• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL

SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA :

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH :

REYZA FATHUR RAHMI

090701008

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL

SEPATU

DAHLAN

KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN

SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI OLEH:

REYZA FATHUR RAHMI 090701008

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Dra. Yulizar Yunas, M.Hum.

NIP: 19620925 198903 1 017 NIP: 19500411 198102 2 001

Departemen Sastra Indonesia

Ketua,

Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan saya tidak benar saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, September 2013

Hormat Saya,

Reyza Fathur Rahmi

(4)

Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra

Reyza Fathur Rahmi Fakultas Ilmu Budaya

Abstrak

Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang dalam menggambarkan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari keluarga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi dari Sepatu Dahlan khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara

(5)

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

begitu banyak berkah kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan

skripsi ini. segala anugerah dari Yang Maha Kuasa telah menuntun dan

menguatkan penulis dalam menghadapi segala kendala dalam menyelesaikan studi

di Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di

Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi

ini adalah “Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna

Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Saat melewati proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menemukan

kesulitan tetapi penulis juga banyak mendapat bantuan berupa dukungan, nasihat,

perhatian, bimbingan dan juga doa. Untuk itu dengan segala kerendahan hati

penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan

dukungan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan di Departemen

Sastra Indonesia dan juga sebagai dosen pembimbing I yang banyak

memberikan masukan kepada penulis serta selalu sabar membimbing

(6)

3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen penulis yang

telah memberikan banyak masukan selama menjadi mahasiswa di

Departemen Sastra Indonesia.

4. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II penulis

yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai dosen pembimbing

akademik penulis yang telah memberikan masukan kepada penulis

selama perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu pengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya USU yang senantiasa dengan tulus memberikan bimbingan

dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Orang tua paling sempurna dalam hidup penulis sekaligus motivator

terbesar dalam hidup penulis yaitu ibu terkasih Almh. Azizah Hanum

Lubis terimakasih untuk perjuangan yang tidak pernah putus untuk

penulis dan ayahanda H. A. Basyid Nst. SH, MH.

8. Terima kasih Tuhan telah memberikan penulis keluarga pilihan yang

dengan hati lapang mencurahkan segenap kasih sayang pada penulis

opung tersayang Dra. Hj. Siti Alchiar Nst terimakasih untuk jiwa

Kartinimu, mamak dan nantulang: Amril Mukmin Lubis, Yetti Nasir

SH, Abdul Haris Lubis, Seri, Amir Syarifuddin, Siti Kodiyah. Etek

(7)

untuk petuah, semangat, cinta kasih, doa dan harapan yang tidak

pernah berkurang. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.

9. Untuk abangku tersayang Bayhaqi Benni Nasution, terimakasih atas

doa dan dukungan yang tidak pernah berhenti. Buat adik-adikku

tersayang Ipong, Dani Afif, Fandi, Hanif, Syifa, Sarah, dan Fathi

terima kasih doanya. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.

10.Terimakasih buat sahabat-sahabat seperjuangan stambuk 09 yang telah

memberikan dukungan kepada penulis, khususnya Nur Hasanah Hsb,

Irma Sari, Rama Wati, Safiriyani, Siti Aminah, Alwi, Dwi, Tiwi, dll.

Terimakasih sudah menjadi sahabat bagi penulis.

Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang

sifatnya membangun agar lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Semoga

skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang “Pesan

Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:

Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Hormat saya,

(8)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... .1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Batasan Masalah ... .5

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.2.1Manfaat Teoretis ... 6

1.4.2.2Manfaat Praktis ... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Pesan Moral ... 8

2.1.2 Motivasi ... 12

(9)

2.2 Landasan Teori ... 16

2.3 Tinjauan Pustaka ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.2 Sumber Data ... 23

3.3 Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA 4.1 Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan ... 28

4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan ... 29

4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan ... 35

4.1.3 Ketaatan pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan ... 38

4.1.4 Loyalitas Berteman dalam Novel Sepatu Dahlan ... 43

4.2 Proses Penyampaian Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan ... 47

4.3 Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ... 48

4.3.1 Pepatah yang Memotivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ... 49

(10)

4.3.3 Motivasi dari Keluarga dalam Novel Sepatu Dahlan ... 52

4.4 Proses Penyampaian Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan... 55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra

Reyza Fathur Rahmi Fakultas Ilmu Budaya

Abstrak

Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang dalam menggambarkan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari keluarga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi dari Sepatu Dahlan khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi

lahirnya sebuah karya sastra yang akhirnya dijadikan sebagai media untuk

menyampaikan aspirasi, gagasan, ide, atau nasihat (petuah). Pada akhirnya

berguna apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra merupakan

media pembelajaran yang banyak disukai orang untuk menyampaikan nilai atau

“pesan moral” kepada orang lain (Kurniawan 2012: 2).

Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya

bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan

masalah sosial: masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), mitos,

simbol (Wellek dan Austin 1989: 109). Menurut Watt (dalam Endraswara

2011:22) karya sastra yang baik memberikan fungsi sebagai: (1) pleasing, yaitu

kenikmatan hiburan. Karya sastra dipandang sebagai pengatur irama hidup hingga

menyeimbangkan rasa. (2) instructing, artinya memberikan ajaran tertentu, yang

menggugah semangat hidup. Karya sastra diharapkan mencerminkan aspek

didaktif. Karya sastra telah menawarkan ajaran moral, kesadaran moral yang

menjadi unsur penting dalam karya sastra.

Pesan moral dalam karya sastra adalah amanat yang ingin disampaikan

kepada pembaca mengenai baik buruk perilaku manusia yang hidup dalam

(13)

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup yang

bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang

ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro 1995: 323).

Moral menjadi tolok ukur dalam hal menilai perilaku seseorang. Ketika

seseorang memiliki moral yang baik tentunya akan dapat memilah mana kelakuan

yang pantas mana yang tidak pantas, mana yang baik mana yang benar atau mana

yang etis dan tidak etis. Kemampuan seperti ini tentunya sangat penting

ditumbuhkembangkan dalam setiap personaliti manusia.

Perkembangan zaman tentu juga turut membawa perubahan. Perubahan

dari berbagai sisi dengan segala efek positif-negatif, diantaranya pergeseran

nilai-nilai moral dalam masyarakat. Kecenderungan dalam membenarkan yang biasa

sudah menjadi realitas kehidupan sosial, padahal seharusnya konsep yang dianut

adalah membiasakan yang benar.

Sebagai negara yang berbudaya yang sangat menjunjung tinggi moralitas,

keadaan ini tentunya menjadi masalah bersama. Berbagai upaya dilakukan dalam

hal memperkenalkan kembali moralitas ini pada individu, mulai dari didikan

orang tua, sekolah, hingga karya sastra juga turut memberikan sumbangsih

melalui novel-novel yang sarat akan pesan moral.

Keadaan ini semakin memperkuat peneliti untuk mengangkat judul “Pesan

Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:

Tinjauan Sosiologi Sastra”. Pesan moral dan motivasi merupakan dua hal yang

(14)

hal berbenah diri. Itu sebabnya, ketika sebuah novel sarat akan pesan moral maka

novel tersebut juga memotivasi.

G.R Terry (dalam Malayu 2005: 145) mengemukakan bahwa motivasi

adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya

untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi yang

berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif dan dinamis, motivasi tampak sebagai suatu

usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta

potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan

tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dilihat dari segi pasif dan statis,

motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai perangsang untuk

dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja

manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

Wiyono (dalam Endaswara 2011: 111) menyatakan bahwa sastra dapat

menjadi alat pendidikan agama dan selanjutnya juga menjadi alat pendidikan

moral. Moral adalah bagian hidup bermasyarakat. Pahlawan rakyat dan

tokoh-tokoh sering membawa pesan ajaran moral. Itu sebabnya peneliti akan menelaah

sejauh mana isi novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara ini mengandung

pesan moral dan motivasi.

Sepatu Dahlan bercerita tentang tokoh Dahlan yang meski di usia muda

harus menghadapi kerasnya hidup karena permasalahan ekonomi. Sepatu dan

sepeda adalah barang mewah yang begitu diinginkan Dahlan karena dengan dua

(15)

tidak perlu berjalan kaki hingga belasan kilometer. Memperbaiki pendidikan

adalah cara paling tepat untuk terlepas dari belitan kemiskinan, itulah yang

sekiranya ada di benak Dahlan. Novel Sepatu Dahlan merupakan objek penelitian

ini yang dapat dikaji dari tinjauan sosiologi sastra.

Hakikat sastra dan sosiologi adalah dua ilmu yang tidak terlepas dari peran

manusia dan kehidupannya. Keduanya memiliki kesamaan karena memiliki objek

yang sama, yaitu manusia dan masyarakat (Ratna 2003: 2). Akan tetapi berbeda

dalam hal penggarapannya, sosiologi lebih mengarah kepada faktual dan objektif

sedangkan sastra lebih dominan pada rekaan atau imajinasi dan cenderung bersifat

subjektif. Selengkapnya dalam buku Paradigma Sosiologi Sastra dituliskan

sebagai berikut:

Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiolog melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas (Ratna 2003:4).

Objek yang dikaji sosiologi dan sastra adalah sama, maka lahirlah

sosiologi sastra yang merupakan interdisiplin antara ilmu sosiologi dan sastra.

Karya sastra yang selalu bersinggungan dengan kehidupan sosial bercermin pada

zaman dengan segala aktivitas masyarakat yang imajiner di dalamnya merupakan

representasi dari kehidupan nyata yang digabung dengan proses kreatif pengarang,

maka sosiologi sastra membantu karya sastra untuk dinilai, dianalisis dan

(16)

Alasan lain yang menguatkan novel Sepatu Dahlan ini dipilih menjadi

bahan penelitian adalah tanggapan yang luar biasa dari pembaca sehingga novel

ini masuk dalam jajaran novel Best Seller, banyak komentar positif dari

orang-orang yang dari segi intelligent sudah tidak diragukan lagi, sebut saja Andy F.

Noya, host Kick Andy talk show yang selalu menghadirkan bintang tamu

berprestasi dan menginspirasi, “....membangkitkan semangat setiap orang yang

membaca...”. Komentar-komentar positif tersebut menjadikan peneliti semakin

tertarik untuk membahas sejauh mana novel ini memberikan pesan moral dan

motivasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah:

1. Apa sajakah pesan moral yang disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

2. Bagaimanakah pesan moral disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

3. Apa sajakah motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan?

4. Bagaimanakah motivasi disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik maka diperlukan

batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada pesan moral dan

(17)

pada orang tua, loyalitas dalam berteman, pepatah yang memotivasi, motivasi dari

teman, motivasi dari keluarga.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Menguraikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

2. Mendeskripsikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

3. Menguraikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

4. Mendeskripsikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoretis

1. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang

sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali

pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel.

2. Memperkaya khasanah sastra kepada pembaca mengenai studi sastra Indonesia

tepatnya melalui pendekatan sosiologi sastra.

(18)

1. Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari pengajaran

tentang segala aspek kehidupan, diantaranya mengenai pesan moral dan

motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.

2. Membantu para pembaca untuk memahami isi dari novel Sepatu Dahlan

khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis

secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi

(19)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

4.1 Konsep

Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui

aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi

yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal yang tidak

penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:

4.1.1 Pesan Moral

Pesan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 856) adalah 1 perintah,

nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain.

Menurut Lillie (dalam Budiningsih 2004: 24) kata moral berasal dari mores

(bahasa Latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Dewey

(dalam Budinigsih 2004: 24) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang

berhubungan dengan nilai-nilai susila. Hal ini membuktikan bahwa moral

merupakan suatu acuan untuk menilai baik buruknya perilaku seseorang. Semakin

sesuai perilaku seseorang dengan moral yang ditetapkan dalam masyarakat maka

semakin tinggi moralitasnya.

Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message

(Nurgiyantoro 1995: 322). Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam

Nurgiyantoro 1995:3 22) biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang

(20)

diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia

merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai

hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan

sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan,

atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang

ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya.

Jenis ajaran moral sangat luas, bisa dikatakan tidak berbatas segala yang

menyangkut pada persoalan hidup dan kehidupan. Secara garis besar

Nurgiyantoro (1995: 324) membedakan persoalan hidup dan kehidupan manusia

ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia

dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat

Bahasa Departemenn Pendidikan Nasional (2007: 745-755), moral adalah 1)

(ajaran tt) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,

dsb; akhlak; budi pekerti; susila; 2) kondisi mental yang membuat orang tetap

berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan

sebagaimana terungkap dl perbuatan; 3) ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu

cerita.

Pengertian secara terpisah di atas apabila disimpulkan menjadi satu pengertian

dari pesan moral berarti amanat yang ingin disampaikan tentang ajaran baik buruk

(21)

pekerti atau akhlak manusia yang tentunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di masyarakat.

Pada penelitian ini, permasalahan pesan moral yang diungkap dari novel

Sepatu Dahlan mengenai: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada

orang tua, dan loyalitas dalam berteman.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 479) mengartikan kejujuran sebagai

sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).

Bersikap jujur pada hakikatnya berupaya terus menerus berperilaku positif

dalam menjalankan kehidupan. Bersikap jujur menyangkut sikap moral seseorang,

artinya berupaya sekuat tenaga agar setia kepada sumpah atau janji yang telah

diucapkan. Tidak melakukan tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri

namun merugikan pihak lain. Tidak berperilaku negatif dengan sengaja dan

apabila terjadi kesalahan bersedia memperbaiki kesalahan tersebut agar tidak

terulang kembali dikemudian hari.

Kejujuran merupakan bagian dari sifat positif manusia, tidak dapat disangkal

bahwa masalah kejujuran merupakan hal yang pelik dan rumit karena jujur

tidaknya seseorang tidak selalu diketahui oleh orang lain. Hati nurani yang

bersangkutanlah yang paling banyak memberi pengaruh mengarahkan individu

untuk menanamkan kejujuran dalam diri. Jika setiap individu telah menanamkan

kejujuran dalam diri, sejatinya akan dinilai baik pula moralitasnya. Kejujuran bisa

menjadi pengontrol yang baik dalam diri seseorang karena dengan adanya

(22)

kebenaran, tidak ada lagi kebohongan yang nantinya akan membawa kepada hal

yang tidak baik.

Mengenai pesan moral ketaatan dalam beribadah Salam (2000: 193)

mengemukakan bahwa itu merupakan salah satu dari 12 (dua belas) dimensi

kewajiban manusia dalam kristalisasi akhlak yang baik. Atas segala rahmat-Nya

manusia jelas berutang budi yang besar, Dialah yang wajib diibadahi dan ditaati

oleh segenap manusia maka sudah sepatutnya apabila manusia berterima kasih

atas segala pemberian-Nya dengan salah satu cara diantaranya, yaitu taat.

Salam (2000:194) menjelaskan tentang taat, yaitu berarti melaksanakan

perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sebagaimana

difirmankan. Taat ini juga dimaksudkan sebagai takwa, yakni memelihara diri

agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya yang lurus.

Pesan moral yang selanjutnya yaitu tentang ketaatan terhadap orang tua, hal

inipun masih termasuk ke dalam 12 (dua belas) dimensi kewajiban manusia dalam

kristalisasi akhlak yang baik menurut Salam. Orang tua adalah orang yang paling

berjasa dalam kehidupan anak-anaknya, merawat dengan seluruh kasih sayang

dan memenuhi kebutuhan anaknya. Adapun kewajiban anak terhadap orang tua

yang dikemukakan oleh Salam (2000: 199-200) adalah:

1. Patuh: Mematuhi perintah orang tua, kecuali dalam hal maksiat.

2. Ihsan: Berbuat baik kepadanya sesuai perintah Tuhan. Mengingat jasa

orang tua begitu besar, maka seharusnyalah seseorang memberikan pula kesenangan kepada keduanya apa-apa yang dapat diberikan, misalnya tambahan nafkah dan keperluan-keperluan lainnya.

3. Perkataan yang lemah lembut: Tuhan memperingatkan kepada kita tidak

(23)

4. Merendah diri 5. Berterima kasih

6. Memohonkan rahmat dan maghrifirah.

7. Setelah wafat: Shalatkan jenazahnya, memohonkan rahmat dan

keampunan Ilahi, menyempurnakan janjinya, menghormati sahabatnya dan meneruskan jalinan kekeluargaan yang pernah dibina oleh keduanya.

Loyalitas dalam pertemanan pun dapat digolongkan kepada pesan moral.

Menurut Salam (2000: 63) bermula dari rasa moral, menjadi kesadaran moral, dan

dari sini tumbuh menjadi kewajiban moral, dari sini pula melahirkan rasa

kemanusiaan, rasa persaudaraan, rasa kebajikan, dan seterusnya. Pendapat Salam

ini dapat dijadikan dasar bahwa loyalitas dalam pertemanan merupakan bagian

dari moral. Tindakan tersebut dikatakan sebagai tindakan yang baik (bermoral)

karena dalam pertemanan dibutuhkan kesetiaan terlebih bila kesetiaan yang

terjalin dalam hubungan pertemanan itu mengarahkan individu terhadap hal-hal

positif.

4.1.2 Motivasi

Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman (2006: 73)

motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk

mencapai tujuan. Motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya

penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas

tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi

intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat dikatakan

(24)

saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau

mendesak.

Fungsi motivasi menurut Sardiman (2006: 85) ada 3, yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor

yang melepaskan energi.

2. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Motivasi bisa datang dari berbagai macam aspek kehidupan, tidak harus

melalui acara khusus yang memang diperuntukkan untuk ajang motivasi atau

cerita tentang kesuksesan tokoh ternama, tetapi terkadang motivasi bisa datang

dari hal-hal kecil yang memberikan efek luar biasa pada kehidupan seseorang.

Tidak jarang kata-kata mutiara atau pepatah mampu menjadi daya penggerak

seseorang untuk berusaha mencapai tujuannya, misalnya dalam novel Sepatu

Dahlan tokoh Dahlan termotivasi oleh pepatah Jawa yang terukir di dinding

pesantren tempat ia sekolah.

Peran lingkungan juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam hal

memberikan motivasi, seringkali justru motivasi itu hadir dari orang-orang

terdekat yaitu keluarga dan teman yang menjadi inspirasi bagi seseorang untuk

mencapai tujuan.

Menurut Malayu (2005: 143), motivasi berasal dari kata latin movere yang

berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan

kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi

dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Pentingnya motivasi

(25)

prilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang

optimal.

Ada beberapa faktor penggerak motivasi yang disebutkan Peterson dan

Plowman (dalam Malayu 2005: 142), yakni:

1. Keinginan untuk hidup

Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat melanjutkan kehidupannya.

2. Keinginan untuk memiliki sesuatu

Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.

3. Keinginan akan kekuasaan

Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja.

4. Keinginan akan adanya pengakuan

Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian, setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan

kebutuhan (needs) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil

kerjanya.

Adapun beberapa tujuan motivasi menurut Malayu (dalam blog Bidnalia)

adalah:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan seseorang

2. Meningkatkan produktivitas seseorang

3. Mempertahankan kestabilan seseorang

4. Meningkatkan kedisiplinan seseorang

5. Mengefektifkan pengadaan seseorang

6. Menciptakan suasana dan hubungan baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seseorang 8. Meningkatkan kesejahteraan seseorang

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugasnya

Dalam KBBI (2007: 756) motivasi adalah 1) dorongan yang timbul pada diri

seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan

tujuan tertentu; 2) usaha untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan

(26)

mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan

perbuatannya.

4.1.3 Sepatu Dahlan

Novel Sepatu Dahlan berkisah tentang kehidupan tokoh Dahlan seorang anak

yang tinggal di daerah Takeran. Tokoh Dahlan dalam novel ini sebenarnya adalah

sosok dari menteri yang saat ini menjabat di bidang BUMN Dahlan Iskan. Beliau

menjadi inspirasi bagi Khrisna Pabichara untuk menceritakan bait demi bait

perjalanan hidup Dahlan Iskan yang dulunya hidup dengan keadaan yang tidak

terlalu berkecukupan. Namun semangat Dahlan menuntut ilmu tidak pernah

berkurang, meski harus berjalan kaki sejauh belasan kilometer untuk menuju

sekolahnya, Dahlan tetap semangat. Tapak kaki yang melepuh seolah tidak

menjadi penghalang bagi Dahlan. Dahlan dan impian kecilnya: sepatu dan sepeda,

yang menurut Dahlan akan sangat membantu apabila ia memiliki keduanya dan

mudah bagi Dahlan untuk sampai ke sekolah. Dari dua benda yang diinginkan

Dahlan itulah akhirnya mengalir cerita yang menginspirasi.

Sesuai dengan judulnya, sepatu dalam novel ini bukan merupakan kiasan,

tetapi arti yang sebenarnya, yaitu sepatu sebagai benda. Kisah Dahlan dalam

mendapatkan sepatu dan sepeda inilah yang sebenarnya menjadi penggerak

(27)

4.2 Landasan Teori

Teori berfungsi untuk memecahkan masalah. Sebagai dasar untuk

menyelesaikan masalah, maka sangat penting apabila teori yang dipakai

benar-benar relevan dengan permasalahan yang ada.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra.

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar

kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi

(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya

mengalami perubahan makna, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos

berarti ilmu. jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal- usul dan pertumbuhan

(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, dan empiris (Ratna

2003: 1).

Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar,

memberi petunjuk dan instruksi. Tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti

kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik

(Ratna 2003: 1). Penelitian ini mengangkat novel Sepatu Dahlan sebagai objek

kajian yang akan diteliti dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra.

Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu

sosiologi dan sastra. keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia

dan masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada

(28)

hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu

bersifat subjektif dan rekaan. Adapun defenisi dari sosiologi sastra sangat

beragam tetapi defenisi yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah

pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek

kemasyarakatan yang terkadung di dalamnya. Sosiologi sastra akan meneliti sastra

sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2)

karya sastra memuat aspek sosial dan budaya yang memiliki fungsi sosial

berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup

bermasyarakat (Endraswara 2011: 20).

Jika dikaitkan dengan penelitian yang berjudul “Pesan Moral dan Motivasi

dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khirsna Pabichara” ini mengangkat pesan

moral dan motivasi yang keduanya dianggap sebagai aspek kehidupan dalam

bermasyarakat. Jelas bahwa kajian sosiologi sastra adalah kajian yang tepat untuk

penelitian ini. Teori sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alan Swingewood.

Swingewood (dalam Yasa 2012: 24) menegaskan bahwa karya sastra adalah

suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia

karena di samping makhluk sosial, dinamika sosial budaya akan sangat sarat

termuat dalam karya sastra. Swingewood juga menyampaikan bahwa sinkronisasi

antara fakta imajiner dengan fakta realitas sebagai bukti bahwa sastra adalah

(29)

Swingewood menyebutkan (dalam Yasa 2012: 22) bahwa pengarang besar

tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah, tetapi ia

mengembangkan tugas yang mendesak, yaitu memainkan tokoh-tokoh ciptaannya

dalam satu situasi rekaan untuk mengungkapkan nilai dan makna dalam dunia

sosial.

4.3 Tinjauan Pustaka

Teori sosiologi sastra telah banyak dipergunakan dalam mengkaji

permasalahan yang diangkat pada skripsi, tetapi penelitian yang menjadikan novel

Sepatu Dahlan sebagai objek kajian baru pertama kali dilakukan. Penelitian ini

menitikberatkan pada pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel.

Setelah peneliti melakukan pencarian di perpustakaan Departemen Sastra

Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga melalui media internet

diantaranya ditemukan beberapa skripsi yang kajiannya relevan dengan penelitian

kali ini. Adapun beberapa skripsi yang pernah mengangkat aspek moral, motivasi

dan amanat sebagai rumusan masalah diantaranya:

Ginting (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Saat untuk Menaruh Dendam

dan Saat untuk Menaburkan Cinta Karya Julius R. Siyaranamual: Analisis

Moral”. Skripsi ini membicarakan tentang pembahasan struktural dan moral

dilakukan terhadap novel Saat untuk Menaruh Dendam dan Saat untuk Menaruh

Cinta: novel ini membahas masalah-masalah moral dengan tema kawin paksa

karena pergaulan bebas. Peristiwa secara umum berlatar di seputar kota Jakarta

(30)

yang ingin diungkapkan oleh pengarang, secara garis besar adalah persoalan

manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lainnya dalam suatu

lingkup sosial hubungan manusia dengan Tuhannya.

Pranata (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Novel Orang-Orang

Proyek Karya Ahmad Tohari : Analisis Sosiologi Sastra”, peneliti menganalisis

tentang unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra yang meliputi: alur,

penokohan, gaya bahasa, latar pusat pengesahan dan tema. Penelitian ini

menggunakan teori sosiologi dalam pengkajiannya dan berfokus pada batasan

masalah berikut ini: 1. Pada bagian-bagian yang memegang peranan penting

dalam tubuh novel Orang-Orang Proyek, yaitu : latar, alur, penokohan, dan tema.

2. Penelitian ini juga menganalisis nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel

Orang-Orang Proyek, seperti: nilai budaya, nilai politik, dan nilai percintaan.

Irwaning (1992) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Nilai-Nilai

Didaktis Pada Tiga Cerita Anak”. Skripsi ini meninjau dari segi instrinsik atau

yang menyangkut struktur karya itu sendiri, pembahasannya meliputi gaya bahasa

(yang pengertiannya sama dengan pengertian tentang gaya bercerita atau style,

alur atau plot, latar atau setting dan tema yang terdapat di tiga cerita anak tersebut.

Pembahasan terhadap unsur-unsur ini mampu menonjolkan nilai dikdaktisnya

sedangkan segi ekstrensik yang berkaitan dengan segi pendidikan baik formal

ataupun nonformal untuk mengambil nilai-nilai didaktis yang terdapat di

(31)

Sihaloho (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Amanat yang

Terdapat dalam Novel Maut dan Cinta Karya Mochtar Lubis”, pokok

pembicaraan dalam skripsi ini mencoba melihat amanat yang disampaikan

pengarang kepada publik pembaca. Amanat yang disampaikan oleh pengarang

dalam karyanya tersebut amat jarang kita jumpai dalam bentuk tersurat. Amanat

itu disampaikan pengarang melalui dialog tokoh yang satu pada tokoh yang lain

serta melalui komentar pengarang terhadap tokoh-tokoh ceritanya.

Fransiska mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (2004) dalam

skripsinya yang berjudul “Aspek Moral dalam Lirik Lagu Jamrud: Tinjauan

Sosiologi Sastra”. Ia menyimpulkan bahwa aspek moral yang meliputi

kemanusiaan yang membuktikan adanya dampak-dampak positif maupun negatif

pada kehidupan, tingkah laku yang banyak meninggalkan nilai-nilai moral,

pergaulan yang kurang terkontrol serta diawasi baik di keluarga, sekolah, maupun

lingkungan.

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang

pembahasannya relevan dengan penelitian ini, maka peneliti dapat melihat

perbedaan yang terdapat pada skripsi yang sudah ada sebelumnya dengan

pembahasan penelitian ini, diantaranya terletak pada objek yang berbeda,

kemudian aspek yang ditinjau oleh peneliti, misal pada penelitian Irwaning ia

mengemukakan tentang nilai-nilai didaktis melalui gaya bahasa dalam karya yang

ditelitinya. Sedangkan prespektif penelitian ini tidak membahas gaya bahasa

(style), fokus pada pesan moral dan motivasi yang ada dalam Sepatu Dahlan.

(32)

Orang-Orang Proyek, Pranata membatasi nilai sosial yang dibahasnya dengan

nilai-nilai budaya, nilai-nilai politik, dan nilai-nilai percintaan. Berbeda dengan

penelitian ini, meski pesan moral merupakan nilai sosial tetapi peneliti tidak

membahas unsur nilai politik dan nilai percintaan. Beberapa penelitian di atas

cenderung menganalisis unsur struktural dari masing-masing karya yang diteliti,

tetapi untuk penelitian ini tidak dituliskan secara eksplisit walaupun langkah awal

peneliti sebelum melakukan analisis terhadap masalah tentunya terlebih dahulu

(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini mempergunakan Library Research atau penelitian kepustakaan

sebagai teknik pengumpulan data. Dalam buku yang berjudul Metode Penelitian

mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang

dipecahkan (Nazir 1988: 111).

Sesuai dengan namanya yaitu penelitian kepustakaan, maka peneliti

melakukan berbagai riset yang berkenaan dengan kebutuhan penelitian di

perpustakaan. Pengumpulan data menjadi syarat yang utama dalam penelitian

sesuai dengan yang diutarakan Hall (dalam Endaswara 2011: 103) cukup penting

diperhatikan bagi peneliti sosiologi sastra yang hendak mengumpulkan data. Data

itu tersedia dan banyak, tidak terstruktur, maka peneliti perlu mengumpulkan data

dengan kartu-kartu kecil (Endaswara 2011: 103).

Lebih lanjut Endaswara (2011: 104) menyebutkan bahwa cara pengumpulan

data penelitian sosiologi sastra tergantung pada prespektif penelitiannya,

prespektif yang berfokus pada (1) teks, (2) sastrawan, (3) fungsi sosial, (4)

dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain-lain. Dalam penelitian ini,

(34)

Peneliti juga menggunakan langkah-langkah memperoleh data sesuai dengan

yang dituliskan oleh Endaswara (2011: 105), yaitu: (1) melalui pembacaan

heuristik, artinya hati-hati, tajam terpercaya, menafsirkan sesuai konteks sosial,

(2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya peneliti mencoba menafsirkan

terus-menerus, sesuai bahasa simbol sosial, dikaitkan dengan konteks serta pengaruh

historis. Kemudian peneliti akan melanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu

melakukan pencatatan pada kartu-kartu kecil sesuai dengan data yang ditemukan

di dalam novel Sepatu Dahlan.

Setelah menuliskan data pada kartu kecil peneliti kemudian

mengklasifikasikan data berdasarkan pada batasan masalah yang sudah dibuat

sebelumnya, data mana yang masuk pada pesan moral kejujuran, ketaatan dalam

beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan data mana yang

masuk pada kelompok pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman dan

motivasi dari keluarga. Setelah semuanya dicatat dan dikelompokkan maka

langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang ditemukan dengan tijauan

sosiologi sastra.

3.2 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :

Judul : Sepatu Dahlan

Pengarang : Khrisna Pabichara

(35)

Tebal Buku : 392

Ukuran : 14 x 21 cm

Cetakan : kedelapan

Tahun : 2012

Warna sampul : biru langit, putih, kuning telur, hijau lumut, dan hitam

Gambar sampul : seorang anak yang menatap matahari terbenam, tepat di

belakangnya ada sepeda yang di stangnya menggantung

sepasang sepatu.

Desain sampul : Tyo / RAI Studio

3.3 Teknik Analisis Data

Data yang telah diklasifikasikan sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan

menganalisis secara mendalam. Analisis pada dasarnya adalah proses pemaknaan

(Endaswara 2011: 111). Adapun langkah-langkah analisis yang dikutip dari buku

Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra adalah:

(1) analisis diawali dari asumsi bahwa penelitian selalu bermula dari pertanyaan berkaitan dengan gejala yang muncul sebagai akibat hubungan antara karya sastra dan lingkungan sosialnya, (2) peneliti memanfaatkan

konsep pemahaman (verstehen) terhadap karya sastra secara mendalam

(36)

Bila analisis data berpusar pada teks sastra, tentu analisis lebih ke arah

tafsiran. Gagasan Swingewood (dalam Endaswara 2011: 115) esensi analisis data

sosiologis harus dilakukan ilmiah sehingga mampu mengungkapkan: (1)

kehidupan manusia di masyarakat secara objektif, (2) memaknai

lembaga-lembaga sosial, (3) memahami proses sosial, dengan menelusuri bagaimana

masyarakat itu “mungkin” (berkembang, mundur). Dalam hal ini langkah-langkah

yang diikuti dalam penelitian tersebut hanya pada point tertentu yang memang

dibutuhkan oleh peneliti.

Peneliti menyederhanakan uraian panjang di atas mengenai analisis data

dengan mempergunakan teknik simak dan catat data yang terdapat pada novel

Sepatu Dahlan, yaitu membaca dan menyimak objek kajian terlebih dahulu lalu

kemudian mencatat hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah yang telah

ditentukan sebelumnya, pencatatan ini dilakukan di kartu data.

Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif.

Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan

“perhitungan” atau dengan angka-angka (Moleong, 1982: 2).

Metode ini sangat tepat dipergunakan dalam menganalisis data yang

ditemukan dalam penelitian ini, hal ini dapat ditegaskan dengan salah satu ciri

penting yang terdapat dalam metode kualitatif, sebagai berikut : memberikan

perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu

sebagai studi kultural (Ratna, 2004: 46).Adapun data awal dalam penelitian ini

(37)

Pesan moral kejujuran dalam Sepatu Dahlan

“Hanya ada satu yang disegani Bapak. Kiai Mursyid... dari sana bermula muslihat yang melintas dalam benakku.” (Pabichara, 2012:24)

“Dengan suara pelan, aku berkata, aku bermimpi bertemu Kiai Mursjid...” “Belum lagi rampung kalimatku, bapak sudah duduk bersila menekur di depanku, tenggelam dengan ketakziman yang tak terbayang olehku.” “Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah. Malah mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan perasaan orang tua sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku sedang tak berniat mengambil keuntungan apapun dari kesungguhan Bapak di depan mataku...”(Pabichara, 2012:25)

Pada penggalan data di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa

seorang anak semula ingin membohongi orang tuanya pada akhirnya tidak mampu

melakukannya karena dorongan nurani untuk berkata jujur lebih kuat. Sudah

seharusnya, sebagai manusia yang dianugerahi akal pikiran oleh yang Maha

Kuasa untuk tidak memupuk sifat dusta dalam diri. Apapun alasannya

kebohongan hanya akan membawa kepada hal yang tidak baik.

Penggalan berikutnya yang juga menyiratkan pesan akan berharganya

kejujuran terdapat pada kutipan berikut ini:

“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan.”

Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur!” (Pabichara, 2012: 109)

Motivasi dalam Sepatu Dahlan

(38)

“Daripada hidup bergelimang harta tapi tidak beriman, memang lebih baik hidup miskin tapi beriman. Namun, kondisi terbaik, tentu saja, adalah kaya dan tetap beriman. Paling tidak, kalau kaya pasti aku bisa membeli sepatu dan sepeda. Dengan demikian, aku tidak perlu berangkat ke sekolah terlalu pagi dan kaki lecet-lecet karena terpeleset di batu-batu jalanan yang licin akibat tersapu embun semalaman. Meskipun, lecet-lecet di telapak kaki belum apa-apa jika dibandingkan dengan perjuangan pemuda dari Yaman yang dikisahkan Bapak tadi.” (Pabichara, 20012: 31)

Dari sebaris pepatah Jawa, tokoh Dahlan menemukan motivasinya untuk

sampai posisi saat ini sebagai menteri BUMN. Akhirnya Dahlan membuktikan

sepatu dan sepeda yang diimpikannya pada saat kecil tidak terulang pada anaknya

di masa ini yang tentu dengan mudah mendapatkan fasilitas tidak seperti Dahlan

saat masa kecil. Sebaris motivasi itu yang kemudian ditanamkan erat di

(39)

BAB IV

PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

4.1Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan

Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pesan moral merupakan

amanat yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, baik itu melalui

tokoh atau alur yang terdapat dalam cerita. Moral adalah hal-hal yang

berhubungan dengan nilai-nilai susila dalam kehidupan manusia baik secara

individu ataupun kehidupan bermasyarakat.

Jenis ajaran moral sangatlah luas menyangkut pada setiap persoalan hidup

dan kehidupan, secara garis besar Nurgiyantoro (1995: 324) membedakannya

menjadi persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia

dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Setelah membaca dan memahami novel Sepatu Dahlan karya Khrisna

Pabichara, maka peneliti menetapkan bahwa unsur-unsur pesan moral yang

dikaji adalah kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua,

dan loyalitas dalam berteman. Sedangkan unsur lainnya, yaitu motivasi akan

(40)

4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan

Kejujuran dapat diartikan sebagai sikap (keadaan) jujur yang mengedepankan

ketulusan dan kelurusan hati dalam bertindak (berkelakuan) maupun dalam

perkataan yang dijalankan oleh manusia dalam kehidupan yang menjadikannya

sebagai salah satu dari nilai moral yang diapresiasikan sebagai perilaku positif

dalam diri manusia.

Kejujuran tidak selalu ada dalam diri manusia, seringkali justru kebohongan

lebih menguasai pikiran, perbuatan, dan perkataan yang membuat manusia

akhirnya mengesampingkan nilai kejujuran tersebut. Padahal untuk menjadi

pribadi yang lebih baik kejujuran adalah nilai yang harus ditanamkan sejak dini

dalam diri masing-masing.

Proses menuju kejujuran memang tidak selalu berjalan lancar seringkali

pikiran buruk justru mendorong manusia untuk berlaku curang dan

mengesampingkan nilai kebenaran. Namun, kembali lagi pada pribadi

masing-masing dan sekuat apa pondasi keimanan seseorang yang akan menghantarkannya

pada pilihan baik atau buruk, jujur atau bertindak curang (berbohong).

Syaikh Al- Utsaimin (dalam blog Dwi Handaru) mengutarakan hakikat jujur

adalah selarasnya kabar dengan realita, baik berupa perkataan atau perbuatan.

Dalam praktik dan penerapannya hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya

dinilai dari ketepatan pengakuan atau yang dibicarakan dan tindakan seseorang

(41)

sebenarnya, orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, munafik,

atau yang lainnya.

Setiap agama pasti mengajarkan kebenaran begitu pula halnya dalam

tindak-tutur. Dalam agama Islam misalnya, kejujuran bagi seorang muslim bukan

sekadar akhlak yang utama saja yang wajib dilakukan tanpa lainnya, akan tetapi

dipandang lebih jauh daripada itu sebagai penyempurna Islam, sebab Allah yang

memerintahkan demikian. Sesuai dengan firman-Nya memerintahkan kejujuran:

“Hai, orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu

bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 119).

Keutamaan berlaku jujur bukanlah untuk sekadar citra baik yang didapat dari

penilaian masyarakat saja atau terlebih dari Sang Pencipta. Namun lebih dari itu,

kejujuran memberikan dampak positif, selain balasan pahala yang dijanjikan Sang

Pencipta, manfaat lain berupa ketenangan batin dan kepercayaan.

Novel Sepatu Dahlan memasukkan unsur kejujuran dalam rangkaian

ceritanya. Dalam novel ini kejujuran dituliskan sebagai salah satu unsur yang

menguatkan kesan bahwa novel ini sarat akan pesan moral. Berikut ini beberapa

penggalan paragraf dalam novel Sepatu Dahlan yang menunjukkan kejujuran:

Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan rencana.

Dengan suara pelan, aku berkata, “Aku mimpi bertemu Kiai Mursjid...”

Belum lagi rampung kalimatku, Bapak sudah duduk bersila sambil menekur di depanku, tenggelam dalam ketakziman yang tak terbayangkan olehku. Serta merta keheningan menyelimuti kami berdua.

Tak ada yang bersuara, tak ada yang bergerak.

Bapak terkesima menatapku, lalu duduk bersila di hadapanku. “Apa pesan Kiai Mursjid, Le?”

(42)

Bapak menekur, terdiam. Lalu, “Kamu jawab apa?”

Seketika rasa bersalah memilin-milin hatiku. Tidak, aku tidak ingin mempermainkan hati lelaki pendiam yang kukagumi kesetiaannya ini.

Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah. Malah, mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan perasaan orang tua sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku juga sedang tak berniat mengambil keuntungan apa pun dari kesungguhan Bapak di depan mataku. (Pabichara, 2012: 25)

“Aku akan sekolah di pesantren keluarga kita, Pak,” jawabku sambil menahan tangis. “Kata Kiai Mursjid, kewajiban keluarga kita yang paling utama adalah menjaga kelangsungan Pesantren Takeran.”

Sungguh, tadinya aku berniat mengatakan yang sebaliknya, bahwa sekolah dimana saja pun bisa, tapi hatiku tidak sanggup mengatakan hal itu. Aku juga yakin, sangat yakin, Bapak akan mengiyakan sandiwaraku jika aku meminta mendaftar di SMP Magetan. Hal ini terlihat dari kesungguhan Bapak mendengarkan apa saja yang kukatakan. Hanya saja, ada keperihan diam-diam mengiris hati karena kepura-puraan ini. Aku merasa bersalah, sangat bersalah. (Pabichara, 2012: 26)

Penggalan paragraf di atas memperlihatkan pergolakan batin tokoh Dahlan

ketika ia berniat untuk berkata tidak jujur pada ayahnya. Dahlan memanfaatkan

sosok Kiai Mursjid yang sangat disegani ayahnya agar ia diizinkan melanjutkan

sekolah di SMP Magetan. Saat Dahlan mulai menjalankan rencananya, pada saat

itulah kejujuran Dahlan di uji. Satu sisi Dahlan sangat ingin melanjutkan sekolah

di SMP Magetan tetapi di sisi lainnya nurani Dahlan menolak untuk berbohong.

Kejujuran akan selalu membawa seseorang kepada kebaikan, ketentraman

hati, serta kepuasan. Dahlan yang sempat berat hati ketika akan didaftarkan ke

Pesantren Takeran akhirnya merasa senang. Di Pesantren Takeran Dahlan bahkan

menjadi seorang murid yang berprestasi, seperti menjadi ketua tim bola voli,

ketua pengurus Ikatan Santri Pesantren dan mempunyai banyak teman. Ini terlihat

(43)

Aku menyukai bola voli.

Dan, aku juga mulai menyukai pesantren ini. “Masih mau sekolah di SMP Magetan?”

Aku menggeleng dengan tegas. (Pabichara, 2012: 38)

Hari pertama di Pesantren Takeran memang telah mengobati kekecewaan hatiku karena gagal melanjutkan sekolah di temat impian. (Pabichara, 2012: 39)

Berita terpilihnya aku sebagai pengurus Ikatan Santri ternyata sudah di dengar Bapak. Itu kuketahui tak lama setelah tiba di rumah. Tidak seperti biasanya, bukan Zain yang menjawab salamku. Tapi, Bapak. Biasanya, siang-siang begini beliau sudah tidak ada di rumah, kecuali karena alasan khusus yang penting atau mendesak. Jawabannya aku tahu dari mata beliau yang berbinar-binar. (Pabichara, 2012: 163)

Balasan dari kebaikan mungkin tidak selalu datang secara instan, tetapi pasti

akan ada, seperti Dahlan yang mengutamakan berkata jujur setelah sebelumnya

hampir mengelabui ayahnya. Jujur dan menuruti keinginan ayahnya untuk

melanjutkan sekolah di Pesantren Takeran, Dahlan pun mendapat banyak berkah,

mendapatkan begitu banyak hal yang membanggakan.

Selain kutipan di atas contoh lain yang juga memperlihatkan bagaimana

pentingnya sebuah kejujuran adalah ketika Dahlan mencuri sebatang tebu di

kebun milik pabrik. Dahlan terpaksa melakukannya karena ia kasihan melihat

Zain adiknya kelaparan. Tuhan tidak berkehendak Dahlan mencuri, maka Dahlan

pun tertangkap oleh mandor yang menjaga ladang tebu tersebut. Dahlan mendapat

hukuman menjadi kuli tanpa upah selama seminggu di ladang tebu tersebut.

Berita Dahlan mencuri sebatang tebu karena lapar pun akhirnya menyebar,

(44)

memberikan nasehat kepada Dahlan agar selalu berlaku jujur sesulit apa pun

keadaan yang dihadapi.

“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi Mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan.” Perutku seperti ditonjok keras-keras dan tepat mengenai ulu hati.

Ojo wedi mlarat. Yang penting jujur!”

Aku melirik ke arah Zain Zain yang sedang menunduk. Sebenarnya aku sangat ingin membantah. Dadaku terasa sesak. Tetapi, mendengar suara Mbak Sofwati yang tiba-tiba melembut, dalam tekanan yang tenang dan sejuk, aku tidak mengatakan apapun.

.... aku tetap diam beberapa saat, menikmati kecemasan, ketakutan, dan rasa bersalah. (Pabichara, 2012: 109)

Perilaku jujur atau tidak jujur seseorang juga tergantung pada perilaku orang

tua dan keluarga serta lingkungan. Emile Durkheim (1964: 67) dan Randall Collin

(1975: 59-60) menyatakan sesungguhya perilaku jujur atau ketidakjujuran adalah

sosial dalam artian perilaku tersebut konsekuensi dari internalisasi nilai-nilai

(asumsi kedirian) dan kekangan serta fasilitas struktural (asumsi struktural).

Pernyataan di atas dapat disederhanakan pengertiannya, bahwa jujur atau

ketidakjujuran dapat timbul dari diri sendiri ataupun dari lingkungan. Untuk itulah

sangat penting kejujuran diajarkan pada setiap individu. Peran keluarga tentunya

sangat dibutuhkan dalam pembentukan perilaku jujur, seperti Mbak Sofwati yang

menasehati Dahlan ketika ia khilaf melakukan perbuatan tidak terpuji, yaitu

mencuri.

Mencuri adalah salah satu perilaku menyimpang yang melanggar norma

(45)

dengan tindak curang yang mengambil hak yang bukan milik sendiri. Tindakan

mencuri dapat dikategorikan pada ketidakjujuran.

Nasehat Mbak Sofwati yang terasa begitu mengena bagi Dahlan memberikan

contoh nyata pada pembaca bahwa sekeras apapun hidup tetaplah berlaku jujur,

sebab kejujuran memberikan ketenangan dalam hidup. Tuhan pasti berlaku adil,

selalu membantu hambanya dengan cara yang terkadang tidak terpikirkan

sebelumnya. Dahlan belajar dari kejadian, ia jera berlaku curang hal ini

dibuktikannya ketika ia dan Zain adiknya kembali merasakan lapar. Dahlan tidak

ingin mengulanginya lagi, maka disinilah Tuhan memberikan balasan atas

perilaku jujurnya, membantu Dahlan melalui Komariyah teman baiknya.

Tidak, aku tidak akan mencuri lagi. Maka, kubatalkan niat menebang pohon pisang itu. Aku berlari, terus berlari. Nafas mulai ngos-ngosan, tersenggal-senggal, dan azan magrib mengentak-entak gendang telinga. Aku masih berlari dan baru berhenti setelah tiba di jalanan di depan rumah. Dengan nafas tersenggal-senggal dan tubuh lunglai, aku memasuki halaman rumah. Tiba-tiba terdengar suara seseorang berseru memanggil namaku. Komariyah sedang berjalan ke arahku dengan tangan memegang sesuatu yang ditutupi dengan kain batik. (Pabichara, 2012: 95-96)

“Titipan ibuku.” “Apa itu?”

“Nasi tiwul, ikan teri, dan sambel terasi”

Aku tercekat karena rasa haru. Seketika tubuh Komariyah seperti tersaput awan putih dan sepasang sayap tumbuh di punggungnya. Dia tersenyum sangat manis bagai peri cantik yang, entah kapan, pernah kujumpai di dalam mimpi, mengangguk-angguk penuh semangat lalu bergegas pamit untuk bersiap-siap salat berjamaah di langgar. Aku bahkan lupa mengucapkan terima kasih kepadanya saking haru dan bahagianya hatiku. Tuhan memang selalu punya cara rahasia untuk membahagiakan hamba-Nya. (Pabichara, 2012: 96)

Kejujuran Dahlan dibayar mahal oleh Tuhan, ketika ia menghentikan

(46)

lebih mengenyangkan. Itulah bukti bahwa Tuhan selalu memberikan balasan

setimpal atas apa pun yang diperbuat hamba-Nya. Jadi, alangkah baiknya apabila

setiap kehidupan selalu diisi dengan kebaikan, maka Tuhan pun akan

melipatgandakan setiap kebaikan itu.

4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan

Ibadah berasal dari bahasa Arab. Ibadah menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2007: 415) perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang di

dasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Ibadah menurut agama Islam dapat dilihat dari beberapa pemahaman yang

terkandung dalam Al-qur’an, yaitu:

1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekuensi manusia itu

melakukan penghambaan kepada Tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51-56)

2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain

manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin 36-61)

Ketaatan dalam beribadah merupakan sikap patuh terhadap Sang Pencipta.

Menurut Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah (blog immawati catatan sahabat santri)

ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah

dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang tersembunyi

(batin) maupun yang nampak (lahir). Termasuk pula di dalamnya rasa cinta

kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat)

kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-kepada-Nya, bersabar terhadap

(47)

mengharapkan kasih sayang-Nya, merasa takut pada siksa-Nya dan lain

sebagainya, semua itu merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.

Orang yang beribadah kepada Allah mereka akan senantiasa patuh dan tunduk

kepada kehendak dan arahan Tuhannya, baik itu terlihat dari perilaku ataupun

ucapan. Seperti dalam novel Sepatu Dahlan pada beberapa bagian paragraf

terdapat hal yang memperlihatkan ketaatan tokoh dalam beribadah, berikut

contohnya:

Aku menyebut nama Tuhan dan berharap sekonyong-konyong ada keajaiban lagi yang memindahkan tubuhku dari ruang lenggang ini, sebelum mataku menangkap, samar-samar, seorang perempuan berambut panjang sedang duduk di atas dingklik dan dengan tekun mencanting. (Pabichara, 2012: 8)

Lalu, aku memohon lagi agar Tuhan segera memindahkanku, membuangku jauh-jauh dari ruang lenggang yang mencekam ini.

Dan, Tuhan memang pengabul doa yang tak tertandingi. (Pabichara, 2012: 9)

Aku merusaha mengumpulkan kekuatan agar bisa melangkahkan kakiku. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa sumur itu sebenarnya aman. Tidak ada apa-apa di sana. Aku memejamkan mata sambil mulai melangkah dan terus merapal doa dan ayat Qur’an yang kuingat agar tetap merasa aman. (Pabichara, 2012: 69)

Pada kutipan di atas bentuk ketaatan Dahlan pada Yang Maha Kuasa terlihat

ketika ia merasa sedang dalam kesulitan secara langsung ia mengingat Tuhan.

Doa adalah senjata orang mukmin. Doa adalah cara terbaik meminta kepada Sang

Pencipta. Saat seseorang memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa itu artinya ia

percaya akan kekuatan Tuhan dan percaya saja sudah termasuk bentuk ibadah.

Adapun contoh lain yang juga memperlihatkan ketaatan beribadah dalam

(48)

Salat Isya

Sungguh, aku ingin mengatakan bahwa selama ini tak ada waktu luang agar aku bisa belajar dengan tenang: setelah

sudah lama selesai, tetapi belum juga terkumpul keberanian menemui Bapak. (Pabichara, 2012: 17)

salat subuh sudah harus menyabit rumput, terus ke sekolah, setelahnya menyabit rumput lagi, lalu belajar mengaji

Seperti malam-malam sebelumnya, Bapak sudah berangkat ke sawah selepas , ngangon domba, dan tatkala malam sudah menyelimuti Kebon Dalem tak mungkin lagi belajar karena gelap-gulita. Tapi lidahku sekonyong-konyong kelu, tak mampu mengatakan apa pun. (Pabichara, 2012: 19)

salat Isya

“Tadi, setelah salat Subuh ndak dibolehin tidur lagi sama Ibu.” (Pabichara, 2012: 54)

. (Pabichara, 20120: 24)

Ustaz Hamim yang hafal Al-qur’an

Biasanya,

sejak remaja itu menghampiri kami, tersenyum, menatap kami satu per satu, kemudian meneruskan kisah Pesantren Takeran yang membuat kami takjub dan merasa seolah-olah kamilah yang mendirikan pesantren ini dari semula. (Pabichara, 2012: 55)

setelah salat Subuh

Tak butuh waktu lama, piring itu langsung tandas. Setelah itu, kami bergegas ke langgar untuk

aku bertualang ke pematang-pematang sawah atau jalanan pembatas ladang dan tebu untuk menyabit rumput. (Pabichara, 2012: 74-75)

salat berjamaah

Setelah

. Biasanya, Bapak yang jadi imam. (Pabichara, 2012: 97)

selesai salat Magrib

“Kalian ndak

, aku dan Zain langsung pulang ke rumah, meninggalkan teman-teman yang malam ini masih berencana mencari ikan di sungai. (Pabichara, 2012: 107)

ngaji

Sejak kunjungan Juragan Akbar dan Maryati, Bapak tidak menegurku lagi. Sepulang dari sawah, dia hanya

?” tanya Mbak Sofwati. (Pabichara, 2012: 108)

salat Zuhur

Sambil

, minum segelas teh, lalu pergi lagi. (Pabichara, 2012: 137)

membaca basmalah

Aku berdiri menggoyang-goyangkan tumit, berjinjit, lalu, “Bismillah?” (Pabichara, 2012: 276)

, kutulis satu nama dengan huruf kapital: ARIF. (Pabichara, 2012: 161)

(49)

camat, ada mushala. Kalian bisa salat Zuhur

Ketaatan yang tergambar dari kutipan-kutipan di atas adalah keseharian para

tokoh yang selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan. Salat adalah

tiang agama, hukumnya wajib untuk dilaksanakan, ibadah ini pulalah yang sering

kali ditemukan dalam beberapa paragraf. Kemudian kegiatan ibadah lainnya yaitu

mengaji dan bahkan hal sekecil mengucapkan bismillah pun untuk mengawali

suatu kegiatan dituliskan dalam novel ini.

secara berjamaah di sana.” (Pabichara, 2012: 228)

Sepatu Dahlan memang bukan novel religi, tetapi hampir keseluruhan

ceritanya memiliki unsur ibadah yang memang wajib dijalankan setiap umat Islam

(tokoh-tokoh yang bermain dalam novel ini diceritakan menganut agama Islam).

Taat berarti patuh dan tunduk, maka dapat dilihat bagaimana para tokoh menaati

perintah Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya.

4.1.3 Ketaatan Pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan

Bersikap patuh dan taat kepada orang tua merupakan kewajiban bagi setiap

anak. Taat kepada orang tua juga merupakan bagian dari wujud ketaatan terhadap

Sang Pencipta atau sama dengan ibadah. Orang tua senantiasa memberikan kasih

sayang dan berusaha keras untuk menghidupi anak yang telah dianugerahkan

Sang Pencipta kepada mereka dengan penuh cinta kasih, sehingga sudah

sepatutnya bagi seorang anak untuk berlaku taat terhadap kedua orang tuanya

selama yang diperintahkan oleh orang tua masih pada jalan yang benar.

Agama mana pun juga memberikan ajaran yang sama tentang berbakti

(50)

hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib.

Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada

kedua orang tua ibu bapak” (QS. An Nisa’: 36).

Dalam ayat ini (berbuat baik kepada ibu bapak) merupakan perintah, dan

perintah di sini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah

perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah.

Kewajiban dalam berlaku baik atau taat kepada orang tua bukanlah hal yang bisa

dikecilkan begitu saja. Banyak firman Allah dan juga sabda Rasulullah yang

menyebutkan di dalamnya agar anak berlaku baik terhadap orang tuanya.

Salah satu sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang semakin

menguatkan akan pentingnya bakti seorang anak terhadap orang tua (dalam blog

Abu Hamzah) adalah: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan

kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (Riwayat Tarmidzi

dalam Jami’nya (1/346), hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah

no.516).

Selain dasar yang kuat dari setiap agama taat (berbakti) pada orang tua pun

termasuk pada perilaku terpuji yang sesuai dengan norma yang ada dalam

masyakarat. Pernyataan ini dapat dikuatkan dengan banyaknya cerita-cerita

rakyat yang berkembang di masyarakat yang bertemakan tentang ketaatan (bakti)

pada orang tua. Hampir setiap daerah punya versi cerita masing-masing, sebagai

(51)

Barat, Legenda Batu Belah dari Gayo (Aceh), dan lain sebagainya yang

keseluruhan isinya mengandung amanat agar anak berbakti pada orang tuanya

karena jika sampai seorang anak menyakiti hati orang tua mereka maka Sang

Pencipta akan gusar dan memberikan hukuman yang setimpal.

Sama halnya dengan novel Sepatu Dahlan, dalam novel ini beberapa

bagian ceritanya terlihat kuat dalam memberikan kesan akan ketaatan (bakti) pada

orang tua. Adapun perilaku ketaatan pada orang tua yang terlihat dalam novel

Sepatu Dahlan sebagai berikut:

Maaf, Pak, Dahlan sudah mengecewakan Bapak dengan angka merah. Dahlan sudah berusaha, tapi hasilnya seperti ini, Pak. Pak, Dahlan masih boleh sekolahkan? (Pabichara, 2012: 16)

Dahlan merasa bahwa ia telah mengecewakan ayahnya dengan hadirnya

dua angka merah dalam rapornya. Gejolak hati Dahlan yang kemudian

dituliskannya dalam buku harian memperlihatkan ketaatan (bakti) seorang anak

pada orang tuanya. Ketika rasa penyesalan atau rasa bersalah dirasakan oleh

seorang anak yang merasa telah berbuat salah pada orang tuanya dapat diartikan

sebagai wujud ketaatan pada orang tua. Karena dengan adanya rasa penyesalan

berarti si anak masih memikirkan perasaan orang tuanya dan dengan begitu akan

timbul keinginan untuk memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur yang membangun novel Menebus Impian Karya Abidah El Khalieqy serta mendeskripsikan pesan moral yang terdapat dalam novel

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara; (2) mendeskripsikan aspek sosial dalam novel

Berdasarkan tinjauan sosiologi sastra aspek moral yang ditemukan dalam novel KSK yaitu moral kejujuran, otentik, tanggung jawab, kemandirian, keberanian, kerendahan

PENYIMPANGAN MORAL DALAM NOVEL NEGERI PARA BEDEBAH KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dialektik, yaitu dengan menganalisis unsur pembangun novel, menganalisis nilai moral tinjauan sosiologi

Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari pengajaran tentang segala aspek kehidupan, di antaranya mengenai pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam

Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.. Sastra dan

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.. Pedoman Penelitian Sosiologi