• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profesi Korban dan Pelaku Ranah Komunitas CATAHU 2017

Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah yang menjadi tanggung jawab negara datang dari pendokumentasian lembaga pengada layanan di Jakarta. 304 orang adalah kasus penggusuran di Jakarta tepatnya di Cakung, Cilincing. 1 kasus lagi datang dari Jawa Tengah konflik sumberdaya alam antara Perhutani dengan petani. Elaborasi data kekerasan negara akan lebih dalam di bahas pada bagian pengaduan langsung ke Komnas Perempuan.

IRT Tdk bekerja karyawan swasta PNS Guru Tokoh Agama DPR/DPRD TNI/Polri Wirausaha Pelajar Petani Lainnya Tidak Teridentifikasi

Profesi Korban dan Pelaku Ranah Komunitas CATAHU 2017

Pelaku Korban

34

Kekerasan terhadap Komunitas Minoritas Seksual, Perempuan dengan Disabilitas dan Perempuan Rentan Diskriminasi (HIV/AIDS)

Sejak 7 tahun yang lalu, formulir pendataan CATAHU dilengkapi dengan satu lembar isian untuk mendata korban kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual dan pada tahun 2016 Komnas Perempuan melengkapi formulir pendataan dengan data kekerasan yang dialami pada perempuan dengan disabilitas dan perempuan rentan diskriminasi (HIV/AIDS).

Kekerasan terhadap Komunitas Minoritas Seksual

Pada tahun 2016 ada 26 kasus yang didokumentasikan oleh pengada layanan yang mengirimkan formulir pendataan kembali ke Komnas Perempuan. Jenis kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual dapat dilihat dalam tabel berikut

Nama lembaga Minoritas Seksual Jenis kasus yang dilaporkan

Jumlah

kasus Jenis kekerasan dan ranah

PN Baturaja Pembunuhan

Orientasi Seksual 1 Kekerasan Fisik (Pembunuhan), ranah Komunitas YLBI LBH Banda

Aceh Kekerasan, intimidasi, diskriminasi 1

LBH Pers Pemberitaan tidak berimbang dan

menyudutkan 2

Diskriminasi dan kekerasan verbal

Elspa Palangkaraya kekerasan terhadap

perempuan 1 Pemukulan

Yayasan Savy Amira

Sahabat Perempuan Kekerasan dari pasangan 1 Disekap tidak boleh keluar dari rumah, tidak diberi nafkah lahir LBH APIK Jakarta Pemaksaan orientasi

seksual 1 Pemaksaan pulang ke rumah Yayasan Pulih

Minoritas seksual 1 Sulit menyesuaikan diri Yayasan Pulih Minoritas seksual 1 Kekerasan psikis Yayasan Pulih Minoritas seksual 1 Insomnia

Ardhanary Institute Kekerasan fisik berbasis SOGIEB dr komunitas

1 Dilempari bungkus rokok karena penampilannya dianggap menyerupai waria

35 Ardhanary Institute Kekerasan psikis berbasis SOGIEB dr

keluarga 3

Diusir dari rumah, dikatakan akan menjadi penyebab orang tua masuk neraka, dimarahi saat akan menemui pasangannya, terus menerus disuruh banyak membaca kitab suci setelah pelaku

mengetahui bahwa korban adalah transgender

Ardhanary Institute Kekerasan psikis berbasis SOGIEB dr komunitas

2 Digosipkan orientasi seksualnya, dibully karena penampilannya dianggap berbeda

Ardhanary Institute Kekerasan seksual berbasis SOGIEB dari komunitas

3

Di out kan sebagai lesbian di tempat kerja, ditanya laki - laki atau perempuan, dianggap tidak " normal " dan " sakit "

Ardhanary Institute Diskriminasi berbasis SOGIEB dr komunitas

3

Dilarang bergaul dengan anak pelaku ( orang tua teman korban ) karena korban dicurigai lesbian, dijauhi oleh salah seorang teman kuliah korban setelah come out sebagai transgender kesulitan mendapat pekerjaan dan mendapat perlakuan berbeda dr atasan di tempat kerja

Bentuk kekerasan yang dialami komunitas minoritas seksual terwujud dalam berbagai bentuk mulai dari intimidasi dan ancaman oleh keluarga, penyebaran status HIV, kebingungan orientasi diri sehingga mengalami gangguan insomnia. Menjadi gosip dan bully di kantor karena penampilan fisik yang tidak memenuhi standar heteronormativitas dan dikucilkan dari pergaulan. Dari 26 kasus tersebut bentuk kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebanyak 7 kasus. Rata-rata bentuk kekerasan seksual berbasis SOGIEB dilakukan untuk mengubah orientasi seksual baik dari keluarga maupun komunitas (seperti paksaan menikah, perkosaan dan pemaksaan busana) agar korban “sadar” dan tidak menjadi lesbian. Kekerasan fisik dalam bentuk pemukulan satu kasus. Serta diskriminasi sebanyak 4 kasus. Ada 1 kasus interseks yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan, NR perempuan 21 tahun berpenampilan maskulin mengadukan diri-nya mengalami kekerasan di ranah publik dan ranah personal karena identitas seks dan identitas gendernya. Korban mendefinisikan dirinya sebagai perempuan sehingga memilih mengadukan kasus-nya ke Komnas Perempuan. Sampai saat ini korban belum mengetahui identitas seksualnya secara medik. Diskriminasi dan pengucilan datang dari keluarga ibu-nya yaitu kakak Ibunya, jika korban berkunjung ditempat kakak ibunya dia dilarang bertemu orang-orang karena keluarga besar malu dengan identitasnya. Korban mencari sendiri identitas seksualnya dengan cara browsing di internet. Korban merasa kesulitan mendapatkan informasi tentang interseks padahal itu sangat dibutuhkan untuk mengetahui tubuhnya. Kasus lain yang diterima Komnas Perempuan adalah pengaduan sekelompok mahasiswa dan alumni mereka yang menamakan diri Support Group and Resource Center On Sexuality Studies (SGRC) yang melakukan kajian dan diskusi dalam berbagai masalah seksual, termasuk lesbian, gay, biseksual dan transgender mereka dituding menggunakan nama dan lambang UI tanpa izin dan bukan bagian resmi almamater jaket kuning tersebut.

36 Melihat kasus-kasus yang dialami komunitas minoritas seksual di atas Komnas Perempuan mlihat bahwa pemahaman secara parsial dan ketidakhendakan mendengar persoalan mendorong adanya stigma, dan mendorong adanya diskriminasi hingga kekerasan dan pencerabutan hak dasar kelompok minoritas seksual. Pernyataan pejabat publik yang bersikap tidak adil dan mudah menstigma warga negara atas dasar apapun, juga memicu kekerasan dan diskriminasi yang terjadi pada kelompok minoritas seksual. Berkaitan dengan kasus SGRC seharusnya dunia akademik merawat tradisi akademik untuk mengkaji, meneliti dan mendiskusikan isu-isu penting dengan terbuka tanpa ketakutan, karena pengetahuan yang utuh tentang keberagaman akan meminimalisir prasangka dan kekerasan karena dari sisi konstitusi, seluruh warga negara Indonesia dijamin hak-haknya oleh konstitusi. Konstitusi/UUD 1945 khususnya pasal 28 tentang hak asasi manusia menjamin terpenuhinya hak asasi seluruh warga negara dengan latar belakang apapun. Orientasi seksual dan identitas gender apapun seharusnya tidak menjadi kendala dalam hal pemenuhan hak asasi manusia dan akses keadilan.

Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas

Pada tahun 2014 Komnas Perempuan melengkapi formulir pendataan mengenai kekerasan yang dialami perempuan dengan disabilitas. Dalam catahu Komnas Perempuan 2016 lembaga mitra/pengada layanan mendokumentasikan sebanyak 61 kasus perempuan dengan disabilitas yang mengalami kekerasan yang ditangani lembaga-lembaga tersebut. Data dapat di amati dalam tabel berikut: Nama Lembaga Jenis Kasus perempuan dengan disabilitas yang dilaporkan Jumlah Kasus Jenis Disabilitas

Jenis Kekerasan dan Ranah Kekerasan

PN Sengkang,

Sulsel Pencabulan 1 Tuna wicara kekerasan seksual, KDRT RP lain PN Boyolali

Jateng Perkosaan oleh tetangga 1 Mental retardasi kuat Kekerasan seksual, Komunitas PN Martapura,

Kalsel Perkosaan oleh tetangga 1 Tuna rungu kekerasan seksual, komunitas PN Batang, Jateng Perkosaan oleh orang lain 1 Keterbelakangan mental Kekerasan Seksual, Komunitas

PN Palangka

Raya,Kalteng Perkosaan oleh tetangga 1 Kekerasan seksual, Komunitas PN Muara Teweh , Kalteng Perkosaan 1 Disabilitas Intelektual Kekerasan seksual, Komunitas PN Magetan, Jawa

Timur Perkosaan 1 Tuna Grahita

Kekerasan seksual, Komunitas

37 PN Magetan, Jawa

Timur Pencabulan 1 Tuna Grahita Kekerasan seksual, Komunitas RPTC Dinsos

Jawa Tengah Perkosaan 1 Mental Kekerasan seksual – Komunitas LRC-Kjham

Semarang

Kekerasan seksual oleh

kenalan 1 Retradasi mental Perkosaan

LRC-Kjham Semarang

Kekerasan seksual oleh

anak pimpinan 1 Retradasi mental Perkosaan

WCC Cahaya Perempuan

Bengkulu pencabulan 1 Tuna Graita Kekerasan Seksual Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Kekerasan fisik dalam rumah tangga

1 Disabilitas daksa Pemukulan

Himpunan Wanita Disabilitas

Indonesia

Kekerasan dalam rumah

tangga 1 Disabilitas rungu Pemukulan dan Penelantaran Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Pelecehan seksual terhadap anak oleh penjaga sekolah

1 Disabilitas rungu Pencabulan

Himpunan Wanita Disabilitas

Indonesia

Perkosaan oleh

tetangga 1 Tidak diketahui Perkosaan WCC Mawar

Balqis, Cirebon Perkosaan oleh tetangga 2 Tuna wicara Perkosaan WCC Jombang,

Jatim Perkosaan 1 Slow Leaner Perkosaan WCC Jombang, Jatim Traficking 1 IQ dibawah rata – rata Pemaksaan persetubuhan dg tujuan komersil Spek - Ham Solo Kekerasan seksual 1 Bisu, tuli Perkosaan

38 WCC Nurani Perempuan, Padang Perkosaan oleh orang yg baru

dikenal 1 Tuna Rungu Perkosaan WCC Nurani

Perempuan,

Padang Perkosaan 1 Tuna Grahita Perkosaan WCC Nurani Perempuan, Padang Perkossaan 1 ABK ( Anak Berkebutuhan Khusus ) Perkosaan Aliansi Perempuan Merangin, Jambi

Tipudaya 1 Cacat fisik Seksual Gembala Baik -

Batam Perkosaan 1 Cacat bawaan tangan dan kaki Perkosaan Hapsari , Sumut Perkosaan oleh tetangga 1 Tunawicara Perkosaan Yayasan Sanggar

Suara Perempuan Soe, Ntt

Perbudakan

seksual 1 Keterbelakangan mental Pencabulan Yayasan Sanggar

Suara Perempuan

Soe, Ntt Incest 1

Keterbelakangan

mental Ekslpoitasi seksual LBH Apik Jakarta Perkosaan 1 Disabilitas mental Perkosaan

LPP Bone, Sulsel Pemerkosaan oleh tetangga 1 Tuna wicara Perkosaan

LPP Bone, Sulsel Percobaan Perkosaan 1 Tuna Netra Percobaan Perkosaan LBH Apik

Makassar Perkosaan 1 Tuna Rungu Perkosaan Yayasan Srikandi

Sibela, Jakarta Perkosaan 1 Keterbelakangan mental Perkosaan Pesada Ahmo,

Sumut Perkosaan 1 Tuna wicara Pencabulan LBH Apik Aceh Perkosaan 1 Tuna rungu Perkosaan Yayasan Embun

Pelangi, Batam Perkosaan 1

Tuna daksa dan

tuna grahita Perkosaan WCC Rifka

Annisa, Diy Perkosaan 1 Tuna daksa dan Hydrocepalus Perkosaan WCC Rifka

Annisa, Diy Perkosaan 1 Retardasi mental Perkosaan WCC Rifka

Annisa, Diy Perkosaan 1

Tuna rungu, Tuna wicara,

39 WCC Rifka

Annisa, Diy Kekerasan Dalam Pacaran 1 Tuna rungu, Tuna wicara Pemukulan WCC Rifka

Annisa, Diy

Kekerasan

terhadap istri 1 Tuna netra Pemukulan dan caci maki WCC Rifka

Annisa, Diy Perkosaan 1 Tuna grahita Pelecehan seksual Spek Ham Solo Kekerasan

seksual 1 Bisu , tuli Perkosaan Spek Ham Solo Kekerasan seksua; 1 degradasi mental Perkosaan Balai Syura Aceh Perkosaan 1 Cacat Mental Perkosaan P2TP2A Prov.

Jambi 1 1 Tuna Rungu Perkosaan

P2TP2A Prov.

Jambi 1 1 Tuna Rungu Pencabulan

P2TP2A Prov.

Jambi 1 1 Down Syndrome Pencabulan

P2TP2A Prov.

Jambi 1 1 Tuna Grahita Perkosaan

PPT Kab. Gresik Kekerasan Seksual 2 Rentadasi Mental Perkosaan PPT Arum Dalu

Kab. Bantul Kekerasan Seksual 1 Daksa Pencabulan PPT Arum Dalu

Kab. Bantul Kekerasan Seksual 1 Grahita Pencabulan PPT Arum Dalu

Kab. Bantul Kekerasan Seksual 1 Grahita Pencabulan PPT Arum Dalu

Kab. Bantul Kekerasan Fisik 1 Daksa Pemukulan PPT Kab. Tanah

Laut, Kalsel Pelecehan Seksual 1 TT Pelecehan Seksual PPT Kab. Tanah

Laut, Kalsel Pelecehan Seksual 1 TT Pelecehan Seksual Polres Madiun

Kota Persetubuhan terhadap anak 1 TT Seksual Polres Tasikmalaya Perkosaan 1 Tuna wicara Seksual

Total 61

Dalam tabel di atas kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas, jumlah terbesar dialami perempuan tuna grahita 28 kasus, tuna rungu dan wicara 4 kasus, tuna daksa 6 kasus, tuna daksa plus grahita 1 kasus, tuna netra 2 kasus, tuna rungu 8 kasus, tuna wicara 7 kasus, dan tidak

40 teridentifikasi sebanyak 5 kasus. Tabel tersebut menunjukan pula kekerasan terhadap perempuan disabilitas banyak terjadi di ranah komunitas dalam bentuk kekerasan seksual. Bentuk kasus yang banyak terjadi adalah pencabulan 12 kasus, perkosaan 40 kasus, pelecehan seksual 2 kasus, pemukulan 5 kasus, percobaan perkosaan 1 kasus dan trafiking untuk tujuan seksual sebanyak 1 kasus.

Kenaikan data kasus yang diterima Komnas Perempuan pada 2016, karena di tahun ini lembaga layanan yang khusus menangani perempuan dengan disabilitas (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) terlibat dan mengembalikan formulir data Komnas Perempuan, lembaga-lembaga layanan lain juga mulai mengenali serta mendokumentasikan kasus-kasus perempuan dengan disabilitas sehingga bisa menyumbangkan data bagi catahu Komnas Perempuan tahun ini. Hal ini mengindikasikan perluasan lembaga layanan dalam penanganan kasus perempuan dengan disabilitas. Masih seperti tahun-tahun sebelumnya kasus-kasus perempuan dengan disabilitas menurut catatan lembaga layanan mengalami hambatan pada proses pembuktian sepertinya kurangnya alat bukti, keterangan korban yang berubah-ubah dan kesulitan komunikasi dengan korban. Banyaknya kasus kekerasan seksual yang mencapai 93% (57 dari 61 kasus) adalah dimensi khas kekerasan terhadap perempuan dengan disabilitas, pelaku memanfaatkan celah disabilitas korban untuk melakukan kekerasan dengan harapan bisa lolos dari kejahatan yang mereka lakukan karena minimnya pembuktian. Yang menjadi masalah lanjutan adalah jika korban perempuan dengan disabilitas hamil dan memiliki anak karena kekerasan seksual yang mereka alami,kondisi ini memerlukan perhatian khusus dan skema pemulihan yang lebih komperhensif. Selayaknya hukum memberikan akses yang sama kepada perempuan disabilitas - terlepas dari keterbatasan yang mereka miliki - untuk mendekatkan mereka terhadap akses keadilan.

WHRD

Nama lembaga Jenis kasus WHRD yang dilaporkan Jumlah kasus Jenis Kekerasan dan Ranah YAYASAN SAVY

AMIRA Surabaya & SAHABAT PEREMPUAN, Magelang Kekerasan terhadap pendamping korban 3 Pengancaman, teror lewat telepon, dikuntit, ditemui di kalayak ramai

Dalam formulir pendataan Komnas Perempuan terdapat data dari lembaga mitra terkait kekerasan yang dialami perempuan pembela HAM (women human’s rights defender - WHRD). Kasus yang dialami pendamping seringkali datang karena proses pendampingan kepada korban, sehingga pelaku (misal suami/keluarga suami) melakukan ancaman dan teror kepada pendamping. Status sebagai WHRD dengan aktifismenya dianggap sebagai perempuan yang ter-stigma sebagai perempuan yang “melawan” budaya patriarki, adat, agama. Dengan demikian WHRD adalah salah satu kelompok rentan kekerasan yang perlu mendapatkan perlindungan.

41

PENGADUAN LANGSUNG KE KOMNAS PEREMPUAN

Setiap tahun Catahu selalu mencatat data pengaduan langsung ke Komnas Perempuan terpisah dengan data yang dikumpulkan dari lembaga layanan sebagai cara melihat untuk membandingkan antara layanan yang diberikan oleh lembaga layanan dengan hambatan yang diadukan ke UPR Komnas Perempuan. Selain itu juga, memastikan tidak terjadi penghitungan ganda, karena pengaduan yang masuk dapat saja berasal dari korban/pendamping korban yang adalah lembaga layanan atau setiap pengaduan yang masuk dapat dirujuk ke lembaga layanan sesuai dengan kebutuhan korban.

Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan diproses melalui dua mekanisme pengaduan di bawah koordinasi Sub Komisi Pemantauan dan ditindaklanjuti berdasarkan kebutuhan dan permintaan korban, yaitu:

1. Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR), yang didirikan sejak tahun 2005 untuk menerima pengaduan korban/pendamping korban yang datang langsung maupun melalui telepon. 2. Pengaduan korban/pendamping korban lewat surat (pos, fax, email, dan facebook) ditujukan

langsung ke Divisi Pemantauan.

Untuk kedua saluran pengaduan ini, Komnas Perempuan membangun mekanisme dukungan dan rekomendasi bagi kasus KTP yang bersifat politis seperti: pelaku adalah pejabat publik/tokoh masyarakat, korbannya massal, dan/atau kasus yang sedang menjadi perhatian nasional/internasional, dan menemui kesulitan dalam proses penyelesaian perkara serta membutuhkan dukungan dan rekomendasi Komnas Perempuan terutama dalam proses hukum.

Untuk tahun 2016 Komnas Perempuan menerima pengaduan sebanyak 1.353 kasus. Sejumlah 1.022 melalui UPR (datang langsung dan telepon) sebanyak 1.022 kasus, dan melalui Divisi Pemantauan (surat, email, dan jejaring sosial) sebanyak 331 kasus. Berikut rinciannya :

Dari tabel diatas ada sejumlah kasus yang tidak ditindaklanjuti sejumlah 261 kasus karena bukan kekerasan berbasis gender (tidak GBV) yakni sebanyak 151 kasus. Ada pula kasus yang pengadunya hanya minta atau memberi informasi/klarifikasi yakni sebanyak 110 kasus. Banyaknya kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan, namun tidak berbasis gender atau hanya minta atau memberi informasi/klarifikasi terkait kekerasan terhadap perempuan menunjukkan makin besarnya harapan masyarakat terhadap Komnas Perempuan untuk dapat menyelesaikan kasus yang dihadapinya dan semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami

KDRT/RP Komunitas Negara Tidak Berbasis Gender

Informasi/Klar ifikasi

Melalui UPR 729 84 9 116 84

Melalui Divisi Pemantauan 174 75 21 35 26

Jumlah 903 159 30 151 110

Jumlah Pengaduan ke Komnas Perempuan sepanjang 2016