• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KONFLIK AGRARIA DI PEDESAAN

6.2 Latarbelakang Kehidupan Aktor

Latarbelakang kehidupan aktor sangat berkaitan dengan kondisi lingkungan dan pendidikan yang ditempuh. Pendidikan masyarakat di Desa Cibatok Satu bisa dikatakan cukup rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini berkaitan dengan sejarah masyarakat di Desa Cibatok Satu. Pada zaman tuan tanah, tidak semua penduduk desa ini bisa merasakan bangku sekolah. Mereka yang bersekolah adalah orang-orang yang memiliki latarbelakang keluarga mampu dilihat dari luasnya kepemilikan lahan pertanian.

“Saya beruntung neng dulu bisa sekolah. Dulu bapak saya punya sawah banyak lebih dari 5 ha tapi sekarang udah banyak yang dijual ma anak-anaknya. Kan semuanya udah dapat warisan. Saya aja dapat

1 ha lebih tapisekarang tinggal beberapa petak aja sawahnya. Tapi sebenarnya dulu kalo orang-orang sini mo sekolah mah bisa aja, tinggal bohong bilang ma tuan tanah kalo tanahnya luas, tapi pada ga mau takut. padahal ga di lacak kok”(Pak Amp).

Kepemilikan lahan seseorang dahulu dikatakan luas apabila memiliki lahan sekitar 5 ha. Tapi kondisi sekarang sangat berbeda. Seseorang yang memiliki lahan 1 ha saja bisa dikatakan pemilik lahan luas. Pemilik lahan luas tersebut bisa memasukkan anak mereka ke sekolah yang berada di sekitar wilayah Desa Cibatok Satu. Para petani berlahan sempit dan buruh tani jarang mendapatkan kesempatan untuk memasukkan anak mereka ke sekolah-sekolah.

Rendahnya pendidikan ini juga disebabkan kurang adanya sarana pendidikan di Desa Cibatok Satu. Mereka yang pada saat itu ingin bersekolah harus pergi keluar desa untuk bersekolah. Sarana pendidikan ini baru dibangun pada tahun 1960 untuk Sekolah Dasar dan masih ada hingga sekarang yaitu SD Negeri Cibatok Satu. Pendidikan menengah pertama baru didirikan tahun 1970 dan itupun hanya SMP persiapan. Sekolah mengah atas baru ada sekitar tahun 2000-an yang terletak di sebelah Kantor Desa Cibatok Satu.

Rendahnya pendidikan juga sangat dipengaruhi tidak adanya penerangan dimalam hari di Desa Cibatok Satu pada saat itu. Rumah-rumah yang menghidupkan penerangan pada malam hari akan terlihat jelas karena rata-rata dulu rumah terbuat dari bambu dan berbentuk rumah panggung yang bagian bawahnya digunakan untuk memelihara hewan. Suasana pada malam hari sangat sunyi. Tuan tanah dan anak buahnya biasanya sering berpatroli pada malam hari. Mereka yang lampu rumahnya hidup akan dipanggil oleh tuan tanah dan dicurigai melakukan sesuatu yang tidak benar. Para tuan tanah mengganggap orang kecil itu harus bodoh sehingga tidak boleh ada penerangan apapun dimalam hari di rumah

warga. Tidak adanya penerangan pada malam hari membuat warga yang berada di usia sekolah tidak bisa belajar karena tidak ada kesempatan. Listrik baru masuk ke Desa Cibatok Satu pada tahun 1970-an dan pada saat itu sudah tidak ada lagi tuan tanah di Desa Cibatok Satu.

Pendidikan yang rendah ini tidak hanya dimiliki oleh para pemilik lahan sempit atau buruh tani saja tetapi pemilik lahan luas juga ada yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa tidak perlu pendidikan tinggi untuk mengolah lahan yang penting tekun dan ingin mencoba untuk mendapatkan keuntungan yang besar meskipun ada juga petani yang tingkat pendidikannya tinggi. Tingkat pendidikan tinggi tidak menentukan keberhasilan dalam pertanian. Keberhasilan dalam pertanian dilihat apabila produktivitas tanaman yang baik dan laku dijual. Percuma apabila produktivitas tinggi tapi tidak laku di pasaran.

”Neng pendidikan ga terlalu penting untuk menjadi petani yang penting mah tekun dan mau mencoba sendiri dan paling penting ga rugi kalo dijual ke pasar” (Pak Bas).

Pak Bas salah satu pemilik lahan pertanian terluas pada saat ini yaitu sekitar 3 ha merupakan salah satu gambaran petani sukses yang tidak menempuh tingkat pendidikan tinggi. Selain sebagai petani beliau adalah seorang pedagang besar di Pasar TU Kemang dan sebagai tengkulak yang menampung hasil-hasil pertanian bagi petani-petani yang berada di wilayah Cibungbulang. Beliau hanya menempuh pendidikan Sekolah Dasar hingga kelas 1 saja. Begitupun anak-anak beliau sekarangpun paling tinggi hanya menamatkan pendidikan formal di Sekolah Dasar. Dari ketiga anaknya hanya 1 orang yang melanjutkan usaha di bidang pertanian dan yang lainnya bekerja menjadi pedagang.

Rendahnya tingkat pendidikan ini berpengaruh pada keterbukaan mereka terhadap perubahan dari luar padahal Desa Cibatok Satu merupakan desa yang sering menerima masukan-masukan dari luar. Misalnya masuknya bibit baru, pupuk, obat-obatan serta penyuluhan. Hal ini terbukti dari rendahnya minat para petani untuk ikut serta dalam kelompok tani di Desa Cibatok Satu. Para petani lebih cenderung untuk menggunakan cara-cara yang efektif menurut pemikiran mereka tanpa mau menerima masukan dari luar. Kelompok tani dibentuk hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan bantuan dana yang setelah itu hilang setelah dananya mengucur. Istilah biasa yang digunakan untuk pembentukan kelompok tani ini dikenal dengan nama tukcing22. Menurut pihak desa, mereka sudah menfasilitasi terbentuknya kelompok tani dan mengaktifkan kelompok tani yang ada tetapi partisipasi masyarakat sangat kurang.

Saat ini ada kelompok tani di Desa Cibatok Satu yang kembali mulai aktif adalah Nusa Jati, Nusa Jaya, Silih Asih dan Silih Asuh. Salah satu usaha pemerintah desa untuk mengaktifkan kembali kelompok tani adalah menfasilitasi warga untuk membuat proposal pengajuan dana perbaikan bendungan yang merupakan kebutuhan petani sendiri. Usaha ini tidak berhasil karena untuk mengumpulkan petani saja tidak berhasil padahal proposalnya sudah dibuat oleh pihak desa. Para petani hanya diminta untuk membuat kepanitiaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Pak Bhr sebagi tokoh masyarakat atau orang yang dituakan di Desa Cibatok Satu.

”Disini orangnya pada malas-malas mungkin karena tingkat pendidikan mereka yang rendah, kan waktu dulu ga boleh sekolah. Tapi mereka ga mau terbuka dengan sesuatu yang baru padahal untuk

keuntungan mereka sendiri. Coba neng, waktu itu kan ada pembentukan panitian pembuatan bendungan, proposal udah di buat mereka tinggal buat kepanitian saja tapi tidak ada yang mau. Padahal dulu yang minta membuat perbaikan bendungan itu mereka juga, aneh memang. kasian pihak desanya” (Pak Bhr)

Tidak ikut sertanya beberapa golongan petani pada kelompok tani di Desa Cibatok Satu ini juga dipengaruhi kondisi politik di desa ini. Petani yang ikut serta dalam kelompok tani disamping karena keinginan sendiri juga mereka yang pro pada kepemimpinan lurah sekarang. Sebaliknya petani yang tidak ikut serta umumnya bukan pendukung lurah. Alasan lain para petani banyak yang tidak ikut serta adalah tidak tepatnya waktu jika diadakannya pertemuan kelompok tani. Pertemuan kelompok tani sering diadakan pada siang hari. Waktu siang hari merupakan waktu untuk mencari nafkah bagi para petani. Petani akan kehilangan satu hari kerja, apabila meninggalkannya. Sementara hasil dari rapat tidak akan langsung didapatkan dalam bentuk uang. Makanya petani memilih untuk bekerja daripada ikut serta dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh pihak desa.

”Ah neng pihak desa kalo mau ngadain pertemuan pasti siang hari. kita kan yang buruh gini kerja, kalo ga keja kan ga dapat duit. Trus kalo di desa Cuma duduk-duduk aja, ngapain neng ga da duitnya. trus kalo dapat bantuan ntar susah balikinnya malas ah mending ga ikut sekalian”(Pak Adn)

Modernisasi lain, yaitu masuknya bibit, pupuk dan obat-obat kepada petani tidak diterima begitu saja, petani mau menggunakan apabila telah melihat kelebihan langsung produk tersebut. Para petani tersebut lebih percaya kepada apa yang dikatakan oleh petani lain yang berhasil dalam pengolahan pertanian dibandingkan para penyuluh. Para penyuluh dalam mata petani bukanlah orang yang benar-benar mengetahui tentang pertanian. Para penyuluh dianggap petani sebagai orang-orang yang hanya mengetahui mengenai teoritis saja tapi tidak

pernah praktek sendiri. Jadi akurasi perkataan menurut petani tidak penting yang terpenting adalah bukti dari perkataan. Para petani kadang kala banyak yang ingin menguji para penyuluh yang datang.

Dokumen terkait