• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIHIR DALAM AL-QUR AN PERSPEKTIF TAFSIR MAHASIN AL-TA WIL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SIHIR DALAM AL-QUR AN PERSPEKTIF TAFSIR MAHASIN AL-TA WIL SKRIPSI"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

pada Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh :

Ricel Agusta SY 4115010

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1440 H / 2019 M

(2)

Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi 2019.

Sebagaimana kita ketahui perkembangan agama islam telah berkembang pesat dan bisa dikatakan mayoritas kita beragama islam, namun nyatanya dizaman yang sudah berkembang seperti saat ini masih banyak kita melihat masyarakat yang percaya dengan yang nama nya sihir dengan mendatangi dukun atau orang pintar untuk meminta sesuatu yang diinginkan karena keterbatasan ilmu agamanya dan dengan memilih jalan yang instan. Ini merupakan perbuatan yang dilarang dalam syari’at islam dan merusak aqidah keimanan. Penulis tertarik untuk membahas mengenai Sihir ini. Salah satu tokoh yang membahas sihir ini adalah Imam al-Qasimy. Penulis Skripsi ini memfokuskan kajiannya mengenai Penafsiran Tentang Ayat-Ayat Sihir Dalam Tafsir Mahasin Al-Ta’wil pada priodeisasi kenabian serta analisis terhadap perspektif Imam al-Qasimy.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), karena penelitian ini berkaitan dengan al-Qur’an maka penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran al-Qur’an dengan metode maudhu’i. Yaitu dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas mengenai sihir. Kemudian menjelaskan pengertian secara menyeluruh ayat-ayat tersebut sebagai jawaban atas masalah yang menjadi pokok pembahasannya.

Sumber data penelitian ini yaitu sumber primer diambil dari kitab Tafsir Mahasin Al-Ta’wil karya al-Qasimy. Sedangkan sumber data sekunder diambil dari kitab tafsir lainnya seperti kitab Tafsir al-Maraghi, Tafsir al-Misbah, dan Tafsir al- Qur’an al-‘Azhim serta dari buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa sihir merupakan perbuatan syirik dan dilarang, telah dijelaskan dalam al-Qur’an ancaman bagi orang-orang yang syirik, al-Qasimy mengatakan orang yang belajar sihir atau pelaku sihir itu adalah kafir, dan beliau menjelaskan bahwasanya sihir adalah segala perkara yang tersembunyi sebabnya dan diimajinasikan yang menyalahi hakekatnya, berkerja sihir itu seperti bekerjanya muslihat atau tipudaya, sihir ini sudah ada pada zaman Nabi terdahulu dan tidak terpatok kepada sihir yang ada pada masa Nabi Sulaiman A.s saja yang mana al-Qasimy menjelaskan pada zaman itu bukanlah waktu adanya sihir melainkan sihir sudah ada pada zaman para Nabi terdahulu.

Kata kunci: Sihir, al-Qur’an, Mahasin al-Ta’wil

(3)

Puji dan syukur penulis haturkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat, karena melalui nikmat itu lah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah di IAIN Bukittinggi.

Shalawat dan salam tidak lupa penulis hadiahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang banyak membawa perubahan besar kepada umat manusia, salah satunya beliau telah menuntun kita dari zaman Jahiliyyah kepada zaman Islamiyah yang berperikemanusiaan seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahaan sampai pada masa penyusunan Skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bukittinggi beserta bapak dan ibu wakil rektor yang telah memberikan fasilitas dalam menambah ilmu pengetahuan di IAIN Bukittinggi.

2. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddin, Lc, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Bukittinggi beserta bapak wakil dekan yang telah memberikan fasilitas, sarana dan prasarana selama perkuliahan.

(4)

3. Ibu Prof. Dr. H. Rahman Rintonga, M.A selaku Dosen Pembimbing I, dan Bapak Muhammad Zubir, M.A selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kesabaran dalam memberi masukan dan saran, sehigga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga apa yang telah diajarkan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

4. Bapak Muhammad Zubir, M.A selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Ibuk Fajriani Arsya, M.A Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing semenjak awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini.

5. Kepada seluruh dosen dan Staff IAIN Bukittinggi, yang telah mendidik, membimbing dan berbagi ilmu kepada penulis.

6. Kepada teman seperjuangan pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015 dan adik-adik, yang memberikan dukungan dalam pembuatan Skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bukittinggi, 1 Oktober 2019 Penulis

Ricel Agusta SY Nim : 4115010

(5)

Persetujuan Pembimbing ...

Kata Pengantar ...

Surat Pernyataan Orisinalitas ...

Abstrak ...

Daftar Isi ...

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah... 6

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Kegunaan Penelitian... 6

F. Kajian Pustaka ... 7

G. Penjelasan Judul ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II: LANDASAN TEORI A. Sihir ... 12

1. Pengertian Sihir ... 12

2. Sihir Menurut Pandangan Para Ulama ... 16

3. Hukum Sihir Menurut Ulama ... 17

(6)

4. Ayat – ayat tentang Sihir dan Bentuk Ungkapannya ... 20

5. Macam-Macam Sihir . ... 25

B. Biografi dan Intelektualitas al-Qasimy ... 32

1. Biografi ... 32

2. Intelektualitas ... 34

C. Kitab Tafsir Mahasin al-Ta’wil ... 36

1. Tinjauan Umum Tafsir Maḥasin Al-Taʹwil ... 36

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42

B. Sumber Penelitian ... 42

C. Metode Penelitian... 43

D. Teknik Pengumpulan Data ... 48

E. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Periodesasi Penafsiran Ayat -ayat Sihir dalam Tafsir Mahasin al-Ta’wil ... 49

1. Sihir Masa Nabi Musa A.s.. ... 50

2. Sihir Masa Nabi Sulaiman A.s.. ... 54

3. Sihir Masa Nabi Isa A.s. ... 66

4. Sihir Nabi Muhammad SAW.. ... 69

(7)

B. Analisis Terhadap Penafsiran Al-Qasimy tentang Penafsiran Ayat-ayat Sihir dalam Tafsir Mahasin Al-Ta’wil ... 78

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan... 82 B. Saran ... 84

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam al-Qur’an segala sesuatu yang bersangkutan dalam rutinitas manusia baik itu perbuatan ataupun yang lainnya sudah dijelaskan didalamnya, dan langkah manusia dalam menjalankan ajaran-ajaran Al-Quran tersebut akan berpengaruh melalui pemahaman dan penghayatan Al-Quran terlebih dahulu, dimana yang demikian itu tidak akan tercapai tanpa penjelasan yang dimaksudkan oleh ayat-ayat Al-Quran. Namun tidak semua orang bisa memahaminya dengan benar, karena kekurangan kecerdasan atau keterbatasan ilmu yang dimilikinya, untuk itu diperlukan Tafsir.1

kemukjizatan yang dimiliki Al-Quran sangat berdampak baik, bagi orang-orang yang beriman dan meyakini kebenarannya. Makna dari kandungan surat al-Anfal: 2 yang berbunyi:





































Dijelaskan bahwa orang yang beriman akan bertambah keimanannya jika mendengar ayat-ayat Al-Quran dibacakan kepada mereka.

Akan tetapi, bagi mereka yang tidak beriman atau munafik terhadap

1Muhammad Ali as-Shabuni, Studi Ilmu Tafsir, terj. Aminuddin (Bandung: Pustaka Setia, 2005) , hal.240.

(9)

kebenaran Al-Quran, menimbulkan dampak buruk yang sangat memalukan, yang mana mereka mecela dan bahkan mereka menyatakan bahwa Al-Quran adalah buku Sihir, yang mampu menyihir orang-orang hingga berubah dari keyakinan yang selama ini dipegang (mengikuti keyakinan nenek moyang) kepada keyakinan yang menetapkan tauhid keesaan Allah Swt. Ini dijelaskan Al-Quran di dalam surat al-Ahqaf (46) :7 yang berbunyi:































Artinya: Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini adalah Sihir yang nyata".

Sihir dan sejenisnya dari cakupan ilmu-ilmu ghaib sudah popular dari masa nabi sulaiman sampai nabi Muhammad SAW. Di zaman Mesir kuno, dengan rajanya Fir'aun, Nabi Musa a.s. diberitakan sebagai orang yang dapat mengalahkan para tukang sihir Fir'aun yang sangat masyhur akan keahliannya terhadap sihirnya. Sejarah pun mencatat bahwa sihir sudah ada sejak zaman sebelum Masehi. Bahkan lima ribu tahun sebelum Masehi, sihir sudah dimiliki oleh seseorang yang berkebangsaan Persia bernama Zoroaster. Pada zaman itu, sihir secara turun temurun digunakan oleh kaum bangsa Mesir

(10)

kuno, mereka menjadikan kucing hitam dan anjing untuk dijadikan pelengkap upacara untuk memperoleh sihir.2

Sesungguhnya hukum atau ketetapan Allah dalam berbagai pemasalahannya lebih banyak berkaitan erat dengan manfaat atau mudharatnya (bahaya) sebagai akibat atas konsekuensinya. Jika tenyata ada sesuatu yang lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya, atau tidak ada manfaatnya sama sekali, maka barang atau sesuatu itu harus dijauhi. Dan orang yang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan umsan (hukum) syara' diakui sebagai orang yang berdosa.

Dilihat dari sisi etika, profesi sihir hanya melahirkan banyak mudharat. Bahkan, kalaupun ada manfaatnya yakni menyembuhkan orang yang terkena sihir, namun cara yang dilakukan tetap menggunakan jasa syaithan untuk melawan dan bahkan membunuh orang yang telah menyihimya.3

Menurut Quraish shihab adapun sesuatu yang luar biasa atau yang mengandung hal takjub yang datang dari Nabi, Wali, Ulama ynag shalih mereka mengatakan hal ini adalah white magic (Sihir Putih). Begitu juga sebaliknya, bila muncul dari sesorang dukun, peramal atau nonmuslim dinamakan black magic (Sihir Hitam).4

2 Firmansyah Maulna H, Merambah Dunia Ghaib Menurut Pandangan Agama lslam, (Surabaya: Putra Pelajar, 2003), h. 104

3 Muhamad Anis Matta, Pengantar Studi Akidah Islam, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. ke-1, h. 261

4 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol 1, h. 270

(11)

Perlu diketahui bahwasanya para Nabi terdahulu tatkala mengajarakan syari’at islam kepada manusia juga disebut sebagai penyihir- penyihir gila oleh umat mereka, yang mana bentuk- bentuk dari kemukjizatan para Nabi -Nabi terdahulu yang mereka percayai itu adalah sihri yang nyata dan Allah mengkisahkan keadaan seperti ini didalam Al-Qur’an sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Zâriyât (51): 52 yang berbunyi :





























Artinya: Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang- orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang tukang Sihir atau seorang gila."

Sihir dalam pandangan syariat islam dianggap sebagai perbuatan dosa yang paling besar. Ia merupakan kesalahan paling membahayakan, yang mana sihir tersebut dilakukan denga meminta pertolongan kepada selain Allah, sehingga dinilai sebagai al-Itsmu al-Kabair (dosa yang paling besar di antara dosa-dosa besar lainnya). Dosa Sihir menurut Nabi Muhammad SAW sama seperti dosa menyekutukan Allah (syirik) dan dosa durhaka kepada kedua orang tua.5

Sedangkan syirik termasuk dosa besar yang tidak terampuni. Seperti Firman Allah QS. An-Nisa (4): 48 yang berbunyi:

5Abdul Khaliq al-Athar, Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1996), h.12

(12)











































Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

Dari keterangan di atas, kiranya dapat dimengerti mengapa sihir dilarang untuk dipelajari dan diamalkan. Di samping sihir tersebut dipelajari untuk sekedar pengetahuan dan untuk membedakannya dari mu'jizat, ia juga bisa dipakai untuk menganggu atau mencelakai orang lain.

Meski suatu saat dapat memperkuat keimanan tetapi sangat cendrung untuk melakukan kejahatan dan perbuatan maksiat. Dengan sihir, syaithan mempergunakannya untnk memalingkan hati seseorang atau merusak dan mengubah jasadnya sehingga seseorang dapat bercerai dari suaminya, sakit, dan sebagainya. Sihir mengubah kesehatan (sehat) menjadi sakit.6Dan dengan sihir dapat menimbulkan pengaruh pada badan, hati atau akal orang yang terkena sihir. Banyak yang berbeda dalam memaknai tentang Sihir tersebut dan masih ambigius pembahasan tentang Sihir ini mebuat pemahaman tentang Sihir ini pada umat tidak mendalam dan masih rancu, sehingga perlunya pendalaman yang baik untuk memahami hakekat Sihir teresebut.

6 Wahid Abdul Salam Baly, ilmu Sihir dan Penangkalnya; Tinjauan al-Qur'an, Hadist dan Ulama, (Jakarta: Logos Publishing House, 1995), Cet. ke-3, h.13

(13)

Permasalah sihir ini sudah umum diketahui oleh mayoritas masyarakat dan dalam al-Qur’an sudah sangat jelas bahwasanya sihir nyata adanya, dan banyak muffasir menjelaskan hakekat sihir dalam al-Qur’an, salah sesorang dari penafsir pada abad 19 yaitu al-Qasimy dalam tafsirnya Mahasin Ta’wil menjelaskan lebih rinci dan mendalam soal sihir baik itu bagaimana sihir ini terjadi dan munculnya sihir ini, dan beliau menjelaskan sihir dalam al-Qur’an ini sedikit berbeda dari penafsiran lainnya.

Berdasarkan Asumsi di atas, maka permasalahan sihir sangat menarik untuk ditelaah mengingat fenomena yang terjadi pada masyarakat modern saat ini. Oleh karena itu “Sihir dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Mahasin Al- Ta’wil” adalah judul skripsi yang akan penulis angkat dalam penelitian ini.

B. Batasan Masalah

Sebagaimana yang penulis jelaskan di latar belakang, untuk memperjelas dan menghindari pembahasan yang tidak mengarah pada maksud dan tujuan penulisan serta luasnya cakupan bahasan dalam skripsi ini, maka penulis akan membatasi permasalahan dengan memfokuskan penelitian pada periodesasi penafsiran ayat – ayat tentang sihir dalam Al-Qur’an perspektif tafsir Mahasin Al-Ta’wi.

(14)

C. Perumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana periodesasi penafsiran Ayat -Ayat Sihir dalam tafsir Mahasin Al-Ta’wil ?

2. Bagaimana analisis penafsiran ayat-ayat sihir dalam tafsir Mahasin Al- Ta’wil ?.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan : 1. Untuk mengetahui periodesasi penafsiran ayat-ayat sihir dalam tafsir

Mahasin Al-Ta’wil.

2. Untuk mengetahui analisis penafsiran ayat-ayat sihir dalam tafsir Mahasin Al-Ta’wil.

E. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis substantif, diharapkan bisa menjadi pedoman dalam studi tafsir al-Qur’an terutama kaitannya dengan tafsir tentang Sihir. Selain itu juga dapat menambah khazanah literatur sivitas akademisi, terutama untuk prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan menjadi perbandingan dengan penelitian yang lain.

(15)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan, dan referensi sederhana, khususnya bagi mahasiswa prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Dan memahami sebuah tema dalam al-Qur’an secara bi al-ma’tsur.

Selain itu memberikan pengetahuan kontribusi bagi para pelajar penafsiran al-Qur’an.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi tulisan yang bisa menjadi solusi permasalahan keagamaan yang ada pada saat sekarang ini.

F. Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya kesamaan dengan karya tulis lainnya, penulis menelusuri kajian yang pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulisan untuk tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini benar-benar bukan hasil plagiat dari kajian sebelumnya. Diantara penelusuran yang penulis temukan sebagai berikut :

1. Skripsi Ahmad Syukri yang berjudul “Sihir dalam Hadist (Analisis Hadist- Hadist tentang Sihir ).7” Skripsi ini memamparkan tentang kajian matematis tentang Sihir yang terdapat dalam Hadist Nabi. Dalam skripsi ini penulis menguraikan shir dalam bentuk uraian logika matematis yang dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

7 Ahmad Syukri, Sihir dalam Hadis (Yogyakarta: fakultas ushuluddin dan pemikiran islam UIN Sunan Kalijaga, 2007)

(16)

2. Skripsi Uswatun Koeriyah dari UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta yang berjudul “Sihir dalam Al-Qur’an (Studi Komparasi Tafsir Al-Manar karya M. Abduh dan Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab)8.” Skripsi ini menjelaskan tentang studi perbandingan antara tafsir al-manar dengan tafsir al-misbah.

G. Penjelasan Judul

Pada penjelasan judul ini, penulis mencoba untuk memberikan penegasan istilah terlebih dahulu. Hal demikian dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman arti dan maksud yang terkandung dalam judul laporan ini.

Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan yaitu:

Sihir : Segala hal yang halus dan lembut sebabnya, disebut Sihir karena terjadi dengan perkara yang tersembunyi yangt idak dapat diketahui oleh penglihatan manusia, adapun menurut syar’i yaitu Azimah, jampi – jampi, buhul – buhul, mantera, obat – obatan, dan asa (asap yang dihembuskan).9

8 Uswatun Koeriyah, Sihir dalam Al-Qur’an (Studi Komparasi Tafsir Al-Manar karya M. Abduh dan Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab (Yogyakarta: fakultas ushuluddin dan pemikiran islam UIN Sunan Kalijaga, 2016)

9 Shalih bin Fauzan, et al. Kitab tauhid, terj. Syahirul Alim Al-Adib. (Solo: 2012) h.

358

(17)

Al-Quran : Kitab Suci Seseorang yang menganut Agama Islam yang di dalam bentuknya, berisi firman (kalam) Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat, melalui perantara Jibril, disampaikan dengan jalan mutawatir, dan bagi yang membacanya adalah ibadah. Dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.10

Perspektif : Perspektif yaitu cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar dan tinggi), sudut pandang, pandangan.11

Mahasin Al- Ta’wil

: Kitab Tafsir yang muncul di tengah zaman pertengahan kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20, di mana serangan kolonialis kafir terhadap dunia Islam mencapai puncaknya.

Yang dikarang oleh Imam Jamaluddin Al- Qasimi termasuk dari kalangan ulama besar Syam (Syiria) al-muhaqqiq, al-alim, al-jalil.

10 M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008) h. 13

11Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3, cet 4, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 864

(18)

Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur’an tidak kurang dari 61 ayat yang berbicara tentang Sihir, dalam menjelaskan tentang Sihir Penulis menggunakan metode tematik yang mana akan membahas yang bersangkutan dengan Sihir dan terfokus kepada tafsir Mahasin Al-Ta’wil. Dalam tulisan ini penulis akan mengkaji ayat tersebut dengan menggunakan penafsiran dari Al- Qasimy dalam Tafsir Mahasin Al-Ta’wil dan beberapa Muffasir mengkaji ayat yang bersangkutan tentang Sihir dalam Al-Qur’an.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, sistematika penulisan sangat dibutuhkan agar penelitian tidak keluar dari pembahasan dan fokus pada permasalahan yang akan diteliti, oleh karena itu penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama, berisikan pendahuluan. Bab ini mencakup deskripsi topik yang dibahas, latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan masalah, pemaparan tentang tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, penjelasan judul dan sistematika penulisan.

Bab kedua, yaitu landasan teori. Dalam bab ini penulis akan membahas tentang pengertian Sihir, Derivasi kata Sihir dalam Al-Qur’an, Sihir menurut para mufassir, Selanjutnya penulis akan membahas mengenai Tafsir Mahasin Al-Ta’wil dan intelektualitas Al-Qasimy.

(19)

Bab ketiga, yaitu metodologi penelitian. Bab ini mencakup jenis penelitian, sumber penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab keempat, penulis akan membahas temuan penulis mengenai Untuk mengetahui periodesasi penafsiran ayat-ayat sihir dalam tafsir Mahasin Al-Ta’wil dan beberapa ayat yang bersangkutan dengan sihir, Lalu analisis terhadap penafsiran tafsir Mahasin Al-Ta’wil terhadap sihir dalam tafsirnya.

Bab kelima, penulis memperoleh kesimpulan tentang Sihir yang didapatkan dari Tafsir Mahasin Al-Ta’wil , beserta kesimpulan yang diperoleh dari semua penafsiran.

(20)

13 BAB II

LANDASAN TEORITIS

Untuk memahami makna sebuah kalimat yang sukar dipahami, maka harus mencari asal kata dari kalimat tersebut. Dalam bab ini penulis akan menguraikan kajian teoritis tentang Sihir dan segala sesuatu yang melengkapi pembahasan tentang makna Sihir itu sendiri. Oleh karena itu sebelum masuk ke pembahasan selanjutnya, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu makna Sihir yaitu sebagai berikut:

A. Sihir

1. Pengertian Sihir

Secara etimologis atau bahasa, Sihir diartikan sebagai sesuatu yang halus dan rumit sebabnya. Oleh karena itu, waktu sahur terjadi di malam hari karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada waktu itu tersembunyi. Adapun secara terminologis (istilah), terjadi perbedaan pendapat di antara ulama.

Menurut Abdussalam Baly mengutip pendapat dari Ibnu Qudamah, Sihir adalah bundelan (buhul), mantera-mantera ucapan yang diucapkan tau yang ditulis; atau mengerjakan sesuatu yang berpengaruh pada badan, hati atau akal orang yang terkena Sihir, dengan tidak menyentuhnnya. Di antara Sihir ada yang bisa membunuh, menjadi sakit, menyebabkan seseorang tidak mampu melakukan hubungan seksual dengan istrinya, menceraikan hubungan suami

(21)

istri, membuat orang marah, atau ,menimbuklkan rasa cinta diantara dua orang.12

Kata

(رحس)

Sihr terambil dari kata Arab yang berakar kepada tiga huruf yaitu, sin, ha dan ra.

(رحس)

Sahar yaitu “akhir waktu malam dan awal terbitnya fajar”. saat itu bercampur antara gelap dan terang sehingga segala sesuatu itu menjadi tidak jelas dan atau tidak sepenuhnya jelas.13

Dari fenomena pemaknaan tentang sihir, kiranya masih layak untuk dikaji lebih jauh, bagaimana sesungguhnya sihir dalam pandangan para mufasir, ketika menafsirkan ayat-ayat al-Quran yang berbicara masalah sihir.

Kata Sihir banyak terdapat dalam Al-Qur’an salah satunya dalam surat al- Baqarah ayat 102 yang berbunyi:





































































































 















12 Wahid Abdussalam Bal, Ilmu Sihir dan Penangkalnya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu:1995). h. 2

13 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2000), vol 1, h. 245

(22)



































Artinya: Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan Sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan Sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan Sihir). mereka mengajarkan Sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir".

Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan Sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. dan mereka itu (ahli Sihir) tidak memberi mudharat dengan Sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan Sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan Sihir, kalau mereka mengetahui.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 102 disebutkan bahwa dengan segala kebolehan (Mu’jizat) yang diberikan Allah Swt kepda Nabi Sulaiman, akan tetapi orang-orang kafir menuduh bahwa Nabi Sulaiman tidak lain hanyalah seorang ahli sihir yang mengajarkan ilmu sihirnya terhadap pengikutnya, padahal semua itu semata-mata hanyalah perbuatan syetan.

Menurut al-Raghib yang dikutip dalam buku Abdussalam Baly yaitu;

Kata Sihir (Sihir) mempunyai beberapa arti: Pertama, sesuatu yang halus dan samar. Seperti dalam ucapan “sahartu al-shabiyya, khadi’tuh, (saya menipu anak itu dan memikat hatinya. Maka setiap orang yang memikat sesuatu

(23)

berarti ia menyihirnya. Dari kata ini pula para penyihir mempergunakan Sihr al- ‘ayun (Sihir mata), karena jiwa tertarik olehnya. Demikian pula ucapan para dokter Al-thabi’at al- sahirah, yang berarti “alam yang mempesona”, dan firman Allah:



















Artinya: Tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan Kami adalah orang orang yang kena Sihir".

Kedua, yang terjadi melalui tipuan dan khayalan yang tidak ada kenyataannya. Seperti yang dilakukan oleh tukang sulap, yakni mengalihkan pandangan dari apa yang sedang dilakukannya, melalui keterampilan tangan.

Ketiga, sesuatu yang terjadi melalui pertolongan setan dengan cara mendekati mereka (setan), sebagimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat al-baqarah 2 :102 yang berbunyi:















Artinya “Hanya setan- setan itulah yang kafir (mengerjakan Sihir) mereka mengajarkan Sihir kepada manusia …….”

Keempat, sesutatu yang terjadi dengan cara mengajak bicara bintang-bintang dan melepaskan “rohnya” seperti yang mereka duga.14

14 Wahid Abdussalam Bali, Ilmu Sihir dan Penangkalnya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu: 1995. h. 32

(24)

2. Sihir Menurut Pandangan Ulama

Para ulama mendefinisikan sihir seperti Al-Azhari dalam bukunya Wahid Abdussalam Baly mengatakan, "Sihir adalah suatu pekerjaan untuk mendekati setan dan meminta pertolongan kepadanya." Menurutnya, pengertian asal dari sihir adalah mengalihkan sesuatu dari wujud yang sebeuamya kepada wujud yang lain. Ketika tukang sihir melihat yang batil dalam bentuk yang hak dan membayangkan sesuatu dalam bentuk yang bukan sebcnamya, berarti ia telah menyihirya dari wajahya, yakni mengalihkannya.15

Abdul Khaliq al-Athar mendefinisikan sihir berarti menipu dan memalingkan seseorang dari arah hidupnya.16

Menurut pendapat Ibnu Qudamah, sihir adalah guna-guna dan mantera serta bacaan yang dibaca, atau ditulis, atau dibacakan. Bacaan tersebut akan mempunyai pengaruh ke dalam tubuh, hati atau akal orang yang akan disihir.

Menurutnya pula, di antara sihir ada yang dapat membimnh, menjadikan sakit, menyebabkan seseorang tidak dapat melak:ukan hubungan seksual dengan menceraik:an hubungan suami istri, membuat orang marali, atau menimbulkan rasa cinta di antara dua orang.17

15 Wahid Abdus Salam Bali, Ilmu Sihir dan Penangkalnya: Tinjauan Al-Qur'an, Hadist dan Ulama, (Jakarta: Logos Publishing House, 1995), Cet. ke-3, h. 1

16 Abdul Khaliq al-Athar, Menolak dan Membentengi Diri Dari Sihir, (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1997), Cet. ke-1, h. 23

17 Fathi Yakan, Sihir dalam Pemahaman lslam, (Jakarta: PT. Aritsa Bralunatyasa, 1995), Cet.ke-1, h. 18

(25)

3. Hukum Sihir Menurut Ulama

1. Pendapat Imam Malik Rahimahullahu

Tukang sihir yang mengerjakan sihir, sementara orang lainnya tidak mengerjakan adalah seperti orang yang disebutkan di dalam Al- Qur'an surat Al- Baqarah ayat 102, yang artinya, "Demi sesunguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akherat ... (Q.S Al- Baqarah/2: 102). Maka menurut Imam Malik harus dibunuh apabila dia sendiri mengerjakannya.18

2. Pendapat Ibnu Qudamah Rahimahullahu

Hukuman tukang sihir ialah dibunuh. Pendapat ini juga diriwayatkan oleh dari para sahabat Rasulullah SAW, seperti Umar, Utsman bin 'Affan, Ibnu Umar, Hafshah, Jundab bin Abdullah, Jundab bin Ka'ab, Qais bin Sa'ad, Umar bin Abdul Aziz, Abu Hanifah dan imam Malik.

Artinya:"Dari Hafsah r.a. mengatakan bahwa ia diperintahkan membunuh budak wanita yang menyihirnya, kemudian ia membunuhnya”.

(HR Bukhari)19

18 Abdul Ghaffar, Tafiir ibn Katsir (terj), (Bogor: Pustaka Iman Asy-Syafi'i, 2001), Cet.ke- 1, h. 208

19 Abdul Ghaffar, Ibid, h. 208

(26)

3. Pendapat Ibnu Mundzir Rahimalmllali

Apabila seseorang mengaku bahwa ia telah menyihir dengan menggunakan ucapan atau mantera kufur, maka ia harus dihukurn ibunuh apabila ia tidak bertaubat. Demikian juga hukunmya apabila terdapat saksi- saksi atau bukti-bukti tentang perbuatan sepe1ii itu di mana para saksi menyatakan adanya ucapan mantera kekufuran.

Apabila si tukang sihir tidak menggunakan ucapan mantera kufur, maka ia tidak boleh dibunuh, sedangkan apabila sihir tersebut menyebabkan orang yang terkena sihir melakukan suatu kejahatan yang mengharuskan hukum qishash, maka si penyihir harus dikenakan hukum qishash. Pula apabila dilakukan secara sengaja, akan tetapi apabila ia bersifat pembunuhan tidak sengaja, maka wajib membayar denda diyat.20

4. Pendapat Al-Qurthubi rahimahullah

Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang hukum tukang sihir muslim dzimmi. Imam Malik berpendapat bahwa seorang muslim apabila mensihir sendiri dengan suatu ucapan yang berwujud kekufuran maka ia dibunuh, tidak diminta taubatnya, dan taubatnya tidak diterima karena ia adalah perkara yang dilakukan dengan senang hati seperti halnya orang zindiq dan berzina. Allah pun menamakan sihir dengan kekafiran sesuai

20 Wahid Abdus Salam Bali, Op,cit. h. 75

(27)

finnan Allah yang artinya, " .... Sedang keduanya tidak mengqjarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir (Q.S Al- Baqarah/2: 102).

Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Ishaq, Syafe'i, dan Abu Hanifah, sedangkan Imam AI-Qurthubi membenarkannya (mengikutinya).21

6. Pendapat Ibnu Katsir rahimahullah

Dari finnan Allah SWT, "Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa niscaya mereka akan mendapat pahala, dan sesungguhnyapahala disisi Allah adalah lebih baik sekiranya mereka mengetahui". (QS Al-Baqarah: 103).

Pula dari hadits yang diriwayatkan oleh imam Syafi'i dan Ahmad, mereka berkata: "Sufyan ibn 'Uyainah berkata dari 'Amru ibn Dinar bahwa ia mendengar Bajlah ibn 'Abdah berkata, "Khalifah Umar ibn al-Khatab memutuskan hukurn bunuh atas setiap tukang sihir Iaki-laki dan perempuan, kemudian kami membunuh tiga orang tukang sihir." Hadis ini diriwayafkan oleh Imam Bukhori dalam kitab shahihnya.

Demikian pula Ibnu katsir mengutip hadist shahih lain yang menyatakan urnmul mukminin Hafsah disihir oleh seorang wanita. sahaya, maka ia pun dihukurn bunuh. lmam Ahmad ibn Hanbaljuga berkata, "tiga

21 Wahid Abdus Salam Bali, Ibid, h.75

(28)

orang sahabat Nabi SAW menyatakan hukurnan bunuh terhadap para penyihir. Maka atas dasar ayat dan hadits di atas, Ibnu Katsir berkesimpulan bahwa hukuman bagi penyihir adalah dibunuh.22

4. Ayat-Ayat Tentang Sihir dan Bentuk Ungakapannya dalam Al-Qur’an Setelah melakukan penulusuran ke dalam kitab Mu’jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an Al-Karim, karangan Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi Sebagaimana yang penulis temukan, yang di dalamnya terdapat 58 ayat yang berkaitan dengan kata Sihir,dan ada 61 ayat yang menggunakan kata sihir, Sihir di dalam Al-Quran diungkapkan dalam beberapa bentuk. Penyebutan kata Sihir dalam bentuk kata kerja (fi’l) sebanyak 3 kali, dalam bentuk nama perbuatan (mashdar) sebanyak 28 kali, dalam bentuk subyek (fâ’il) sebanyak 23 kali dan dalam bentuk obyek (maf’ûl bih) sebanyak 6 kali.23 Sedangkan yang bermakna bukan Sihir sebanyak 3 kali,24 yaitu surat al-Qamar (54) : 34, surat Âlu Imrân (3) : 17 dan surat al-Zâriyât (51) : 18.

a. Ungkapan Sihir dalam bentuk kata kerja (fi’l)

Salah satu ayat yang mengungkapkan kata Sihir dengan menggunakan kata kerja (fi’l) adalah surat al-A’râf (7): 116 yaitu,

22 Abdul Ghaffar, Op.cit h. 144

23 Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qurân, (Indonesia: Maktabah Dahlan, t.th), h. 439-440.

24 Ibid, h. 439-440

(29)

























Arinya: Musa menjawab: "Lemparkanlah (lebih dahulu)!" Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan Sihir yang besar (mena'jubkan).

Ayat ini salah satu dari beberapa ayat yang menceritakan tentang mukjizat Nabi Musa as. di samping itu, ayat ini menceritakan pertarungan antara Nabi Musa as. dengan para penyihir Fir’aun. Pada ayat sebelumnya, al- A’râf (7): 113-114 diceritakan bahwa telah ada perjanjian yang saling menguntungkan antara Fir’aun dengan para penyihir. Isi perjanjian tersebut adalah, jika para penyihir mampu mengalahkan mukjizat Nabi Musa as. maka mereka akan diberikan jabatan dan kedudukan yang tinggi di kerajaannya.

Sebaliknya bila Nabi Musa as. kalah maka hal ini menguntungkan bagi Fir’aun, sebab dia bias lebih meyakinkan massa bahwa dirinya adalah Tuhan.

Setelah itu, terjadilah pertarungan antara penyihir Fir’aun dengan Nabi Musa as. Dengan etika yang baik, Nabi Musa as. mempersilahkan para penyihir untuk memperlihatkan Sihirnya terlebih dahulu. Akan tetapi, benda Sihir yang mereka lemparkan menurut mayoritas mufassir hanya mengelabuhi pandangan mata. Ini difahami dari kandungan kalimat saharû a’yun al-nâs.25

Menurut al-Qadhi ‘Iyadh, kalimat sahr yang dihubungkan dengan kata a’yun dalam ayat tersebut membuktikan bahwa yang tertipu oleh kelihaian

25 Fakhruddin al-Razi, al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al- Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993M/1414 H), jilid 7, h. 212.

(30)

Sihir adalah pandangan mata, bukan pandangan hati (bashirah). Selanjutnya, ayat tersebut menggunakan kata istarhaba yang bermakna menakut-nakuti, ini difahami dari kalimat setelahnya yaitu waja`u bi sihrin ‘azhim (mereka para penyihir Fir’aun mendatangkan Sihir yang luar biasa). Oleh karenanya, Sihir yang terjadi saat itu hanyalah permainan tipuan yang bermaksud untuk menakuti bukan sebenarbenarnya.

b. Ungkapan Sihir diantara ayat sihir dalam bentuk nama perbuatan (mashdar)

Dalam surat al-Mâidah (5): 110 Allah Swt. berfirman,

































































































































Artinya: (ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu aku menguatkan kamu dengan Ruhul qudus. kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) diwaktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan ijin-Ku, kemudian kamu meniup kepadanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. dan (ingatlah) di waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak

(31)

dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir diantara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan Sihir yang nyata".

Bukti-bukti kemukjizatan Nabi Isa. yang diungkapkan Allah pada ayat tersebut diyakini kebenarannya oleh sebagian dari Bani Israil. Ini dilihat dari penggunaan kalimat allazana kafaru minhum. Tetapi diujung ayat tersebut terungkap sebuah kalimat yang menggunakan harf in dan harf illa. Bila kedua kata bantu ini terdapat dalam sebuah kalimat, ini mengindikasikan sebuah keyakinan yang kuat. Artinya ada sekelompok orang dikalangan Bani Isra’il yang sangat meyakini bahwa mukjizat Nabi Isa as, itu benar-benar Sihir yang nyata.

c. Ungkapan Sihir diantara ayat sihir dalam bentuk subyek (ism fa’il).

Salah satu ayat yang mengandung kata Sihir dalam bentuk subyek (ism fâ’il) adalah Q.s Thaha Surat 20 ayat yang ke 69 yang berbunyi:



































Artinya: Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. "Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang Sihir (belaka). dan tidak akan menang tukang Sihir itu, dari mana saja ia datang".

(32)

Pada ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa apapun yang dilakukan oleh para tukang Sihir tidak akan ada manfaat dan keuntungannya. Ayat tersebut juga masih menceritakan kisah pertarungan Nabi Musa as. dengan para penyihir Fir’aun. Kalimat la yuflih al-sahir menggunakan kata kerja umum, karena diiringi dengan shigat nafi.

Dari kaedah ini ada sebuah kesimpulan, bahwa setiap Sihir tidak akan ada untungnya. Ini diperkuat lagi dengan bentuk kata kerja yang diiringi shigat nafi yang ada dalam surat al-Baqarah (2): 102 yang menceritakan bahwa Nabi Sulaiman as. tidak melakukan Sihir. Selanjutnya, penggunaan kata haistu merupakan kata yang menunjukkan tempat. Artinya, kemana saja dan di mana saja penyihir melancarkan serangan Sihirnya, tetap tidak akan mendapatkan keberhasilan. Sebaliknya, sebagai mafhum mukhalafah, selain penyihir akan mendapatkan keberhasilan, keuntungan dan keselamatan, sebab ketiga makna tersebut tercakup dalam kata al-falâh.26

d. Ungkapan Sihir dalam bentuk obyek (maf’ul bih)

Salah satu ayat yang mengandung kata Sihir dalam bentuk obyek (maf’ul bih) adalah Q.s al-Isra Surat 17 ayat yang ke 101 yang berbunyi:







































Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, Maka Tanyakanlah kepada Bani Israil,

26 Ibid., jilid 11, juz 22, h. 86.

(33)

tatkala Musa datang kepada mereka lalu Fir'aun berkata kepadanya:

"Sesungguhnya aku sangka kamu, Hai Musa, seorang yang kena Sihir".

Pada ayat ini disebutkan bahwa Nabi Musa as, diberi Allah sembilan bentuk mukjizat, yaitu;

1. Tongkat yang dapat berubah menjadi ular.

2. Telapak tangan yang bias mengeluarkan cahaya.

3. Angin topan.

4. Belalang yang menjadi hama.

5. Kutu.

6. Katak.

7. Air minum berubah menjadi darah.

8. Membelah laut.

9. Menundukkan gunung.

Semua mukjizat ini diruhkan kepada Nabi Musa as. oleh Fir’aun sebagai perbuatan Sihir. Oleh karenanya, dalam ayat tersebut digunakan kata mashur, yang mengandung 3 makna yaitu;

a. Penyihir yang terperangkap dengan Sihirnya.

b. Bani Israil yang menyihir Nabi Musa as. sehingga dia mampu menyihir.

c. Orang yang terkena Sihir.

Kalimat tersebut adalah ucapan Fir’aun. Karna itula, Nabi Musa as.

membalasnya dengan mengatakan wa inni la azunnuka ya Fir’aun matsbura

(34)

(dan aku sesungguhnya mengira engkau ya Fir’aun seorang yang akan binasa). Demikian munasabah ayat-ayat tersebut.

5. Macam – Macam Sihir Dalam Al-Qur’an

Adapun dalam melakukan Sihir atau prakteknya terdapat beberapa macam Sihir ini yaitu. 27

1. Sihir a’yun atau ‘ayn yaitu Sihir melalui mata, Sihir lisan (lewat lidah), Sihir adzan (lewat telinga), Sihir al-asma’ (lewat pendengaran), Sihir al- bashar (pandangan mata), dan Sihir kalam (lewat perkataan).

2. Sihir at-tafriq yaitu memecah belah persatuan atau mencerai beraikan cinta – kasih.

3. Sihir hibal, Sihir khabal, Sihir ‘abath 4. Sihir khadzal.

5. Sihir jawarih wa al-a’dha’ (anggota tubuh), yakni Sihir lewat sama’

(pendengaran), lewat syumm (ciuman), lewat bashar (pandangan mata), serta lewat kalam (perkataan).

6. Sihir a‘yun bi at-takhyil (lewat khayalan atau lamunan)

7. Sihir at- tarwi, at-tafzi, tar’ib, dan batstsu ar-r’ub (untuk menyebarkan rasa takut terhadap sasaran Sihir).

27 Abdul Khaliq al-Athar. Menolak dan Membentengi Diri dari Sihir (Bandung:

Pustaka Hidayah, 1996), h.11

(35)

8. Sihir tahzin (membuat sedih), tay’is (membuat putus asa), syurud (menyesatkan atau melilungkan) dan dzahul (untuk membingungkan dan mengacaukan pikiran sasaran).

9. Sihir campuran (tamrijat) dari syurud, dzahul, dan tawhan (yang melahirkan kelemahan badan.

Termasuk dari karakteristik dan macam Sihir ini yaitu menanamkan benih – benih perpecahan, seperti buruk sangka, salah paham, keraguan, dan permusuhan. Dan termasuk juga dengan menimbulkan kedengkian, rasa dendam kesumat, kebencian, ta’ashshub atau fanatic (buta), rasa cemburu, dan kemarahan. Demikian pula meniup – niup hasutanpada jiwadan menimbulkan was – was atau keraguan dalam diri manusia lewat tiupan tersebut.

Syaikh Abu As-Su’ud dalam tafsirnya mengatakan bahwa Sihir itu ada beberapa macam selain dari macam-macam sihir di atas,

1. Sihir Kaldaniyyin. Yaitu sihir perbintangan yang mana Penganut Sihir ini adalah kaum penyembah bintang – bintang, seraya mengaku bahwa bintang – bintang itulah yang mengatur alam ini. Mereka mempunyai dan menggunakan hal-hal yang luar biasa dengan mencapurkan antara kekuatan langit dan kekuatan bumi. Nabi Ibrahim A.s sendiri di utus oleh Allah untuk membatalkan dan menghapus keyakinan mereka.

2. Sihir Istijla’ al-Bashar. Yaitu Sihir yang dimiliki oleh mereka yang mempunyai angan-angan dan jiwa yang kuat. Mereka berkeyakinan bahwa manusia, jika ruhnya disucikan, akan mempunyai kekuatan yang

(36)

berpengaruh (berperan) untuk mengadakan manfaat, menghilangkan suatu jiwa, menghidupkan seseorang atau sesuatu jiwa, mematikan, dan bahkan mengubah bentuk mahkluk.

3. Sihir takhyil, yaitu menggabarkan atau mengkhayalkan yang biasa menarik perhatian mata, atau yang lebih popular disebut sulap dan juga Sihir dimana orang yang biasa yang meminta tolong kepada arwah (ruh – ruh) yang ada bumi. Sihir tersebut dinamai azimat-azimat dan peninduk jin.28

B. Biografi dan Intelektualitas Al-Qasimy 1. Biografi Al-Qasimy

Nama lengkap beliau adalah Jamal ad-Din bin asy-Syaikh Muhammad Sa’id ad-Dimasyqi bin asy-Syaikh Muhammad Qasim al-Hallaq asy-Syafi’i al- Atsari1. Ada juga menyebutnya dengan Jamal ad-Din bin Muhammad Sa’id bin Qasimi al-Hallaq al-Qasimi. Jamaluddin al-Qasimi lahir pada waktu dhuha, hari senin 8 jumadal ula tahun 1283H /1866 M disebuah desa kecil, Qasimi, Syam (Suriah). Beliau meninggal pada sore hari sabtu 23 jumadil ula tahun 1332 H/18 april 1914 Masehi dalam usia 48 tahun. Al-Qasimiy dilahirkan dan wafat di Damaskus.

Beliau tumbuh di tengah keluarga yang dikenal takwa dan berilmu.

Ayah al-Qasimi adalah seorang ahli fikih dan juga seorang sastrawan bernama

28 Ibid., h. 107-108

(37)

Abu’Abdillah Muhammad Sa’id Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi perpustakaan yang berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya. Dan, ayahnyalah yang mewariskan dan mengalirkan berbagai ilmu kepada al- Qasimi, langsung dari sumbernya yaitu buku-buku. Perlu diketahui, perpustakaan pribadi ayah al-Qasimi memuat berbagai buku mengenai tafsir, hadist, fikih, bahasa, tasawuf, sastra, sejarah, usul fikih, sosial kemasyarakatan, olah raga, hukum perbandingan, filsafat, dan sejarah perbandingan agama.

Karena fasilitas tersebut, al-Qasimi menjadi seseorang yang banyak mengkaji karya- karya para ahli hadis, ushul fikih, tasawuf, ilmu kalam, sastra, bai yang klasik maupun yang kontemporer. Tidak mengherankan jika beliau menjadi seorang ilmuwan yang mumpuni dalam segala cabang ilmu pengetahuan. Al-Qasimi dianugerahi kecerdasan yang luar biasa. Karena itu, amat wajar jika ia piawai dalam berbagai keilmuan.29

Walaupun beliau lebih banyak belajar secara autodidak lewat buku- buku yang ada diperpustakaan ayahnya, beliau juga tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh ilmuwan lain yang dianggap sebagai gurunya. Muhammad Abduh merupakan salah satu ulama yang banyak mempengaruhi perkembangan intelektual beliau. Sejak perkenalan beliau dengan Muhammad Abduh pada tahun 1904, beliau mengganti gaya bahasa sajak yang sejak lama digelutinya dengan gaya bahasa prosa dalam banyak karya tulisnya.

29‘Abd al-Majid’Abd as-Salam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma tafsir Al qur’an Kontemporer,terj. Moh.Maghfur Wachid (Bangil: Al-Izzah,1997), hlm.35-36

(38)

Kemudian, al-Qasimi menjadi seorang pakar dari berbagai cabang ilmu pengetahuan dan seni di Syam. Beliau selalu disibukkan dan sangat peduli terhadap pendidikan. Beliau juga termasuk orang yang anti taklid dan menyerukan dibukanya pintu ijtihad. Pemerintah pernah mendelegasikannya selama empat tahun, yaitu 1308-1312H, untuk mengadakan perjalanan intelektual ke negara Syuriah.30Kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke Mesir dan menuju Madinah.

Setelah kembali dari perjalanannya, beliau dituduh oleh orang-orang yang iri kepadanya dengan tuduhan mendirikan mazhab agama yang baru, yang diberi nama Madzhab al-Jamalii. Maka, pada tahun 1313 H beliau ditangkap oleh pemerintah dan diinterogasi. Akan tetapi, akhirnya beliau dibebaskan kembali. Setelah peristiwa penangkapan tersebut, al-Qasimi menetap di Damaskus. Beliau berdiam diri dirumahnya dan mengkonsentrasikan diri untuk mengarang beberapa kitab dan mencurahkan perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sampai akhir hayatnya.

2. Intelektual

Al-Qasimi adalah seorang yang ahli dalam bidang tafsir, ilmu-ilmu keislaman, dan seni. Selain itu beliau juga menghasilkan beberapa karya dibidang lain, seperti tauhid, hadis, akhlak,tarikh, dan ilmu kalam. Selain menulis beberapa buah kitab, al-Qasimi juga mempublikasikan buah pikirannya di majalah-majalah dan suhuf-suhuf. Total karya al-Qasimi

30 Abd al-Hayyi bin’Abd al-kabir al-Kittani, Fahras al-Fahaaris wa al-Itsbat, Juz I (t.tp:Daar al-Garb al-Islaami, 1982), hlm.131

(39)

berjumlah 72 kitab.31 Karya terawal ditulisnya pada tahun 1299H/1882M, pada saat usianya baru 16 tahun, berjudul As-Safinah. Karya ini memuat pandangan orisinilnya dari hasil menelaah tema-tema adab, akhlaq, sejarah,syair dan sebagainya. Intelektualitas Syaikh Jamaluddin yang begitu cemerlang tampak pada sejumlah karyanya. Ia menulis berbagai permasalahan agama, itu menandakan keluasannya dalam ilmu pengetahuannya. Diantara karya-karyanya adalah:

a) Al –Ajwibah al-Gahaliyah fil Mustadilillin bi Tsubut Sunnah al-Maghrib al-Qabliyyah

b) Irsyad al-Khalq c) Al-Isra’ wa al- mi’raj

d) Awamir Muhimmah fi Ishlah al-qadha asy-Syar’iyy

e) Faslu al-Kalam fi Haqiqat audi Ruh ilal Mayyiti hina al-Kalam f) Al-Bahsu fi Jami’i al-Qiraati al-Utarif alaiha

g) Dalail at-Tauhiid

h) Mauidzatul Mukminin min Ihy’Ulumuddin i) Qawaid at-Tahdis fi Funun Mutstalah al-Hadis.

j) Madzaahib al-A’rab wa Falaasifah al-Islaam fi al-Jin k) Jawaami’ al-Adab fii Akhlaaq al-Anjab

l) Ta’thiir al- Masyaaam fii Maatsari Dimasyqi al-Syaam m) Syaaraaf al Asbath.

31 ‘Aadil Nawayhadl, Mu’jam al-Mufassirin, Ibid., hlm 128

(40)

n) Tarjamah al-Imaam al-Bukhaarii

o) Mahaasin at-Ta’wiil fii Tafsiir Al-Qur’aan Al-Kariim p) Maydaniyyah fi at –Tajwid,

q) Maw’izhah al-Mu’minin min ihya ‘ulum ad-Din r) Dan lain-lain

C. Tafsir Mahaasin at-Ta’wil

1. Tinjauan Umum Tafsir Al-Qasimi ”Maḥasin Al-Taʹwil”

Mengenal sosok al-Qasimy tidak bisa luput dari perhatian kita terhadap kitab tafsir Mahaasin at-Ta’wil, sebagai karya terbesarnya dalam bidang tafsir. Sebuah kitab tafsir besar yang dikarang oleh ulama besar bernama Muhammad Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H/1914 M).

Tafsir Mahasin al-Ta’wil ini terdiri 10 jilid dengan 17 juz (bagian), dengan rincian: Jilid 1 terdiri atas Juz 1 berisi muqaddimah dan juz 2 berisi penafsiran QS Al-Fatiḥah dan Al-Baqarah hingga ayat 157. Jilid 2 terdiri atas Juz 3 berisi penafsiran QS Al-Baqarah ayat 158 hingga ahir dan juz 4 berisi penafsiran QS Ali Imran. Jilid 3 terdiri atas juz 5 berisi penafsiran QS Al- Nisa’. Jilid 4 terdiri atas juz 6 berisi penafsiran QS Al-Maʹidah dan Al-An’am.

Jilid 5 terdiri atas juz 7 berisi penafsiran QS Al-A’raf dan juz 8 berisi penafsiran QS Al-Anfal dan Al-Taubah. Jilid 6 terdiri atas juz 9 berisi penafsiran QS Yunus, Hud, Yusuf, dan Al-Ra’d dan juz 10 terdiri atas penafsiran QS Ibrahim, Al-Ḥijr, Al-Naḥl, dan Al-Isra’. Jilid 7 terdiri atas juz

(41)

11 penafsiran QS Al-Kahfi, Maryam, Taha, dan Al-Anbiya’ dan juz 12 berisi penafsiran QS Al- Ḥajj, Al-Mu’minun, Al-Nur, dan Al-Furqan. Jilid 8 terdiri atas juz 13 berisi penafsiran QS Al-Syura’ dan Al-Aḥzab dan juz 14 berisi penafsiran QS Saba’ dan Al-Jaṡiyah. Jilid 9 terdiri atas juz 15 berisi penafsiran QS Al-Ahqaf dan Al-Rahman dan juz 16 berisi penafsiran QS Al- Waqi’ah dan Al-Qiyamah. Jilid 10 terdiri atas juz 17 berisi penafsiran QS Al- Insan hingga Al-Nas.

Al-Qasimi memulai menyusun kitab ini setelah berulang kali istikharah di tanggal 10 Syawal 1316 H dan sempurnalah pekerjaan mulia ini hingga jadi kitab tafsir yang memuat sampai 10 jilid dengan 17 juz. Maka kitab ini menutupi kekosongan dan manfaatnya terbukti di kalangan masyarakat luas dan khusus, dan semoga ia juga bermanfaat untuk segenap kaum Muslimin.

Disebutkan dalam kitab Manhaj al Mufassirin karya Mani’ Abd Halim Mahmud bahwa jika Anda senang membaca kitab tafsir Al-Qur’an yang lengkap, yang di dalamnya tidak ditemukan khufarat, mitos, dan tidak satupun dari isra’iliyyat yang tercela yang memenuhi banyak tafsir, maka bacalah kitab tafsir Al-Qasimi, Maḥasin Al-Taʹwil, yang ia menafsirkan Alqur’an dengan tafsir yang jadi contoh dari tafsir yang besar. Al-Qasimi mengatakan dalam Muqaddimah tafsirnya, setelah memuji Alqur’an ia berkata: Sungguh aku gelorakan cita-cita untuk menghasilkan bidang-bidang ilmu dalam tafsir ini. Aku memakai celak dengan iṡmid agar mata bersinar; aku konsentrasikan

(42)

untuk melihat di dalamnya, aku bulatkan tekad untuk mengatur perangkat kalung-kalung dan mutiaranya, aku mencoba meraih tafsir-tafsir tedahulu semampuku, dan aku mencoba mengenal (saat aku belajar) kesalahan- kesalahannya, yang buruk dan yang berharga. Aku mendapati kelemahan dalam ukuran luasnya, mengitari di sekitar maksud dan tujuannya, dan sekadar kemampuannya berputar di medan dalil-dalil dan hujjahnya. Setelah aku berpaling dari menyingkap kebenarannya dalam secuil umurku, dan aku berhenti untuk menyelidiki rahasia-rahasia dari masaku, kemudian kau berhasrat untuk meniti jalan para penafsirnya yang besar sebelum rahasia- rahasia tampak dan sebelum bagian-bagiannya jadi sirna.”32

Muqaddimah tafsir ini diletakkan secara tersendiri dalam satu juz yang utuh. Dalam muqaddimah tampak jelas bagaimana metodologinya dalam tafsir, bahkan dalam karya tulisannya secara umum.

Setiap karya tulis tafsir pasti ada latar belakang sosio-kulturalnya, tidak terkecuali kitab ini. Kitab tafsir Maḥasin at-Taʹwil muncul di tengah zaman terjadinya benturan di antara dua peradaban yang berbeda. Benturan yang terusmenerus antara Islam dengan gerakan internasional orientalisme dan misionarisme pada pertengahan kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20, di mana serangan kolonialis kafir terhadap dunia Islam mencapai puncaknya.

Benturan antara dua peradaban ini diiringi muatan kepentingan, yang bukan saja berkaitan dengan aspek teologis, juga berkaitan dengan aspek ekonomi

32 Ibid., h. 235

(43)

dan aspek kekuasaan. Benturan dan perang wacana ini pun terjadi di tempat tinggal Al-Qasimi, yaitu negeri Syam. Tak pelak lagi, negeri Syam menjadi tempat persemaian yang subur bagi gerakan kaum misionaris dan para pengikutnya. Di tengah-tengah suasana inilah Al-Qasimi menulis karya tafsirnya. Selanjutnya, tafsir karya Al-Qasimi ini dipublikasikan pertama kali oleh penerbit Dar Iya’ al-Kutub al-Arabiyah Kairo sebanyak tujuh belas juz.

Usaha penerbitan kitab ini melibatkan Muhammad Bahjat al-Baithar, salah seoranganggota Majma’ al- ‘Ilmi al-Arabi, untuk menelitinya.

Selanjutnya penulis mencoba mengenal kitab tersebut lebih jauh, dan sebagai langkah awal kita harus memperhatikan pendapat al-Qasimi sendiri tentang kitabnya. Menurut keterangan al-Qasimi, penulisan tafsir Mahaasin at Ta’wil ini dilatarbelakangi oleh keinginan al-Qasimi untuk menghasilkan tafsir yang dapat mencerahkan masyarakat. Dalam Mukaddimah tafsirnya ini, al-Qasimi berkata:

“Sungguh aku gelorakan cita-cita untuk menghasilkan bidang-bidang ilmu dalam tafsir ini. Aku konsentrasikan diriku untuk meneliti, aku bulatkan tekad untuk mengatur dan menatanya sebaik mungkin, aku mencoba meraih tafsir-tafsir terdahulu semampuku, dan aku mencoba mengenal kesalahan- kesalahannya, yang buruk dan yang berharga. Aku mendapatkan kelemahan yang luas, seputar maksud dan tujuannya, keterbatasan dalil dan hujjahnya.

Setelah kebenaran ini tersingkap dan penyelidikanku telah berakhir, maka

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari analisis DMRT menunjukkan bahwa pengaruh berbagai macam sumber nutrisi terhadap hasil tanaman Tomat ada beda nyata pada perlakuan A2, A3, dan A8,

Bab IV, Pembahasan meliputi: pendapat tokoh Muhammadiyah dan tokoh Al-Washliyah mengenai Kewajiban nafkah bagi suami yang di penjara terhadap isteri dan dalil yang

Aplikasi perpustakaan tidak selalu harus berada di depan, bisa saja untuk kepentingan integrasi dan kemudahan pengguna, dibuatkan satu antarmuka baru dengan teknologi

Abstract : The aim of the reasearch are: 1) To know and to analyze the law system in making notarial deeds generally related to digital era. 2) To know and to analyze the

Penelitian Donri Toni (2006) tentang Persepsi Auditor yang Bekerja Di Kantor Akuntan Publik yang Berafiliasi dan Non – Afiliasi terhadap Efektivitas Metode – Metode

Insentif sebagai perangsang atau pendorong yang diberikan secara sengaja kepada para pekerja agar dalam diri pekerja timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi

Guru juga dapat pula mengemas kegiatan pembelajaran menggunakan metode bercerita dengan media wayang perca secara lebih baik lagi dalam pembuatan tokoh sesuai

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian pengaruh komunikasi dakwah Majelis Ulama Indonesia terhadap kepatuhan umat Islam di Cinere Depok dalam melaksanakan