• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU

4.1.4 Loyalitas Berteman dalam Novel Sepatu Dahlan

Aristoteles seorang ahli pikir Yunani menyatakan bahwa manusia adalah zoon

politicon, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang selalu ingin

bergaul dan berkumpul dengan manusia lainnya, jadi mahkluk yang bermasyarakat. Dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Sosialitas adalah kodrat manusia. Manusia tidak akan bisa hidup sendirian.

Manusia adalah makhluk sosial yang mengharuskannya untuk berkumpul membentuk kelompok sesama manusia lainnya untuk hidup bersama atau dengan kata lain bermasyarakat. Tidak dapat dipungkiri, ketika manusia hidup dalam masyarakat, tentu akan ada orang-orang tertentu yang hubungannya lebih akrab selain keluarga.

Hubungan ini biasanya disebut sebagai pertemanan atau persahabatan. Aristoteles menyatakan (dalam blog Zeniar Badriah) bahwa sahabat sejati adalah satu jiwa dalam dua jasad.

Hubungan pertemanan atau persahabatan terbentuk karena beberapa faktor, yaitu: teman sepermainan di lingkungan rumah, di lingkungan sekolah, atau hubungan pertemanan ini juga dapat terjalin di lingkungan kerja. Dalam menjalin hubungan pertemanan tentu dibutuhkan kesetiaan atau loyalitas agar hubungan tersebut dapat berjalan lama dan lancar.

Nilai loyalitas terdapat dalam persahabatan. Berikut adalah hal yang dihasilkan ketika seseorang sahabat memperlihatkan loyalitas secara konsisten (dalam blog Zeniar Badriah):

a. Kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain. b. Simpati dan empati.

c. Kejujuran, barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain

untuk mengucapkan kebenaran. d. Saling pengertian.

Novel Sepatu Dahlan tidak hanya menyajikan kisah pertemanan biasa yang

hanya menggambarkan keseruan teman sepermainan. Lebih dari itu, Sepatu

Dahlan memperlihatkan hubungan pertemanan yang dilandasi rasa kesetiaan yang

akhirnya tetap terjaga sampai mereka tua. Berikut contoh bentuk loyalitas pertemanan dalam novel Sepatu Dahlan:

Orang-orang pasti bahagia ketika mengetahui dirinya dicintai. Tetapi yang kurasakan hari ini, beberapa saat sebelum memasuki kamar operasi, bukan cuma bahagia. Rasanya ingin menangis karena terharu menyaksikan istri, anak sulungku, dan Robert Lai—sahabat yang setia menemaniku selama persiapan operasi. Belum lagi doa-doa yang dikirim dari seantero nusantara. Ribuan kilometer di tanah air, doa-doa serempak dilantunkan, membuhul langit, mengumandang ke hadapan Sang Maha Pengasih, dan meneguhkan hatiku untuk menjalani operasi ini. (Pabichara, 2012: 4-5)

Salah seorang temanku, yang saat ini sedang menderita sakit jantung, mengirim pesan pendek.

Ya allah, selamatkan nyawa rekan kami ini. Jika perlu, tukarlah dengan kematianku.

Maka, apa yang bisa kukatakan atas doa seperti ini? Tak ada, selain air mata. (Pabichara, 2012: 5)

Teman yang baik adalah teman yang tidak hanya datang disaat tertawa tetapi juga hadir saat temannya berada dalam masa sulit. Setiap orang tentu akan merasa lebih baik jika ia mengetahui mempunyai orang-orang yang selalu mendoakannya

pada kebaikan. Seperti yang terjadi pada tokoh Dahlan saat sedang bersiap menjalani operasi pencangkokan hati (liver). Dahlan terharu, banyak dukungan

dan doa yang ia terima untuk kesembuhannya.

Sikap loyalitas jelas tergambar pada kutipan di atas. Seorang sahabat bahkan rela berdoa pada Tuhan untuk menukar nyawanya demi kelangsungan hidup temannya. Bukti kesetiaan yang luar biasa ini tentu berawal dari hubungan pertemanan yang dijalin erat.

Bersedia membantu teman di saat kesulitan tanpa pamrih merupakan salah satu bentuk dari loyalitas. Berikut contoh sikap saling membantu yang terdapat dalam novel Sepatu Dahlan:

“Perasaanku lagi ndak enak...”

Komariyah menoleh kepadaku. “Gara-gara sepeda Maryati?” “Bukan.” Aku membalas tatapan Komariyah dan menggeleng. “Terus?”

“Aku sedang memikirkan cara membujuk Bapak agar mau menjual domba.” “Buat apa?”

“Beli sepatu...”

“Kamu biasanya nyeker, kan?” “Buat main voli, Kom.”

“Oh... pakai saja celengan bersama kita.”

Aku menggeleng dengan tegas. (Pabichara, 2012: 149)

Pada saat tokoh Dahlan membutuhkan sepatu, Komariyah salah satu temannya menawarkan agar Dahlan memakai uang tabungan yang mereka kumpulkan bersama. Pada bagian ini dapat dilihat bagaimana rasa loyalitas dari teman-teman Dahlan yang merelakan uang yang mereka kumpulkan dengan cara yang tidak

mudah karena harus menggembala domba dan nguli, karena Dahlan saat itu

Dahlan pun bukan seorang teman yang egois, ia memang membutuhkan sepatu tetapi tidak mau menerima begitu saja uang dari teman-temannya. Dahlan beranggapan sepatu memang penting, tetapi kalau harus mengorbankan uang yang dikumpulkan dengan susah payah. Tidak adil bagi Dahlan jika harus memakai sendiri uang yang dikumpulkan untuk kepentingan bersama.

Masih tentang sepatu, kali ini loyalitas dalam pertemanan antara Dahlan dan teman-temannya kembali terlihat pada kutipan paragraf berikut ini:

“Ini,” seru Maryati sembari menyodorkan sepasang sepatu yang terbungkus kain merah.

Kami terperangah.

“Memang sepatu bekas dan hanya ada sepasang, tapi setidaknya bisa membantu tim kita agar tidak kehilangan Sang Kapten.”

Maryati menerangkan panjang lebar peraturan baru soal sepatu, Maryati dan teman-teman lainnya mencoba mencari jalan keluar. Akhirnya, Maryati dan Dewi—gadis yang diam-diam mengagumiku—mencoba menggalang dana untuk membeli sepatu. Namun, uang yang didapat ternyata belum cukup. Tiba-tiba seorang kakak tingkat menawarkan sepatu bekasnya untuk dibeli dengan harga murah. Mata Kadir, yang hatinya gampang tersentuh, mulai berkaca-kaca. Suasana haru tiba-tiba menyelimuti kami.

Dadaku bergetar. Bertahun-tahun aku memendam keinginan memakai sepatu, hari ini, sebelum pertandingan bersejarah, pertama kalinya dalam seumur hidup akan memakai sepatu. Aku tersenyum sumringah dan segera mencoba memakai sepatu. Agak sempit, serasa menjepit jari-jemari kaki karena selama ini tak pernah dipenjara di dalam rongga sepatu. Oh, begini ternyata rasanya memakai sepatu itu, seperti dijepit tang-tang lembut. Setelah keduanya terpasang rapi, aku mencoba melompat-lompat dan merasakan sensasi yang sungguh menyenangkan. (Pabichara, 2012: 267-268)

Sepatu adalah impian terbesar Dahlan saat itu, yang mengharukan adalah pertama kali ia merasakan mengenakan sepatu, itu adalah hasil dari aksi galang dana teman-temannya. Kesetiaan yang diberikan oleh teman-teman Dahlan tidak diukur pada apa yang mereka berikan tetapi dari seberapa besar mereka menaruh perhatian pada temannya.

Dokumen terkait