• Tidak ada hasil yang ditemukan

Licensing Perbankan

Dalam dokumen Booklet Perbankan Indonesia 2016 (Halaman 43-49)

PENGATURAN DAN PENGAWASAN

E- Licensing Perbankan

Salah satu rencana strategis OJK tahun 2015 adalah pemberian layanan perizinan yang prima kepada stakeholder yang menginginkan proses perizinan yang cepat dan berkualitas handal. Dalam rangka mendukung pemberian layanan perizinan yang prima tersebut, telah dikembangkan aplikasi perizinan online (e-licensing) perbankan. Aplikasi e-licensing perbankan adalah aplikasi yang memberikan layanan informasi status terkini atas pengajuan perizinan yang telah disampaikan kepada OJK serta informasi ketentuan proses dan persyaratan dokumen perizinan. Persyaratan dokumen tersebut akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan kebutuhan dari OJK.

Aplikasi e-licensing perbankan memiliki manfaat bagi user internal dan eksternal (stakeholder), antara lain sebagai berikut: 1. Mempermudah proses perizinan serta mengurangi

frekuensi korespondensi untuk memenuhi kelengkapan persyaratan;

2. Membantu pihak internal untuk melakukan monitoring terhadap setiap tahapan perizinan;

3. Mewujudkan transparansi proses perizinan bagi eksternal; dan

4. Mempermudah penyampaian update informasi terkait perizinan perbankan.

Aplikasi e-licensing perbankan dapat diakses melalui website OJK (www.ojk.go.id).

2. Sistem Informasi Manajemen Pengawasan BPR Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan BPR, OJK telah mengimplementasikan sistem informasi sebagai berikut:

a. Sistem pelaporan on-line, yang memungkinkan BPR untuk menyampaikan laporan berkala secara on-line kepada OJK melalui BI untuk meningkatkan efektivitas pelaporan serta efisiensi. Saat ini BPR menyampaikan 4 jenis laporan berkala secara on-line yaitu: Laporan Bulanan, Laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), Laporan Sistem Informasi Debitur (SID) dan Laporan Keuangan Publikasi BPR; b. Sistem pengolahan data, yang dikembangkan

sehingga meminimalisasi human error dan inkonsistensi data. Data laporan berkala BPR yang diterima OJK melalui sistem pelaporan kemudian diolah untuk kepentingan pengawasan maupun statistik sebagai bahan pendukung kebijakan pengembangan industri BPR.

Selanjutnya sebagai upaya peningkatan kualitas pengawasan BPR, pengembangan sistem informasi BPR mengarah pada sistem pengawasan yang lebih terfokus dalam arti pengawasan secara off-site maupun on-off-site kepada kondisi yang dihadapi BPR. Penerapan Early Warning System (EWS) BPR dilakukan untuk menunjang pemantauan kondisi BPR secara off-site, melengkapi penilaian TKS yang dilakukan secara berkala. Hasil analisa EWS dimaksud antara lain digunakan dalam penentuan ruang lingkup dan fokus pemeriksaan yang akan dilakukan sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan secara on-site. Selain itu pengembangan Enterprise Data Warehouse (EDW) BPR diharapkan menjadi salah satu sarana yang efektif untuk memantau dan menyajikan informasi dan kondisi BPR secara keseluruhan sebagai bahan penentuan kebijakan yang akan diambil dalam rangka pengawasan dan pengembangan industri BPR.

3. Sistem Informasi Debitur

Sistem Informasi Debitur (SID) adalah sistem yang menyediakan informasi debitur, baik perorangan maupun badan usaha, yang dikembangkan salah satunya untuk mendukung tugas pengawasan perbankan, serta untuk menunjang kegiatan operasional Industri Keuangan Non Bank (IKNB), khususnya yang terkait dengan pengelolaan manajemen risiko. Informasi yang dihimpun dalam SID mencakup data pokok debitur, pengurus dan pemilik badan usaha, informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima debitur (kredit, kredit kelolaan, surat berharga, irrevocable L/C, garansi bank, penyertaan, dan/atau tagihan lainnya), agunan, penjamin dan laporan keuangan debitur.

Pembangunan SID OJK

Otoritas Jasa Keuangan, maka sejak 31 Desember 2013 pengaturan dan pengawasan terhadap Sistem Informasi Debitur (SID) serta pelaksanaan sistem pertukaran informasi antar lembaga keuangan merupakan tugas dan kewenangan OJK. Dalam rangka melaksanakan tugas OJK serta mempertimbangkan perkembangan kebutuhan bisnis, perkembangan teknologi, dan perubahan regulasi, maka OJK memandang perlu untuk membangun SID yang handal dan terintegrasi serta mengikuti best practice internasional.

OJK akan menerapkan konsep dual system sehingga nantinya di Indonesia akan ada Public Credit Registry (PCR) yang dikelola oleh OJK dan beberapa Private Credit Bureau (PCB) yang dikelola oleh swasta. Konsep ini akan mensinergikan peran OJK sebagai otoritas untuk mengumpulkan data dari LJK dengan kekuatan swasta dalam berinovasi untuk menghasilkan beragam produk dan layanan informasi yang dibutuhkan oleh LJK. Adapun konsep dual system SID OJK adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2: Kerangka Dual System SID OJK

Dari sisi PCR, saat ini OJK sedang membangun Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang merupakan sistem yang akan menggantikan SID yang saat ini dikelola oleh BI. SLIK bermanfaat untuk mendukung tugas-tugas OJK dan membantu masyarakat serta pelaku SJK dalam pengambilan keputusan pembiayaan dan investasi.  Pembangunan SLIK  ditandai dengan

penandatanganan perjanjian kerjasama oleh OJK dengan pihak konsultan pengembang pada tanggal  17 November 2015. Ke depan SLIK akan dikembangkan lebih lanjut untuk dapat mendukung pembiayaan dan investasi di pasar modal dan industri keuangan non-bank, serta intelijen pasar (market intelligence).

Dalam rangka mewujudkan SID yang handal dan dapat memenuhi kebutuhan industri jasa keuangan, SID OJK akan memperluas jumlah pelapor dan cakupan data SID dengan mengikutsertakan seluruh LJK yang terdiri dari bank umum, BPR/ BPRS, dan IKNB. Roadmap penghimpunan data SID-OJK tampak seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3.3: Roadmap penghimpunan data SID-OJK

Dari sisi PCB, PCB di Indonesia dikenal sebagai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) yang diatur dalam PBI Nomor 15/1/PBI/2013 tentang LPIP dan SE BI Nomor 15/49/DPKL tanggal 5 Desember 2013 perihal LPIP. LPIP adalah lembaga atau badan yang menghimpun dan mengolah data kredit dan data lainnya untuk menghasilkan informasi perkreditan yang bernilai tambah seperti credit profile dan credit scoring, customer monitor, credit alerts, dan SME grading. Dalam rangka memperluas dan memperkaya cakupan data kredit dan data lainnya, LPIP dapat melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan dan non lembaga keuangan. Pada tahun 2015, OJK telah menerbitkan 2 (dua) izin usaha kepada LPIP yaitu PT Kredit Biro Indonesia Jaya dan PT PEFINDO Biro Kredit. E. Investigasi Perbankan

Bank memiliki kerentanan terhadap peluang-peluang terjadinya penyimpangan ketentuan perbankan (PKP) yang diduga fraud dimana pada

akhirnya dapat mengganggu operasional dan menimbulkan risiko reputasi bagi bank. PKP yang diduga fraud tersebut dapat dilakukan baik oleh anggota dewan komisaris, direksi, pemegang saham, pegawai bank, pihak terafiliasi dengan bank, atau pihak-pihak lainnya.

PKP yang diduga fraud dapat terjadi pada Bank Umum, Bank Umum Syariah, Bank Perkreditan Rakyat atau Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dengan penyimpangan ketentuan perbankan terkait :

1. Perizinan, antara lain penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari OJK;

2. Rahasia bank, antara lain:

a. Memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan terkait nasabah penyimpan dan simpanannya tanpa adanya perintah tertulis dari atau izin dari OJK.

b. Dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib untuk dipenuhi untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana.

3. Pengawasan bank, antara lain kewajiban bank untuk menyampaikan kepada OJK keterangan dan penjelasan mengenai usahanya dan kewajiban untuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas, kewajiban untuk memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan, dan kewajiban penyampaian laporan neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan yang telah diaudit.

4. Kegiatan usaha bank, antara lain:

a. Pencatatan palsu, menghilangkan atau tidak melakukan pencatatan dalam pembukuan, serta mengaburkan, mengubah, menyembunyikan, menghapus,

pembukuan.

b. Meminta atau menerima, menyetujui atau mengizinkan untuk menerima suatu imbalan untuk keuntungan pribadi dalam melakukan kegiatan operasional bank. c. Pemberian Kredit, antara lain kredit fiktif

atau topengan, mark up nilai taksasi agunan, rekayasa laporan keuangan debitur, dan pemberian kredit yang melanggar prinsip kehati-hatian.

d. Pendanaan, antara lain melakukan rekayasa pencatatan setoran, penarikan dana nasabah tanpa izin, penyalagunaan dana milik pemerintah, dan pemberian special rate pada pejabat negara secara pribadi. e. Window dressing, yaitu rekayasa pada

laporan keuangan bank, sehingga menyajikan gambaran keuangan bank yang lebih baik dari fakta sebenarnya. 5. Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak

melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank. 6. Pemegang saham yang dengan sengaja

menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank. PKP yang diduga fraud tersebut terjadi karena terdapat ketidaksesuaian antara kegiatan operasional di bank dengan yang diatur dalam UU Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 dan UU Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Sejalan dengan tugas pokok yang telah dilaksanakan oleh OJK dalam rangka mengatur dan mengawasi bank, OJK dapat menemukan

informasi penyimpangan ketentuan perbankan yang diduga fraud dari hasil pengawasan bank dan/atau menerima informasi penyimpangan ketentuan perbankan yang diduga fraud yang berasal dari pihak lain. Temuan penyimpangan ketentuan perbankan yang diduga fraud tersebut dalam hal diperlukan penanganan lebih lanjut dengan investigasi, maka akan dilakukan investigasi terhadap PKP yang merupakan fraud, yang dilakukan oleh pihak terafiliasi dengan bank dan/atau pihak lain yang menjadikan bank sebagai sasaran dan/atau sarana.

Sesuai dengan UU yang yang mengamanatkan kepada OJK kewenangan untuk melakukan penyidikan di SJK, maka hasil investigasi akan dilimpahkan kepada satuan kerja yang melakukan tugas penyidikan di OJK.

Dalam dokumen Booklet Perbankan Indonesia 2016 (Halaman 43-49)