruksi presiden tidak masuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas pada pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Namun dalam pasal 8 ayat (2) dikatakan:

Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.12

Permasalahnya adalah dalam pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 dikatakan bahwa: Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya

12

Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

dapat dimuat dalam: a) Undang-Undang; b. Peraturan Daerah

Provinsi; atauc. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.13

Sedangkan dalam KHI sendiri (inpres) muatan isinya terdapat berupa aturan yang memaksa dan berisikan tentang pidana terkait perkawinan, kewarisan dan perwakafan.14 Artinya KHI telah melanggar substansi UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Peraturan Perundang-undangan.

Menurut beberapa ahli, antara Inpres (instruksi presiden) dan Kepres (keputusan Presiden) memiliki perbedaan. Jika keputusan presiden (Keppres) yang sifatnya mengatur harus dimaknai sebagai peraturan. Ini berarti bahwa keputusan presiden yang sifatnya mengatur dipersamakan dengan peraturan presiden (Perpres), yang mana peraturan presiden itu sendiri masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.15

Jimly Asshiddiqie di dalam bukunya yang berjudul Perihal Undang- Undang, mengatakan bahwa jika subjek hukum yang terkena akibat keputusan itu bersifat konkret dan individual, maka dikatakan bahwa norma atau kaedah hukum yang terkandung di dalam keputusan itu merupakan norma hukum yang bersifat individual-konkret. Tetapi, apabila subjek hukum yang terkait itu bersifat

13

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang No. 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

14

Lihat Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 15

Hukum Online, Perbedaan Keputusan Presiden dengan Instruksi Presiden, lebih lengkap: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50cf39774d2ec/perbedaan-keputusan- presiden-dengan-instruksi-presiden. diakses pada tanggal 08 Maret 2015 Pukul 06:00

umum dan abstrak atau belum tertentu secara konkret, maka norma hukum yang terkandung di dalam keputusan itu disebut sebagai norma hukum yang bersifat abstrak dan umum. Keputusan-keputusan yang bersifat umum dan abstrak itu biasanya bersifat mengatur (regeling), sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan keputusan yang bersifat atau berisi penetapan administratif (beschikking) ataupun keputusan yang berupa vonis hakim yang lazimnya disebut dengan istilah putusan.16

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita lihat bahwa instruksi presiden hanya terbatas untuk memberikan arahan, menuntun, membimbing dalam hal suatu pelaksanaan tugas dan pekerjaan. Sedangkan keputusan presiden, ada yang bersifat mengatur (regeling) yang dipersamakan dengan peraturan presiden) dan ada yang bersifatnya menetapkan (beschikking).

16

Hukum Online, Perbedaan Keputusan Presiden dengan Instruksi Presiden, lebih lengkap: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50cf39774d2ec/perbedaan-keputusan- presiden-dengan-instruksi-presiden. diakses pada tanggal 08 Maret 2015 Pukul 06:00

28