• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendirian Bank

Dalam dokumen Booklet Perbankan Indonesia 2016 (Halaman 121-125)

PERKEMBANGAN DAN ARAH KEBIJAKAN

B. Ketentuan BI yang masih berlaku

1. Pendirian Bank

Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin OJK.

a. BU

Modal disetor paling kurang sebesar Rp3 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

1) WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau

2) WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing (WNA) dan/ atau badan hukum asing secara kemitraan. b. BUS

Modal disetor paling kurang sebesar Rp1 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

1) WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau

2) WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan WNA dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.

c. BPR

Modal disetor paling kurang sebesar: 1) Zona 1 sebesar Rp14 miliar; 2) Zona 2 sebesar Rp8 miliar; 3) Zona 3 sebesar Rp6 miliar; dan 4) Zona 4 sebesar Rp4 miliar.

Hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh: 1) WNI;

2) Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;

3) Pemerintah Daerah; atau

4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka 1), 2) dan 3).

d. BPRS

Modal disetor paling kurang sebesar:

1) Rp2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta Raya dan Kabupaten/ Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi; 2) Rp1 miliar untuk BPRS yang didirikan di

wilayah ibukota provinsi di luar wilayah sebagaimana disebut dalam angka 1); 3) Rp500 juta untuk BPRS yang didirikan di

luar wilayah angka 1) dan 2).

BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh :

1) WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;

2) Pemerintah Daerah; atau

3) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2).

e. Pembukaan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) Pembukaan KCBA dapat dilakukan apabila bank yang akan membuka KC:

1) Memiliki peringkat dan reputasi baik; 2) Memiliki total aset yang termasuk dalam

200 besar dunia; dan

3) Menempatkan dana usaha dalam valuta rupiah atau dalam valuta asing dengan nilai paling kurang setara dengan Rp3 triliun. f. Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Asing

Pembukaan Kantor Perwakilan Bank Asing dapat dilakukan apabila bank yang akan membuka Kantor Perwakilan memiliki total aset yang termasuk dalam 300 besar dunia. Kantor Perwakilan hanya diperkenankan melakukan kegiatan antara lain:

1) Memberikan keterangan kepada pihak ketiga mengenai syarat dan tata cara dalam melakukan hubungan dengan KP/ KC di luar negeri;

2) Membantu KP atau KC diluar negeri dalam mengawasi agunan kredit yang berada di Indonesia;

3) Bertindak sebagai pemegang kuasa dalam menghubungi instansi/lembaga guna

keperluan KP atau KC banknya di luar negeri;

4) Bertindak sebagai pengawas terhadap proyek-proyek yang sebagian atau seluruhnya dibiayai oleh KP atau KC di luar negeri;

5) Melakukan kegiatan promosi dalam rangka memperkenalkan bank;

6) Memberikan informasi mengenai perdagangan, ekonomi dan keuangan Indonesia kepada pihak luar negeri atau sebaliknya; dan

7) Membantu para eksportir Indonesia guna memperoleh akses pasar di luar negeri melalui jaringan internasional yang dimiliki Kantor Perwakilan atau sebaliknya. 2. Kepemilikan Bank

Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BU/BUS dan BPR/BPRS dilarang berasal:

a. Dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di Indonesia; dan/atau

b. Dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundring);

Khusus untuk BPR sumber dana dapat berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Pihak-pihak yang dapat menjadi pemilik bank wajib memenuhi syarat:

a. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan Tindak Pidana tertentu dalam waktu 20 tahun terakhir sebelum dicalonkan;

b. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi BU; dan peraturan perbankan syariah bagi BUS;

c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat (bagi BU); dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap

pengembangan bank syariah yang sehat dan tangguh;

d. Tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus FPT (bagi BU); dan

e. Memiliki komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan tertentu, bagi calon Dewan Komisaris atau calon anggota Direksi yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam FPT dan telah menjalani sanksi yang ditetapkan oleh OJK.

Perubahan pemilik bank tunduk kepada tata cara perubahan pemilik bank yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Kepemilikan Tunggal pada Perbankan di

Indonesia

Pokok kebijakan kepemilikan tunggal adalah bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi PSP pada 1 BU di Indonesia. Dalam hal suatu pihak telah menjadi PSP pada lebih dari 1 bank atau melakukan pembelian saham bank lain sehingga yang bersangkutan menjadi PSP pada lebih dari 1 bank, maka yang bersangkutan wajib memenuhi ketentuan Kepemilikan Tunggal. Pemenuhan kewajiban ketentuan Kepemilikan Tunggal dilakukan dengan cara:

a. Merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya;

b. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan; atau

c. Membentuk fungsi holding.

Kebijakan kepemilikan tunggal dikecualikan bagi: a. PSP pada 2 bank yang masing-masing

melakukan kegiatan usaha dengan prinsip berbeda, yakni secara konvensional dan berdasarkan Prinsip Syariah; dan

b. PSP pada 2 bank yang salah satunya merupakan bank campuran (joint venture bank).

Bagi PSP yang memilih opsi merger/konsolidasi untuk memenuhi struktur kepemilikan sesuai ketentuan ini maka akan memperoleh insentif berupa:

a. Pelonggaran sementara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM);

b. Perpanjangan waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK);

c. Kemudahan pembukaan kantor cabang; dan/ atau

d. Pelonggaran sementara penerapan GCG. Bentuk badan hukum perusahaan induk di bidang perbankan adalah Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan di Indonesia dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Fungsi holding hanya dapat dilakukan oleh PSP berupa bank yang berbadan hukum Indonesia atau Instansi Pemerintah Republik Indonesia.

Perusahaan induk di bidang perbankan dan fungsi holding wajib memberikan arah strategis dan mengkonsolidasikan laporan keuangan bank-bank yang menjadi anak perusahaannya. Sesuai ketentuan FPT, bagi PSP yang berbentuk badan hukum, pengertian PSP adalah sampai dengan pemilik dan pengendali terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders). Sejalan dengan itu, pengertian mengenai telah melakukan pengendalian baik secara langsung maupun tidak langsung juga mengacu kepada ketentuan FPT.

Dalam dokumen Booklet Perbankan Indonesia 2016 (Halaman 121-125)