• Tidak ada hasil yang ditemukan

Target dan Relisasi Retribusi IMB Kota Serang Tahun 2010-2014

6) Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Metter dan Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Secara makro, perekonomian Kota Serang terus bertumbuh dalam lima tahun terakhir, dan pertumbuhan ini akan terus berlanjut mengingat kecenderungan perekonomian Kota Serang yang diperkirakan akan makin bekrmbang dengan makin meningkatnya sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa. Perkembangan perekonomian Kota Serang secara eksplisit dapat tercermin dari nilai total PDRB Kota Serang yang meningkat dalam lima tahun terakhir, seperti yang dijelaskan dalam grafik 4.2 berikut ini.

Sumber: Diolah dari data Bappeda Kota Serang, 2014

Meningkatnya PDRB atas dasar harga berlaku dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengindikasi iklim perekonomian Kota Serang yang kian kondusif, yang berimplikasi pada PDRB yang tumbuh rata-rata sebesar 12,76% selama kurun waktu lima tahun tersebut. Seperti yang dikemukakan sebelumnya pertumbuhan PDRB didominasi oleh sektor bangunan /konstruksi yang memberikan kontribusi ke tiga setelah sektor jasa-jasa (25,27%), perdagangan, hotel dan restoran (23,38%), dan bangunan/konstruksi (21,11). Secara langsung hal tersbut mengindikasi bahwa perkembangan pembangunan/konstruksi di Kota Serang sangat berpengaruh pada pertumbuhan produktivitas Kota Serang dengan kiat pesatnya bisnis properti dan perumahan di seluruh wilayah kecamatan di Kota Serang yang secara langsusng membawa peningkatan jumlah realisasi pemohon IMB yang bertambah, sehingga sektor IMB menjadi

1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000 2009 2010 2011 2012 2013 Grafik 4.2

Perkembangan PDRB Kota Serang Tahun 2009-2013 (Dalam Jutaan Rupiah)

perizinan dengan realisasi paling besar diantara ke tiga jenis perizinan yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang.

Sementara bila ditinjau dari kondisi sosial masyarakat Kota Serang, khususnya dari tingkat pendidikannya, penduduk Kota Serang sebagian besar tamat sekolah dasar (34,80%), diikuti oleh penduduk yang belum/tidak bersekolah (22,57%) serta penduduk berpendidikan SMA/sederajat (21,81%). Gambaran tersebut dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9

Kondisi Sosial Penduduk Kota Serang Menurut Tingkat Pendidikan yang ditamatkan Tahun 2013

PENDIDIKAN JUMLAH % Tdk/Blm Sekolah 113.884 19,31 Belum Tamat SD 19.247 3,26 Tamat SD 205.191 34,8 SLTP 84.800 14,38 SLTA 128.584 21,81 D-I/II 3.449 0,58 DIII 7.963 1,35 DIV/S1 24.298 4,12 S2 2.090 0,35 S3 115 0,02

Sumber; Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 2014

Kondisi sosial Kota Serang menurut pendidikan, biasanya baik langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi pada pola pikir masyarakat, terkait dengan pengaruhnya pada pelaksanaan kebijakan IMB di Kota Serang diterangkan oleh Kepala Bidang Penegakkan Peraturan Peraturan Daerah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang bahwa:

“Kenyataannya setelah kami pantau, ya IMB itu hanya untuk orang-orang yang punya finansial yang lebih tinggi saja barangkali yang mengurus perizinan tersebut, seperti yang kita ketahui mayoritas masyarakat pemilik rumah tinggal khususnya di pedesaan itu kan pengetahuan tentang mengurus IMB itu masih minim, ini mungkin dipengaruhi oleh faktor sosial masyarakat, oleh karenanya yang mengurus IMB biasanya seperti seseorang yang mempunya ruko atau usaha yang skala besar, untuk masyarakat biasa mayoritas membangun dulu gampanglah izin

belakangan.” (Wawancara dengan Bapak H. Raden Kuncahyo, 08

Maret 2015, Pukul 13.23 WIB, di Kantor Satpol PP Kota Serang). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor sosial masyarakat secara langsusng maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat seperti halnya dalam kesadarannya menbngurus IMB khususnya untuk rumah tinggal, mayoritas masyarakat lebih memilih untuk terlebih dahulu membangun bangunan daripada untuk mengurus perizinannya. Selain itu, seperti yang telah dikemukakan pada hasil wawancara sebelumnya bahwa mayoritas masyarakat mengurus perizinan begitu ada keperluan, keperluan tersebut seperti mengajukan pinjaman ke bank dan sebagainya. Pola pikir yang terbangun tentu akan menyulitkan pemerintah dalam membangun kesadaran masyarakat

terhadap kewajibannya mengurus IMB di masing-masing wilayah Kota Serang.

4.2.4 Pembahasan

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah merupakan produk kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Kota Serang dalam melegitimasi penyelenggaraan pemungutan retribusi, termasuk salah satunya adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus penelitian, dimana berdasarkan model pendekatan Top Down yang dirumuskan oleh Meter dan Horn disebut dengan A model of The Policy Implementation. Ada enam variabel, menurut Meter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut (Agustino, 2006:141-144), yaitu: mengenai ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya; karakteristik agen pelaksana, sikap/kecendrungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana, dan yang terakhir yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Berikut ini peneliti akan membahas lebih lanjut terkait analisis hasil penelitian.

Pertama, ukuran dan tujuan kebijakan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, untuk itu melalui Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah, Pemerintah Kota Serang berupaya untuk meningkatkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya dari sektor

retribusi daerah termasuk yang paling potensial adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Dalam penyelenggaraan retribusi IMB, sesuai dengan Keputusan Walikota Serang Nomor 502/Kep.47-Org./2010 maka Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal diberikan kewenangan dalam menyelenggarakan pelayanan perizinan secara satu pintu oleh pemerintah Kota Serang. Terhitung sejak Agustus 2011, hanya 3 (tiga) perizinan yang dikenakan retribusi daerah, hal ini disebabkan telah diberlakukannya Peraturan Daerah No. 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah di Kota Serang sebagaimana amanat dari Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut, bahwa perizinan yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang hanya ada 3 (tiga) perizinan yang dikenakan retribusi, diantaranya: Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Gangguan (HO), Izin Pemakaian Tanah Milik Negara dan Utilitas Sarana Prasarana Kekayaan Daerah. Dari ke tiga jenis retribusi tersebut seperti yang dijalaskan dalam bab sebelumnya, secara umum realisasi dari ketiga jenis perizinan tersebut telah mencapai estimasi yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Serang, kecuali Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Akan tetapi secara umum, realisasi IMB yang dikelola oleh BPTPM Kota Serang terbilang cukup baik sehingga apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah khususnya retribusi IMB jika dilihat dari jumlah realisasi atau pemasukan untuk kas daerah Kota Serang sudah terpenuhi. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang telah

dipaparkan sebelumnya, bahwa di tahun 2012 & 2013 terjadi peningkatan hasil capaian IMB dengan presentase 93,6 % di tahun 2013 dan 99,8% di tahun 2014 dari target yang telah ditentukan oleh pemerintah Kota Serang. Meskipun di tahun 2015 tejadi penurunan dengan hasil capaian sebesar 82,7% dari target yang telah ditentukan, akan tetapi meskipun realisasi perizinan IMB cukup fluktuatif, secara umum hasil capaian tersebut telah sesuai dengan harapan pemerintah Kota Serang.

Akan tetapi, disisi lain jika ditinjau dari kepemilikan IMB bagi masyarakat khususnya pemiliki rumah tinggal, mayoritas masyarakat belum sepenuhnya memiliki IMB, hal ini selain karena kesadaran masyarakat yang minim terhadap kewajibannya mengurus IMB juga dipengaruhi oleh jumlah Sumber Daya Manusia atau personil bagi masing-masing SKPD khususnya BPTPM sebagai leading sector penyelenggara perizinan di Kota Serang. Untuk itu, seiring perkembangan pembangunan yang sangat pesat khususnya pembangunan rumah tinggal maka, selain BPTPM pemerintah Kota Serang akhirnya berinisiatif mengesahkan Peraturan Walikota Serang Nomor 42 Tahun 2014 yang secara langsung mengizinkan pihak kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang dalam menyelenggarakan perizinan, seperti IMB dengan ketentuan bangunan yang dimaksud adalah rumah tinggal yang luasnya tidak lebih dari 150 M² dengan luas lahan 250 M². Implikasi yang diharapkan dari disahkannya Perwal ini adalah peningkatan retribusi IMB khususnya bagi pemilik rumah tinggal di masing-masing wilayah kecamatan dengan menghadirkan pelayanan yang lebih dekat serta meningkatkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya mengurus IMB yang ditekankan kepada masyarakat pemilik rumah tinggal di Kota Serang.

Kedua, sumber daya yang terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan sumber daya waktu. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) bagi masing-masing stakeholder kebijakan IMB di Kota Serang secara umum masih belum memadai dari segi kuantitas maupun kualitas di beberapa SKPD yang berkaitan dengan kegiatan perizinan khususnya IMB, karena di BPTPM sebagai leading sektor pelaksana IMB hanya memiliki 1 (satu) orang tenaga lapangan, dan masing-masing kecamatan sebagai pelaksana Perwal rata-rata masih membutuhkan minimal satu orang lulusan sarjana teknis sipil untuk menghitung besaran retribusi yang dikenakan untuk meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi dalam perhitungan besaran retribusi. Serta pihak DPKD sebagai penerima setoran retribusi masih membutuhkan tenaga tambahan sebagai pembantu bendahara, karena selama ini seluruh jenis retribusi dan lain-lain dititikberatkan pada satu orang bendahara. Sehingga secara umum dapat diketahui bahwa kondisi SDM dalam melaksanakan kebijakan IMB masih belum optimal.

Terkait Sumber Daya Finansial, merujuk pada laporan keuangan BPTPM bahwa anggaran untuk kegiatannya dalam menjalankan perizinan di Kota Serang sebesar Rp. 1.156.479.692,00. Anggaran tersebut berasal dari APBD Kota Serang. Berdasarkan hasil wawancara pada dimensi ini sumber daya finansial memang mencukupi meskipun masih dirasa terbatas terutama untuk kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang kewajibannya mengurus

perizinan diantaranya Izin Mendirikan Bangunan. Sementara itu, terkait sumber daya waktu, jika dilihat dari kebijakan Pemerintah Kota Serang Selatan sendiri, tidak ada target waktu yang jelas mengenai Kebijakan IMB agar merata untuk seluruh masyrakat Kota Serang. Karena, memang pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengurus IMB di Kota Serang masih sangat rendah.

Ketiga, karekteristik agen pelaksana. Dalam pelaksanaan kebijakan IMB, Pemerintah Kota Serang belum memberlakukan sanksi secara tegas seperti yang tertuang dalam Perda Kota Serang Nomor 5 Tahun 2009 tentang IMB bahwa untuk bangunan yang belum memiliki IMB akan dikenakan sanksi berupa surat teguran sebanyak 3 (tiga) kali, dan apabila sanksi tersebut tidak diindahkan maka akan diberlakukan sanksi lanjutan berupa penyegelan atau pengsosongan sampai peniadaan bangunan yang tidak memiliki IMB.

Belum tegasnya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah disebabkan karena mayoritas masyarakat yang masih didominasi masyarakat pedesaan hampir sebagian besar masih belum memiliki IMB, sehingga Pemerintah Kota Serang sulit dalam memberikan sanksi terutama bagi pemilik rumah tinggal karena masyarajat berasusmsu bahwa masyarakat disekitar rumah tinggalnya pun masih belum memiliki IMB. Selain itu, jumlah personil khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) yang dalam hal ini bertindak sebagai penegak perda masih mengeluhkan kendala jumlah aparatur yang masih minim serta perilaku masyarakat yang tidak kooperatif pada satpol PP sehingga dalam

pembinaan dan penegakkan perda khususnya menyikapi bangunan yang belum memiliki IMB masih belum optimal.

Selama ini memang Pemerintah Kota Serang belum dapat memberlakukan sanksi secara tegas kepada bangunan khususnya rumah tinggal dengan beberapa alasan yang telah dikemukakan. Akan tetapi, untuk bangunan/usaha yang membawa dampak negatif bagi lingkungan pemerintah Kota Serang mengambil tindakan tegas dengan melakukan penyegelan bangunan/tempat usaha tersebut seperti yang dipaparkan dalam hasil wawancara dengan pihak Satpol PP Kota Serang.

Dengan demikian, karakteristik agen pelaksana kebijakan IMB di Kota Serang sebenarnya dipengaruhi oleh kondisi internal masing-masing agen pelaksana, juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat Kota Serang yang diharapkan kooperatif atau mau bekerja sama dengan pemerintah Kota Serang dalam rangka mengendalikan pembangunan pemukiman serta untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang dalam membiayai kegiatan pembangunan Kota Serang.

Keempat, Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana. Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Maka dalam penelitian ini, sikap yang ditampilkan adalah sikap penerimaan dari berbagai pihak yang terkait dengan Kebijakan IMB baik dari SKPD maupun stakeholder lain yang meskipun dalam pelaksanaan Kebijakan IMB di Kota Serang. Sikap penerimaan oleh BPTPM sebagai leading sektor

yang berwenang dalam menyelenggarakan perizinan khususnya IMB ditunjukan dengan secara aktif memberikan pelayanan dan secara aktif menyetorkan hasil retribusi IMB kepada pihak DPKD sebagai pengelola kas daerah Kota Serang. Selain itu, BPTPM secara aktif melakukan pengawasan pembangunan pemukiman serta penindakan pada bangunan yang membawa dampak negatif bagi lingkungan dengan memberikan surat teguran pada bangunan/tempat usaha yang belum melengkapi perizinan.

Selain BPTPM sebagai leading sector kebijakan IMB di Kota Serang,

sikap penerimaan juga ditunjukkan oleh Satuap Polisi Pamong Praja Kota Serang sebagai pihak yang menegakkan peraturan daerah. Sikap tersebut dilakukan dengan cara pemberian pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang beberapa kewajiban yang harus dipenuhi masyarakat yang notabene kewajiban tersebut adalah membawa manfaat bagi masyarakat seperti kewaijiban mengurus IMB bagi pemilik rumah tinggal/ruko. Selain itu, pihak Satpol PP juga sudah melakukan penyegelan atas dasar surat perintah Walikota Serang dalam menindaklanjuti bangunan/tempat usaha yang belum memiliki perizinan dan membawa dampak negatif bagi lingkungan.

Lain hal dengan BPTPM dan Satpol PP Kota Serang, pihak Kecamatan di masing-masing wilayah Kota Serang belum sepenuhnya bersikap menerima kewenangan dalam menyelenggarakan perizinan khususnya IMB di masing-masing kecamatan sebagaimana yang diatur dalam Perwal Kota Serang Nomor 42 Tahun 2014 tentang pelimpahan kewenangan sebagian kewenangan Walikota Serang kepada kecamatan. Kewenangan tersebut adalah meliputi

kewenangan dalam menyelenggarakan IMB untuk rumah tinggal yang luasnya 150 M² dan lahan 250 M² dengan harapan dapat meningkatkan realisasi penerimaan IMB di masing-masing wilayah kecamatan Kota Serang.

Sikap tidak/belum menerima atau menjalankan perizinan IMB karena belum adanya konfirmasi dan sosialisasi dari pihak BPTPM Kota Serang, karena mayoritas masyarakat beranggapan bahwa IMB rumah tinggal/ruko hanya dapat diurus di BPTPM Kota Serang. Disamping itu, belum adanya kesiapan tenaga lapangan dalam menjalankan perizinan, sehingga masing-masing kecamatan perlu disediakan minimal satu orang orang tenaga lapangan dengan kualifikasi yang menyesuaikan dengan tugasnya dalam menghitung besaran retribusi IMB agar tidak terjadi kesalahan baik secara teknis maupun non teknis. Akan tetapi disamping itu untuk kondisi sarana dan prasarana masing-masing kecamatan sudah menyiapkan kendaraan operasional dalam menunjang penyelenggaraan perizinan dimasing-masing wilayah kecamatan Kota Serang.

Kelima, yaitu komunikasi antarorganisasi dan aktivitas pelaksana. Koordinasi juga sangat dibutuhkan agar Kebijakan Pengembangan KLA dapat berjalan, ini semua agar tidak ada tumpang tindih tugas dari masing-masing stakeholder sehingga tugas pokok dan fungsi dari tiap pihak yang terkait harus sudah memahami. Untuk mencapai koordinasi yang baik, pihak BPTPM sebagai leading sector berupaya melakukan rapat koordinasi dengan beberapa stakeholder membahas tentang perencanaan pembangunan pemukiman atau perumahan dengan luas kurang dari atau diatas 1 hektar dengan

mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan bagi lingkungan disekitarnya.

Selain itu, koordinasi dengan pihak DPKD sebagai penerima setoran cukup baik, terbukti bahwa untuk retribusi IMB dan HO, BPTPM rutin menyetorkan per tri/tiga bulan dengan timbal baliknya yaitu berupa intensif sebesar 5% dari total retribusi apabila retribusi mencapai target. Selain dengan pihak DPKD Kota Serang, BPTPM juga selalu berkoordinasi dengan pihak Satpol PP dalam mengawasi kegiatan pembangunan yang belum memiliki izin terlebih terhadap bangunan atau tempat usaha yang menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.

Selain bentuk Koordinasi dengan beberapa stakeholder yang telah disebutkan, pihak BPTPM juga sudah melakukan sosialisasi di tahun 2012 dan 2013 tentang kewajiban masyarakat mengurus IMB dan perizinan lainnya kepada masing-masing kecamatan dengan disebarkannya surat edaran kepada masing-masing kepala seksi ekonomi pembangunan di masing-masing kecamatan. Hanya saja, terkait perwal memang BPTPM belum mensosialisasikan/konfirmasi kepada masing-masing kecamatan, sehingga pihak kecamatan ragu dan belum siap untuk menjalankan Perwal terkait kewenangannya dalam menjalankan perizinan termasuk IMB.

Keenam, yaitu lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Jika dilihat dari dari lingkungan ekonomi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah khususnya retribusi IMB secara umum sudah kondusif. Akan tetapi jika dilihat dari kondisi sosial

masyarakat yang merujuk pada tingkat pendidikan memang terbilang masih relatif rendah sehingga Pemerintah Kota Serang masih begitu sulit dalam memberikan pemahaman tentang kewajiban memiliki IMB yang mayoritas masyarakat lebih memilih untuk membangun bangunan dan mengenyampingkan kewajibannya dalam mengurus IMB.

Di lain sisi, pemerintah Kota Serang juga belum dapat sepenuhnya memberlakukan sanksi yang tertuang dalam kebijakan IMB karena selain kesadaran masyarakat yang masih rendah, juga dipengaruhi oleh keterbatasan personil dalam mengawasi, dan menertibkan bangunan atau usaha yang belum memiliki perizinan khususnya IMB. Sehingga untuk memaksimalkan realisasi penerimaan IMB di Kota Serang, dibutuhkan dukungan para partisipan kebijakan seperti elit politik, stakeholder yang terlibat dan sikap kooperatif masyarakat untuk mendukung kesuksesan dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Serang khususnya yang berasal dari retribusi IMB.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011 tentang retribusi daerah, khususnya retribusi IMB Kota Serang secara umum sudah berjalan dengan baik. Hal ini terbuksi dengan penerimaan retribusi IMB yang cukup optimal, meskipun dalam beberapa tahun terakhir penerimaan IMB belum sepenuhnya memenuhi estimasi yang ditargetkan pemerintah Kota Serang karena ada beberapa hal yang harus lebih diperhatikan untuk diperbaiki.

Tabel 4.10

Dimensi 1 Hasil

Ukuran dan Tujuan Kebijakan Baik

No. Temuan Lapangan Kategori

1. Kejelasan ukuran

Kebijakan IMB Kota Serang.

Kebijakan IMB sendiri

merupakan keharusan yang ada di sebuah daerah/masyarakat. Untuk kebijakan juga sudah ada di Kota Serang, aturannya sudah tertuang dalam Perda nomor 13 tahun 2011 yang mengatur besaran biaya retribusi IMB.

Baik 2. Kejelasan Tujuan Perda Kota Serang Nomor 13 Tahun 2011

Pemerintah Kota Serang melalui Perda Nomor 13 tahun 2011 berupaya meningkatkan penerimaan retribusi daerah sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Baik

3.. Hasil Capaian Retribusi IMB

Jika dibanding retribusi perizinan yang lain, IMB memiliki capaian cukup bagus, meskipun beberapa tahun belakangan tidak mencapai target. Tahun 2014 jumlah penerimaan realisasi IMB sebesar Rp. 1,58 Milyar, sehingga belum mampu memenuhi estimasi yang ditetapkan sebesar Rp. 1,9 Milyar. Cukup Baik 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil realisasi penerimaan IMB

- Untuk daerah-daerah yang letaknya jauh dari BPTPM seperti Kecamatan Kasemen, Curug mayoritas tidak mengurus IMB karena jauh, sehingga enggan untuk mengurusnya. - Kesadaran Masyarakat masih

kurang dalam mengurus IMB.

Kurang Baik

3. Ukuran dan keberhasilan Kebijakan IMB

- Adanya komitmen dan kesungguhan bagi pelaksana kebijakan

- Adanya komitmen pemimpin daerah dalam pembangunan

daerah.

- Adanya kesediaan masyarakat untuk mengurus IMB

Dimensi 2 Hasil

Sumber Daya Kurang

Baik

No. Temuan Lapangan Kategori

1. Kondisi sumber daya manusia BPTPM sebagai

leading sector

kebijakan IMB

BPTPM hanya memiliki 1 orang tenaga survei lapangan untuk IMB, tidak sesuai dengan tingkat perkembangunan pembangunan pemukiman dan tempat usaha di 6 kecamatan yang semakin pesat.

Kurang Baik 2. Kondisi sumber daya manusia masing-masing kecamatan

Beberapa Kepala Seksi Ekonomi pembangunan (Kasi Ekbang) di beberapa kecamatan, belum memiliki tenaga lapangan. Sehingga untuk kegiatan survei harus dilakukan oleh Kasi Ekbang itu sendiri. Kurangnya tenaga lapangan karena Badan Kepegawaian Daerah (BKD) belum menindaklanjuti

permohonan yang diajukan oleh pihak kecamatan.

Kurang baik

3. Kondisi sumber daya finansial

Sumber daya finansial memang mencukupi, meskipun masih dirasa terbatas, terutama untuk kegiatan sosialisasi.

Kurang baik

3. Kondisi sumber daya waktu

Secara jelas atau eksplisit, kebijakan IMB di Kota Serang belum ada target waktunya dalam RPJMD.

kurang baik

Dimensi 3 Hasil

Karakteristik Agen Pelaksana Kurang baik

No. Temuan Lapangan Kategori

1. Ketegasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP)

Satpol PP hanya memberikan teguran secara lisan dan tulisan (berupa surat himbauan). Akan tetapi belum sampai pada tindak

Kurang baik

dalam mengakkan Perda

lanjut berupa penyegelan/ pengosongan bangunan yang tidak ber-IMB. 2. Ketegasan pihak kecamatan dalam menyikapi bangunan tidak ber-IMB

Pihak kecamatan hanya

memberikan teguran secara lisan kepada masyarakat yang

terlanjur membangun agar mengurus IMB. akan tetapi belum sampai pada penyegelan.

Kurang baik

2. Agen pelaksana yang dilibatkan

Luas wilayah Kota Serang yang terdiri dari 6 kecamatan, serta dengan jumlah bangunan yang tumbuh pesat tidak sebanding dengan jumlah personil Satpol PP sebanyak 94 personil. Sehingga untuk penertiban bangunan tidak ber-IMB belum maksimal.

Kurang Baik

Dimensi 4 Hasil

Sikap/Kecenderungan (Disposition) Baik

No. Temuan Lapangan Kategori

1. Sikap BPTPM dalam

memberikan pelayanan

- Menurut beberapa informan sebagai pemohon IMB,

palayanan yang diberikan oleh BPTPM sudah memuaskan. Dengan beberapa pertimbangan, yaitu: alur pelayanan sederhana dan mudah dipahami, petugas