• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Rumah Sakit

2.3.3 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (berdasarkan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit):

a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat.

b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.

c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya.

e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.

f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan.

g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.

h. Menyelenggarakan rekam medis.

i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia.

j. Melaksanakan sistem rujukan.

k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan.

l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien.

m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.

n. Melaksanakan etika Rumah Sakit.

o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.

p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.

q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.

r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).

s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas.

t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Pelanggaran atas kewajiban dikenakan sanksi admisnistratif berupa : a. Teguran

b. Teguran tertulis

c. Denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

Setiap Rumah Sakit mempunyai hak :

a. Menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit.

b. Menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan.

d. Menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

g. Mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. Mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

2.3.4 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit bahwa rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Disamping itu rumah sakit juga mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis.

Pelayanan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

Sedangkan pelayanan kesehatan paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. Penapisan teknologi yang dimaksud untuk perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan pasien.

2.4 Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dinyatakan bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. Bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan.

Perencanaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan adalah proses estimasi terhadap jumlah SDM berdasarkan tempat, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, diramal dan

diperkirakan siapa mengerjakan apa, dengan keahlian apa, kapan dibutuhkan dan berapa jumlahnya (Ilyas, 2012).

2.4.1 Definisi SDM (Tenaga Kesehatan)

Sumber daya manusia kesehatan atau tenaga kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan klinik maupun nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi kesehatan masyarakat. Kinerja dari pelayanan kesehatan sangat tergantung kepada pengetahuan, keterampilan dan motivasi dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan berhubungan erat dengan masing-masing fungsi suatu organisasi kesehatan dan juga berinteraksi diantara fungsi-fungsi tersebut. Untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan dan kemampuan sumber daya manusia yang mampu mendiagnosa permasalahan dan mengintervensi sehingga didapatkan penyelesaian dari setiap permasalahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Sumber daya manusia tersebut juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana kebijakan, strategi, program, dan prosedur suatu kegiatan apabila tidak dikelola dengan baik dan tepat (Depkes RI, 2009).

Pasal 1 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 ini menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Dalam Sistim Kesehatan Nasional, paling tidak terdapat 6 (enam) subsistem yang turut menentukan derajat kesehatan secara nasional yang salah satunya adalah sumber daya manusia (SDM) Kesehatan, disamping subsistem lainnya seperti upaya kesehatan, pembiayaan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan dan manajemen. Tenaga kesehatan. merupakan unsur utama yang mendukung subsistem lainnya. Subsistem sumber daya manusia kesehatan bertujuan pada tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu secara mencukupi, terdistribusi dengan adil, serta termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tenaga kesehatan menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan profesional di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan.

2.4.2 Pengelompokan Tenaga Kesehatan

UU RI Nomor 36 Tahun 2014 pada Pasal 11 dinyatakan bahwa tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam:

1. Tenaga medis terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.

2. Tenaga psikologi klinis adalah psikologi klinis.

3. Tenaga keperawatan terdiri atas berbagai jenis perawat.

4. Tenaga kebidanan adalah bidan.

6. Tenaga kesehatan masyarakat terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.

7. Tenaga kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.

8. Tenaga gizi terdiri atas nutrisionis dan dietisien..

9. Tenaga keterapian fisik terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.

10. Tenaga keteknisian medis terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis..

11. Tenaga teknik biomedika terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik..

12. Tenaga kesehatan tradisional.

13. Tenaga kesehatan lain.

2.4.3 Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit Kelas B

Sumber daya manusia merupakan aset penting dalam suatu organisasi termasuk rumah sakit. Pada akhirnya, suatu organisasi mengkhususkan kompetensi berdasarkan pada keahlian dan kemampuan dari pegawainya. Karena keahlian dan kemampuan ini memberikan organisasi keuntungan dalam berkompetisi, organisasi harus terus menerus mengawasi strukturnya untuk mencari cara yang paling efektif

dalam memotivasi dan mengorganisir sumber daya manusia untuk memperoleh dan menggunakan keahlian mereka.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 32-34 bahwa sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga nonkesehatan. Lebih jelasnya sebagaimana uraian berikut:

1. Tenaga medis untuk rumah sakit kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 paling sedikit terdiri atas:

b. 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

c. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;

e. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis penunjang;

f. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;

g. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;

dan

h. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis gigi mulut.

2. Tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014 paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian;

d. 1 (satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

e. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

f. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit; dan

g. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

3. Tenaga keperawatan; jumlahnya sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4. Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit.

2.5 Infrastruktur Rumah Sakit

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan: 1) mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 2) memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; 3) meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit (Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2012).

2.5.1 Definisi Infrastruktur

Infrastruktur mengacu pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, air, bangunan, dan fasilitas publik lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia secara ekonomi dan sosial. Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi baik sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Contohnya rumah sakit (Wikipedia, 2015).

Definisi infrastruktur, menurut Grigg (1988) merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan

suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

Bangunan gedung suatu rumah sakit dapat didefinisikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya yang berada di atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat tinggal, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus (Direktorat Bina Upaya Kesehatan, 2012).

Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005).

Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan atau wilayah.

Oleh karenanya penting bagaimana sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur dapat diarahkan untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu kawasan wilayah.

Sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur berpengaruh terhadap sistem tata guna lahan yang pada akhirnya membangun suatu kegiatan.

2.5.2 Infrastruktur di Rumah Sakit Kelas B

Infrastruktur di rumah sakit dapat diartikan adalah segala bangunan fisik baik gedung, transportasi jalan dan fasilitas pendukung lainnya. Sebagaimana menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pasal 35 bahwa khusus untuk rumah sakit kelas B berlaku ketentuan bahwa:

(1) Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

(3) Peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Fasilitas dan Kemampuan Pelayanan, Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar.

Aspek sarana dan prasarana Rumah Sakit Umum Kelas B harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri, dan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana. Struktur organisasi rumah sakit umum kelas B paling sedikit terdiri atas Kepala rumah sakit atau Direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Tata laksana meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar operasional prosedur (SOP), Sistem Informasi rumah sakit (SIMRS), Hospital by laws dan Medical Staff by laws.

2.6 Teori Kesiapan

Menurut Balai Pustaka (2008), kesiapan merupakan kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Jadi dapat disimpulkan kesiapan adalah kemampuan atau kesanggupan sekelompok orang di dalam wadah organisasi untuk berbuat sesuatu.

Menurut Desplaces (2005) definisi kesiapan diawali dari kesiapan secara individu yaitu: kesiapan individu untuk menghadapi perubahan akan menjadi daya pendorong yang membuat perubahan itu akan memberikan hasil yang positif.

Beberapa kajian terbaru tentang konstruk variabel kesiapan untuk berubah menjelaskan bahwa sesungguhnya kesiapan individu untuk berubah dapat diidentifikasi dari sikap positif individu terhadap perubahan, persepsi dari keseluruhan warga organisasi untuk menghadapi perubahan, dan rasa percaya individu dalam menghadapi perubahan.

Kesiapan merupakan salah satu faktor terpenting dengan melibatkan karyawan untuk mendukung inisiatif perubahan. Dimaksud dengan siap untuk berubah adalah ketika orang-orang dan struktur organisasi sudah dipersiapkan dan mampu untuk berubah. Setiap perubahan akan dihadapkan dengan kemungkinan adanya perbedaan dan konflik antara pimpinan dan anggota organisasi. Untuk terjadinya perubahan yang terarah seperti yang diinginkan, maka konflik harus diselesaikan seperti kepercayaan anggota organisasi dan pengetahuan mengenai perubahan. Pada dasarnya, keadaan untuk kesiapan harus dibuat.

Kesiapan organisasi untuk berubah menurut Lehman (2005) antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersediaan sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks organisasional, kesiapan individu untuk berubah diartikan sebagai kesediaan individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilaksanakan organisasi setelah perubahan berlangsung dalam organisasi tersebut.

Menurut Rivai & Mulyadi (2009), sebuah organisasi akan diharapkan pada lingkungan yang dinamis dan berubah yang kemudian menuntut agar organisasi tersebut berubah. Hampir semua organisasi akan menyesuaikan diri dengan lingkungan multibudaya. Salah satu kekuatan untuk perubahan organisasi adalah kekuatan sumber daya manusia. Sumber daya manusia harus berubah dalam mempertahankan angkatan kerja yang beragam. Dalam mengubah sumber daya

manusia tersebut, suatu perusahaan harus mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk karyawannya.

Dari uraian di atas, maka kesiapan RSU BLUD Tgk Chik Ditiro Sigli di era JKN dapat diartikan segala kondisi rumah sakit ini meliputi ketersediaan sumber daya manusia (tenaga kesehatan dan non kesehatan), infrastruktur/fisik rumah sakit dan segala fasilitas pendukung operasional rumah sakit.

2.7 Landasan Teori

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran/iurannya dibayar oleh pemerintah. Manfaat JKN mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan JKN meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing. Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

Rumah sakit sebagai salah satu organisasi kesehatan harus memiliki kesiapan di era JKN sebagaimana menurut Lehman (2005) bahwa kesiapan suatu organisasi antara lain dapat dideteksi dari beberapa variabel seperti variabel motivasional, ketersediaan sumber daya, nilai-nilai dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan, serta iklim organisasi yang mendukung perubahan. Dalam konteks rumah sakit, ketersediaan sumber daya dapat dikategorikan antara lain ketersediaan tenaga kesehatan dan infrastruktur.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan atas: tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, dan tenaga kesehatan tradisional.

Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya. Peralatan penunjang pelayanan kesehatan sebagai bagian dari infrastruktur rumah sakit kelas B berlaku ketentuan bahwa:

1)Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan

dari peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat intensif, rawat operasi, persalinan, radiologi, laboratorium klinik, pelayanan darah, rehabilitasi medik, farmasi, instalasi gizi, dan kamar jenazah.

2.8 Kerangka Pikir

Berdasarkan permasalahan dan uraian landasan teori yang diajukan, maka kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan berikut ini.

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Ketersediaan Tenaga Kesehatan

untuk kesiapan dalam menghadai era JKN di BLUD RSU Tgk Chik

kesiapan dalam menghadai era JKN di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli:

1. Prasarana rumah sakit

2. Sarana Peralatan medis rumah sakit

3. Obat di rumah sakit

(Permenkes RI Nomor 56 Tahun 2014)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Metode ini dianggap relevan dan sesuai dengan topik penelitian ini yang bertujuan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dan secara detail tentang ketersediaan tenaga kesehatan dan kecukupan infrastruktur dalam menghadapi era JKN di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli Kabupaten Pidie di Era JKN.

Sesuai dengan yang diungkapkan Creswell (1994) “Qualitative research focuses on the process that is occurring as well as the product or outcome.

Researchers are particulars interested in understanding how things occurs.”

Didefinisikan bahwa pendekatan kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses dan makna yang bersifat deskriptif didapat melalui kata atau gambar serta bersifat induktif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di BLUD RSU Tgk Chik Ditiro Sigli Kabupaten Pidie, yaitu sebuah rumah sakit kelas B. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah:

1. Rumah sakit ini merupakan salah rumah sakit pemerintah yang melaksanakan program JKN untuk masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian dengan topik yang sama dengan topik penelitian ini.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian diawali dari proses pembuatan proposal yang dimulai sejak bulan

Penelitian diawali dari proses pembuatan proposal yang dimulai sejak bulan