• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah Pengaduan ke Komnas Perempuan sepanjang 2016 CATAHU 2017

LEMBAGA TUJUAN

Surat Rekomendasi Komnas Perempuan

Respon Komnas Perempuan atas kasus-kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan adalah dengan mendokumentasikan dan merujuk korban ke lembaga mitra di tempat tinggal/domisili korban sesuai dengan kebutuhan korban. Selain itu Komnas Perempuan juga mengeluarkan surat rekomendasi yang berisi masukan, pertimbangan, pendapat mengenai kasus bersangkutan dan rekomendasi sebagai lembaga HAM Nasional untuk penyelesaian kasusnya terutama proses hukum yang sedang dijalani korban dalam memenuhi hak korban. Surat ini ditujukan untuk mendorong penanganan kasus yang menimpa korban ke berbagai tingkatan aparat penegak hukum, kementerian, maupun institusi terkait.

Sepanjang tahun 2016 Komnas Perempuan mengeluarkan 46 surat rekomendasi. Tabel 2 memperlihatkan lembaga-lembaga yang mendapatkan surat rekomendasi Komnas Perempuan dan sejumlah tanggapan dari berbagai pihak atas surat rekomendasi Komnas Perempuan.

Tabel 2. Lembaga Tujuan Surat Masukan dan Pertimbangan KP

LEMBAGA TUJUAN Jumlah Surat Masukan dan Pertimbangan Mendapat Tanggapan Kepolisian 25 7 Kejaksaan 1 - Pengadilan Negeri 6 - Mahkamah Agung RI 2 - DPR RI 1 - TNI 1 - Pemerintah Daerah 2 1 Lembaga Negara 1 -

Kementrian Hukum dan HAM 1 1

Kementrian Dalam Negeri 1 -

Kementrian Desa 1 1

Kementrian Perhubungan 1 1

Kementrian Pendidikan 1 -

Lembaga Pendidikan 2 1

TOTAL 46 12

Sama seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2016 ini, surat rekomendasi Komnas Perempuan terbanyak ditujukan kepada pihak Kepolisian. Hal ini dikarenakan banyak korban yang mengalami kesulitan dalam proses hukum di tingkat penyidikan sebagai garda terdepan. Sementara institusi kepolisian yang paling banyak menerima surat masukan dan pertimbangan Komnas Perempuan adalah institusi Kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Daerah Metro Jaya yakni sebanyak 9 surat, Bareskrim Mabes Polri dan Kepolisian Daerah Jawa Timur masing-masing 3 surat, Kepolisian

49 Daerah Jawa Barat dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau masing-masing sebanyak 2 surat, Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, Kepolisian Daerah Banten, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Kepolisian Daerah Maluku, dan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat masing-masing sebanyak 1 surat.

Banyaknya surat yang ditujukan kepada pihak Kepolisian menjadikan tanggapan yang berasal dari pihak Kepolisian juga merupakan yang terbanyak yakni sebanyak 7 surat. Selain itu Kepolisian merupakan salah satu pihak yang telah membangun mekanisme klarifikasi dan informasi penanganan perkara yang baik dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Menanggapi surat Komnas Perempuan, Kepolisian biasanya mengirimkan SP2HP ini atau mengundang Komnas Perempuan untuk melakukan mediasi atau pertemuan membahas kasus yang ditangani.

Terkait efektivitas surat masukan dan pertimbangan Komnas Perempuan, di akhir tahun 2016, Divisi Pemantauan melakukan evaluasi untuk mengetahui dampak surat ini bagi korban. Sebagian besar korban mengapresiasi surat ini dan berpendapat bahwa surat rekomendasi cukup membantu mereka dalam menghadapi kasus khususnya pada saat proses hukum berlangsung. Apalagi bila didukung pula oleh kehadiran pihak Komnas Perempuan sebagai (saksi) ahli menjelaskan masukan dan pertimbangannya. Namun ada pula beberapa korban yang mengatakan surat Komnas Perempuan tidak banyak membantu karena pada akhirnya kasusnya tidak dilanjutkan, menggantung, terhambat, dan lain sebagainya sebagai dampak surat rekomendasi tidak direspon oleh institusi yang bersangkutan. Mencermati perkembangan respon beberapa kantor kepolisian dan institusi lainnya telah menindaklanjuti dan mengikuti surat rekomendasi Komnas Perempuan maka Komnas Perempuan tengah berupaya meningkatkan responnya terhadap pengaduan korban dengan memenuhi surat rekomendasi yang diharapkan pengadu. Salah satu tantangannya kurangnya ketersediaan sumber daya yang didukung negara dalam memenuhi hak respon atas pengaduan korban. Oleh karenanya dari 92 permintaan surat rekomendasi baru 46 surat yang dapat dikeluarkan Komnas Perempuan. Dari 46 surat tersebut yang mendapat tanggapan dari pihak yang dikirimi surat rekomendasi hanya 30 persen. Hal tersebut menunjukkan minimnya perhatian para pihak untuk menguatkan kerjasama dengan Komnas Perempuan dan komitmen dalam pemenuhan hak korban.

50

FEMISIDA (FEMICIDE)

Pembunuhan Sadis Pada Perempuan

Definisi femicide atau femisida sangat beragam, namun garis besar pengertian femisida adalah penghilangan nyawa perempuan atau anak perempuan karena dia perempuan atau karena kekerasan berbasis gender. Perempuan sengaja menjadi sasaran penghilangan nyawa yang disebabkan oleh kebencian, penaklukan, penikmatan, kepemilikan, penghinaan ketersinggungan, karena seksisme. Femicide juga sering disebut sexist killing atau pembunuhan karena misoginis. Femicide adalah puncak dari KtP (kekerasan terhadap perempuan) yang berakhir pada hilangnya nyawa perempuan namun minim dikenali dalam system hukum pidana sehingga minim pendataan secara statisktik. Komnas mencatat bahwa femicide juga minim terlaporkan ke Komnas Perempuan ataupun lembaga layanan, karena dianggap korbannya sudah meninggal, padahal hak asasi seseorang atas martabat, hak kebenaran, dan sebagainya, tidak berhenti dengan hilangnya nyawa. Kasus femicide cenderung hanya dianggap kriminalitas biasa yang ditangani polisi, yang lebih fokus untuk mencari pelaku, minim analisa GBV (gender based violence atau kekerasan berbasis gender), dan tidak ada diskusi tentang pemulihan korban serta keluarganya. Femicide perlu dipertanyakan, karena bisa jadi tidak dijalankannya fungsi perlindungan korban saat terancam nyawanya, termasuk dalam konteks PKDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Femicide terjadi karena kuatnya kuasa patriarkhi, dan pelaku adalah orang-orang dekat.

Pola-pola femicide yang dapat Komnas Perempuan analisa dari data terlaporkan langsung, tertulis, media dan mitra, menunjukkan bahwa femicide disebabkan oleh kekerasan seksual dengan atau berakhir pembunuhan, ketersinggungan maskulinitas seksual laki-laki, kecemburuan, kawin siri yang tidak ingin terbongkar, menghindar tanggungjawab karena menghamili, prostitusi terselubung yang minim pantauan, kekerasan dalam pacaran. Pelaku adalah orang-orang yang dikenal, orang dekat, baik pacar, kawan kencan, suami, pelanggan, dll. Pola femicide-nya juga sadis dan tidak masuk akal, korban dimasukkan dalam koper, dibuang bawah tol, di kost atau hotel dengan kondisi jenazah dihukum secara seksual, dibunuh dalam keadaan hamil, dibuang ke lumpur, jurang dll. Kasus femicide diantaranya pembunuhan YY perkosaan berkelompok, kisah korban yang diperkosa dengan cangkul, pembunuhan dan kekerasan seksual kepada F anak 9 tahun di Kalideres, Pembunuhan korban yang dibuang dalam kardus di bawah tol, pembunuhan (mutilasi) ibu hamil di Tangerang karena relasi personal janji nikah (eksploitasi seksual), dan pembunuhan remaja di Deli Serdang dengan dimasuki botol racun ke dalam vaginanya.

Komnas Perempuan sedang mendalami femicide ini, untuk mendorong sistem pencegahan, perlindungan dan penanganannya. Pelapor khusus PBB untuk VAW, Dubracka Simonovic, pada tahun 2015, telah menyerukan kepada dunia agar setiap negara membuat femicide watch atau gender related killing of women watch, dan meminta agar data-data tersebut harus diumumkan setiap tanggal 25 November pada hari anti kekerasan terhadap perempuan.

51