PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL
SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA :
TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI
OLEH :
REYZA FATHUR RAHMI
090701008
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL
SEPATU
DAHLAN
KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN
SOSIOLOGI SASTRA
SKRIPSI OLEH:
REYZA FATHUR RAHMI 090701008
Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si Dra. Yulizar Yunas, M.Hum.
NIP: 19620925 198903 1 017 NIP: 19500411 198102 2 001
Departemen Sastra Indonesia
Ketua,
Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan saya tidak benar saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, September 2013
Hormat Saya,
Reyza Fathur Rahmi
Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra
Reyza Fathur Rahmi Fakultas Ilmu Budaya
Abstrak
Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang dalam menggambarkan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari keluarga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi dari Sepatu Dahlan khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara
PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
begitu banyak berkah kepada penulis sehingga akhirnya dapat menyelesaikan
skripsi ini. segala anugerah dari Yang Maha Kuasa telah menuntun dan
menguatkan penulis dalam menghadapi segala kendala dalam menyelesaikan studi
di Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU. Adapun judul skripsi
ini adalah “Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna
Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra”.
Saat melewati proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menemukan
kesulitan tetapi penulis juga banyak mendapat bantuan berupa dukungan, nasihat,
perhatian, bimbingan dan juga doa. Untuk itu dengan segala kerendahan hati
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU.
2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai ketua Departemen
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam mengikuti perkuliahan di Departemen
Sastra Indonesia dan juga sebagai dosen pembimbing I yang banyak
memberikan masukan kepada penulis serta selalu sabar membimbing
3. Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai sekretaris Departemen Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya USU sekaligus dosen penulis yang
telah memberikan banyak masukan selama menjadi mahasiswa di
Departemen Sastra Indonesia.
4. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II penulis
yang senantiasa membimbing dan memberikan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai dosen pembimbing
akademik penulis yang telah memberikan masukan kepada penulis
selama perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu pengajar di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu
Budaya USU yang senantiasa dengan tulus memberikan bimbingan
dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.
7. Orang tua paling sempurna dalam hidup penulis sekaligus motivator
terbesar dalam hidup penulis yaitu ibu terkasih Almh. Azizah Hanum
Lubis terimakasih untuk perjuangan yang tidak pernah putus untuk
penulis dan ayahanda H. A. Basyid Nst. SH, MH.
8. Terima kasih Tuhan telah memberikan penulis keluarga pilihan yang
dengan hati lapang mencurahkan segenap kasih sayang pada penulis
opung tersayang Dra. Hj. Siti Alchiar Nst terimakasih untuk jiwa
Kartinimu, mamak dan nantulang: Amril Mukmin Lubis, Yetti Nasir
SH, Abdul Haris Lubis, Seri, Amir Syarifuddin, Siti Kodiyah. Etek
untuk petuah, semangat, cinta kasih, doa dan harapan yang tidak
pernah berkurang. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.
9. Untuk abangku tersayang Bayhaqi Benni Nasution, terimakasih atas
doa dan dukungan yang tidak pernah berhenti. Buat adik-adikku
tersayang Ipong, Dani Afif, Fandi, Hanif, Syifa, Sarah, dan Fathi
terima kasih doanya. Kalian semua berarti dan akan selalu demikian.
10.Terimakasih buat sahabat-sahabat seperjuangan stambuk 09 yang telah
memberikan dukungan kepada penulis, khususnya Nur Hasanah Hsb,
Irma Sari, Rama Wati, Safiriyani, Siti Aminah, Alwi, Dwi, Tiwi, dll.
Terimakasih sudah menjadi sahabat bagi penulis.
Akhir kata, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya membangun agar lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Semoga
skripsi ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca tentang “Pesan
Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:
Tinjauan Sosiologi Sastra”.
Hormat saya,
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
PRAKATA ... iii
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... .1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Batasan Masalah ... .5
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 6
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 6
1.4.2.1Manfaat Teoretis ... 6
1.4.2.2Manfaat Praktis ... 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ... 8
2.1.1 Pesan Moral ... 8
2.1.2 Motivasi ... 12
2.2 Landasan Teori ... 16
2.3 Tinjauan Pustaka ... 18
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 22
3.2 Sumber Data ... 23
3.3 Teknik Analisis Data ... 24
BAB IV PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA 4.1 Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan ... 28
4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan ... 29
4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan ... 35
4.1.3 Ketaatan pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan ... 38
4.1.4 Loyalitas Berteman dalam Novel Sepatu Dahlan ... 43
4.2 Proses Penyampaian Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan ... 47
4.3 Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ... 48
4.3.1 Pepatah yang Memotivasi dalam Novel Sepatu Dahlan ... 49
4.3.3 Motivasi dari Keluarga dalam Novel Sepatu Dahlan ... 52
4.4 Proses Penyampaian Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan... 55
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 57
5.2 Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
Pesan Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara: Tinjauan Sosiologi Sastra
Reyza Fathur Rahmi Fakultas Ilmu Budaya
Abstrak
Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang dalam menggambarkan realitas sosial. Karya sastra tidak hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga sebagai media penyampai pesan pengajaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti mempergunakan teori sosiologi sastra dalam menganalisis data. Masalah di dalam skripsi ini dibatasi menjadi pesan moral yang terbagi atas: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan motivasi yang terbagi atas: pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman, motivasi dari keluarga. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel, membantu para pembaca untuk memahami isi dari Sepatu Dahlan khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi ceritanya. Teknik pengumpulan data dilakuan dengan cara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banyak pelajaran tentang pengalaman hidup yang dapat menginspirasi
lahirnya sebuah karya sastra yang akhirnya dijadikan sebagai media untuk
menyampaikan aspirasi, gagasan, ide, atau nasihat (petuah). Pada akhirnya
berguna apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra merupakan
media pembelajaran yang banyak disukai orang untuk menyampaikan nilai atau
“pesan moral” kepada orang lain (Kurniawan 2012: 2).
Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat” yang tidak sepenuhnya
bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan
masalah sosial: masalah tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), mitos,
simbol (Wellek dan Austin 1989: 109). Menurut Watt (dalam Endraswara
2011:22) karya sastra yang baik memberikan fungsi sebagai: (1) pleasing, yaitu
kenikmatan hiburan. Karya sastra dipandang sebagai pengatur irama hidup hingga
menyeimbangkan rasa. (2) instructing, artinya memberikan ajaran tertentu, yang
menggugah semangat hidup. Karya sastra diharapkan mencerminkan aspek
didaktif. Karya sastra telah menawarkan ajaran moral, kesadaran moral yang
menjadi unsur penting dalam karya sastra.
Pesan moral dalam karya sastra adalah amanat yang ingin disampaikan
kepada pembaca mengenai baik buruk perilaku manusia yang hidup dalam
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang
ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro 1995: 323).
Moral menjadi tolok ukur dalam hal menilai perilaku seseorang. Ketika
seseorang memiliki moral yang baik tentunya akan dapat memilah mana kelakuan
yang pantas mana yang tidak pantas, mana yang baik mana yang benar atau mana
yang etis dan tidak etis. Kemampuan seperti ini tentunya sangat penting
ditumbuhkembangkan dalam setiap personaliti manusia.
Perkembangan zaman tentu juga turut membawa perubahan. Perubahan
dari berbagai sisi dengan segala efek positif-negatif, diantaranya pergeseran
nilai-nilai moral dalam masyarakat. Kecenderungan dalam membenarkan yang biasa
sudah menjadi realitas kehidupan sosial, padahal seharusnya konsep yang dianut
adalah membiasakan yang benar.
Sebagai negara yang berbudaya yang sangat menjunjung tinggi moralitas,
keadaan ini tentunya menjadi masalah bersama. Berbagai upaya dilakukan dalam
hal memperkenalkan kembali moralitas ini pada individu, mulai dari didikan
orang tua, sekolah, hingga karya sastra juga turut memberikan sumbangsih
melalui novel-novel yang sarat akan pesan moral.
Keadaan ini semakin memperkuat peneliti untuk mengangkat judul “Pesan
Moral dan Motivasi dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khrisna Pabichara:
Tinjauan Sosiologi Sastra”. Pesan moral dan motivasi merupakan dua hal yang
hal berbenah diri. Itu sebabnya, ketika sebuah novel sarat akan pesan moral maka
novel tersebut juga memotivasi.
G.R Terry (dalam Malayu 2005: 145) mengemukakan bahwa motivasi
adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya
untuk melakukan tindakan-tindakan. Motivasi itu tampak dalam dua segi yang
berbeda, yaitu dilihat dari segi aktif dan dinamis, motivasi tampak sebagai suatu
usaha positif dalam menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan daya serta
potensi tenaga kerja, agar secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dilihat dari segi pasif dan statis,
motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai perangsang untuk
dapat menggerakkan, mengerahkan, dan mengarahkan potensi serta daya kerja
manusia tersebut ke arah yang diinginkan.
Wiyono (dalam Endaswara 2011: 111) menyatakan bahwa sastra dapat
menjadi alat pendidikan agama dan selanjutnya juga menjadi alat pendidikan
moral. Moral adalah bagian hidup bermasyarakat. Pahlawan rakyat dan
tokoh-tokoh sering membawa pesan ajaran moral. Itu sebabnya peneliti akan menelaah
sejauh mana isi novel Sepatu Dahlan karya Khrisna Pabichara ini mengandung
pesan moral dan motivasi.
Sepatu Dahlan bercerita tentang tokoh Dahlan yang meski di usia muda
harus menghadapi kerasnya hidup karena permasalahan ekonomi. Sepatu dan
sepeda adalah barang mewah yang begitu diinginkan Dahlan karena dengan dua
tidak perlu berjalan kaki hingga belasan kilometer. Memperbaiki pendidikan
adalah cara paling tepat untuk terlepas dari belitan kemiskinan, itulah yang
sekiranya ada di benak Dahlan. Novel Sepatu Dahlan merupakan objek penelitian
ini yang dapat dikaji dari tinjauan sosiologi sastra.
Hakikat sastra dan sosiologi adalah dua ilmu yang tidak terlepas dari peran
manusia dan kehidupannya. Keduanya memiliki kesamaan karena memiliki objek
yang sama, yaitu manusia dan masyarakat (Ratna 2003: 2). Akan tetapi berbeda
dalam hal penggarapannya, sosiologi lebih mengarah kepada faktual dan objektif
sedangkan sastra lebih dominan pada rekaan atau imajinasi dan cenderung bersifat
subjektif. Selengkapnya dalam buku Paradigma Sosiologi Sastra dituliskan
sebagai berikut:
Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiolog melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas (Ratna 2003:4).
Objek yang dikaji sosiologi dan sastra adalah sama, maka lahirlah
sosiologi sastra yang merupakan interdisiplin antara ilmu sosiologi dan sastra.
Karya sastra yang selalu bersinggungan dengan kehidupan sosial bercermin pada
zaman dengan segala aktivitas masyarakat yang imajiner di dalamnya merupakan
representasi dari kehidupan nyata yang digabung dengan proses kreatif pengarang,
maka sosiologi sastra membantu karya sastra untuk dinilai, dianalisis dan
Alasan lain yang menguatkan novel Sepatu Dahlan ini dipilih menjadi
bahan penelitian adalah tanggapan yang luar biasa dari pembaca sehingga novel
ini masuk dalam jajaran novel Best Seller, banyak komentar positif dari
orang-orang yang dari segi intelligent sudah tidak diragukan lagi, sebut saja Andy F.
Noya, host Kick Andy talk show yang selalu menghadirkan bintang tamu
berprestasi dan menginspirasi, “....membangkitkan semangat setiap orang yang
membaca...”. Komentar-komentar positif tersebut menjadikan peneliti semakin
tertarik untuk membahas sejauh mana novel ini memberikan pesan moral dan
motivasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa sajakah pesan moral yang disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?
2. Bagaimanakah pesan moral disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?
3. Apa sajakah motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan?
4. Bagaimanakah motivasi disampaikan dalam novel Sepatu Dahlan?
1.3 Batasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan mencapai tujuan dengan baik maka diperlukan
batasan masalah. Peneliti membatasi masalah hanya pada pesan moral dan
pada orang tua, loyalitas dalam berteman, pepatah yang memotivasi, motivasi dari
teman, motivasi dari keluarga.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Menguraikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.
2. Mendeskripsikan pesan moral yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.
3. Menguraikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.
4. Mendeskripsikan motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1 Manfaat Teoretis
1. Dapat memberikan kontribusi positif terhadap ilmu pengetahuan di bidang
sastra, khususnya pada interdisiplin ilmu sosiologi sastra dalam hal menggali
pesan moral serta motivasi yang terkandung dalam sebuah novel.
2. Memperkaya khasanah sastra kepada pembaca mengenai studi sastra Indonesia
tepatnya melalui pendekatan sosiologi sastra.
1. Menegaskan kepada pembaca bahwa karya sastra tidak luput dari pengajaran
tentang segala aspek kehidupan, diantaranya mengenai pesan moral dan
motivasi yang terkandung dalam novel Sepatu Dahlan.
2. Membantu para pembaca untuk memahami isi dari novel Sepatu Dahlan
khususnya dalam hal pesan moral dan motivasi yang tidak semua tertulis
secara eksplisit, melainkan memerlukan pemahaman dalam menganalisis isi
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA
4.1 Konsep
Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui
aspek-aspek yang menyangkut apa saja yang akan diteliti, sehingga ruang lingkup materi
yang akan dikaji menjadi linear (terarah) tidak melebar kepada hal-hal yang tidak
penting. Adapun konsep yang dipergunakan pada penelitian ini adalah:
4.1.1 Pesan Moral
Pesan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 856) adalah 1 perintah,
nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain.
Menurut Lillie (dalam Budiningsih 2004: 24) kata moral berasal dari mores
(bahasa Latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. Dewey
(dalam Budinigsih 2004: 24) mengatakan bahwa moral adalah hal-hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai susila. Hal ini membuktikan bahwa moral
merupakan suatu acuan untuk menilai baik buruknya perilaku seseorang. Semakin
sesuai perilaku seseorang dengan moral yang ditetapkan dalam masyarakat maka
semakin tinggi moralitasnya.
Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message
(Nurgiyantoro 1995: 322). Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam
Nurgiyantoro 1995:3 22) biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang
diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia
merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai
hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan
sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan,
atau ditemukan modelnya, dalam kehidupan nyata, sebagaimana model yang
ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya.
Jenis ajaran moral sangat luas, bisa dikatakan tidak berbatas segala yang
menyangkut pada persoalan hidup dan kehidupan. Secara garis besar
Nurgiyantoro (1995: 324) membedakan persoalan hidup dan kehidupan manusia
ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat
Bahasa Departemenn Pendidikan Nasional (2007: 745-755), moral adalah 1)
(ajaran tt) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban,
dsb; akhlak; budi pekerti; susila; 2) kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan
sebagaimana terungkap dl perbuatan; 3) ajaran kesusilaan yang ditarik dari suatu
cerita.
Pengertian secara terpisah di atas apabila disimpulkan menjadi satu pengertian
dari pesan moral berarti amanat yang ingin disampaikan tentang ajaran baik buruk
pekerti atau akhlak manusia yang tentunya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
di masyarakat.
Pada penelitian ini, permasalahan pesan moral yang diungkap dari novel
Sepatu Dahlan mengenai: kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada
orang tua, dan loyalitas dalam berteman.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 479) mengartikan kejujuran sebagai
sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati).
Bersikap jujur pada hakikatnya berupaya terus menerus berperilaku positif
dalam menjalankan kehidupan. Bersikap jujur menyangkut sikap moral seseorang,
artinya berupaya sekuat tenaga agar setia kepada sumpah atau janji yang telah
diucapkan. Tidak melakukan tindakan yang hanya menguntungkan diri sendiri
namun merugikan pihak lain. Tidak berperilaku negatif dengan sengaja dan
apabila terjadi kesalahan bersedia memperbaiki kesalahan tersebut agar tidak
terulang kembali dikemudian hari.
Kejujuran merupakan bagian dari sifat positif manusia, tidak dapat disangkal
bahwa masalah kejujuran merupakan hal yang pelik dan rumit karena jujur
tidaknya seseorang tidak selalu diketahui oleh orang lain. Hati nurani yang
bersangkutanlah yang paling banyak memberi pengaruh mengarahkan individu
untuk menanamkan kejujuran dalam diri. Jika setiap individu telah menanamkan
kejujuran dalam diri, sejatinya akan dinilai baik pula moralitasnya. Kejujuran bisa
menjadi pengontrol yang baik dalam diri seseorang karena dengan adanya
kebenaran, tidak ada lagi kebohongan yang nantinya akan membawa kepada hal
yang tidak baik.
Mengenai pesan moral ketaatan dalam beribadah Salam (2000: 193)
mengemukakan bahwa itu merupakan salah satu dari 12 (dua belas) dimensi
kewajiban manusia dalam kristalisasi akhlak yang baik. Atas segala rahmat-Nya
manusia jelas berutang budi yang besar, Dialah yang wajib diibadahi dan ditaati
oleh segenap manusia maka sudah sepatutnya apabila manusia berterima kasih
atas segala pemberian-Nya dengan salah satu cara diantaranya, yaitu taat.
Salam (2000:194) menjelaskan tentang taat, yaitu berarti melaksanakan
perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sebagaimana
difirmankan. Taat ini juga dimaksudkan sebagai takwa, yakni memelihara diri
agar selalu berada pada garis dan jalan-Nya yang lurus.
Pesan moral yang selanjutnya yaitu tentang ketaatan terhadap orang tua, hal
inipun masih termasuk ke dalam 12 (dua belas) dimensi kewajiban manusia dalam
kristalisasi akhlak yang baik menurut Salam. Orang tua adalah orang yang paling
berjasa dalam kehidupan anak-anaknya, merawat dengan seluruh kasih sayang
dan memenuhi kebutuhan anaknya. Adapun kewajiban anak terhadap orang tua
yang dikemukakan oleh Salam (2000: 199-200) adalah:
1. Patuh: Mematuhi perintah orang tua, kecuali dalam hal maksiat.
2. Ihsan: Berbuat baik kepadanya sesuai perintah Tuhan. Mengingat jasa
orang tua begitu besar, maka seharusnyalah seseorang memberikan pula kesenangan kepada keduanya apa-apa yang dapat diberikan, misalnya tambahan nafkah dan keperluan-keperluan lainnya.
3. Perkataan yang lemah lembut: Tuhan memperingatkan kepada kita tidak
4. Merendah diri 5. Berterima kasih
6. Memohonkan rahmat dan maghrifirah.
7. Setelah wafat: Shalatkan jenazahnya, memohonkan rahmat dan
keampunan Ilahi, menyempurnakan janjinya, menghormati sahabatnya dan meneruskan jalinan kekeluargaan yang pernah dibina oleh keduanya.
Loyalitas dalam pertemanan pun dapat digolongkan kepada pesan moral.
Menurut Salam (2000: 63) bermula dari rasa moral, menjadi kesadaran moral, dan
dari sini tumbuh menjadi kewajiban moral, dari sini pula melahirkan rasa
kemanusiaan, rasa persaudaraan, rasa kebajikan, dan seterusnya. Pendapat Salam
ini dapat dijadikan dasar bahwa loyalitas dalam pertemanan merupakan bagian
dari moral. Tindakan tersebut dikatakan sebagai tindakan yang baik (bermoral)
karena dalam pertemanan dibutuhkan kesetiaan terlebih bila kesetiaan yang
terjalin dalam hubungan pertemanan itu mengarahkan individu terhadap hal-hal
positif.
4.1.2 Motivasi
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman (2006: 73)
motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan. Motif dapat diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat dikatakan sebagai suatu kondisi
intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat dikatakan
saat-saat tertentu terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau
mendesak.
Fungsi motivasi menurut Sardiman (2006: 85) ada 3, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi.
2. Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Motivasi bisa datang dari berbagai macam aspek kehidupan, tidak harus
melalui acara khusus yang memang diperuntukkan untuk ajang motivasi atau
cerita tentang kesuksesan tokoh ternama, tetapi terkadang motivasi bisa datang
dari hal-hal kecil yang memberikan efek luar biasa pada kehidupan seseorang.
Tidak jarang kata-kata mutiara atau pepatah mampu menjadi daya penggerak
seseorang untuk berusaha mencapai tujuannya, misalnya dalam novel Sepatu
Dahlan tokoh Dahlan termotivasi oleh pepatah Jawa yang terukir di dinding
pesantren tempat ia sekolah.
Peran lingkungan juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja dalam hal
memberikan motivasi, seringkali justru motivasi itu hadir dari orang-orang
terdekat yaitu keluarga dan teman yang menjadi inspirasi bagi seseorang untuk
mencapai tujuan.
Menurut Malayu (2005: 143), motivasi berasal dari kata latin movere yang
berarti dorongan atau pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan
kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Pentingnya motivasi
prilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang
optimal.
Ada beberapa faktor penggerak motivasi yang disebutkan Peterson dan
Plowman (dalam Malayu 2005: 142), yakni:
1. Keinginan untuk hidup
Keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama dari setiap orang, manusia bekerja untuk dapat melanjutkan kehidupannya.
2. Keinginan untuk memiliki sesuatu
Keinginan untuk suatu posisi dengan memiliki sesuatu merupakan keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau bekerja.
3. Keinginan akan kekuasaan
Keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan selangkah di atas keinginan untuk memiliki, yang mendorong orang mau bekerja.
4. Keinginan akan adanya pengakuan
Keinginan akan pengakuan, penghormatan, dan status sosial, merupakan jenis terakhir dari kebutuhan yang mendorong orang untuk bekerja. Dengan demikian, setiap pekerja mempunyai motif keinginan (want) dan
kebutuhan (needs) tertentu dan mengharapkan kepuasan dari hasil
kerjanya.
Adapun beberapa tujuan motivasi menurut Malayu (dalam blog Bidnalia)
adalah:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan seseorang
2. Meningkatkan produktivitas seseorang
3. Mempertahankan kestabilan seseorang
4. Meningkatkan kedisiplinan seseorang
5. Mengefektifkan pengadaan seseorang
6. Menciptakan suasana dan hubungan baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seseorang 8. Meningkatkan kesejahteraan seseorang
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugasnya
Dalam KBBI (2007: 756) motivasi adalah 1) dorongan yang timbul pada diri
seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu; 2) usaha untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan
mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan
perbuatannya.
4.1.3 Sepatu Dahlan
Novel Sepatu Dahlan berkisah tentang kehidupan tokoh Dahlan seorang anak
yang tinggal di daerah Takeran. Tokoh Dahlan dalam novel ini sebenarnya adalah
sosok dari menteri yang saat ini menjabat di bidang BUMN Dahlan Iskan. Beliau
menjadi inspirasi bagi Khrisna Pabichara untuk menceritakan bait demi bait
perjalanan hidup Dahlan Iskan yang dulunya hidup dengan keadaan yang tidak
terlalu berkecukupan. Namun semangat Dahlan menuntut ilmu tidak pernah
berkurang, meski harus berjalan kaki sejauh belasan kilometer untuk menuju
sekolahnya, Dahlan tetap semangat. Tapak kaki yang melepuh seolah tidak
menjadi penghalang bagi Dahlan. Dahlan dan impian kecilnya: sepatu dan sepeda,
yang menurut Dahlan akan sangat membantu apabila ia memiliki keduanya dan
mudah bagi Dahlan untuk sampai ke sekolah. Dari dua benda yang diinginkan
Dahlan itulah akhirnya mengalir cerita yang menginspirasi.
Sesuai dengan judulnya, sepatu dalam novel ini bukan merupakan kiasan,
tetapi arti yang sebenarnya, yaitu sepatu sebagai benda. Kisah Dahlan dalam
mendapatkan sepatu dan sepeda inilah yang sebenarnya menjadi penggerak
4.2 Landasan Teori
Teori berfungsi untuk memecahkan masalah. Sebagai dasar untuk
menyelesaikan masalah, maka sangat penting apabila teori yang dipakai
benar-benar relevan dengan permasalahan yang ada.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiologi sastra.
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar
kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi
(logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya
mengalami perubahan makna, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos
berarti ilmu. jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal- usul dan pertumbuhan
(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan
hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, dan empiris (Ratna
2003: 1).
Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk dan instruksi. Tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti
kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik
(Ratna 2003: 1). Penelitian ini mengangkat novel Sepatu Dahlan sebagai objek
kajian yang akan diteliti dengan menggunakan tinjauan sosiologi sastra.
Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu
sosiologi dan sastra. keduanya memiliki objek kajian yang sama yaitu manusia
dan masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada
hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu
bersifat subjektif dan rekaan. Adapun defenisi dari sosiologi sastra sangat
beragam tetapi defenisi yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah
pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek
kemasyarakatan yang terkadung di dalamnya. Sosiologi sastra akan meneliti sastra
sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2)
karya sastra memuat aspek sosial dan budaya yang memiliki fungsi sosial
berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup
bermasyarakat (Endraswara 2011: 20).
Jika dikaitkan dengan penelitian yang berjudul “Pesan Moral dan Motivasi
dalam Novel Sepatu Dahlan Karya Khirsna Pabichara” ini mengangkat pesan
moral dan motivasi yang keduanya dianggap sebagai aspek kehidupan dalam
bermasyarakat. Jelas bahwa kajian sosiologi sastra adalah kajian yang tepat untuk
penelitian ini. Teori sosiologi sastra yang digunakan dalam penelitian ini
mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alan Swingewood.
Swingewood (dalam Yasa 2012: 24) menegaskan bahwa karya sastra adalah
suatu jagat yang merupakan tumpuan kecemasan, harapan, dan aspirasi manusia
karena di samping makhluk sosial, dinamika sosial budaya akan sangat sarat
termuat dalam karya sastra. Swingewood juga menyampaikan bahwa sinkronisasi
antara fakta imajiner dengan fakta realitas sebagai bukti bahwa sastra adalah
Swingewood menyebutkan (dalam Yasa 2012: 22) bahwa pengarang besar
tidak sekadar menggambarkan dunia sosial secara mentah, tetapi ia
mengembangkan tugas yang mendesak, yaitu memainkan tokoh-tokoh ciptaannya
dalam satu situasi rekaan untuk mengungkapkan nilai dan makna dalam dunia
sosial.
4.3 Tinjauan Pustaka
Teori sosiologi sastra telah banyak dipergunakan dalam mengkaji
permasalahan yang diangkat pada skripsi, tetapi penelitian yang menjadikan novel
Sepatu Dahlan sebagai objek kajian baru pertama kali dilakukan. Penelitian ini
menitikberatkan pada pesan moral dan motivasi yang terkandung dalam novel.
Setelah peneliti melakukan pencarian di perpustakaan Departemen Sastra
Indonesia Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga melalui media internet
diantaranya ditemukan beberapa skripsi yang kajiannya relevan dengan penelitian
kali ini. Adapun beberapa skripsi yang pernah mengangkat aspek moral, motivasi
dan amanat sebagai rumusan masalah diantaranya:
Ginting (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Saat untuk Menaruh Dendam
dan Saat untuk Menaburkan Cinta Karya Julius R. Siyaranamual: Analisis
Moral”. Skripsi ini membicarakan tentang pembahasan struktural dan moral
dilakukan terhadap novel Saat untuk Menaruh Dendam dan Saat untuk Menaruh
Cinta: novel ini membahas masalah-masalah moral dengan tema kawin paksa
karena pergaulan bebas. Peristiwa secara umum berlatar di seputar kota Jakarta
yang ingin diungkapkan oleh pengarang, secara garis besar adalah persoalan
manusia dengan diri sendiri, manusia dengan manusia lainnya dalam suatu
lingkup sosial hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pranata (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Novel Orang-Orang
Proyek Karya Ahmad Tohari : Analisis Sosiologi Sastra”, peneliti menganalisis
tentang unsur-unsur yang membangun sebuah karya sastra yang meliputi: alur,
penokohan, gaya bahasa, latar pusat pengesahan dan tema. Penelitian ini
menggunakan teori sosiologi dalam pengkajiannya dan berfokus pada batasan
masalah berikut ini: 1. Pada bagian-bagian yang memegang peranan penting
dalam tubuh novel Orang-Orang Proyek, yaitu : latar, alur, penokohan, dan tema.
2. Penelitian ini juga menganalisis nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel
Orang-Orang Proyek, seperti: nilai budaya, nilai politik, dan nilai percintaan.
Irwaning (1992) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Nilai-Nilai
Didaktis Pada Tiga Cerita Anak”. Skripsi ini meninjau dari segi instrinsik atau
yang menyangkut struktur karya itu sendiri, pembahasannya meliputi gaya bahasa
(yang pengertiannya sama dengan pengertian tentang gaya bercerita atau style,
alur atau plot, latar atau setting dan tema yang terdapat di tiga cerita anak tersebut.
Pembahasan terhadap unsur-unsur ini mampu menonjolkan nilai dikdaktisnya
sedangkan segi ekstrensik yang berkaitan dengan segi pendidikan baik formal
ataupun nonformal untuk mengambil nilai-nilai didaktis yang terdapat di
Sihaloho (1987) dalam skripsinya yang berjudul “Tinjauan Amanat yang
Terdapat dalam Novel Maut dan Cinta Karya Mochtar Lubis”, pokok
pembicaraan dalam skripsi ini mencoba melihat amanat yang disampaikan
pengarang kepada publik pembaca. Amanat yang disampaikan oleh pengarang
dalam karyanya tersebut amat jarang kita jumpai dalam bentuk tersurat. Amanat
itu disampaikan pengarang melalui dialog tokoh yang satu pada tokoh yang lain
serta melalui komentar pengarang terhadap tokoh-tokoh ceritanya.
Fransiska mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (2004) dalam
skripsinya yang berjudul “Aspek Moral dalam Lirik Lagu Jamrud: Tinjauan
Sosiologi Sastra”. Ia menyimpulkan bahwa aspek moral yang meliputi
kemanusiaan yang membuktikan adanya dampak-dampak positif maupun negatif
pada kehidupan, tingkah laku yang banyak meninggalkan nilai-nilai moral,
pergaulan yang kurang terkontrol serta diawasi baik di keluarga, sekolah, maupun
lingkungan.
Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang
pembahasannya relevan dengan penelitian ini, maka peneliti dapat melihat
perbedaan yang terdapat pada skripsi yang sudah ada sebelumnya dengan
pembahasan penelitian ini, diantaranya terletak pada objek yang berbeda,
kemudian aspek yang ditinjau oleh peneliti, misal pada penelitian Irwaning ia
mengemukakan tentang nilai-nilai didaktis melalui gaya bahasa dalam karya yang
ditelitinya. Sedangkan prespektif penelitian ini tidak membahas gaya bahasa
(style), fokus pada pesan moral dan motivasi yang ada dalam Sepatu Dahlan.
Orang-Orang Proyek, Pranata membatasi nilai sosial yang dibahasnya dengan
nilai-nilai budaya, nilai-nilai politik, dan nilai-nilai percintaan. Berbeda dengan
penelitian ini, meski pesan moral merupakan nilai sosial tetapi peneliti tidak
membahas unsur nilai politik dan nilai percintaan. Beberapa penelitian di atas
cenderung menganalisis unsur struktural dari masing-masing karya yang diteliti,
tetapi untuk penelitian ini tidak dituliskan secara eksplisit walaupun langkah awal
peneliti sebelum melakukan analisis terhadap masalah tentunya terlebih dahulu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mempergunakan Library Research atau penelitian kepustakaan
sebagai teknik pengumpulan data. Dalam buku yang berjudul Metode Penelitian
mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan (Nazir 1988: 111).
Sesuai dengan namanya yaitu penelitian kepustakaan, maka peneliti
melakukan berbagai riset yang berkenaan dengan kebutuhan penelitian di
perpustakaan. Pengumpulan data menjadi syarat yang utama dalam penelitian
sesuai dengan yang diutarakan Hall (dalam Endaswara 2011: 103) cukup penting
diperhatikan bagi peneliti sosiologi sastra yang hendak mengumpulkan data. Data
itu tersedia dan banyak, tidak terstruktur, maka peneliti perlu mengumpulkan data
dengan kartu-kartu kecil (Endaswara 2011: 103).
Lebih lanjut Endaswara (2011: 104) menyebutkan bahwa cara pengumpulan
data penelitian sosiologi sastra tergantung pada prespektif penelitiannya,
prespektif yang berfokus pada (1) teks, (2) sastrawan, (3) fungsi sosial, (4)
dokumen budaya, (5) struktur genetika, dan lain-lain. Dalam penelitian ini,
Peneliti juga menggunakan langkah-langkah memperoleh data sesuai dengan
yang dituliskan oleh Endaswara (2011: 105), yaitu: (1) melalui pembacaan
heuristik, artinya hati-hati, tajam terpercaya, menafsirkan sesuai konteks sosial,
(2) melalui pembacaan hermeneutik, artinya peneliti mencoba menafsirkan
terus-menerus, sesuai bahasa simbol sosial, dikaitkan dengan konteks serta pengaruh
historis. Kemudian peneliti akan melanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu
melakukan pencatatan pada kartu-kartu kecil sesuai dengan data yang ditemukan
di dalam novel Sepatu Dahlan.
Setelah menuliskan data pada kartu kecil peneliti kemudian
mengklasifikasikan data berdasarkan pada batasan masalah yang sudah dibuat
sebelumnya, data mana yang masuk pada pesan moral kejujuran, ketaatan dalam
beribadah, ketaatan pada orang tua, loyalitas dalam berteman, dan data mana yang
masuk pada kelompok pepatah yang memotivasi, motivasi dari teman dan
motivasi dari keluarga. Setelah semuanya dicatat dan dikelompokkan maka
langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang ditemukan dengan tijauan
sosiologi sastra.
3.2 Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah :
Judul : Sepatu Dahlan
Pengarang : Khrisna Pabichara
Tebal Buku : 392
Ukuran : 14 x 21 cm
Cetakan : kedelapan
Tahun : 2012
Warna sampul : biru langit, putih, kuning telur, hijau lumut, dan hitam
Gambar sampul : seorang anak yang menatap matahari terbenam, tepat di
belakangnya ada sepeda yang di stangnya menggantung
sepasang sepatu.
Desain sampul : Tyo / RAI Studio
3.3 Teknik Analisis Data
Data yang telah diklasifikasikan sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis secara mendalam. Analisis pada dasarnya adalah proses pemaknaan
(Endaswara 2011: 111). Adapun langkah-langkah analisis yang dikutip dari buku
Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra adalah:
(1) analisis diawali dari asumsi bahwa penelitian selalu bermula dari pertanyaan berkaitan dengan gejala yang muncul sebagai akibat hubungan antara karya sastra dan lingkungan sosialnya, (2) peneliti memanfaatkan
konsep pemahaman (verstehen) terhadap karya sastra secara mendalam
Bila analisis data berpusar pada teks sastra, tentu analisis lebih ke arah
tafsiran. Gagasan Swingewood (dalam Endaswara 2011: 115) esensi analisis data
sosiologis harus dilakukan ilmiah sehingga mampu mengungkapkan: (1)
kehidupan manusia di masyarakat secara objektif, (2) memaknai
lembaga-lembaga sosial, (3) memahami proses sosial, dengan menelusuri bagaimana
masyarakat itu “mungkin” (berkembang, mundur). Dalam hal ini langkah-langkah
yang diikuti dalam penelitian tersebut hanya pada point tertentu yang memang
dibutuhkan oleh peneliti.
Peneliti menyederhanakan uraian panjang di atas mengenai analisis data
dengan mempergunakan teknik simak dan catat data yang terdapat pada novel
Sepatu Dahlan, yaitu membaca dan menyimak objek kajian terlebih dahulu lalu
kemudian mencatat hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah yang telah
ditentukan sebelumnya, pencatatan ini dilakukan di kartu data.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan
“perhitungan” atau dengan angka-angka (Moleong, 1982: 2).
Metode ini sangat tepat dipergunakan dalam menganalisis data yang
ditemukan dalam penelitian ini, hal ini dapat ditegaskan dengan salah satu ciri
penting yang terdapat dalam metode kualitatif, sebagai berikut : memberikan
perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu
sebagai studi kultural (Ratna, 2004: 46).Adapun data awal dalam penelitian ini
Pesan moral kejujuran dalam Sepatu Dahlan
“Hanya ada satu yang disegani Bapak. Kiai Mursyid... dari sana bermula muslihat yang melintas dalam benakku.” (Pabichara, 2012:24)
“Dengan suara pelan, aku berkata, aku bermimpi bertemu Kiai Mursjid...” “Belum lagi rampung kalimatku, bapak sudah duduk bersila menekur di depanku, tenggelam dengan ketakziman yang tak terbayang olehku.” “Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah. Malah mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan perasaan orang tua sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku sedang tak berniat mengambil keuntungan apapun dari kesungguhan Bapak di depan mataku...”(Pabichara, 2012:25)
Pada penggalan data di atas dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa
seorang anak semula ingin membohongi orang tuanya pada akhirnya tidak mampu
melakukannya karena dorongan nurani untuk berkata jujur lebih kuat. Sudah
seharusnya, sebagai manusia yang dianugerahi akal pikiran oleh yang Maha
Kuasa untuk tidak memupuk sifat dusta dalam diri. Apapun alasannya
kebohongan hanya akan membawa kepada hal yang tidak baik.
Penggalan berikutnya yang juga menyiratkan pesan akan berharganya
kejujuran terdapat pada kutipan berikut ini:
“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan.”
“Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur!” (Pabichara, 2012: 109)
Motivasi dalam Sepatu Dahlan
“Daripada hidup bergelimang harta tapi tidak beriman, memang lebih baik hidup miskin tapi beriman. Namun, kondisi terbaik, tentu saja, adalah kaya dan tetap beriman. Paling tidak, kalau kaya pasti aku bisa membeli sepatu dan sepeda. Dengan demikian, aku tidak perlu berangkat ke sekolah terlalu pagi dan kaki lecet-lecet karena terpeleset di batu-batu jalanan yang licin akibat tersapu embun semalaman. Meskipun, lecet-lecet di telapak kaki belum apa-apa jika dibandingkan dengan perjuangan pemuda dari Yaman yang dikisahkan Bapak tadi.” (Pabichara, 20012: 31)
Dari sebaris pepatah Jawa, tokoh Dahlan menemukan motivasinya untuk
sampai posisi saat ini sebagai menteri BUMN. Akhirnya Dahlan membuktikan
sepatu dan sepeda yang diimpikannya pada saat kecil tidak terulang pada anaknya
di masa ini yang tentu dengan mudah mendapatkan fasilitas tidak seperti Dahlan
saat masa kecil. Sebaris motivasi itu yang kemudian ditanamkan erat di
BAB IV
PESAN MORAL DAN MOTIVASI DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA
4.1Pesan Moral dalam Novel Sepatu Dahlan
Pada bab sebelumnya sudah dijelaskan bahwa pesan moral merupakan
amanat yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, baik itu melalui
tokoh atau alur yang terdapat dalam cerita. Moral adalah hal-hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai susila dalam kehidupan manusia baik secara
individu ataupun kehidupan bermasyarakat.
Jenis ajaran moral sangatlah luas menyangkut pada setiap persoalan hidup
dan kehidupan, secara garis besar Nurgiyantoro (1995: 324) membedakannya
menjadi persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.
Setelah membaca dan memahami novel Sepatu Dahlan karya Khrisna
Pabichara, maka peneliti menetapkan bahwa unsur-unsur pesan moral yang
dikaji adalah kejujuran, ketaatan dalam beribadah, ketaatan pada orang tua,
dan loyalitas dalam berteman. Sedangkan unsur lainnya, yaitu motivasi akan
4.1.1 Kejujuran dalam Novel Sepatu Dahlan
Kejujuran dapat diartikan sebagai sikap (keadaan) jujur yang mengedepankan
ketulusan dan kelurusan hati dalam bertindak (berkelakuan) maupun dalam
perkataan yang dijalankan oleh manusia dalam kehidupan yang menjadikannya
sebagai salah satu dari nilai moral yang diapresiasikan sebagai perilaku positif
dalam diri manusia.
Kejujuran tidak selalu ada dalam diri manusia, seringkali justru kebohongan
lebih menguasai pikiran, perbuatan, dan perkataan yang membuat manusia
akhirnya mengesampingkan nilai kejujuran tersebut. Padahal untuk menjadi
pribadi yang lebih baik kejujuran adalah nilai yang harus ditanamkan sejak dini
dalam diri masing-masing.
Proses menuju kejujuran memang tidak selalu berjalan lancar seringkali
pikiran buruk justru mendorong manusia untuk berlaku curang dan
mengesampingkan nilai kebenaran. Namun, kembali lagi pada pribadi
masing-masing dan sekuat apa pondasi keimanan seseorang yang akan menghantarkannya
pada pilihan baik atau buruk, jujur atau bertindak curang (berbohong).
Syaikh Al- Utsaimin (dalam blog Dwi Handaru) mengutarakan hakikat jujur
adalah selarasnya kabar dengan realita, baik berupa perkataan atau perbuatan.
Dalam praktik dan penerapannya hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya
dinilai dari ketepatan pengakuan atau yang dibicarakan dan tindakan seseorang
sebenarnya, orang tersebut dapat dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, munafik,
atau yang lainnya.
Setiap agama pasti mengajarkan kebenaran begitu pula halnya dalam
tindak-tutur. Dalam agama Islam misalnya, kejujuran bagi seorang muslim bukan
sekadar akhlak yang utama saja yang wajib dilakukan tanpa lainnya, akan tetapi
dipandang lebih jauh daripada itu sebagai penyempurna Islam, sebab Allah yang
memerintahkan demikian. Sesuai dengan firman-Nya memerintahkan kejujuran:
“Hai, orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 119).
Keutamaan berlaku jujur bukanlah untuk sekadar citra baik yang didapat dari
penilaian masyarakat saja atau terlebih dari Sang Pencipta. Namun lebih dari itu,
kejujuran memberikan dampak positif, selain balasan pahala yang dijanjikan Sang
Pencipta, manfaat lain berupa ketenangan batin dan kepercayaan.
Novel Sepatu Dahlan memasukkan unsur kejujuran dalam rangkaian
ceritanya. Dalam novel ini kejujuran dituliskan sebagai salah satu unsur yang
menguatkan kesan bahwa novel ini sarat akan pesan moral. Berikut ini beberapa
penggalan paragraf dalam novel Sepatu Dahlan yang menunjukkan kejujuran:
Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan rencana.
Dengan suara pelan, aku berkata, “Aku mimpi bertemu Kiai Mursjid...”
Belum lagi rampung kalimatku, Bapak sudah duduk bersila sambil menekur di depanku, tenggelam dalam ketakziman yang tak terbayangkan olehku. Serta merta keheningan menyelimuti kami berdua.
Tak ada yang bersuara, tak ada yang bergerak.
Bapak terkesima menatapku, lalu duduk bersila di hadapanku. “Apa pesan Kiai Mursjid, Le?”
Bapak menekur, terdiam. Lalu, “Kamu jawab apa?”
Seketika rasa bersalah memilin-milin hatiku. Tidak, aku tidak ingin mempermainkan hati lelaki pendiam yang kukagumi kesetiaannya ini.
Apakah kesunyian ini aku nikmati? Tidak, aku merasa sangat bersalah. Malah, mungkin aku telah menjadi anak durhaka, mempermainkan perasaan orang tua sendiri. Air mataku menetes, sungguh. Aku juga sedang tak berniat mengambil keuntungan apa pun dari kesungguhan Bapak di depan mataku. (Pabichara, 2012: 25)
“Aku akan sekolah di pesantren keluarga kita, Pak,” jawabku sambil menahan tangis. “Kata Kiai Mursjid, kewajiban keluarga kita yang paling utama adalah menjaga kelangsungan Pesantren Takeran.”
Sungguh, tadinya aku berniat mengatakan yang sebaliknya, bahwa sekolah dimana saja pun bisa, tapi hatiku tidak sanggup mengatakan hal itu. Aku juga yakin, sangat yakin, Bapak akan mengiyakan sandiwaraku jika aku meminta mendaftar di SMP Magetan. Hal ini terlihat dari kesungguhan Bapak mendengarkan apa saja yang kukatakan. Hanya saja, ada keperihan diam-diam mengiris hati karena kepura-puraan ini. Aku merasa bersalah, sangat bersalah. (Pabichara, 2012: 26)
Penggalan paragraf di atas memperlihatkan pergolakan batin tokoh Dahlan
ketika ia berniat untuk berkata tidak jujur pada ayahnya. Dahlan memanfaatkan
sosok Kiai Mursjid yang sangat disegani ayahnya agar ia diizinkan melanjutkan
sekolah di SMP Magetan. Saat Dahlan mulai menjalankan rencananya, pada saat
itulah kejujuran Dahlan di uji. Satu sisi Dahlan sangat ingin melanjutkan sekolah
di SMP Magetan tetapi di sisi lainnya nurani Dahlan menolak untuk berbohong.
Kejujuran akan selalu membawa seseorang kepada kebaikan, ketentraman
hati, serta kepuasan. Dahlan yang sempat berat hati ketika akan didaftarkan ke
Pesantren Takeran akhirnya merasa senang. Di Pesantren Takeran Dahlan bahkan
menjadi seorang murid yang berprestasi, seperti menjadi ketua tim bola voli,
ketua pengurus Ikatan Santri Pesantren dan mempunyai banyak teman. Ini terlihat
Aku menyukai bola voli.
Dan, aku juga mulai menyukai pesantren ini. “Masih mau sekolah di SMP Magetan?”
Aku menggeleng dengan tegas. (Pabichara, 2012: 38)
Hari pertama di Pesantren Takeran memang telah mengobati kekecewaan hatiku karena gagal melanjutkan sekolah di temat impian. (Pabichara, 2012: 39)
Berita terpilihnya aku sebagai pengurus Ikatan Santri ternyata sudah di dengar Bapak. Itu kuketahui tak lama setelah tiba di rumah. Tidak seperti biasanya, bukan Zain yang menjawab salamku. Tapi, Bapak. Biasanya, siang-siang begini beliau sudah tidak ada di rumah, kecuali karena alasan khusus yang penting atau mendesak. Jawabannya aku tahu dari mata beliau yang berbinar-binar. (Pabichara, 2012: 163)
Balasan dari kebaikan mungkin tidak selalu datang secara instan, tetapi pasti
akan ada, seperti Dahlan yang mengutamakan berkata jujur setelah sebelumnya
hampir mengelabui ayahnya. Jujur dan menuruti keinginan ayahnya untuk
melanjutkan sekolah di Pesantren Takeran, Dahlan pun mendapat banyak berkah,
mendapatkan begitu banyak hal yang membanggakan.
Selain kutipan di atas contoh lain yang juga memperlihatkan bagaimana
pentingnya sebuah kejujuran adalah ketika Dahlan mencuri sebatang tebu di
kebun milik pabrik. Dahlan terpaksa melakukannya karena ia kasihan melihat
Zain adiknya kelaparan. Tuhan tidak berkehendak Dahlan mencuri, maka Dahlan
pun tertangkap oleh mandor yang menjaga ladang tebu tersebut. Dahlan mendapat
hukuman menjadi kuli tanpa upah selama seminggu di ladang tebu tersebut.
Berita Dahlan mencuri sebatang tebu karena lapar pun akhirnya menyebar,
memberikan nasehat kepada Dahlan agar selalu berlaku jujur sesulit apa pun
keadaan yang dihadapi.
“Lapar ndak berarti harus maling, Dik. Bukan karena nama baik keluarga, tapi Mbak takut itu jadi kebiasaan. Setiap perut kalian lapar, nyuri jadi pilihan.” Perutku seperti ditonjok keras-keras dan tepat mengenai ulu hati.
“Ojo wedi mlarat. Yang penting jujur!”
Aku melirik ke arah Zain Zain yang sedang menunduk. Sebenarnya aku sangat ingin membantah. Dadaku terasa sesak. Tetapi, mendengar suara Mbak Sofwati yang tiba-tiba melembut, dalam tekanan yang tenang dan sejuk, aku tidak mengatakan apapun.
.... aku tetap diam beberapa saat, menikmati kecemasan, ketakutan, dan rasa bersalah. (Pabichara, 2012: 109)
Perilaku jujur atau tidak jujur seseorang juga tergantung pada perilaku orang
tua dan keluarga serta lingkungan. Emile Durkheim (1964: 67) dan Randall Collin
(1975: 59-60) menyatakan sesungguhya perilaku jujur atau ketidakjujuran adalah
sosial dalam artian perilaku tersebut konsekuensi dari internalisasi nilai-nilai
(asumsi kedirian) dan kekangan serta fasilitas struktural (asumsi struktural).
Pernyataan di atas dapat disederhanakan pengertiannya, bahwa jujur atau
ketidakjujuran dapat timbul dari diri sendiri ataupun dari lingkungan. Untuk itulah
sangat penting kejujuran diajarkan pada setiap individu. Peran keluarga tentunya
sangat dibutuhkan dalam pembentukan perilaku jujur, seperti Mbak Sofwati yang
menasehati Dahlan ketika ia khilaf melakukan perbuatan tidak terpuji, yaitu
mencuri.
Mencuri adalah salah satu perilaku menyimpang yang melanggar norma
dengan tindak curang yang mengambil hak yang bukan milik sendiri. Tindakan
mencuri dapat dikategorikan pada ketidakjujuran.
Nasehat Mbak Sofwati yang terasa begitu mengena bagi Dahlan memberikan
contoh nyata pada pembaca bahwa sekeras apapun hidup tetaplah berlaku jujur,
sebab kejujuran memberikan ketenangan dalam hidup. Tuhan pasti berlaku adil,
selalu membantu hambanya dengan cara yang terkadang tidak terpikirkan
sebelumnya. Dahlan belajar dari kejadian, ia jera berlaku curang hal ini
dibuktikannya ketika ia dan Zain adiknya kembali merasakan lapar. Dahlan tidak
ingin mengulanginya lagi, maka disinilah Tuhan memberikan balasan atas
perilaku jujurnya, membantu Dahlan melalui Komariyah teman baiknya.
Tidak, aku tidak akan mencuri lagi. Maka, kubatalkan niat menebang pohon pisang itu. Aku berlari, terus berlari. Nafas mulai ngos-ngosan, tersenggal-senggal, dan azan magrib mengentak-entak gendang telinga. Aku masih berlari dan baru berhenti setelah tiba di jalanan di depan rumah. Dengan nafas tersenggal-senggal dan tubuh lunglai, aku memasuki halaman rumah. Tiba-tiba terdengar suara seseorang berseru memanggil namaku. Komariyah sedang berjalan ke arahku dengan tangan memegang sesuatu yang ditutupi dengan kain batik. (Pabichara, 2012: 95-96)
“Titipan ibuku.” “Apa itu?”
“Nasi tiwul, ikan teri, dan sambel terasi”
Aku tercekat karena rasa haru. Seketika tubuh Komariyah seperti tersaput awan putih dan sepasang sayap tumbuh di punggungnya. Dia tersenyum sangat manis bagai peri cantik yang, entah kapan, pernah kujumpai di dalam mimpi, mengangguk-angguk penuh semangat lalu bergegas pamit untuk bersiap-siap salat berjamaah di langgar. Aku bahkan lupa mengucapkan terima kasih kepadanya saking haru dan bahagianya hatiku. Tuhan memang selalu punya cara rahasia untuk membahagiakan hamba-Nya. (Pabichara, 2012: 96)
Kejujuran Dahlan dibayar mahal oleh Tuhan, ketika ia menghentikan
lebih mengenyangkan. Itulah bukti bahwa Tuhan selalu memberikan balasan
setimpal atas apa pun yang diperbuat hamba-Nya. Jadi, alangkah baiknya apabila
setiap kehidupan selalu diisi dengan kebaikan, maka Tuhan pun akan
melipatgandakan setiap kebaikan itu.
4.1.2 Ketaatan Beribadah dalam Novel Sepatu Dahlan
Ibadah berasal dari bahasa Arab. Ibadah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007: 415) perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah, yang di
dasari ketaatan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ibadah menurut agama Islam dapat dilihat dari beberapa pemahaman yang
terkandung dalam Al-qur’an, yaitu:
1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekuensi manusia itu
melakukan penghambaan kepada Tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51-56)
2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain
manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin 36-61)
Ketaatan dalam beribadah merupakan sikap patuh terhadap Sang Pencipta.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Tamiyah (blog immawati catatan sahabat santri)
ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai oleh Allah
dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang tersembunyi
(batin) maupun yang nampak (lahir). Termasuk pula di dalamnya rasa cinta
kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat)
kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-kepada-Nya, bersabar terhadap
mengharapkan kasih sayang-Nya, merasa takut pada siksa-Nya dan lain
sebagainya, semua itu merupakan bagian dari ibadah kepada Allah.
Orang yang beribadah kepada Allah mereka akan senantiasa patuh dan tunduk
kepada kehendak dan arahan Tuhannya, baik itu terlihat dari perilaku ataupun
ucapan. Seperti dalam novel Sepatu Dahlan pada beberapa bagian paragraf
terdapat hal yang memperlihatkan ketaatan tokoh dalam beribadah, berikut
contohnya:
Aku menyebut nama Tuhan dan berharap sekonyong-konyong ada keajaiban lagi yang memindahkan tubuhku dari ruang lenggang ini, sebelum mataku menangkap, samar-samar, seorang perempuan berambut panjang sedang duduk di atas dingklik dan dengan tekun mencanting. (Pabichara, 2012: 8)
Lalu, aku memohon lagi agar Tuhan segera memindahkanku, membuangku jauh-jauh dari ruang lenggang yang mencekam ini.
Dan, Tuhan memang pengabul doa yang tak tertandingi. (Pabichara, 2012: 9)
Aku merusaha mengumpulkan kekuatan agar bisa melangkahkan kakiku. Kuyakinkan diriku sendiri bahwa sumur itu sebenarnya aman. Tidak ada apa-apa di sana. Aku memejamkan mata sambil mulai melangkah dan terus merapal doa dan ayat Qur’an yang kuingat agar tetap merasa aman. (Pabichara, 2012: 69)
Pada kutipan di atas bentuk ketaatan Dahlan pada Yang Maha Kuasa terlihat
ketika ia merasa sedang dalam kesulitan secara langsung ia mengingat Tuhan.
Doa adalah senjata orang mukmin. Doa adalah cara terbaik meminta kepada Sang
Pencipta. Saat seseorang memanjatkan doa pada Yang Maha Kuasa itu artinya ia
percaya akan kekuatan Tuhan dan percaya saja sudah termasuk bentuk ibadah.
Adapun contoh lain yang juga memperlihatkan ketaatan beribadah dalam
Salat Isya
Sungguh, aku ingin mengatakan bahwa selama ini tak ada waktu luang agar aku bisa belajar dengan tenang: setelah
sudah lama selesai, tetapi belum juga terkumpul keberanian menemui Bapak. (Pabichara, 2012: 17)
salat subuh sudah harus menyabit rumput, terus ke sekolah, setelahnya menyabit rumput lagi, lalu belajar mengaji
Seperti malam-malam sebelumnya, Bapak sudah berangkat ke sawah selepas , ngangon domba, dan tatkala malam sudah menyelimuti Kebon Dalem tak mungkin lagi belajar karena gelap-gulita. Tapi lidahku sekonyong-konyong kelu, tak mampu mengatakan apa pun. (Pabichara, 2012: 19)
salat Isya
“Tadi, setelah salat Subuh ndak dibolehin tidur lagi sama Ibu.” (Pabichara, 2012: 54)
. (Pabichara, 20120: 24)
Ustaz Hamim yang hafal Al-qur’an
Biasanya,
sejak remaja itu menghampiri kami, tersenyum, menatap kami satu per satu, kemudian meneruskan kisah Pesantren Takeran yang membuat kami takjub dan merasa seolah-olah kamilah yang mendirikan pesantren ini dari semula. (Pabichara, 2012: 55)
setelah salat Subuh
Tak butuh waktu lama, piring itu langsung tandas. Setelah itu, kami bergegas ke langgar untuk
aku bertualang ke pematang-pematang sawah atau jalanan pembatas ladang dan tebu untuk menyabit rumput. (Pabichara, 2012: 74-75)
salat berjamaah
Setelah
. Biasanya, Bapak yang jadi imam. (Pabichara, 2012: 97)
selesai salat Magrib
“Kalian ndak
, aku dan Zain langsung pulang ke rumah, meninggalkan teman-teman yang malam ini masih berencana mencari ikan di sungai. (Pabichara, 2012: 107)
ngaji
Sejak kunjungan Juragan Akbar dan Maryati, Bapak tidak menegurku lagi. Sepulang dari sawah, dia hanya
?” tanya Mbak Sofwati. (Pabichara, 2012: 108)
salat Zuhur
Sambil
, minum segelas teh, lalu pergi lagi. (Pabichara, 2012: 137)
membaca basmalah
Aku berdiri menggoyang-goyangkan tumit, berjinjit, lalu, “Bismillah?” (Pabichara, 2012: 276)
, kutulis satu nama dengan huruf kapital: ARIF. (Pabichara, 2012: 161)
camat, ada mushala. Kalian bisa salat Zuhur
Ketaatan yang tergambar dari kutipan-kutipan di atas adalah keseharian para
tokoh yang selalu dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas keagamaan. Salat adalah
tiang agama, hukumnya wajib untuk dilaksanakan, ibadah ini pulalah yang sering
kali ditemukan dalam beberapa paragraf. Kemudian kegiatan ibadah lainnya yaitu
mengaji dan bahkan hal sekecil mengucapkan bismillah pun untuk mengawali
suatu kegiatan dituliskan dalam novel ini.
secara berjamaah di sana.” (Pabichara, 2012: 228)
Sepatu Dahlan memang bukan novel religi, tetapi hampir keseluruhan
ceritanya memiliki unsur ibadah yang memang wajib dijalankan setiap umat Islam
(tokoh-tokoh yang bermain dalam novel ini diceritakan menganut agama Islam).
Taat berarti patuh dan tunduk, maka dapat dilihat bagaimana para tokoh menaati
perintah Tuhan dengan menjalankan perintah-Nya.
4.1.3 Ketaatan Pada Orang Tua dalam Novel Sepatu Dahlan
Bersikap patuh dan taat kepada orang tua merupakan kewajiban bagi setiap
anak. Taat kepada orang tua juga merupakan bagian dari wujud ketaatan terhadap
Sang Pencipta atau sama dengan ibadah. Orang tua senantiasa memberikan kasih
sayang dan berusaha keras untuk menghidupi anak yang telah dianugerahkan
Sang Pencipta kepada mereka dengan penuh cinta kasih, sehingga sudah
sepatutnya bagi seorang anak untuk berlaku taat terhadap kedua orang tuanya
selama yang diperintahkan oleh orang tua masih pada jalan yang benar.
Agama mana pun juga memberikan ajaran yang sama tentang berbakti
hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib.
Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada
kedua orang tua ibu bapak” (QS. An Nisa’: 36).
Dalam ayat ini (berbuat baik kepada ibu bapak) merupakan perintah, dan
perintah di sini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah
perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah.
Kewajiban dalam berlaku baik atau taat kepada orang tua bukanlah hal yang bisa
dikecilkan begitu saja. Banyak firman Allah dan juga sabda Rasulullah yang
menyebutkan di dalamnya agar anak berlaku baik terhadap orang tuanya.
Salah satu sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang semakin
menguatkan akan pentingnya bakti seorang anak terhadap orang tua (dalam blog
Abu Hamzah) adalah: “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan
kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (Riwayat Tarmidzi
dalam Jami’nya (1/346), hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah
no.516).
Selain dasar yang kuat dari setiap agama taat (berbakti) pada orang tua pun
termasuk pada perilaku terpuji yang sesuai dengan norma yang ada dalam
masyakarat. Pernyataan ini dapat dikuatkan dengan banyaknya cerita-cerita
rakyat yang berkembang di masyarakat yang bertemakan tentang ketaatan (bakti)
pada orang tua. Hampir setiap daerah punya versi cerita masing-masing, sebagai
Barat, Legenda Batu Belah dari Gayo (Aceh), dan lain sebagainya yang
keseluruhan isinya mengandung amanat agar anak berbakti pada orang tuanya
karena jika sampai seorang anak menyakiti hati orang tua mereka maka Sang
Pencipta akan gusar dan memberikan hukuman yang setimpal.
Sama halnya dengan novel Sepatu Dahlan, dalam novel ini beberapa
bagian ceritanya terlihat kuat dalam memberikan kesan akan ketaatan (bakti) pada
orang tua. Adapun perilaku ketaatan pada orang tua yang terlihat dalam novel
Sepatu Dahlan sebagai berikut:
Maaf, Pak, Dahlan sudah mengecewakan Bapak dengan angka merah. Dahlan sudah berusaha, tapi hasilnya seperti ini, Pak. Pak, Dahlan masih boleh sekolahkan? (Pabichara, 2012: 16)
Dahlan merasa bahwa ia telah mengecewakan ayahnya dengan hadirnya
dua angka merah dalam rapornya. Gejolak hati Dahlan yang kemudian
dituliskannya dalam buku harian memperlihatkan ketaatan (bakti) seorang anak
pada orang tuanya. Ketika rasa penyesalan atau rasa bersalah dirasakan oleh
seorang anak yang merasa telah berbuat salah pada orang tuanya dapat diartikan
sebagai wujud ketaatan pada orang tua. Karena dengan adanya rasa penyesalan
berarti si anak masih memikirkan perasaan orang tuanya dan dengan begitu akan
timbul keinginan untuk memperbaiki kesalahan agar tidak terulang kembali.