• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKSES KEUANGAN PADA LAPANGAN USAHA PERIKANAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEREKONOMIAN PAPUA

LATAR BELAKANG

Peranan sektor kelautan dan perikanan dalam penciptaan PDB nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 2,90%. Pada tahun 2013 dan 2014, kontribusi sektor kelautan dan perikanan mengalami peningkatan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yakni menjadi 3,06% dan 3,25% (BPS, 2015).

Kondisi tersebut juga relatif searah dengan kondisi di Papua, dimana tren produksi perikanan di wilayah Papua dari 2011-2016 cenderung mengalami peningkatan dan mencapai angka 44,7 juta ton pada 2016. Dengan melihat potensi sumberdaya perikanan tersebut dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di dalam pertumbuhan perekonomian.

Kegiatan perikanan di Papua, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan pada 2016 yang menunjukkan bahwa 58% nelayan menggunakan perahu papan (tanpa motor). Kondisi ini merupakan salah satu penyebab

kurang optimalnya dukungan lapangan usaha kelautan dan perikanan terhadap perekonomian.

Permasalahan utama yang dihadapi UMKM di lapangan usaha perikanan salah satunya adalah keterbatasan modal dalam menjalankan usaha. Akibatnya, usaha yang dijalankan oleh nelayan masih sangat bergantung pada tengkulak atau rentenir. Terkait hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua melakukan kajian yang bertujuan untuk identifikasi kebutuhan layanan keuangan dan pengembangan usaha di lapangan usaha perikanan dan menganalisis pengaruh faktor keuangan di lapangan usaha perikanan terhadap perekonomian terutama di daerah sentra perikanan Papua.

RUANG LINGKUP dan METODE ANALISIS Kajian dilaksanakan di kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah pesisir Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika. Kelima daerah ini dipilih karena merupakan lokasi yang padat kegiatan perikanan sehingga cukup mewakili usaha perikanan yang ada di Papua.

Pemilihan responden ditetapkan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan jenis usaha dengan total jumlah responden sebanyak 200 orang.

Data responden selanjutnya diolah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi pembiayaan dan regresi panel data untuk melihat dampak pembiayaan terhadap perekonomian. Selain

Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua

Tanpa perahu 1% Perahu papan 58% Motor Tempel 37% Kapal Motor 4%

21 itu, juga dilakukan analisis Geographically

Weighted Regression (GWR) yang menggunakan unsur matriks pembobot W(i) yang besarnya tergantung pada jarak antar lokasi. Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar.

PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS

Berdasarkan hasil survei, secara umum dapat diketahui bahwa terdapat empat pola penjualan yang berlaku dalam pemasaran perikanan tangkap dan budidaya di kelima daerah cakupan analisis.

Rantai tata niaga yang relatif panjang tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya harga jual produk ikan di tingkat konsumen akhir. Berdasarkan hasil AHP, dapat diketahui bahwa prioritas untuk peningkatan akses keuangan di

lapangan usaha perikanan perlu memperhatikan beberapa hal, terutama jaminan pembiayaan (0,22) dengan alternatif pilihan dimensi nilai jaminan. Kemudian diikuti oleh profil debitur (0,20) dengan alteratif pilihan karakter debitur. Di posisi ketiga adalah pendampingan teknis (0,17) dengan alternatif pilihan permodalan.

Berdasarkan hasil pengolahan random effect setiap daerah cakupan kajian diketahui bahwa setiap daerah memiliki nilai PDRB positif, kecuali untuk Kabupaten Nabire yang negatif. Hal tersebut mengindikasikan apabila variabel independent bersifat konstan untuk semua daerah, maka PDRB Kabupaten Nabire merupakan yang terendah. Untuk menaikan PDRB Kabupaten Nabire, maka variabel independent di Kabupaten Nabire harus lebih tinggi dari 4 daerah lain. Adapun variabel independent yang dimaksud adalah tingkat produksi, nilai penyaluran kredit dan jumlah rumah tangga perikanan (RTP).

No. Kabupaten/Kota Effect

1 Jayapura 242274.80

2 Biak/Numfor 471520.31

3 Nabire -30687.40

4 Mimika 229759.00

5 Merauke 1158007.20

Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR

Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap

Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya

Consistency ratio = 0,37

Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan

Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota

Variabel Simbol Makna Value Skala Koordinat

Kartesius

(X, Y) Koordinat Langitude (X) dan Lattitude (Y) yang merupakan variabel lokasi yang menandai posisi kabupaten atau kota dalam peta yang diambil dari Google Earth.

-∞ ≤ X ≤ ∞ -∞ ≤ Y ≤ ∞

Rasio

Dependen PDRB Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku (juta rupiah).

PDRB > 0 Rasio

Independen PRODUKSI Produksi Perikanan (jutaan ton). PRODUKSI >0 Rasio RTP Rumah Tangga Perikanan (RTP)

(ribu orang)

RTP Rasio

KREDIT Kredit Perikanan (miliar rupiah) KREDIT Rasio

NELAYAN KONSUMEN PEDAGANG PENGUMPUL PEDAGANG PENGECER TIPE 1 TIPE 2 TIPE 3 TIPE 4 PEMBUDIDAYA KONSUMEN PEMBENIH WARUNG TIPE 1 TIPE 2 TIPE 3 TIPE 4

22 Hasil pengujian untuk setiap daerah mengenai

pengaruh variabel produksi, RTP, dan kredit terhadap PDRB menunjukkan bahwa model GWR dengan kernel Fixed Gaussian (distance) merupakan model terbaik yang ditunjukkan dengan nilai Coefficient Validation (CV) minimum dan R-Square mendekati 1.

Model Tipe Kernel bandwidth (h) CV R-Square OLS - - 0,109501 0,329360 GWR Fixed Gaussian (distance) 2,424 0,018030 0,916776 GWR Fixed bi-square (distance)* 6,309 0.017853 0,920374 GWR Adaptive bi-square (NN) - - - GWR Adaptive Gaussian (NN) 15,000 0,043815 0,754500

Berdasarkan pemilihan model tersebut, RTP memberikan pengaruh di seluruh daerah. Sementara, hanya kabupaten Merauke yang tidak terpengaruh oleh variabel kredit dan sebaliknya, produksi hanya memberikan pengaruh negatif di kabupaten Merauke. Adapun rincian hasil pengujian sebagai berikut:

1. Di kota Jayapura pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,080185. Hal tersebut mengindikasikan jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan meningkat sebesar Rp0,080185 juta

(80.185 rupiah). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002115, artinya jika terjadi peningkatan kredit Perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002115 juta (Rp2.115).

2. Di Kabupaten Biak Numfor terdapat pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,082103, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,082103 juta (Rp82.103). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002228, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002228 juta (Rp2.228).

3. Pada Kabupaten Nabire pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,098042, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,098042 juta (Rp98.042). Pada kondisi yang sama, pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,00254, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,00254 juta (Rp2.540).

4. Pada Kabupaten Mimika pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,090513, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,090513 juta

Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed bi-square (distance) terhadap PDRB

*Signifikan untuk tingkat signifikan (α) sebesar 5%. (Statistik uji |t| ≥ t-tabel = 2,0930)

Tabel B.3 Ringkasan Model

Kabupaten/ est_ se_ t_ est_ se_ t_ est_ se_ t_ est_ se_ t_

Kota Intercept Intercept Intercept PRODUKSI PRODUKSI PRODUKSI RTP RTP RTP KREDIT KREDIT KREDIT

Jayapura 140,669 -25,916 0,1437 0,204424 0,702948 -0,00098 0,007134 -0,13671 0,080185 0,02651 3,024711* 0,002115 0,000507 4,169398* Biak Nabire 1,357,521 -350,955 -0,06412 0,212549 -0,30167 0,0066 0,007706 0,856568 0,098042 0,027706 3,538666* 0,00254 0,000523 4,853634* Mimika 1,371,362 -445,532 0,090319 0,18253 0,494814 -0,00397 0,006818 -0,58237 0,090513 0,024787 3,65169* 0,002294 0,000458 5,008488* Merauke 140,405 -849,911 -1,278 0,969171 -131,866 -0,10102 0,00997 -10,1326* 0,418853 0,139662 2,999059* 0,004279 0,00222 1,927,879 0,082103 0,027801 2,953181* 0,002228 0,000532 4,18685* 1,359,801 -10,381 0,07562 0,213007 0,355012 0,001276 0,007749 0,164713 x y

23 (Rp90.513). Pengaruh kredit terhadap

PDRB sebesar 0,002294, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002294 juta (Rp2.294)

5. Pengaruh produksi terhadap PDRB Kabupaten Merauke sebesar -0,10102, artinya jika terjadi peningkatan Produksi Perikanan sebesar 1 juta ton, maka PDRB akan mengalami penurunan sebesar Rp0,10102 juta (Rp101.020). Di sisi lain, pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,418853, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,418853 juta (Rp418.853).

Kondisi yang relatif berbeda di kabupaten Merauke tersebut salah satunya disebabkan pada periode pengolahan data belum dilakukan moratorium perikanan, dimana terdapat beberapa perusahaan perikanan asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Merauke. Hal tersebut membuat nelayan lokal tidak mampu bersaing sehingga kinerjanya relatif kurang optimal. KESIMPULAN

1. Potensi perikanan Papua belum diimbangi dengan kualitas SDM untuk mengembangkan usaha. Dari hasil survey, keterbatasan kualitas SDM tercermin dari manajerial yang belum professional, mekanisme pemasaran dan lemahnya inovasi.

2. Agunan menjadi pertimbangan utama dalam penyaluran kredit. Di sisi lain, kepemilikan agunan juga menjadi salah satu kendala nelayan dalam memperoleh kredit.

3. Rantai tata niaga perikanan relatif panjang yang berdampak pada tingginya harga komoditas perikanan.

4. Pendampingan dan bantuan teknis yang masih terbatas membuat pengembangan usaha perikanan kurang optimal.

REKOMENDASI ASPEK PRIORITAS PROGRAM DAN KEBIJAKAN STRATEGI DAN SASARAN PENCAPAIAN Peralatan dan Teknologi Ketersediaan bahan baku dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Melibatkan kelompok usaha perikanan lokal dalam menentukan desain dan teknologi kapal Dukungan teknologi dan pengawasan  Meningkatkan produksi pelaku usaha perikanan lokal  Kapasitas kapal

dan alat tangkap yang memadai

 Penguatan

kualitas dan hasil perikanan Pengelolaan Pasca Produksi dan Pemasaran Penyediaan infrastruktur di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Pemilihan tempat sentra pasar ikan dengan melibatkan berbagai pihak Melibatkan pelaku usaha perikanan dalam even pameran Pelatihan produk olahan Fasilitas prasarana dan sarana penanganan hasil perikanan Meningkatkan promosi dan saluran pemasaran produk hasil perikanan Meningkatkan kerjasama pemasaran Pengembangan produk perikanan Penguatan Kelompok Usaha Perikanan Pembentukan kelompok pelaku usaha Pemberdayaan SDM melalui penguatan IPTEK Menciptakan mata pencaharian alternatif Penguatan peran kelompok melalui koperasi. Penguatan manajerial kelompok usaha Meningkatkan inovasi dan penguasaan teknologi tepat guna Mengembangka n unit usaha Permodalan Pemberian modal kredit melalui Perbankan Pemberian fasilitas kredit sesuai kemampuan pelaku usaha Penyaluran kredit melalui koperasi

24 ASPEK PRIORITAS PROGRAM DAN KEBIJAKAN STRATEGI DAN SASARAN PENCAPAIAN Kelembagaan Penguatan peraturan daerah Melibatkan kelompok pelaku usaha perikanan dalam proses pengawasan dan penyelesaian konflik Bimbingan teknis, penyuluhan dan pendampinga n Pembuatan zona rencana tata ruang wilayah (RTRW) perikanan Menciptakan persaingan usaha yang sehat, kepastian dalam investasi dan jaminan keamanan Mempermudah perizinan usaha perikanan Meningkatnya kesadaran terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Meningkatnya peran kelembagaan nelayan dalam penyelesaian konflik antar pelaku usaha ASPEK PRIORITAS PROGRAM DAN KEBIJAKAN STRATEGI DAN SASARAN PENCAPAIAN Penguatan IPTEK bagi dalam meningkatkan produksi Pengaturan area wilayah penangkapan ikan sesuai dengan kapasitas kapal dan kesesuaian lokasi budidaya Menghindari konflik antar nelayan yang biasanya dipicu akibat perebutan wilayah tangkapan dan penggunaan kapal serta alat tangkap

25

KEUANGAN PEMERINTAH

Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah.

Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya.

26 2.1 REALISASI APBN PROVINSI PAPUA

Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi Papua secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama.

2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN

Secara nominal realisasi triwulan III 2017 turun -4,87% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016. Berdasarkan struktur penyumbang realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017 masih didominasi oleh pendapatan dari Pajak Dalam Negeri dengan pangsa sebesar 70,79%. Selanjutnya Pajak Perdagangan Internasional menyumbangkan 21,26% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak menyumbangkan 7,95% terhadap seluruh realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017. Tingginya kontribusi Pajak Dalam Negeri menyebabkan fluktuasi pos pendapatan ini dapat mempengaruhi realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua secara keseluruhan.

Tercatat salah satu penyebab turunnya realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua hingga triwulan III 2017 disebabkan oleh realisasi Pajak Dalam Negeri yang turun -7,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional.

2.1.2 Realisasi Belanja APBN

Selanjutnya dari sisi pagu belanja APBN menunjukkan belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 5,67% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Berdasarkan jenis pos belanja, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal mengalami kenaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 4,76% (yoy), 9,15% (yoy) dan 4,51% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Lainnya dengan penurunan masingmasing sebesar 3,18% (yoy) dan -19,13% (yoy).

Selanjutnya dari sisi realisasi belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 9,62% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Hingga triwulan III tahun 2017 realisasi belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua mencapai 50,56% (yoy).

Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017

Sumber: Ditjen Perbendaharaan, diolah Tw III - 2016 Tw III - 2017

Pajak Dalam Negeri 3.860,80 3.574,07 -7,43 70,79%

Pajak Perdagangan Internasional 1.219,89 1.073,34 -12,01 21,26%

Penerimaan Negara Bukan Pajak 226,36 401,26 77,26 7,95%

Total 5.307,06 5.048,67 -4,87 100,00%

sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan

Realisasi (Rp Miliar)

Detail Pendapatan APBN Perubahan

(%yoy)

Pangsa Tw-III 2017

27 Berdasarkan jenis realisasi pos belanja, Belanja

Pegawai dan Belanja Barang yang mengalami kenaikan relatif tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 10,62% (yoy) dan 29,25% (yoy). Sementara pos belanja Belanja modal hanya tumbuh 0,57% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan yang cukup signifikan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dengan penurunan sebesar -97,66% (yoy). Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 Kabupaten di Provinsi Papua nampak masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama ditunjukkan dari Belanja Modal yang masih rendah.

Di sisi lain, penundaan realisasi Dana Desa dan DAK Fisik tahap pertama terpantau telah terealisasi pada triwulan III 2017. Penyaluran Dana Desa hingga triwulan III 2017 telah mencapai Rp2,56 triliun dan DAK Fisik mencapai Rp1,88 triliun. Sehingga total realisasi pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa triwulan III 2017 mencapai 53,83% dari total pagu 2017 yang ditetapkan sebesar Rp8,26 triliun.

Sepanjang triwulan IV 2017 diperkirakan realisasi pendapatan dan belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua meningkat lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Meningkatnya aktivitas pembangunan infrastruktur berpengaruh pada peningkatan kebutuhan impor bahan baku dan penolong sehingga mampu meningkatkan pendapatan dari sisi Bea Masuk / Keluar. Dari sisi belanja, seiring dengan penyaluran Dana Desa tahap ketiga bulan Oktober 2017, diperkirakan realisasi belanja mampu terdongkrak lebih tinggi. Sementara meningkatnya aktivitas konstruksi pada triwulan IV 2017 juga dinilai mampu mendorong pos Belanja Modal untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan.

Sumber: BPKAD, diolah Sumber: BPKAD, diolah

Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua Grafik 2.2 Realisasi APBN menurut Pos Belanja

14,00% 14,42%

21,49%

Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Lainnya

21,65% 23,82% 19,23% 21,98% 21,86% 16,48% 22,46% 25,15% 22,77% 21,15% 0,53% Total Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos Belanja Lainnya Tw-III 2016 Tw-III 2017

28 2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH

Dokumen terkait