• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.3 Sarana Belajar

Pemanfaatan sarana belajar yang baik akan memudahkan anak dalam melakukan aktivitas belajar sehingga anak lebih semangat dalam belajar.

Sebaliknya, dengan kurangnya sarana belajar akan mengakibatkan anak kurang bersemangat dan kurang bergairah dalam belajar. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi prestasi belajar anak.

Menurut Slameto (2010 : 28), salah satu syarat keberhasilan belajar adalah

“bahwa belajar memerlukan sarana yang cukup”. Untuk menunjang keberhasilan belajar, sekolah harus mempunyai sarana yang memadai. Sarana atau fasilitas belajar harus menunjang kegiatan belajar siswa. Bentuk sarana atau fasilitas

belajar yaitu berupa lap komputer, lap bahasa, lapangan yang memadai, dan lain-lainnya.

Sarana belajar memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung tercapainya keberhasilan belajar dengan adanya pemanfaatan sarana belajar yang tepat dalam pembelajaran diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyerap materi yang disampaikan. Pemanfaatan sarana belajar yang tepat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan belajar, sebab aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh sarana belajar yang baik dan memadai dan sebaliknya jika tidak ada sarana dan prasarana yang baik menyebabkan siswa akan terhambat dalam belajar sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Contohnya kapur tulis, atlas dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang secara tidak langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Menurut Roestiyah (1982: 67), sarana belajar atau media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa di dalam maupun di luar kelas. Pengertian sarana belajar yang peneliti maksud di sini

adalah bahan, alat, media atau fasilitas yang digunakan oleh siswa untuk belajar baik di sekolah ataupun di luar sekolah.

Fungsi sarana belajar menurut (Mulyaningsih 2007) terbagi menjadi lima, yaitu 1) fungsi edukatif, 2) fungsi Sosial, 3) fungsi ekonomis, 4) fungsi politis dan 5) fungsi seni (budaya). Dari lima faktor itu dapat diurakan sebagai berikut.

1. Fungsi Edukatif, artinya dengan sarana belajar ini dapat memberikan pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan. Pengaruh ini berguna bagi diri sendiri maupun orang lain.

2. Fungsi Sosial, artinya dengan sarana belajar ini hubungan antara pribadi anak dapat lebih baik lagi, sebab mereka secara gotong – royong dapat bersama-sama mempergunakan sarana belajar itu.

3. Fungsi Ekonomis, artinya dengan satu macam sarana belajar pendidikan sudah dapat dinikmati oleh sejumlah anak didik dan bisa dipergunakan sepanjang waktu.

4. Fungsi Politis, artinya dengan sarana belajar ini berarti sumber pendidikan atau yang lain yang berasal dari pusat akan sama sampai di daerah-daerah bahkan di tiap-tiap sekolah.

5. Fungsi Seni (Budaya), artinya dengan adanya sarana belajar ini berarti kita bisa mengenalkan bermacam-macam hasil budaya manusia sehingga pengetahuan siswa tentang nilai-nilai budaya manusia makin lama makin bertambah.

Bila tinjau dari fungsi dan peranannya dalam proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) alat pelajaran, 2)

alat peraga, dan 3) media pengajaran. Dari ketiga fungsi dan peranannya dalam proses belajar mengajar dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Alat pelajaran

Alat pelajaran adalah alat yang digunakan secara langsung dalam proses belajar mengajar. Alat ini mungkin berwujud buku tulis, gambar-gambar, alat – alat tulis lain seperti kapur, penghapusan dan papan tulis maupun alat – alat praktek, semuanya termasuk ke dalam lingkup alat pelajaran.

2. Alat peraga

Alat peraga mempunyai arti yang luas. Alat peraga adalah semua alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa benda ataupun perbuatan dari yang tingkatannya paling konkrit sampai ke yang paling abstrak yang dapat mempermudah pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada murid. Dengan bertitik tolak pada penggunaannya, maka alat peraga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Alat peraga langsung, yaitu jika guru menerangkan dengan menunjukkan benda sesungguhnya (benda dibawa ke kelas, atau anak diajak ke benda). 2) Alat peraga tidak langsung, yaitu jika guru mengadakan penggantian terhadap benda sesungguhnya. Berturut-turut dari yang konkrit ke yang abstrak, maka alat peraga dapat berupa:

Benda tiruan (miniatur), Film, Slide, Foto, Gambar, Sketsa atau bagan.

Disamping pembagian ini, ada lagi alat peraga atau peragaan yang berupa perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh guru.

3. Media pengajaran

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Oleh karena itu, Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.2.4 Prestasi Belajat

Menurut Winkel (dalam Nurkholis 2006: 10), prestasi belajar adalah hasil suatu penilaian dibidang pengetahuan, ketrampilan, dan sikap sebagai hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru Purwodarminto (dalam Nurkholis 2006: 10). Sedangkan menurut Rusyan (dalam Nurkholis 2006:

10), prestasi belajar merupakan hasil dari adanya rencana dan pelaksanaan proses belajar, sehingga diperlukan informasi-informasi yang mendukung disertai dengan data yang objektif dan memadai. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang meliputi segenap ranah psikologi yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar mengajar (Syah 1997: 150).

Menurut Bloom (dalam Slavin, 1994), prestasi akademik atau prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami siswa dan menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis, dan evaluasi (Reni Akbar 2004: 68). Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik (Winkel, dalam Slameto, 2010), antara lain ada yang bersifat internal (terdiri dari inteligensi, motivasi belajar, minat, bakat, sikap, persepsi diri, dan kondisi fisik) dan ada yang bersifat eksternal (terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat).

Dengan demikian, Prestasi belajar merupakan hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.

Menurut Slameto (2010: 54-72), faktor-faktor yang memengaruhi belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor intern yang bersumber pada diri siswa dan faktor ekstern yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor intern terdiri dari kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat , minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Factor ekstern terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Faktor internal (faktor dalam diri manusia) ini meliputi factor fisiologi (yang bersifat fisik dan faktor psikologi (faktor yang bersifat rohani).

2. Faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan faktor mass media dan masyarakat.

2.2.5 Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran di pendidikan formal karena bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional dan bahasa Pemersatu yang berperan besar dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, maupun secara individual.

Mengingat pentingnya bahasa dalam kehidupan manusia, maka setiap manusia harus mengembangkan kemampuan berbahasa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yaitu dengan memasukan bahasa Indonesia menjadi salah satu matapelajaran di pendidikan formal. Hal tersebut sesuai dengan yang dipaparkan Kurikulum Pembelajaran bahasa Indonesia dalam Resmini, (2009: 28) bahwa, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dilaksanakan dalam matapelajaran bahasa Indonesia.

Tentu saja pembelajaran bahasa Indonesia tidak bisa diberikan begitu saja tanpa mempertimbangkan hal-hal tertentu. Dalam proses pembelajaran bahasa, guru harus memperhatikan beberapa faktor agar pembelajaran bahasa dapat berjalan dengan baik. Guru sebagai perencana dan pelaksana perencanaan pembelajaran harus memahami faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam merancang pembelajaran.

Menurut Resmini (2009: 14), faktor yang harus diperhatikan secara cermat yaitu: tujuan pembelajaran, guru, materi ajar, metode dan faktor lingkungan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, terutama dalam pelajaran bahasa Indonesia, kurikulum pembelajaran bahasa

Indonesia telah menyiapkan standar kompetensi yang dapat dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Hal tersebut sesuai dengan yang dipaparkan Dinas Pendidikan Nasional dalam Resmini (2009: 29) bahwa, dengan standar kompetensi matapelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesusastraan dari hasil intelektual bangsa sendiri.

Selain itu, Dinas Pendidikan Nasional dalam Resmini (2009: 30) juga mengemukakan bahwa untuk tercapainya tujuan pembelajaran maka diperlukan hal-hal sebagai berikut.

1. Tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh siswa apabila guru mampu merumuskan model pembelajaran sesuai dengan potensi siswa.

2. Tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh siswa apabila isi pembelajaran disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan siswa.

3. Tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh siswa apabila layanan pembelajaran dilakukan bervariasi dan mempertimbangkan kecepatan siswa dalam menguasai isi pembelajaran.

4. Tujuan pembelajaran dapat diacapai oleh siswa apabila guru mampu bertindak sebagai model, pemotivasi, fasilitator, teman, dan aktor yang berperan sebagai pelajar.

5. Tujuan pembelajaran dapat diacapai oleh siswa sesuai dengan perbedaan

potensi siwa yang memiliki kekhasan sebagai hasil interaksi dalam studi lingkungan.

Selain itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, guru harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang berjalan dengan baik, efektif dan efisien. Untuk itu Bannet dalam Abbas (2006: 3) Menuntut guru untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti pengetahuan tentang isi pembelajaran materi (knowledge of content) keterampilan mengelola kelas (classroom management sklills), keterampilan mengajar dan, menguasai strategi pembelajaran‟.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia itu sendiri, dan tujuan pendidikan nasional. Untuk itu, guru harus mampu merancang suatu pembelajaran berdasakan faktor- faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa Indonesia, serta landasan pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia tentu tidak hanya menuntut siswa untuk dapat berbicara saja. Pembelajaran bahasa Indonesia harus mampu meningkatkan keterampilan berbahasa siswa yang meliputi berbicara, menyimak, membaca dan menulis.

2.2.6 Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah alat komunilasi yang dipengaruhi oleh masyarakat Indonesia yang dipergunakan dalam keseharian, misalnya belajar, bekerja sama, dan berinteraksi. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan

bahasa resmi di Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang menjadi standar di negara ini. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia tidak mengikat pemakaian untuk sesuai dengan kaidah dasar. Bahasa Indonesia digunakan secara non resmi, santai, dan bebeas. Dalam berkomunikasi antar warga yang diutamakan adalah makna yang disampaikan. Penutur bahasa Indonesia dalam konteks bahasa nasional dapat menggunakan bahasa itu dengan bebas.

Saat berkomunikasi sehari – hari suatu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun Bahasa tulis. Dekatnya kita terhadap bahasa Indonesia, tidak dirasa untuk kita mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa, justru kelemahan yang tidak disadari (Suyono, 2011: 18).

Adapun bahasa resmi adalah bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi dalam perundang-undangan, acara formal, dan ditempat lembaga pendidikan. Dalam hal ini, bahasa Indonesia harus digunakan sesuai dengan kaidahnya. Bahasa Indonesia yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku, dimana bahasa itu harus lengkap dan baku. Tarigan memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu system yang sistematis, barangkali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer (Suyanto 2011: 15).

Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi – fungsi sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi

tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial. Berdasarkan pendapat Keraf dalam Finoza (2011: 2), yang menyatakan bahwa dalam literatur bahasa, para ahli umumnya merumuskan fungsi bahasa bagi setiap orang ada empat, yaitu:

1) sebagai alat komunikasi, 2) sebagai alat mengekspresikan diri, 3) sebagai alat berinteraksi dan beradaptasi sosial, dan 4) sebagai alat kontrol sosial.

2.3 Kerangka Berpikir

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak didik, termasuk didalamnya prestasi belajar anak didik. Pendidikan keluarga adalah fundamental atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik disekolah maupun dimasyarakat.

Suasana dalam keluarga berpengaruh dalam membantu belajar anak. Apabila suasana rumah itu selalu gaduh, tegang, sering rebut dan bertengkar, akibatnya anak tidak dapat belajar dengan baik, karena belajar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri anak dan dapat pula berasal dari luar diri anak. Salah satu diantara faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah faktor orangtua yang dalam banyak hal menempati banyak hal cukup penting.

Dukungan teman sekelas juga mempunyai andil yang besar dalam peningkatan prestasi belajar. Dengan dukungan dari teman, siswa tentu saja akan lebih termotivasi untuk belajar sehingga prestasi belajar akan meningkat.

Dukungan teman dapat dilakukan dengan cara mengerjakan tugas secara berkelompok sehingga jika ada siswa yang kurang memahami materi pelajaran, dapat ditanyakan langsung kepada temannya. Hal ini menandakan adanya hubungan antara dukungan teman dan prestasi belajar.

Sarana belajar atau alat bantu belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar (Imron 1996: 35). Sarana belajar merupakan sarana penunjang kegiatan pembelajaran yang penting. Dengan sarana belajar yang kurang lengkap, kegiatan pembelajaran tentu saja akan terganggu. Akan tetapi, jika sarana belajar tersedia lengkap, kegiatan pembelajaran tentu saja akan berjalan dengan lancar sehingga prestasi belajar akan meningkat. Hal ini menandakan adanya hubungan antara sarana belajar dan prestasi belajar.

2.4 Paradigma Penelitian

Keterikatan antara variabel – variabel penelitian dapat disusun dalam suatu paradigma. Paradigma yang disusun dapat dilihat pada sebagai berikut ini.

Gambar 1.1

𝑟𝑋1𝑌

𝑟𝑋2𝑌

𝑟𝑋3𝑌 𝑋1

𝑋2

𝑋3

Y

Keterangan:

𝑋1 = Variabel Lingkungan Keluarga

𝑋2 = Variabel Dukungan Teman

𝑋3 = Variabel Sarana belajar

Y = Variabel Prestasi Belajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

𝑟𝑋1𝑌= Hubungan antara Variabel Lingkungan Keluarga dengan Variabel Prestasi Belajar.

𝑟𝑋2𝑌= Hubungan antara Variabel Dukungan Teman dengan Variabel Prestasi Belajar.

𝑟𝑋3𝑌= Hubungan antara Variabel Sarana Belajar dengan Variabel Prestasi Belajar.

2.5 Hipotesis Penelitian

Sugiyono (2013:64) menyatakan bahwa, hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Ada tiga Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Hipotesis I

H0 = Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar.

H1 = Ada hubungan positif dan signifikan antara lingkungan keluarga dengan prestasi belajar.

b. Hipotesis II

H0 = Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan teman dengan prestasi belajar.

H1 = Ada hubungan positif dan signifikan antara dukungan teman dengan prestasi belajar.

c. Hipotesis III

H0 = Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara sarana belajar dengan prestasi belajar.

H1 = Ada hubungan positif dan signifikan antara sarana belajar dengan prestasi belajar.

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 3 Magelang, Jalan Medang No. 17, Rejowinangun Utara, Magelang Tengah, kota Magelang, Jawa Tengah, Kode Pos:

56117. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2019.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N 3 Magelang tahun ajaran 2018/2019. Jumlah subyek pada penelitian ini adalah 254 siswa yang terbagi menjadi delapan kelas. Siswa yang menjadi subjek diharapkan dapat memberikan data dengan menjawab angket.

Objek penelitian meliputi, variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas yakni Lingkungan Keluarga, Dukungan Teman, dan Sarana Belajar. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa kelas X SMA N 3 Magelang.

3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel

Menurut Sugiyono (2014: 117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Menurut Martono (2014: 76), populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang akan diteliti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi adalah

keseluruhan dari subjek yang memiliki karakteristik untuk diteliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang telah ditentukan. Oleh sebab itu yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA N 3 Magelang. Jumlah Populasi sebanyak 254 siswa.

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Sumber: Sekretariat SMA N 3 Magelang

Menurut Sugiyono (2014: 118), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Yusuf (2014: 150), sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi sesuai dengan

Kelas

Jumlah Mahasiswa

IPA I 31

IPA II 32

IPA III 32

IPA IV 32

IPA V 31

IPS I 32

IPS II 32

IPS III 32

Total 254

karakteristik yang dimilikinya. Sampel adalah sebagian besar dari populasi yang sesuai dengan karakter yang telah ditentukan.

Sampel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus Slovin karena dalam penarikan sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan jumlah populasi sudah diketahui. Adapun perhitungan sampel dengan rumus slavin (siregar, 2010: 149) sebagai berikut .

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁𝑒2 Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Batas toleransi kesalahan 0.05

𝑛 = 254

1 + 254(0.05)2 𝑛 =155,35 = 155 siswa

Dengan rumus Slovin di atas, diperoleh sejumlah 155 sampel untuk penelitian ini.

Teknik peranikan sampel dalam penelitian ini, menggunakan teknik penarikan sampel jenis Proportional Random Sampling yang merupakan pengembangan sratified random sampling. Pengambilan sampel secara proporsi dilakukan dengan mengambil subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah. Pengambilan sampel secara proporsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Sampel subkelompok =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔−𝑚𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 x Besar sampel

Dengan demikian, dapat dihitung sampel yang diteliti berdasarkan program studi masing-masing responden dengan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Proporsisi Sampel Siswa Setiap Kelas

Sumber: Sekretariat SMA N 3 Magelang, diolah Kelas

Jumlah Populasi

Jumlah Sampel

IPA I 31 19

IPA II 32 19

IPA III 32 20

IPA IV 32 20

IPA V 31 19

IPS I 32 19

IPS II 32 20

IPS III 32 19

Total 254 155

3.4 Pengukuran Variabel Penelitian, Penentuan kecenderungan Variabel, Definisi Operasionalisasi Variabel dan Kisi-kisi Instrumen.

Menurut Hatch dan Farhady (dalam Sugiyono, 2013:38) variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau obyek, yang mempunyai

“variasi” antara satu orang dengan orang lain. Berbeda dengan pendapat Hatch dan Farhady, menurut Kidder (dalam Sugiyono, 2013:38) menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities) di mana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya. Dapat ditarik kesimpulkan dari para pakar bahwa variabel adalah suatu atribut sesorang atau obyek yang mempunyai variasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk dapat ditarik suatu kesimpulan.

Pada subbab ini peneliti akan memaparkan pengukuran variabel Penelitian, penentuan kecenderungan variabel, dan definisi operasionalisasi variabel dan kisi-kisi instrumen. Ketiga hal itu akan diuraikan sebagai berikut.

3.4.1 Pengukuran Variabel

Setiap variabel yang dianalisis perlu diukur dengan cara pengukuran masing – masing. Oleh karena itu, pengukuran variabel yang peneliti lakukan sebagai berikut ini.

1. Variabel lingkungan keluarga, dukungan teman, dan sarana belajar.

Variabel lingkungan keluarga, dukungan teman, dan sarana belajar diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert merupakan skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu obyek atau fenomena tertentu (Siregar 2010: 138). Skor yang digunakan untuk menilai pernyataan – pernyataan tersebut tergambar seperti Table 3. 3 berikut.

Tabel 3. 3

Penskoran Skala Likert

Pertanyaan Positif Pertanyaan Negatif

STS Skor 1 STS Skor 5

TS Skor 2 TS Skor 4

RR Skor 3 RR Skor 3

S Skor 4 S Skor 2

SS Skor 5 SS Skor 1

2. Variabel prestasi belajar siswa.

Pengukuran variabel prestasi belajar siswa berdasarkan skor rapot bahasa Indonesia siswa kelas X semester 1. Daftar skor rapot Bahasa Indonesia terlampir pada halaman 82 – 83.

3.4.2 Penentuan Kecenderungan Variabel

Penentuan kecenderungan semua variabel (lingkungan keluarga, dukungan teman, sarana belajar, prestasi belajar) dinilai dengan penilaian acuan patokan (PAP) tipe II. Peneliti menggunakan Penilaian Acuan Patokan II (PAP II) karena peneliti melihat dari kondisi sekolah, apa yang dilakukan guru di kelas, dan kondisi siswa. Kondisi sekolah SMA N 3 Magelang baik dan memadai. Akan tetapi, masih ada laboratorium IPS yang tidak lengkap karena kurangnya sarana atau media pembelajaran yang tersedia disana. Tidak semua guru di SMA N 3 Magelang menggunakan metode pembelajaran kreatif. Selain itu, kondisi ruang kelas di SMA N 3 Magelang tidak terlalu luas sehingga sulit menerapkan metode pembelajaran

yang membutuhkan ruang yang luas. Jika dilihat dari kondisi siswa, tidak semua siswa SMA N 3 Magelang aktif ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Adapun pedoman PAP II adalah sebagai berikut (Masidjo 1995: 157).

yang membutuhkan ruang yang luas. Jika dilihat dari kondisi siswa, tidak semua siswa SMA N 3 Magelang aktif ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Adapun pedoman PAP II adalah sebagai berikut (Masidjo 1995: 157).