• Tidak ada hasil yang ditemukan

Locus Of Control

Dalam dokumen TESIS SOFI HANIFATI AFIFAH S991402018 (Halaman 43-46)

LANDASAN TEORI

F. Locus Of Control

1. Definisi Locus of Control

Locus of control atau letak kendali merupakan salah satu aspek yang penting dalam karakteristik kepribadian manusia. Konsep ini pada awalnya diformulasikan oleh Julian Rotter dalam Suwarsi & Budianti (2009) bahwa

locus of control adalah persepsi individu mengenai sebab utama terjadinya suatu kejadian dalam hidupnya, dapat diartikan juga sebagai keyakinan individu mengenai kontrol dalam hidupnya, dimana dalam suatu kejadian individu yang satu menganggap keberhasilan yang telah dicapainya merupakan hasil usaha dan kemampuannya sendiri, sedangkan individu yang lain menganggap bahwa keberhasilan yang telah diperolehnya karena adanya keberuntungan semata. Sejalan dengan pendapat Rotter, Locus of Control

menurut Hiriyappa (2009: 72) mengacu pada keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi adalah karena kendali dirinya yaitu internal atau di luar kendali dirinya yaitu eksternal. menurut Dayakisni & Yuniardi (2008) Locus of control

adalah kondisi bagaimana seseorang memandang perilaku diri mereka sebagai hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungannya.

Menurut Cvetanovsky dalam Ghufron dan Risnawita (2011) Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekpektasi mengenai dirinya. Menurut Forte (2005),

locus of control mengacu pada kondisi-kondisi dimana seseorang mengatribusikan kesuksesan dan kegagalanmereka. Ia juga mengatakan bahwa ketika orang-orang mempersepsikan locus of control tersebut berada dalam dirinya sendiri, mereka akan menghasilkan achievement atau pencapaian yang lebih besar dalam hidup mereka dikarenakan mereka merasa potensi mereka benar-benar dapat dimanfaatkan sehingga mereka menjadi lebih kreatif dan produktif. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa

locus of control adalah sebuah keyakinan seseorang tentang keberadaankontrol dirinya, dan seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap keberhasilan dan

27

kegagalan yang dialaminya serta situasi atau kejadian yang ada di dalam kehidupannya.

2. Dimensi Locus of Control

Sebagian orang cenderung menganggap kesuksesan sebagai keberuntungan atau kesempatan, sedangkan sisanya memiliki sense kontrol personal. Berdasarkan penjelasan diatas, locus of control dibagi menjadi dua dimensi, yaitu:

a. Locus of control Internal

Rotter (dalam Ghufron & Risnawita, 2008) menyatakan bahwa

locus of control internal adalah sejauh mana seseorang mengharapkan dan meyakini bahwa sebuah hasil dari perilaku mereka adalah tergantung pada perilaku mereka sendiri. Robbins (2007: 138) berpendapat bahwa individu yang memiliki locus of control internal adalah individu yang percaya bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada diri mereka. Individu dengan locus of control internal mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh dirinya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan keinginannya.

Menurut Kreitner & Kinicki (2005: 154) Seseorang yang memiliki kecenderungan locus of control internal adalah seseorang yang memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan dampak pada hidup mereka. Orang yang memiliki locus of control internal yakin bahwa dirinya bertanggung jawab dan memiliki kontrol atas kejadian-kejadian yang dialaminya. Seseorang dengan locus of control internal meyakini bahwa kesuksesan atau kegagalannya merupakan buah dari perilakunya sendiri. Saat ia sukses dalam pekerjaan, maka sangat mungkin bahwa ia akan beranggapan dirinya memang memiliki keahlian yang baik dan karena ia sudah bekerja keras. Begitu pula saat mengalami kegagalan, ia akan beranggapan bahwa usaha yang dilakukannya mungkin belum maksimal sehingga tidak mencapai tujuan yang diinginkan.

28

Rotter (Ghufron & Risnawita, 2008) menyatakan bahwa locus of control eksternal adalah sejauh mana seseorang mengharapkan dan meyakini bahwa reinforcement atau hasil yang ada dipengaruhi oleh kesempatan, atau keberuntungan, takdir, kekuatan lain atau hal-hal yang tidak menentu atau tidak dapat dikontrol. Orang seperti ini yakin bahwa dirinya tidak memiliki kontrol penuh atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Orang yang memiliki locus of control eksternal percaya bahwa sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya.

Sejalan dengan pendapat Rotter, Kreitner & Kinicki (2005: 155) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecenderungan locus of control

eksternal adalah individu yang memiliki keyakinan bahwa kinerjanya adalah hasil dari kejadian yang terjadi di luar kendali langsung mereka. Menurut Robbins (2007: 138) seorang dikatakan memiliki kecenderungan locus of control eksternal adalah individu yang berkeyakinan bahwa apa pun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan. Individu dengan locus of control eksternal tinggi cenderung akan pasrah terhadap apa yang menimpa dirinya tanpa usaha untuk melakukan perubahan, sehingga cenderung untuk menyukai perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan agar tetap bertahan dalam situasi yang ada. Faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja.

Levenson (dalam Azwar, 2004) mengajukan dimensi locus of control

yang berbeda dari Rotter. Levenson membagi locus of control menjadi tiga dimensi itu internality, chance dan powerful others. Dimensi internality adalah seseorang yang berkeyakinan bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri seperti keterampilan dan potensi-potensi yang dimilikinya. Dimensi chance adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang dan keberuntungan. Dimensi powerful others adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang lebihberkuasa.commit to user Dimensi yang pertama, internality termasuk ke

29

dalam locus of control internal karena pada dimensi ini individu melihat bahwa dirinya sendiri bertanggung jawab terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, sedangkan dimensi chance dan powerful other termasuk kedalam

locus of control eksternal karena dimensi ini individu melihat bahwa kejadian dalam hidupnya di pengaruhi oleh faktor yang berada di luar dirinya yaitu nasib, keberuntungan dan orang lain yang lebih berkuasa (dalam Azwar, 2004).

Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya pembagian dimensi

locus of control, bukan berarti setiap orang hanya memiliki satu locus of control saja karena sifatnya kontinuum (Ghufron & Risnawita, 2008). Berdasarkan teori-teori yang ada, banyak orang berpikiran bahwa tingginya skor locus of control internal pada seseorang merupakan karakteristik yang diidamkan dan sebaliknya untuk locus of control ekstenal. Feist & Feist (2008) menyatakan bahwa tinggi skor yang terlalu ekstrim pada dua dimensi tersebut pada dasarnya tidak baik. Locus of control eksternal yang terlalu tinggi bisa mengarah pada keputusasaan dan apatis sedangkan locus of control internal yang terlalu tinggi dapat membuat seseorang merasa bertanggung jawab atas segala hal termasuk yang memang berada diluar kendali mereka. Menurut Feist & Feist (2008), locus of control yang sehat adalah ketika skor berada ditengah kedua dimensi tetapi condong ke arah internal.

Dalam dokumen TESIS SOFI HANIFATI AFIFAH S991402018 (Halaman 43-46)

Dokumen terkait