• Tidak ada hasil yang ditemukan

LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA

BAB 2 KONDISI UMUM

2.7 LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA

Hasil tinjauan paruh waktu RPJMN menunjukkan bahwa pembangunan prioritas nasional lingkungan hidup dan pengelolaan bencana secara umum memberi keyakinan sasaran RPJMN dapat tercapai, lihat Tabel 2.13. Secara lebih rinci, capaian hingga tahun 2013 dan perkiraan tahun 2013 diuraikan sebagai berikut.

Pada bidang Perubahan Iklim, hingga tahun 2012 telah dikembangkan upaya mitigasi dalam wujud penyusunan Rencana Aksi Nasional/Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN/RAD-GRK), dan upaya adaptasi perubahan iklim dalam wujud Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). RAN/RAD-GRK disusun sebagai wujud komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada tahun 2020 dengan upaya sendiri, yang kemudian akan dikembangkan menjadi 41 persen apabila ditambah bantuan internasional. RAN-GRK ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011, yang berisikan rencana aksi yang mencakup berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan target pembangunan nasional. Di samping itu, di tingkat daerah (provinsi) telah diluncurkan pula RAD-GRK pada bulan Desember 2012, dengan status telah disahkan 29 RAD-GRK dalam bentuk Peraturan Gubernur. Pada tahun 2013 ditargetkan untuk dapat memfinalkan baseline emisi dan upaya pelaksanaan

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 |

KONDISI UMUM

43

penurunan emisi di tingkat nasional/daerah, serta dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan RAN/RAD-GRK.

Dalam upaya adaptasi perubahan iklim, pada tahun 2012 telah disusun rancangan RAN-API, yang berisikan rencana aksi adaptasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan di Bidang Ketahanan Ekonomi (Sub-bidang Ketahanan Pangan dan Sub-bidang Kemandirian Energi), Bidang Ketahanan Sistem Kehidupan (Sub-bidang Kesehatan, Sub-Bidang Pemukiman, dan Sub-(Sub-bidang Infrastruktur), Bidang Ketahanan Ekosistem, Bidang Ketahanan Wilayah Khusus (Sub-bidang Perkotaan, dan Sub-Bidang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil), dan Bidang Pendukung. Diharapkan, rancangan RAN-API tersebut dapat difinalisasi pada kuartal pertama tahun 2013, dan dilanjutkan dengan implementasi di masing-masing sektor terkait.

Selanjutnya, berbagai upaya mitigasi perubahan iklim juga dilakukan di sektor kehutanan melalui kegiatan inti seperti pengurangan laju deforestasi serta rehabilitasi hutan dan lahan. Laju deforestasi pada tahun 2009-2011 mengalami penurunan dibandingkan dengan periode 2006-2009, yaitu dari rata-rata 0,83 juta hektar per tahun menjadi 0,45 juta hektar per tahun. Dengan potensi karbon 1 hektar setara 725 ton CO2e, maka pengurangan deforestasi ini diperkirakan telah menurunkan emisi sekitar 489 juta ton CO2e, setara dengan 72,8 persen dari target sebesar 87,6 persen dari total 767 juta ton CO2e pada tahun 2020 atau sekitar 672 juta ton CO2e.

Upaya mitigasi lainnya adalah melalui rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas yang tidak saja mengendalikan kerusakan lingkungan tetapi juga mendukung penurunan emisi. Dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan kritis pencapaian hingga tahun 2012 secara kumulatif telah mencapai 1.251.883 hektar. Upaya ini diperkuat dengan pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat melalui penetapan areal kerja pengelolaan hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan desa serta pembangunan hutan rakyat kemitraan. Dalam periode 2010-2012 telah dicapai sebesar 1.537.005 hektar penetapan HKm dan hutan desa, sementara hutan rakyat kemitraan untuk bahan baku industri pertukangan sebesar 158.421 hektar. Kegiatan rehabilitasi ini diperkuat dengan penyusunan Rencana Pengelolaan DAS terpadu (RPDAST) sebagai acuan berbagai pihak dalam memelihara serta meningkatkan daya dukung dan fungsi DAS. Hingga tahun 2012 telah disusun 95 unit RPDAST dari target pada tahun 2014 sebanyak 108 unit.

44

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014| KONDISI UMUM

TABEL 2.13

LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN BENCANA

No Indikator Satuan Status Awal (2009) Capaian 2010 2011 2012

1 Fasilitasi rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada DAS Prioritas

ha 703.045 229.217 742.364 1.251.883

2 Fasilitasi penetapan areal kerja pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa

ha 78.242 528.507 1.036.678 1.537.005

3 Fasilitasi pembangunan hutan rakyat kemitraan untuk bahan baku industri pertukangan

ha n.a 51.506 102.067 158.421

4 Penurunan jumlah hotspot di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi berkurang 20% per tahun dari rerata 2005-2009 Persenta se (%) 58.890 titik (rerata 2005-2009) 83,4 51,7 45,1

5 Rencana Pengelolaan DAS Terpadu (DAS) Unit n.a 22 58 95

6 Jumlah industri pertambangan, energi dan migas, agroindustri dan manufaktur yang dipantau dan diawasi (industri)

Industri 627 705 996 1.312

7 Persentase capaian Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Nasional (maksimal 100 persen) Persenta se (%) 59,8 61,1 60,3 (angka sementara) n.a

8 Kesinambungan sistem analisa data di bidang gempa bumi dan tsunami

Persenta se (%)

75 90 100 100

9 Persentase tingkat kemampuan pelayanan data dan informasi meteorologi publik dan cuaca ekstrim

Persenta se (%)

45 50 66,7 78,8

10 % pengguna informasi perubahan iklim dan kualitas udara (%)

Persenta se (%)

75 39 68 80

11 Terlaksananya pemenuhan kebutuhan logistik dan peralatan kebencanaan (Prov/Kota)

Lokasi 5 16 265 160

12 Terbentuknya satuan reaksi cepat/SRC-PB (Lokasi)

Lokasi 7 2 2 2

13 Terlaksananya koordinasi dan penanganan tanggap darurat di pusat dan daerah

lokasi - 58 40 137

Upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam juga dilakukan pada ekosistem wilayah pesisir dan laut. Sampai dengan tahun 2012, total luasan kawasan konservasi perairan adalah sebesar 15,8 jta ha. Dari total luasan tersebut, kawasan konservasi perairan yang dikelola secara efektif adalah seluas 3,2 juta. Selain itu, telah dilaksanakan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang pada 16 kabupaten/kota di 8 provinsi. Pada tahun 2013 luasan kawasan konservasi perairan yang terkelola diperkirakan semakin meningkat menjadi 3,6 juta ha.

Upaya pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Untuk itu pada

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 |

KONDISI UMUM

45

tahun 2012 telah dilaksanakan berbagai upaya, antara lain: (i) pemantauan dan pengawasan penaatan terhadap 1317 perusahaan, melalui mekanisme Program Peningkatan Kinerja Perusahaan (PROPER), (ii) pengelolaan sampah serta pemantauan tingkat pencemaran dan pengendalian kerusakan lingkungan hidup melalui pelaksanaan program Adipura, dimana sebanyak 125 kota meraih penghargaan dari 350 kota yang dipantau, dan sebanyak 14 Kota mengikuti program upaya pengurangan volume sampah skala kota (iii) pemantauan kualitas lingkungan (air, udara, tanah, kebisingan, deposisi asam, POP's, biologi) sebanyak 828 unit; (iv) evaluasi kualitas udara di 45 kota; (v) pengelolaan keanekaragaman hayati dan pengendalian kerusakan lingkungan melalui pengembangan Taman Kehati di 9 Kab/kota dan Program Menuju Indonesia Hijau di 200 Kabupaten; dan (vi) penyusunan kebijakan, peraturan dan pedoman serta rencana aksi pengelolaan danau prioritas, situ dan waduk (3 dokumen).

Selanjutnya dalam rangka pengendalian kebakaran hutan telah dilakukan berbagai upaya untuk mencapai target penurunan jumlah hotspot di Pulau Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi -20 persen per tahun dari rerata periode tahun 2005-2009. Data menunjukkan bahwa sampai dengan 31 Desember 2012 jumlah penurunan hotspot sebesar 45,1 persen dari rerata hotspot tahun 2005-2009.

Upaya pengendalian kerusakan hutan juga dilaksanakan melalui pengukuhan kawasan hutan yang memperjelas batas kawasan hutan, baik antar fungsi kawasan hutan maupun antara kawasan hutan dengan non hutan (areal penggunaan lain/APL). Pada akhir tahun 2012 telah dicapai penyelesaian tata batas sepanjang 25.851 km dan diperkirakan 43.000 km di tahun 2013 dari target 63.000 km di akhir masa RPJMN 2010-2014. Pengukuhan kawasan hutan diperkuat dengan penetapan kelembagaan yang beroperasi untuk mengelola kawasan hutan melalui pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). KPH bertujuan meningkatkan fungsi sosial, ekonomi dan lingkungan dari kawasan hutan. Pembentukan dan operasionalisasi KPH hingga saat ini telah mencapai 60 unit, diperkirakan tahun 2013 bertambah menjadi 90 unit dan akan terus ditingkatkan untuk mencapai target 120 unit pada tahun 2014.

Untuk operasionalisasi KPH dilakukan peningkatan sumber daya manusia, baik dari jumlah maupun kapasitas, melalui penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan kehutanan dan sertifikasi penyuluh kehutanan. Hingga tahun 2012 telah dicapai 1.195 siswa yang mengikuti pendidikan dan perkiraan tahun 2013 bertambah sebanyak 288 siswa. Sementara itu dalam hal penyuluhan pada tahun 2012 telah diterbitkan sertifikasi penyuluh bagi 565 orang dan diperkirakan menjadi 1.065 orang pada tahun 2013. Selanjutnya, dalam rangka pengendalian kerusakan sumberdaya kelautan telah dilakukan pengawasan kegiatan perikanan yang merusak (destructive fishing) dan pengawasan pencemaran perairan. Pada tahun 2012 uapya pengawasan sumberdaya kelautan difokuskan di empat Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPP 711 (Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan), WPP 712 (Laut Jawa), WPP 713 (Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores,

46

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014| KONDISI UMUM dan Laut Bali), dan WPP 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Laut Berau). Selain itu dilakukan penguatan fungsi kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas) pada 786 kelompok di 33 provinsi.

Hingga tahun 2012, sistem peringatan dini iklim dan cuaca telah mencapai hasil meningkatnya peringatan dini cuaca ekstrim mencapai 3 jam sebelum kejadian cuaca ekstrim melalui sistem Meteorological Early Warning System (MEWS), meningkatnya kecepatan peringatan dini tsunami mencapai lima menit setelah kejadian gempa melalui sistem Tsunami Early Warning System (TEWS), dan meningkatnya kecepatan peringatan dini iklim melalui Climate Early Warning System (CEWS). Adapun pengembangan instalasi yang mendukung untuk sistem MEWS, TEWS dan CEWS hingga tahun 2012 ini antara lain meliputi: (i) MEWS: pembangunan radar cuaca di 27 unit, Automatic Weather Observation System (AWOS) di 16 lokasi, Display C-Pub di 19 lokasi, dan Automatic Weather Station (AWS) di 182 lokasi; (ii) TEWS: instalasi seismic broadband di 163 lokasi, accelerograph di 247 lokasi, sirine di 33 lokasi dan seismic borehole di 2 lokasi; (iii) CEWS: pembangunan Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus (SMPK) di 21 lokasi, Automatic Agroclimate and Weather Station (AAWS) di 79 lokasi, Automatic Rain Gauge (ARG) di 51 lokasi, penyelenggaraan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) di 30 lokasi dan Global Atmospheric Watch (GAW) di 2 lokasi. Berdasarkan capaian tersebut, diharapkan capaian pada tahun 2013 dapat meningkat, sehingga peringatan dini cuaca ekstrim dapat disampaikan lebih dari 3 jam sebelum kejadian cuaca ekstrim melalui sistem MEWS, peringatan dini tsunami disampaikan kurang dari lima menit setelah kejadian gempa melalui sistem TEWS, dan peringatan dini iklim dapat lebih akurat melalui CEWS. Pada tahun 2012, pencapaian kegiatan yang terkait penanggulangan bencana, antara lain: (i) pemenuhan dan pendistribusian logistik dan peralatan penanggulangan bencana di 33 Provinsi dan 160 Kabupaten/Kota; (ii) kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana melaui peningkatan kapasitas dan penguatan kelembagaan penanggulangan bencana di 33 provinsi, penyusunan rencana kontingensi di 12 lokasi (mengenai bencana banjir, gempa bumi dan tsunami, kegagalan teknologi dan letusan gunung api), fasilitasi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana di 33 kabupaten/kota; peningkatan kapasitas Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRC-PB) melalui pemantapan teknis, gladi penanggulangan bencana dan gelar kesiapsiagaan SRC-PB di 2 lokasi wilayah barat dan timur; (iii) dukungan penanganan darurat pada 137 kejadian bencana, yang terdiri dari bencana banjir sebanyak 69 kejadian, angin puting beliung 26 kejadian, banjir dan longsor 21 kejadian, dan kekeringan 21 kejadian; dan (iv) pengembangan desa pesisir tahan bencana di 40 desa meliputi 16 kabupaten/kota. Sementara perkiraan pencapaian tahun 2013 antara lain adalah: (i) peningkatan kapasitas penanggulangan bencana, melalui pemenuhan dan pendistribusian logistik dan peralatan penanggulangan bencana di 200 kab/kota di 33 Provinsi; (ii) dukungan dan fasilitasi penyusunan rencana kontinjensi di 10 lokasi; (iii) pelaksanaan tanggap darurat yang efektif dan efisien di 150

Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2014 |

KONDISI UMUM

47

lokasi/kejadian pasca bencana; dan (iv) pengembangan desa pesisir tahan bencana di 66 desa meliputi 22 kabupaten/kota.

Terkait dengan pelaksanaan Direktif Presiden RI dalam rangka antisipasi ancaman gempa bumi dan tsunami, pada tahun 2013 ditargetkan akan dilakukan pembangunan shelter sebanyak 139 unit beserta sarana prasarana pendukungnya, pengembangan sirene sistem peringatan dini sebanyak 1.300 unit di 51 kab/kota serta pengembangan 1.080 desa tangguh yang tersebar di 51 kabupaten/kota di sepanjang pesisir pantai barat Pulau Sumatera dan pesisir pantai selatan Pulau Jawa.

Dokumen terkait