• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. Sihir Masa Nabi Isa A.s

Kisah

s

ihir pada masa Nabi Isa A.s terdapat dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 110 yang berbunyi:



Artinya: (ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu aku menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang

kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata".

a. Asbabun Nuzul dan Munasabah Ayat

Ayat ini memiliki munasabah ayat terhadap ayat terdahulu yang mana pada ayat terdahulu Allah menyebut bahwa ketika seseorang mendekati ajalnya, seyogyanya dia berwasiat. Selanjutnya Allah menyuruh manusiauntuk bertaqawa dan taat kepada-Nya. Pada ayat-ayat ini Allah menyebut hari yang mencengkam yaitu hari kiamat, ketika Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang akan datang untuk dihisab dan dibalas berdasarkan amal ibasah mereka. Kemudian Allah menyebut mukjizat-mukjizat yang diberikan kepada Nabi Isa A.s untuk menguatkan kehambaan dan kerasulannya;

di antaranya turunnya jamuan dari langit. Pada akhir surat dijelaskan kekeliruan anggapan orang-orang yang menganggap Nabi Isa sebagai tuhan.60

b. Penafsiran Ayat

Adapun teks yang terdapat pada tafsir Mahasin al-Ta’wil yaitu:

نم ،ينعوملمجا لسرلا نم دحاو ينبو لىاعت هنيب ىرج ام نايب في عوشر َ َيَ ْرَم َنْبا َسَيِع يا م َّللَّا َلاق ْذِإ نايب رثإ .ليصفتلا لىع ،ةضوافلما لكذ نوكيل ،لماجلإا هجو لىع كللا ينبو لىاعت هنيب ىرج ام

.ينقابلا لاوحأ ليصافتل جذونملأكا نوؤش ينب لَيصفت ،نايبلبا ملَسلا هيلع سَيع نأش صيصتخو

الم لسرلبا ينبذكلما لاح ءوس ةيانهو مويلا لكذ لوه لماك لىع اتهللاد عم ،ملَسلا ميهلع لسرلا رئاس

60 Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatul Tafasir (tafsir-tafsir pilihan), jilid 2, (Beirut:Dar al-Qalam),1986, h.118

ملَسلا هيلع هنأش نأ لا في ميهلع تيعن نيلذا باتكلا لهأ نم ينقيرفلا كلاب قلعتم

ةيمركلا ةروس

هدافأ .هِدانعو ميهغ نع مهفصر في لخدأو ،متهمادنو متهسرلح بلجأو ميهلع مظعأ لهيصفتف .متهياانج .دوعسلا وبأ ن لىع اهافطصاو اهرهط ابم َكِت َ ِلداو لىَعَو كيلع تيّنم :يأ َكْيَلَع ِتيَمْعِن ْرمكْذا :يأ َكمت ْدَّيَأ ْذِإ ينلماعلا ءاس

مدمقْلا ِحو مرِب كتيّوق قئلَعلا نع ةرهاط كحور لعبج وأ .ةجلحا تيبثتل ملَسلا هيلع ليبَبج :يأ ِس

تيوق دييأتلا لكذ نمو .كمأ ةءاربو كتءابَب دهشيف ،شربلا ةطساوب سيل هنأ لمعي ثيبح .ةينمالظلا ِفي َساَّنلا ممِّ َكلمت لكلذ .ةقطانلا كسفن .اهاوقأو لاوحلأا فعضأ في :يأ ًلَْهَكَو ِدْهَمْلا

مكلاب نم دحاو

.دشلأا غولبو لقعلا لماك تقو وه يلذا .لةوهكلا ينحو لةوفطلا ينح في توافتي نأ يرغ

61

Disini penulis terjemahkan yaitu sebagaimana yang beliau kutip dari Abu Suud dalam tafsirnya ayat ini menjelaskan tentang apa yang telah terjadi antara Allah SWT dengan salah satu dari para Rasul berupa perundingan secara rinci. Sesudah Allah menerangkan tentang apa yang terjadi antara Allah dengan para rasul tersebut secara global, agar yang demikian itu menjadi model (contoh/sampel) untuk menjelaskan keadaan para rasul lainnya, dan mengkhususkan keadaan para Rasul A.s seluruhnya, dengan menujukkan betapa amat mengerikannya keadaan pada hari itu dan betapa buruknya akhir dari keadaan para pendusta rasul – rasul, bahwasanya kejadian yang terjadi pada Nabi Isa a.s berkaitan dengan dua kelompok ahli kitab yang telah disifati (kejahatan yang ada pada mereka) atas mereka didalam surat yang mulia ini. Maka perinciannya lebih berat, dan lebih mendatangkan kesengsaraan dan penyesalan bagi mereka.

61 Muhammad Jamal ad-Din Al-Qasimi, Loc.Cit, h. 292.

يِتَمْعِن ْرُكْذا

)

) artinya pemberianku padamu,

) َكِتَدِلا َو ىلَع َو (

“dan pada ibumu” berupa pengecualian Allah terhdapnya dan Allah telah memilihnya diantara wanita-wanita yang ada di alam semesta, dan

( َكُتْدَّيَأْذِإ)

yakni aku kuatkan atau kokohkan engkau,

) ِسُدُقْلا ِحو ُرِب (

artinya dengan Jibril a.s untuk mengkokohkan hujjah, atau dengan menjadikan ruhmu suci, dari kait-kait kezholiman, dengan sekira kira Allah telah memberitahukan bahwasanya hal tersebut bukanlah perantaraan manusia maka Allah SWT bersaksi akan kesucianmu dan ibumu. Dan dari pengokohan itu dikuatkanlah jiwa manusiamu karena itulah dalam kalimat selajutnya dijelaskan,

) الاْهَك َو ِدْهَمْلا يِف َساَّنلا ُمِ لَكُت(

yang artinya di selemah-lemah keadaan dan sekuat-kuatnya keadaan itu dengan satu perkataan tanpa ada perbedaan antara masa kanak-kanak dan masa paruh baya yang mana waktu itu (paruh baya tersebut) merupakan waktu sempurnanya akal dan matangnya pemikiran.62

4. Sihir Masa Nabi Muhammad SAW

Kisah

s

ihir pada masa Nabi Muhammad SAW terdapat beberapa ayat yang membahas kisah ini, penulis hanya mengambil satu ayat dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 2 yang berbunyi:

62 Muhammad Jamal ad-Din Al-Qasimi, Mahaasin at – Ta’wil, juz 4, (Beirut:Daar Al- Kutub al-Ilmiyah,1997). h. 292



Artinya: Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka:

"Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka". orang-orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata".

a. Asbabun Nuzul dan Munasabah Ayat

Ayat ini memiliki asbabunnuzul yaitu hadist yang diriwayatkan Ibnu Jarir at-Thabary yang diterima dari Ibnu Abbas, ketika Allah mengutus Nabi Muhammad SAW menjadi Rasul, orang kafir mengingkarinya atau mengatakan Allah lebih Agung dari pada mengutus orang seperti Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul.63

b. Penafsiran Ayat

Adapun teks yang terdapat pada tafsir Mahasin al-Ta’wil yaitu :

63 Abu Hasan Ali Bin Ahmad Wahidi, Asbab nuzul Qur’an, (Beirut: dar al-Kutub al-‘ilmiyyah, tth), juz 1, h. 270

ْممهَل َّنَأ اومنَمآ َنيِ َّلذا ِ ِّشرَبَو َساَّنلا ِرِذْنَأ ْنَأ ْمم ْنهِم ٍلمجَر لىِإ انْيَحْوَأ ْنَأ ًابََعج ِساَّنلِل َنكاَأ

Disini penulis menterjemahkan yaitu kata “hamzah”

disini fungsinya adalah untuk mengingkari terhadap ketakjuban mereka, dan hanya saja pengingkaran itu disebabkan karna Sunnahtullah yaitu selalu berjalan selamanya dengan gaya seperti ini dalam memberikan wahyu kepada para Rasul.

Penulis mencoba merincikan kembali pembahasan yang diatas yaitu: “jadi sebenarnya maksudnya itu ialah kenapa Allah mengingkari ketakjuban mereka itu padahal ini sudah

64 Muhammad Jamal ad-Din Al-Qasimi, Mahaasin at – Ta’wil, juz 6, (Beirut:Daar Al- Kutub al-Ilmiyah,1997). h. 7

lumrah wahyu ini diturunkan kepada Rasul tapi kenapa mereka sampai terkejut atau takjub itu adalah suatu hal yang aneh”, jadi ketakjuban mereka itu disebabkan karna jauhnya mereka dari Allah, dan tidak adanya keterikatan hubungan mereka kepada Allah, dan mereka suka menghapus apa yang datang kepada mereka dan (al-qadam) maknanya ialah terdahulu secara majaz, diakrenakan adanya sebab dan alat, sebagaimana istilah (yadun) dimaknai sebagai nikmat, dan (ayyunun) dimaknai dengan pengawasan, dan (ra’is) dimaknai sebagai pemimpin.

Kemudian sesungguhnya kata “sabaq” itu merupakan majaz dari keutamaan dan kemajuan secara maknawi kepada tempat yang tinggi, dan dianya jabatan majaz dengan dua martabat. Atau (qadam) itu bisa dimaknai dengan makam, seperti (maqadin shiddqi) yaitu tempat yang benar yang dijelaskan dalam Q.S al-Qamar ayat 55 dengan “mahal yang menghendaki mahal” yang menyandarkannya kepada kata (shiddqi) yang mana kata ini merupakan idhafah maushuf kepada idhafah sifat. Sebenarnya itu asalnya katanya (qadimu shiddqi) terdahulu yang benar artinya benar yang tetap. Dan disitu terdapat suatu keunggulan yang menjadikannya shiddqi, dan sebagai peringatan bahwasanya mereka mendapatkan apa

yang mereka dapatkan itu dengan kebenaran mereka dengan zhahir dan batin.

Sebaimana yang dikatakan alMunir dalam kitab al -kyasaf yaitu: dan tidaklah dipergunakan keburukan yang lampau itu dengan kata (Qadaman) hanya saja karna majaznya itu tidak diperoleh, dan dia itu sebenarnya (mathradan), akan tetapi sudah lumrah mengetahui dengan cara menyingkapinya, sebagaimana dia diketahui dari kata sebenarnya.

َلاَق َنو ُرِفاَكْلا

) )

yaitu adalah orang-orang yang terkejut dan kata

( اَذَه ) َّنِإ

yaitu : sesungguhnya kitab yang hakim ini adalah “sihir yang nyata” yaitu jelas. Dan ada juga yang membacanya dengan

( ٌر ِحاَسَل )

yang diisyaratkan untuk Rasul SAW, dan ini merupakan dalil atau bukti akan lemahnya mereka dan mereka tahu akan hal itu, meskipun mereka berusaha untuk mendustai dan menamainya dengan sihir, hal itu terjadi karena ketakjuban mereka di awal, kemudian mereka berkata dengan sesuatu yang sudah cukup dengannya secara pasti.

Kemudian Alllah SWT menjelaskan tentang pembatalan atau pengingkaran terhadap keterkejutan mereka dengan apa yang mereka bangun atas nya , dan Allah pun

membenarkan sesuatu kebenaran yang mereka takjubi itu, dan kebenaran yang mereka ingkari itu, dengan memberikan peringatan yang menunjukan atasnya berupa bentuk-bentuk penciptaan dan takdir, dan membimbing mereka untuk mengetahui dengannya dengan bimbingan yang sederhana.65

B. Analisis Terhadap Penafsiran Al-Qasimy Tentang Penafsiran Ayat-Ayat Sihir Dalam Tafsir Mahasin Al-Ta’wil

Disini penulis mencoba menganalisis tentang sihir yang terdapat dalam al-qur’an yang di tinjau dari tafsir Mahasin Al-Ta’wil karangan Muhammad Jamal ad-Din Al-Qasimi bahwa dari analisis sihir, al-Qasimy mengatakan bahwa sihir itu didalam kebiasaan syara’, segala sesuatu yang tersebunyi sebabnya dan mebayangkan kepada hal lain yang hakekatnya berbeda.

Jadi pendapat al-Qasimy sangat bagus tentang menjelaskan hakekat sihir ini sebagaimana dalam tafsirnya yaitu: sihir secara Mutlaq tidak lain adalah sebuah ilusi yang disertai dengan tipudaya, tipu muslihat yang dapat mengalihkan pandangan, atau sesuatu ilusi yang diiringi oleh kata-kata yang sama sekali tidak jelas yang dihiasi untuk menghalangi pendengaran, maka

65 Ibid, h. 7

sihir tidak dapat merubah hakekat dari segala sesuatu, dan dia yaitu sihir itu menghapuskan bentuk fisik dari segala sesuatu.

Dan adapun yang terjadi pada masa nabi-nabi dan bahkan banyak dari para kaum yang menganggap bahwa para nabi-nabi di atas memiliki sihir yang membahayakan dan hannya tipuan belaka, sepertihalnya yang di ungkapkan oleh Fir’aun itu adalah tidak benar. bahwa apa yang di lakukan oleh para nabi-nabi diatas bukan serta merta sihir akan tetapi semuanya itu adalah sebagai tanda yang di pertunjukkan oleh Allah yang Maha Kuasa sebagai sokongan dan bukti atas utusan-Nya.

Pada zaman Nabi Musa tatkala berhadapan dengan para pembesar-pembesar fir’aun Nabi Musa mengingkari perkataan mereka yang mereka tuduhkan kepada Nabi Musa dengan tuduhan sebagai tukang sihir. Dari kejadian-kejadian itu penulis menyimpulkan bahwa pada zaman Nabi Musa sihir disini merupakan sihir bayangan/khayalan/tipuan pandangan (sihir a’yun). Adapun tanda-tanda dari sihir bayangan ini yaitu:

a. Orang yang sedang diam kelihatan bergerak sementara yang bergerak kelihatannya diam.

b. Benda-benda yang kecil kelihatanya besar sementara yang besar kelihatannya kecil.

c. Melihat segala sesuatu dalam gambaran yang tidak sebenanya, seperti halnyamelihat tali dan tongkat bagaikan ular yang merayap dan bergerak.66

Dan pada ayat 102 surat al-Baqarah diatas menurut penulis menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, tidak mendatangkan manfaat sedikitpun, dan tidak pula mereka mendapatkan bagian sesuatu kebaikan di sisi Allah Ta’ala. Ini merupakan ancaman yang sangat besar yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjual-belikan diri mereka dengan harga yang sangat murah.

Al-Qasimy menerangkan bahwasanya pada zaman Nabi Sulaiaman A.s dalam Q.s al-Baqarah ayat 102 sihir disini bukanlah sihir yang diajarkan oleh Allah ataupun dua malaikat itu (Harut dan Marut) dan mereka bukanlah malaikat melainkan orang-orang yang di anggap malak (orang pintar) yang mempunyai spiritual yang biasa diistilahkan dengan seorang dukun pada zaman sekarang. Sebenarnya mereka itu adalah dua orang laki-laki yang mengklaim bahwasanya mereka memberikan kebenaran, kebaikan atau mengaku ngaku ,dan mereka membuat atau menipu manusia dengan

66 Wahid Abdussalam Bali, Sihir Dalam Kajian Syari’at Islam Penangkalan Serta Pengobatannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995), H. 135.

mengatakan mereka itu membawa kebaikan akan tetapi itu memberi keburukan atau mereka itu hanya menipu.

Jelas dikatakan tidak ada malaikat turun ke bumi mengajarkan sesuatu kepada mereka yg di anggap turun dari Allah, yaitu ilmu yang selain wahyu kecuali mereka menurunkan kepada nabi-nabi, maka malaikat itu tidak mungkin mengajarakan manusia kecuali terhadap para nabi-nabi, dan Allah telah menurunkan nash yang jelas bahwasanya allah tidak pernah menurunkan apaun kecuali manusia (Nabi) untuk mengajarkan manusia pula.

Begitu juga dengan di utusnya Nabi terkahir yaitu Muhammad Saw diantara kaumnya juga menuduh bahwasanya Rasulullah itu tukang sihir karna wahyu diturunkan kepada beliau, maka orang-orang yang menuduh tersebut tetap meingkari dan mengatakan itu sihir padahal mereka tahu itu bukanlah sihir.

Jadi priodesasi sihir yang terjadi pada para nabi-nabi tersebut sudah sangat jelas kiranya, bahwa kejadian-kejadian yang aneh yang terjadi pada masa nabi-nabi diatas adalah bukan karena sihir yang timbul karena persekutuan dengan iblis ataupun jin, tapi melainkan sebuah wahyu yang diturunkan kepadanya sebagai bukti kebenaran bahwa para nabi-nabi adalah benar-benar utusan Allah. Dan sihir itu juga sudah ada sebelum Nabi Musa A.s, maka jelas bahwasanya ilmu sihir ada bukan karna ajaran malaikat harut dan marut karna harut dan marut turun setelah Nabi Musa A.s sedangkan

ketika melawan pembesar-pembesar fir’aun sudah ada praktek sihir yang dilakukan oleh pengikut-pengikut fir’aun untuk melawan Nabi Musa.

Pendapat al-Qasimy sangat bagus untuk dijadikan argument, yang mana al-Qasimy berpendapat bahwasanya sihir bukan dari dua malaikat karna tidak mungkin para malaikat mengjarkan suatu keburukan kepada manusia dan tidak mungkin para malaikat melakukan suatu kemaksiatan terhadap Allah sementara mereka maksum (terjaga) dari kesalahan dan mempunyai karakter berbuat ketaatan saja, sebagaimana firman Allah surah at-Tahrim ayat 6 yang berbunyi :



Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Dari semua realitas kehidupan yang terjadi pada para nabi-nabi yang telah penulis kemukakan diatas sudah sangat jelas kiranya, bahwa kejadian-kejadian yang aneh atau mu’jizat yang terjadi pada masa nabi-nabi diatas adalah bukan karena sihir yang timbul karena persekutuan dengan iblis ataupun jin, tapi melainkan sebuah wahyu yang diturunkan kepadanya sebagai bukti kebenaran bahwa para nabi-nabi adalah benar-benar utusan Allah.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Sihir merupakan bentuk perbuatan tersembunyi yang akan memberi pengaruh terhadap badan, pikiran, dan hati seseorang dengan bantuan makhluk halus baik melalui jampi-jampi, ikatan-ikatan buhul yang berakibat merusak badan, pikiran, dan hati seseorang., sihir merupakan suatu perbuatan syirik karena mempersekutukan Allah dengan memohon pertolongan syetan dan para jin, dosa besar bagi yang percaya dan melakukannya. maka sihir secara Mutlaq tidak lain adalah sebuah ilusi yang disertai dengan tipudaya, tipu muslihat yang dapat mengalihkan pandangan, atau sesuatu ilusi yang diiringi oleh kata-kata yang sama sekali tidak jelas yang dihiasi untuk menghalangi pendengaran, maka sihir tidak dapat merubah hakekat dari segala sesuatu, dan dia yaitu sihir itu menghapuskan bentuk fisik dari segala sesuatu. timbulnya kebencian diantara suami-istri, perpecahan diantara manusia dan keluarganya bahkan hubungannya dengan Allah.

Mengenai priodeisasi sihir pada zaman Nabi ini, keadaan pada Nabi-nabi terdahulu baik itu pada zaman Nabi Nuh, Hud dan Nabi Shaleh mereka sudah berhadapan dengan tuduhan sihir, jelas sihir ini telah ada sebelum Nabi Musa akan tetapi Allah Mengkisahkan pada empat para Nabi dalam al-Qur’an yaitu

Zaman Nabi Musa, Sulaiman, Isa, dan Muhammad. Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan skripsi diatas, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan tentang priodeisasi sihir berdasarkan penafsiran al-Qasimy dalam tafsirnya Mahasin Al-Ta’wil yaitu surat al-Baqarah ayat 102 menjelaskan ada nya sihir pemisah yaitu sihir yang bias menceraikan suatu ikatan. Bahwasanya al-Qasimy menyimpulkan sihir pada masa itu bukan dari malaikat melainkan dari orang-orang yang ada pada zaman itu yang memiliki peritual yang tinggi, karna tidak mungkin malaikat diutus untuk mengajarkan suatu keburukan, karna tidak relevan dengan ayat-ayat Allah tentang malaikat.

2. Dalam al-Qur’an Pada penafsiran surat al-ma’idah ayat 110, surat Yunus ayat 77 dan 2, penulis menyimpulkan bahwa dalam ayat ini pada masa kenabian para kaum atau lebih khususnya para Yahudi selalu mendustakan agama dan kebenaran dari kenabian dengan tuduhan tukang sihir, tak lepas pula mereka mengatakan al-Qur’an itu sendiri adalah sihir. Ayat -ayat yang penulis bahas disini adalah bentuk dari pengingkaran dari tuduhan mereka dan mereka amatlah bodoh mengatakan itu adalah sihir dan mendatangkan kesengsaraan dan penyesalan bagi mereka.

B. Saran

Demikian Skripsi ini dapat peneliti selesaikan dengan waktu yang telah di tentukan, semoga karya ilmiah yang sederhana ini menjadi acuan bagi

pembacanya, khusunya bagi peneliti agar menjadi teladan yang lebih baik lagi dikehidupan ini. Adapun sarannya yaitu: Untuk pengembangan skripsi ini perlu dibuat penelitian lanjutan yang langsung menggali sihir dari kandungan Al-Quran Selain itu, perlu juga penelitian lapangan terhadap kasus-kasus sihir yang sering marak di masyarakat.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Farmawi, Abd Al-Hayy, Metode Tafsir Maudhu’I, pent. Surya A. Jamarah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994

Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah, juz 1, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas

Al Buni, Ahmad Aly, Syamsul Ma’arif, Al Hidayah, Surabaya, Tth

al-Athar, Abdul Khaliq, Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir, Bandung:

Pustaka Hidayah, 1996

al-Kittani, Abd al-Hayyi bin’Abd al-kabir,Fahras al-Fahaaris wa al-Itsbat,Juz I, t.tp:Daar al-Garb al-Islaami,1982

al-Muhtasib, Abd al-Majid’Abd as-Salam, Visi dan Paradigma tafsir Al qur’an Kontemporer,terj. Moh.Maghfur Wachid Bangil: Al-Izzah,1997

Al-Qasimi, Muhammad Jamal ad-Din, Mahaasin at – Ta’wil, juz 1, Beirut:Daar Al- Kutub al-Ilmiyah,1997.

al-Razi, Imam, Tafsir al-Fakhr al-Razi al-Musytahar bi al-Tafsîr al-Kabir wa Mafatih al- Ghaib, Beirut : Dar al-Fikr, 1993M/1414 H, jilid 7.

Suyuthi, Abdurrahman Kamal Jalal Din, Dur Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur, Dar al-Fikr, Beirut, t.th.

Wahidi, Abu Hasan Ali Bin Ahmad, Asbab nuzul Qur’an, Beirut: dar al-Kutub al-‘ilmiyyah, tth, juz 1

Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, Jakarta: Rajawali Press, 2013

Anwar, Rosihan, Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2000

As-Shabuni, Muhammad Ali, Studi Ilmu Tafsir, terj. Aminuddin Bandung: Pustaka Setia, 2005

az-Zuhaili, Wahbah, Tafsir al-Wasith, Jakarta :gema insani. 2012

Baly, Wahid Abdul Salam, ilmu Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur'an, Hadist dan Ulama, Jakarta: Logos Publishing House, 1995, Cet. ke-3

Baly, Wahid Abdussalam, Sihir Dalam Kajian Syari’at Islam Penangkalan Serta Pengobatannya Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995

Baqi, Muhammad Fuad Abdul, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qurân, Indonesia : Maktabah Dahlan, t.th

Dahlan, Q. Shaleh, H.A.A. M.D. Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat al-Qur’an, Bandung: CV.Penerbit Diponegoro, 2000

FathiYakan, Sihir dalam Pemahaman ls/am, Jakarta: PT. Aritsa Bralunatyasa, 1995, Cet.ke-1, h. 18

Fauzan, Shalih bin, et al. Kitab tauhid, terj. Syahirul Alim Al-Adib. Solo: 2012 Ghaffar, Abdul, Tafiir ibn Katsir (te1j), Bogor: Pustaka Iman Asy-Syafi'i, 2001,

Cet.ke-1

Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir al-Quran Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008

Hidayat, Taufik, “Eksistensi Sihir Dalam Mendekontruksi Akidah Muslim”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2006

Koeriyah, Uswatun, Sihir dalam Al-Qur’an (Studi Komparasi Tafsir Al-Manar karya M. Abduh dan Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab Yogyakarta: fakultas ushuluddin dan pemikiran islam UIN Sunan Kalijaga, 2016

Mahmud, Mani’ Abdul Halim, Manhaj al-Mufassirin, Metodologi Tafsir. Terj. Faisal Saleh Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2006)

Matta, Muhamad Anis, Pengantar Studi Akidah Islam, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. ke-1

Maulana H, Firmansyah, Merambah Dunia Ghaib Menurut Pandangan Agama lslam, Surabaya: Putra Pelajar, 2003

Pundari, Ketut Nihan, Eksistensi Kejahatan Magis dalam Hukum Pidana, Fakultas Hukum Univ. Udayana

Rofiq, Ahmad, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000

Shihab, M. Quraish, Sejarah dan Ulum Al-Qur’an Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008 Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2000

Suryani, Lilis, Amtsal Dalam Al-Qur’an, Palembang: UIN Raden Fatah, 2016

Syeikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatul Tafasir (tafsir-tafsir pilihan), Beirut:Dar al-Qalam,1986

Syukri, Ahmad, Sihir dalam Hadis,Yogyakarta: fakultas ushuluddin dan pemikiran islam UIN Sunan Kalijaga, 2007

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3, cet 4, jakarta: Balai Pustaka, 2007

Wildani, Ahmad Fahmi, Kepemimpinan Dalam al-Qur’an, Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2018

https://alimtiaz.wordpress.com/2012/06/11/sihir-dari-masa-musa-hingga-muhammad-pembacaan-atas-tafsir-al-azhar-karya-hamka1/diakses jam 16 :00 wib

Dokumen terkait