• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian ini, sistematika penulisan sangat dibutuhkan agar penelitian tidak keluar dari pembahasan dan fokus pada permasalahan yang akan diteliti, oleh karena itu penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama, berisikan pendahuluan. Bab ini mencakup deskripsi topik yang dibahas, latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan masalah, pemaparan tentang tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, penjelasan judul dan sistematika penulisan.

Bab kedua, yaitu landasan teori. Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengertian Sihir, Derivasi kata Sihir dalam Al-Qur’an, Sihir menurut para mufassir, Selanjutnya penulis akan membahas mengenai Tafsir Mahasin Al-Ta’wil dan intelektualitas Al-Qasimy.

Bab ketiga, yaitu metodologi penelitian. Bab ini mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat, penulis akan membahas temuan penulis mengenai Untuk mengetahui periodesasi penafsiran ayat-ayat sihir dalam tafsir Mahasin Al-Ta’wil dan beberapa ayat yang bersangkutan dengan sihir, Lalu analisis terhadap penafsiran tafsir Mahasin Al-Ta’wil terhadap sihir dalam tafsirnya.

Bab kelima, penulis memperoleh kesimpulan tentang Sihir yang didapatkan dari Tafsir Mahasin Al-Ta’wil , beserta kesimpulan yang diperoleh dari semua penafsiran.

13 BAB II

LANDASAN TEORITIS

Untuk memahami makna sebuah kalimat yang sukar dipahami, maka harus mencari asal kata dari kalimat tersebut. Dalam bab ini penulis akan menguraikan kajian teoritis tentang Sihir dan segala sesuatu yang melengkapi pembahasan tentang makna Sihir itu sendiri. Oleh karena itu sebelum masuk ke pembahasan selanjutnya, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu makna Sihir yaitu sebagai berikut:

A. Sihir

1. Pengertian Sihir

Secara etimologis atau bahasa, Sihir diartikan sebagai sesuatu yang halus dan rumit sebabnya. Oleh karena itu, waktu sahur terjadi di malam hari karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada waktu itu tersembunyi. Adapun secara terminologis (istilah), terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.

Menurut Abdussalam Baly mengutip pendapat dari Ibnu Qudamah, Sihir adalah bundelan (buhul), mantera-mantera ucapan yang diucapkan tau yang ditulis; atau mengerjakan sesuatu yang berpengaruh pada badan, hati atau akal orang yang terkena Sihir, dengan tidak menyentuhnnya. Di antara Sihir ada yang bisa membunuh, menjadi sakit, menyebabkan seseorang tidak mampu melakukan hubungan seksual dengan istrinya, menceraikan hubungan suami

istri, membuat orang marah, atau ,menimbuklkan rasa cinta diantara dua orang.12

Kata

(رحس)

Sihr terambil dari kata Arab yang berakar kepada tiga huruf yaitu, sin, ha dan ra.

(رحس)

Sahar yaitu “akhir waktu malam dan awal terbitnya fajar”. saat itu bercampur antara gelap dan terang sehingga segala sesuatu itu menjadi tidak jelas dan atau tidak sepenuhnya jelas.13

Dari fenomena pemaknaan tentang sihir, kiranya masih layak untuk dikaji lebih jauh, bagaimana sesungguhnya sihir dalam pandangan para mufasir, ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang berbicara masalah sihir.

Kata Sihir banyak terdapat dalam Al-Qur’an salah satunya dalam surat al-Baqarah ayat 102 yang berbunyi:



13 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2000), vol 1, h. 245



Artinya: Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan Sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan Sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan Sihir). mereka mengajarkan Sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".

Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan Sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli Sihir) tidak memberi mudharat dengan Sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan Sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan Sihir, kalau mereka mengetahui.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 102 disebutkan bahwa dengan segala kebolehan (Mu’jizat) yang diberikan Allah Swt kepda Nabi Sulaiman, akan tetapi orang-orang kafir menuduh bahwa Nabi Sulaiman tidak lain hanyalah seorang ahli sihir yang mengajarkan ilmu sihirnya terhadap pengikutnya, padahal semua itu semata-mata hanyalah perbuatan syetan.

Menurut al-Raghib yang dikutip dalam buku Abdussalam Baly yaitu;

Kata Sihir (Sihir) mempunyai beberapa arti: Pertama, sesuatu yang halus dan samar. Seperti dalam ucapan “sahartu al-shabiyya, khadi’tuh, (saya menipu anak itu dan memikat hatinya. Maka setiap orang yang memikat sesuatu

berarti ia menyihirnya. Dari kata ini pula para penyihir mempergunakan Sihr al- ‘ayun (Sihir mata), karena jiwa tertarik olehnya. Demikian pula ucapan para dokter Al-thabi’at al- sahirah, yang berarti “alam yang mempesona”, dan firman Allah:

Artinya: Tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan Kami adalah orang orang yang kena Sihir".

Kedua, yang terjadi melalui tipuan dan khayalan yang tidak ada kenyataannya. Seperti yang dilakukan oleh tukang sulap, yakni mengalihkan pandangan dari apa yang sedang dilakukannya, melalui keterampilan tangan.

Ketiga, sesuatu yang terjadi melalui pertolongan setan dengan cara mendekati mereka (setan), sebagimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-baqarah 2 :102 yang berbunyi: mengajarkan Sihir kepada manusia …….”

Keempat, sesutatu yang terjadi dengan cara mengajak bicara bintang-bintang dan melepaskan “rohnya” seperti yang mereka duga.14

14 Wahid Abdussalam Bali, Ilmu Sihir dan Penangkalnya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu: 1995. h. 32

2. Sihir Menurut Pandangan Ulama

Para ulama mendefinisikan sihir seperti Al-Azhari dalam bukunya Wahid Abdussalam Baly mengatakan, "Sihir adalah suatu pekerjaan untuk mendekati setan dan meminta pertolongan kepadanya." Menurutnya, pengertian asal dari sihir adalah mengalihkan sesuatu dari wujud yang sebeuamya kepada wujud yang lain. Ketika tukang sihir melihat yang batil dalam bentuk yang hak dan membayangkan sesuatu dalam bentuk yang bukan sebcnamya, berarti ia telah menyihirya dari wajahya, yakni mengalihkannya.15

Abdul Khaliq al-Athar mendefinisikan sihir berarti menipu dan memalingkan seseorang dari arah hidupnya.16

Menurut pendapat Ibnu Qudamah, sihir adalah guna-guna dan mantera serta bacaan yang dibaca, atau ditulis, atau dibacakan. Bacaan tersebut akan mempunyai pengaruh ke dalam tubuh, hati atau akal orang yang akan disihir.

Menurutnya pula, di antara sihir ada yang dapat membimnh, menjadikan sakit, menyebabkan seseorang tidak dapat melak:ukan hubungan seksual dengan menceraik:an hubungan suami istri, membuat orang marali, atau menimbulkan rasa cinta di antara dua orang.17

15 Wahid Abdus Salam Bali, Ilmu Sihir dan Penangkalnya: Tinjauan Al-Qur'an, Hadist dan Ulama, (Jakarta: Logos Publishing House, 1995), Cet. ke-3, h. 1

16 Abdul Khaliq al-Athar, Menolak dan Membentengi Diri Dari Sihir, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1997), Cet. ke-1, h. 23

17 Fathi Yakan, Sihir dalam Pemahaman lslam, (Jakarta: PT. Aritsa Bralunatyasa, 1995), Cet.ke-1, h. 18

3. Hukum Sihir Menurut Ulama

1. Pendapat Imam Malik Rahimahullahu

Tukang sihir yang mengerjakan sihir, sementara orang lainnya tidak mengerjakan adalah seperti orang yang disebutkan di dalam Al-Qur'an surat Al- Baqarah ayat 102, yang artinya, "Demi sesunguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akherat ... (Q.S Al-Baqarah/2: 102). Maka menurut Imam Malik harus dibunuh apabila dia sendiri mengerjakannya.18

2. Pendapat Ibnu Qudamah Rahimahullahu

Hukuman tukang sihir ialah dibunuh. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh dari para sahabat Rasulullah SAW, seperti Umar, Utsman bin 'Affan, Ibnu Umar, Hafshah, Jundab bin Abdullah, Jundab bin Ka'ab, Qais bin Sa'ad, Umar bin Abdul Aziz, Abu Hanifah dan imam Malik.

Artinya:"Dari Hafsah r.a. mengatakan bahwa ia diperintahkan membunuh budak wanita yang menyihirnya, kemudian ia membunuhnya”.

(HR Bukhari)19

18 Abdul Ghaffar, Tafiir ibn Katsir (terj), (Bogor: Pustaka Iman Asy-Syafi'i, 2001), Cet.ke- 1, h. 208

19 Abdul Ghaffar, Ibid, h. 208

3. Pendapat Ibnu Mundzir Rahimalmllali

Apabila seseorang mengaku bahwa ia telah menyihir dengan menggunakan ucapan atau mantera kufur, maka ia harus dihukurn ibunuh apabila ia tidak bertaubat. Demikian juga hukunmya apabila terdapat saksi-saksi atau bukti-bukti tentang perbuatan sepe1ii itu di mana para saksi-saksi menyatakan adanya ucapan mantera kekufuran.

Apabila si tukang sihir tidak menggunakan ucapan mantera kufur, maka ia tidak boleh dibunuh, sedangkan apabila sihir tersebut menyebabkan orang yang terkena sihir melakukan suatu kejahatan yang mengharuskan hukum qishash, maka si penyihir harus dikenakan hukum qishash. Pula apabila dilakukan secara sengaja, akan tetapi apabila ia bersifat pembunuhan tidak sengaja, maka wajib membayar denda diyat.20

4. Pendapat Al-Qurthubi rahimahullah

Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang hukum tukang sihir muslim dzimmi. Imam Malik berpendapat bahwa seorang muslim apabila mensihir sendiri dengan suatu ucapan yang berwujud kekufuran maka ia dibunuh, tidak diminta taubatnya, dan taubatnya tidak diterima karena ia adalah perkara yang dilakukan dengan senang hati seperti halnya orang zindiq dan berzina. Allah pun menamakan sihir dengan kekafiran sesuai

20 Wahid Abdus Salam Bali, Op,cit. h. 75

finnan Allah yang artinya, " .... Sedang keduanya tidak mengqjarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir (Q.S Al-Baqarah/2: 102).

Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaq, Syafe'i, dan Abu Hanifah, sedangkan Imam AI-Qurthubi membenarkannya (mengikutinya).21

6. Pendapat Ibnu Katsir rahimahullah

Dari finnan Allah SWT, "Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa niscaya mereka akan mendapat pahala, dan sesungguhnyapahala disisi Allah adalah lebih baik sekiranya mereka mengetahui". (QS Al-Baqarah: 103).

Pula dari hadits yang diriwayatkan oleh imam Syafi'i dan Ahmad, mereka berkata: "Sufyan ibn 'Uyainah berkata dari 'Amru ibn Dinar bahwa ia mendengar Bajlah ibn 'Abdah berkata, "Khalifah Umar ibn al-Khatab memutuskan hukurn bunuh atas setiap tukang sihir Iaki-laki dan perempuan, kemudian kami membunuh tiga orang tukang sihir." Hadis ini diriwayafkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shahihnya.

Demikian pula Ibnu katsir mengutip hadist shahih lain yang menyatakan urnmul mukminin Hafsah disihir oleh seorang wanita. sahaya, maka ia pun dihukurn bunuh. lmam Ahmad ibn Hanbaljuga berkata, "tiga

21 Wahid Abdus Salam Bali, Ibid, h.75

orang sahabat Nabi SAW menyatakan hukurnan bunuh terhadap para penyihir. Maka atas dasar ayat dan hadits di atas, Ibnu Katsir berkesimpulan bahwa hukuman bagi penyihir adalah dibunuh.22

4. Ayat-Ayat Tentang Sihir dan Bentuk Ungakapannya dalam Al-Qur’an Setelah melakukan penulusuran ke dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an Al-Karim, karangan Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi Sebagaimana yang penulis temukan, yang di dalamnya terdapat 58 ayat yang berkaitan dengan kata Sihir,dan ada 61 ayat yang menggunakan kata sihir, Sihir di dalam Al-Quran diungkapkan dalam beberapa bentuk. Penyebutan kata Sihir dalam bentuk kata kerja (fi’l) sebanyak 3 kali, dalam bentuk nama perbuatan (mashdar) sebanyak 28 kali, dalam bentuk subyek (fâ’il) sebanyak 23 kali dan dalam bentuk obyek (maf’ûl bih) sebanyak 6 kali.23 Sedangkan yang bermakna bukan Sihir sebanyak 3 kali,24 yaitu surat al-Qamar (54) : 34, surat Âlu Imrân (3) : 17 dan surat al-Zâriyât (51) : 18.

a. Ungkapan Sihir dalam bentuk kata kerja (fi’l)

Salah satu ayat yang mengungkapkan kata Sihir dengan menggunakan kata kerja (fi’l) adalah surat al-A’râf (7): 116 yaitu,

22 Abdul Ghaffar, Op.cit h. 144

23 Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qurân, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th), h. 439-440.

24 Ibid, h. 439-440



Arinya: Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan Sihir yang besar (mena'jubkan).

Ayat ini salah satu dari beberapa ayat yang menceritakan tentang mukjizat Nabi Musa as. di samping itu, ayat ini menceritakan pertarungan antara Nabi Musa as. dengan para penyihir Fir’aun. Pada ayat sebelumnya, al-A’râf (7): 113-114 diceritakan bahwa telah ada perjanjian yang saling menguntungkan antara Fir’aun dengan para penyihir. Isi perjanjian tersebut adalah, jika para penyihir mampu mengalahkan mukjizat Nabi Musa as. maka mereka akan diberikan jabatan dan kedudukan yang tinggi di kerajaannya.

Sebaliknya bila Nabi Musa as. kalah maka hal ini menguntungkan bagi Fir’aun, sebab dia bias lebih meyakinkan massa bahwa dirinya adalah Tuhan.

Setelah itu, terjadilah pertarungan antara penyihir Fir’aun dengan Nabi Musa as. Dengan etika yang baik, Nabi Musa as. mempersilahkan para penyihir untuk memperlihatkan Sihirnya terlebih dahulu. Akan tetapi, benda Sihir yang mereka lemparkan menurut mayoritas mufassir hanya mengelabuhi pandangan mata. Ini difahami dari kandungan kalimat saharû a’yun al-nâs.25

Menurut al-Qadhi ‘Iyadh, kalimat sahr yang dihubungkan dengan kata a’yun dalam ayat tersebut membuktikan bahwa yang tertipu oleh kelihaian

25 Fakhruddin al-Razi, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al- Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993M/1414 H), jilid 7, h. 212.

Sihir adalah pandangan mata, bukan pandangan hati (bashirah). Selanjutnya, ayat tersebut menggunakan kata istarhaba yang bermakna menakut-nakuti, ini difahami dari kalimat setelahnya yaitu waja`u bi sihrin ‘azhim (mereka para penyihir Fir’aun mendatangkan Sihir yang luar biasa). Oleh karenanya, Sihir yang terjadi saat itu hanyalah permainan tipuan yang bermaksud untuk menakuti bukan sebenarbenarnya.

b. Ungkapan Sihir diantara ayat sihir dalam bentuk nama perbuatan (mashdar)

Dalam surat al-Mâidah (5): 110 Allah Swt. berfirman,



Artinya: (ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu aku menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak

dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan Sihir yang nyata".

Bukti-bukti kemukjizatan Nabi Isa. yang diungkapkan Allah pada ayat tersebut diyakini kebenarannya oleh sebagian dari Bani Israil. Ini dilihat dari penggunaan kalimat allazana kafaru minhum. Tetapi diujung ayat tersebut terungkap sebuah kalimat yang menggunakan harf in dan harf illa. Bila kedua kata bantu ini terdapat dalam sebuah kalimat, ini mengindikasikan sebuah keyakinan yang kuat. Artinya ada sekelompok orang dikalangan Bani Isra’il yang sangat meyakini bahwa mukjizat Nabi Isa as, itu benar-benar Sihir yang nyata.

c. Ungkapan Sihir diantara ayat sihir dalam bentuk subyek (ism fa’il).

Salah satu ayat yang mengandung kata Sihir dalam bentuk subyek (ism fâ’il) adalah Q.s Thaha Surat 20 ayat yang ke 69 yang berbunyi:



Artinya: Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang Sihir (belaka). dan tidak akan menang tukang Sihir itu, dari mana saja ia datang".

Pada ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh para tukang Sihir tidak akan ada manfaat dan keuntungannya. Ayat tersebut juga masih menceritakan kisah pertarungan Nabi Musa as. dengan para penyihir Fir’aun. Kalimat la yuflih al-sahir menggunakan kata kerja umum, karena diiringi dengan shigat nafi.

Dari kaedah ini ada sebuah kesimpulan, bahwa setiap Sihir tidak akan ada untungnya. Ini diperkuat lagi dengan bentuk kata kerja yang diiringi shigat nafi yang ada dalam surat al-Baqarah (2): 102 yang menceritakan bahwa Nabi Sulaiman as. tidak melakukan Sihir. Selanjutnya, penggunaan kata haistu merupakan kata yang menunjukkan tempat. Artinya, kemana saja dan di mana saja penyihir melancarkan serangan Sihirnya, tetap tidak akan mendapatkan keberhasilan. Sebaliknya, sebagai mafhum mukhalafah, selain penyihir akan mendapatkan keberhasilan, keuntungan dan keselamatan, sebab ketiga makna tersebut tercakup dalam kata al-falâh.26

d. Ungkapan Sihir dalam bentuk obyek (maf’ul bih)

Salah satu ayat yang mengandung kata Sihir dalam bentuk obyek (maf’ul bih) adalah Q.s al-Isra Surat 17 ayat yang ke 101 yang berbunyi:



Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, Maka Tanyakanlah kepada Bani Israil,

26 Ibid., jilid 11, juz 22, h. 86.

tatkala Musa datang kepada mereka lalu Fir'aun berkata kepadanya:

"Sesungguhnya aku sangka kamu, Hai Musa, seorang yang kena Sihir".

Pada ayat ini disebutkan bahwa Nabi Musa as, diberi Allah sembilan bentuk mukjizat, yaitu;

1. Tongkat yang dapat berubah menjadi ular.

2. Telapak tangan yang bias mengeluarkan cahaya.

3. Angin topan.

4. Belalang yang menjadi hama.

5. Kutu.

6. Katak.

7. Air minum berubah menjadi darah.

8. Membelah laut.

9. Menundukkan gunung.

Semua mukjizat ini diruhkan kepada Nabi Musa as. oleh Fir’aun sebagai perbuatan Sihir. Oleh karenanya, dalam ayat tersebut digunakan kata mashur, yang mengandung 3 makna yaitu;

a. Penyihir yang terperangkap dengan Sihirnya.

b. Bani Israil yang menyihir Nabi Musa as. sehingga dia mampu menyihir.

c. Orang yang terkena Sihir.

Kalimat tersebut adalah ucapan Fir’aun. Karna itula, Nabi Musa as.

membalasnya dengan mengatakan wa inni la azunnuka ya Fir’aun matsbura

(dan aku sesungguhnya mengira engkau ya Fir’aun seorang yang akan binasa). Demikian munasabah ayat-ayat tersebut.

5. Macam – Macam Sihir Dalam Al-Qur’an

Adapun dalam melakukan Sihir atau prakteknya terdapat beberapa macam Sihir ini yaitu. 27

1. Sihir a’yun atau ‘ayn yaitu Sihir melalui mata, Sihir lisan (lewat lidah), Sihir adzan (lewat telinga), Sihir asma’ (lewat pendengaran), Sihir al-bashar (pandangan mata), dan Sihir kalam (lewat perkataan).

2. Sihir at-tafriq yaitu memecah belah persatuan atau mencerai beraikan cinta – kasih.

3. Sihir hibal, Sihir khabal, Sihir ‘abath 4. Sihir khadzal.

5. Sihir jawarih wa al-a’dha’ (anggota tubuh), yakni Sihir lewat sama’

(pendengaran), lewat syumm (ciuman), lewat bashar (pandangan mata), serta lewat kalam (perkataan).

6. Sihir a‘yun bi at-takhyil (lewat khayalan atau lamunan)

7. Sihir at- tarwi, at-tafzi, tar’ib, dan batstsu ar-r’ub (untuk menyebarkan rasa takut terhadap sasaran Sihir).

27 Abdul Khaliq al-Athar. Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1996), h.11

8. Sihir tahzin (membuat sedih), tay’is (membuat putus asa), syurud (menyesatkan atau melilungkan) dan dzahul (untuk membingungkan dan mengacaukan pikiran sasaran).

9. Sihir campuran (tamrijat) dari syurud, dzahul, dan tawhan (yang melahirkan kelemahan badan.

Termasuk dari karakteristik dan macam Sihir ini yaitu menanamkan benih – benih perpecahan, seperti buruk sangka, salah paham, keraguan, dan permusuhan. Dan termasuk juga dengan menimbulkan kedengkian, rasa dendam kesumat, kebencian, ta’ashshub atau fanatic (buta), rasa cemburu, dan kemarahan. Demikian pula meniup – niup hasutanpada jiwadan menimbulkan was – was atau keraguan dalam diri manusia lewat tiupan tersebut.

Syaikh Abu As-Su’ud dalam tafsirnya mengatakan bahwa Sihir itu ada beberapa macam selain dari macam-macam sihir di atas,

1. Sihir Kaldaniyyin. Yaitu sihir perbintangan yang mana Penganut Sihir ini adalah kaum penyembah bintang – bintang, seraya mengaku bahwa bintang – bintang itulah yang mengatur alam ini. Mereka mempunyai dan menggunakan hal-hal yang luar biasa dengan mencapurkan antara kekuatan langit dan kekuatan bumi. Nabi Ibrahim A.s sendiri di utus oleh Allah untuk membatalkan dan menghapus keyakinan mereka.

2. Sihir Istijla’ al-Bashar. Yaitu Sihir yang dimiliki oleh mereka yang mempunyai angan-angan dan jiwa yang kuat. Mereka berkeyakinan bahwa manusia, jika ruhnya disucikan, akan mempunyai kekuatan yang

berpengaruh (berperan) untuk mengadakan manfaat, menghilangkan suatu jiwa, menghidupkan seseorang atau sesuatu jiwa, mematikan, dan bahkan mengubah bentuk mahkluk.

3. Sihir takhyil, yaitu menggabarkan atau mengkhayalkan yang biasa menarik perhatian mata, atau yang lebih popular disebut sulap dan juga Sihir dimana orang yang biasa yang meminta tolong kepada arwah (ruh – ruh) yang ada bumi. Sihir tersebut dinamai azimat-azimat dan peninduk jin.28

B. Biografi dan Intelektualitas Al-Qasimy 1. Biografi Al-Qasimy

Nama lengkap beliau adalah Jamal ad-Din bin asy-Syaikh Muhammad Sa’id ad-Dimasyqi bin asy-Syaikh Muhammad Qasim al-Hallaq asy-Syafi’i al- Atsari1. Ada juga menyebutnya dengan Jamal ad-Din bin Muhammad Sa’id bin Qasimi al-Hallaq al-Qasimi. Jamaluddin al-Qasimi lahir pada waktu dhuha, hari senin 8 jumadal ula tahun 1283H /1866 M disebuah desa kecil, Qasimi, Syam (Suriah). Beliau meninggal pada sore hari sabtu 23 jumadil ula tahun 1332 H/18 april 1914 Masehi dalam usia 48 tahun. Al-Qasimiy dilahirkan dan wafat di Damaskus.

Beliau tumbuh di tengah keluarga yang dikenal takwa dan berilmu.

Ayah al-Qasimi adalah seorang ahli fikih dan juga seorang sastrawan bernama

28 Ibid., h. 107-108

Abu’Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi perpustakaan yang berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya. Dan,

Abu’Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi perpustakaan yang berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya. Dan,

Dokumen terkait