• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7.5 Jenis Loyalitas

Empat jenis loyalitas menurut Griffin (2005), antara lain : 1. Tanpa Loyalitas

Konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya rendah, dan tingkat ketertarikan rendah.

2. Loyalitas yang Lemas

Konsumen yang tingkat pengulangan pembeliannya tinggi, namun sebenarnya tingkat ketertarikan terhadap produk rendah. Hal ini disebabkan pembelian yang hanya mempertimbangkan mudahnya saja. Misalnya pembelian karena jalurnya dilewati.

3. Loyalitas Tersembunyi

Sikap relatif terhadap produk atau jasa tinggi tetapi pengulangan pembelian rendah. Jika konsumen pada kondisi loyalitas tersembunyi maka faktor situasi lebih menentukan dibanding sikap dalam pembelian ulang.

4. Loyalitas Premium

Tingkat loyalitas yang paling tinggi, dimana sikap relatif tinggi dan membeli ulang cukup tinggi. Biasanya orang yang loyalitasnya seperti ini merasa bangga dan mau untuk menceritakan pengalamannya dengan teman-temannya, keluarga dan orang lain.

Konsumen ini akan menjadi vocal advocates untuk produk atau jasa dan secara konstan mereferensi ke orang lain

2.8.Hipotesis Penelitian

Penelitian ini berorientasi pada persepsi konsumen terhadap Public Relations. Salah satu hasil persepsi dari Public Relations seperti peningkatan

brand image perusahaan. Alasan mengapa mengukur Public Relations

berdasarkan persepsi konsumen adalah public relations perception mungkin mempengaruhi pada pengetahuan konsumen dan pesan dari Public Relations

yang diterima, mungkin berpengaruh positif terhadap sikap atau perilaku konsumen, sehingga dalam penelitian ini Public Relations diukur dari persepsi konsumen.

Kesadaran pelanggan akan aktivitas Public Relations seringkali melalui berbagai sumber seperti pengalaman mengkonsumsi, informasi jaringan sosial, atau dimediasi melalui media massa. Pelanggan lebih menyadari isi pesan dari Public Relations akan menciptakan perasaan semakin kenal atau dekat dengan perusahaan. Keakraban sebuah perusahaan adalah salah satu faktor terkuat untuk menentukan image yang menguntungkan bagi perusahaan (Yang dan Grunig, 2005). Dengan demikian, hipotesis pertama adalah sebagai berikut :

H1: Public relations perception memiliki hubungan positif dengan brand image.

Brand image telah menjadi istilah umum dalam pemasaran yang

memiliki variasi makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda. Namun demikian, definisi ini biasanya memiliki pandangan bahwa brand image ada di benak konsumen sebagai akibat dari bagaimana konsumen memahami dan manafsirkan brand tersebut dalam kegiatan pemasaran, sehingga dapat menggambarkan produk yang sebenarnya dengan sendirinya. Keller (1993) mendefinisikan citra sebagai berikut “persepsi tentang brand yang tercermin oleh brand association yang berada di memori konsumen”. Artinya

konsumen menentukan citra merek (brand image) berdasarkan pada asosiasi bahwa mereka telah mengingat merek tersebut. Jadi brand image yang

diberikan dapat berbeda antar individu dan mungkin memiliki asosiasi yang berbeda mengenai brand. Apabila brand image yang dimiliki positif maka akan terdapat pengaruh yang lebih kuat terhadap loyalitas pelanggan dibandingkan apabila memiliki brand image negatif. Oleh karena itu, hipotesis kedua adalah sebagai berikut :

H2 : Brand image memiliki hubungan positif denganloyalitas pelanggan. Cutlip et al. dalam Hung (2008) Public Relations didefinisikan sebagai fungsi manajemen yang mengidentifikasi, menetapkan, dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakat yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan perusahaan. Selain itu, menurut hasil dari beberapa penelitian, persepsi konsumen dari

Public Relations akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Hal tersebut

terlihat dari pelanggan yang memiliki tingkat yang lebih tinggi terhadap persepsi dan kepuasan Public Relations dibandingkan dengan pelanggan yang pergi. Ledingham dan Bruning (1998) mengatakan bahwa kesadaran konsumen terhadap hubungan perusahaan dan pelanggan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap perusahaan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan, meningkatkan pangsa pasar, dan mencapai tujuan perusahaan. Coombs (2001) mengatakan bahwa ketika perusahaan memiliki rencana aktivitas Public Relations yang kuat dan memenuhi komitmen, loyalitas konsumen untuk perusahaan akan lebih tinggi. Hubungan perusahaan dan pelanggan semakin kuat, akan meningkatkan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang (Crosby et al, 1990).

Public Relations dapat meningkatkan pengetahuan akan brand. Public

Relations dapat membangun brand awareness melalui brand recall atau

brand recognition, dan lebih meningkatkan brand association dari brand

image, menggambarkan emosi brand, dan menciptakan sikap merek dan

pengalaman. Selain itu, loyalitas pelanggan sering dipandang sebagai hasil dari pengetahuan brand (Keller 1993,1999). Oleh karena itu, hipotesis ketiga adalah sebagai berikut :

H3: Hubungan antara public relations perception dan loyalitas pelanggan dihubungkan oleh brand image.

2.9.Uji Reliabilitas dan Validitas

Menurut Umar (2003), uji kehandalan (reliability test) adalah suatu pendekatan dilakukan untuk mengukur atas kehandalan dimana responden termasuk dalam cakupan skala yang sama pada dua waktu yang berbeda dengan kondisi yang dianggap sama. Uji kehandalan dilakukan untuk mengukur konsistensi dan kehandalan pernyataan-pernyataan dalam kuesioner terhadap variabel. Pengujian kehandalan dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Kuesioner sudah dianggap handal, konsistensi, dan relevan terhadap variabel penelitian apabila memiliki

Cronbach’s Alpha sebesar 0,6 atau lebih. Bila skala dalam kuesioner terbukti dapat diandalkan maka hal ini akan meningkatkan kepercayaan terhadap keandalan hasil penelitian ini. Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha berikut :

∑ ………...(1)

Keterangan :

= reliabilitas instrument K = banyaknya butir pertanyaan

∑ = jumlah ragam butir = jumlah ragam total

Untuk mencari nilai ragam digunakan rumus berikut: ∑ ∑

………(2)

Keterangan:

= jumlah responden X = nilai skor yang dipilih

Sedangkan uji validitas dilakukan untuk mengukur seberapa baik konstruk penelitian didefinisikan oleh variabel pengukuran yang digunakan. Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk melakukan analisis

faktor berdasarkan variabel-variabel yang ada di dalam penelitian ini. Rumus yang digunakan dalam uji validitas ini sebagai berikut:

√ ∑ ∑ ∑ ∑ ………...(3) Keterangan:

= koefisien validitas yang dicari = jumlah responden

= skor masing-masing pertanyaan X = skor masing-masing pertanyaan 2.10. Structural Equation Modeling (SEM)

Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji rangkaian

hubungan saling ketergantungan antar variabel terkait dan menguji hipotesis- hipotesis yang sudah diformulasikan sebelumnya. Teknik SEM merupakan teknik statistik untuk menjelaskan hubungan antara beberapa variabel. Dalam pelaksanaannya, SEM memeriksa struktur keterkaitan yang dinyatakan dalam serangkaian persamaan. Persamaan-persamaan tersebut menggambarkan seluruh hubungan di antara konstruk-konstruk (variabel independen dan variabel dependen) yang terlibat dalam analisis.

Wijanto (2008) menyatakan bahwa SEM mempunyai dua jenis variabel dan dua jenis model. Dua jenis variabel tersebut adalah variabel laten dan variabel teramati (observed variable). Variabel laten merupakan konstruk abstrak yang hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. Variabel teramati adalah variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator. Pada metode survey dengan menggunakan kuesioner, setiap pertanyaan pada kuesioner mewakili sebuah variabel teramati. Kemudian dua jenis model dalam SEM adalah model struktural (structural

model) dan model pengukuran (measurement model). Model struktural

menggambarkan hubungan-hubungan yang ada di antara variabel-variabel laten. Sedangkan model pengukuran menggambarkan indikator-indikator sebagai efek atau refleksi dari variabel latennya.

Pengolahan data dengan menggunakan metode SEM dilakukan secara bertahap. Prosedur SEM secara umum akan mengandung tahap-tahap sebagai berikut :

a. Spesifikasi model

Tahap ini berkaitan dengan pembentukan model awal persamaan struktural, sebelum dilakukan estimasi. Model awal ini diformulasikan berdasarkan suatu teori atau penelitian sebelumnya.

b. Identifikasi

Tahap ini berkaitan tentang kemungkinan diperoleh nilai yang unik untuk setiap parameter yang ada di dalam model dan kemungkinan persamaan simultan tidak ada solusinya.

c. Estimasi

Tahap ini berkaitan dengan estimasi terhadap model untuk menghasilkan nilai-nilai parameter dengan menggunakan salah satu model estimasi yang tersedia. Pemilihan metode estimasi yang digunakan seringkali ditentukan berdasarkan karakteristik dari variabel-variabel yang dianalisis.

d. Uji kecocokan

Tahap ini berkaitan dengan pengujian kecocokan antara model dengan data. Beberapa kriteria ukuran kecocokan dapat digunakan untuk melaksanakan langkah ini.

e. Respesifikasi

Tahap ini berkaitan dengan respesifikasi model berdasarkan atas hasil uji kecocokan tahap sebelumnya

2.11. Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Confirmatory Factor Analysis (CFA) merupakan model pengukuran

yang memodelkan hubungan antara variabel-variabel teramati. Hubungan variabel laten dan variabel teramati bersifat reflektif, dimana variabel-variabel teramati merupakan refleksi dari variabel laten terkait. Penetapan variabel- variabel teramati yang merefleksikan sebuah variabel laten ditetapkan berdasarkan substansi dari penelitian yang bersangkutan. Kemudian model pengukuran berusaha untuk mengkonfirmasi apakah variabel-variabel teramati tersebut memang merupakan ukuran atau refleksi yang tepat dari

sebuah variabel laten. Oleh karena itu, analisis model pengukuran ini disebut juga sebagai Confirmatory Factor Analysis (CFA).Hasil akhir CFA diperoleh melalui analisis validitas model pengukuran, uji kecocokan keseluruhan model, dan analisis reliabilitas model.

a. Uji Kecocokan Model Pengukuran

Uji kecocokan digunakan untuk mengevaluasi secara umum derajat kecocokan antara data dengan model. Model pengukuran ini dilakukan dengan memeriksa nilai dari Chi-square dan value-nya, RMSEA,

Standardized RMR, GFI, AGFI, NFI, NNFI, CFI, dan lain-lainnya yang tercetak sebagai umum derajat kecocokan.

b. Analisis Validitas Model Pengukuran Dilakukan dengan memeriksa :

1. Apakah t-value (nilai-t) dari standardized loading factor (λ) dari

variabel-variabel teramati dalam model memiliki ≥ 1,96.

2. standardized loading factor (λ) sari variabel-variabel teramati dalam model ≥ 0,50. Hal ini menunjukkan bahwa nilai cut off yang dipilih adalah ≥ 0,50, oleh karena apabila λ < 0,50 variabel teramati perlu dihilangkan.

c. Analisis Reliabitas Model Pengukuran

Analisis ini dilakukan dengan menghitung nilai construct reliability (CR) dan extracted variance (VE) dari nilai-nilai standardized loading factor

dan error variance melalui rumus-rumus sebagai berikut:

………..(4.1)

…………...(4.2)

Reliabilitas model yang baik adalah jika: Contruct Reliability ≥ 0,70

dan Variance Extracted≥ 0,50

2.12. Model Struktural

Setelah melakukan perhitungan dan analisis terhadap Confirmatory

laten variabel. Analisis model struktural dibentuk dengan menambahkan pernyataan-pertanyaan yang berkaitan dengan hubungan antar variabel laten ke dalam hasil analisis model pengukuran tahap pertama. Analisis terhadap model struktural mencakup :

a. Uji Kecocokan Keseluruhan Model

Uji kecocokan ini dilakukan dengan memeriksa apakah nilai dari Chi-

square dan value-nya, RMSEA, Standardized RMR, GFI, AGFI, NFI,

NNFI, CFI dan lain-lain yang tercetak sebagai Goodness of Fit Statistics

memenuhi berbagai ukuran-ukuran yang menunjukkan kecocokan yang baik atau tidak.

b. Analisis Hubungan Kausal

Melalui t-value dapat dilihat pengaruh antara satu variabel laten dengan variabel laten lainnya. Ketika t-value ≥ 1,96 maka koefisien lintasan persamaan struktural adalah signifikan dan hipotesis diterima, sebaliknya ketika t-value ≤ 1,96 maka koefisien lintasan persamaan struktural adalah tidak signifikan dan hipotesis tidak dapat diterima.

2.13. Penelitian Terdahulu

Hung (2008), melakukan penelitian dengan judul pengaruh brand image terhadap public relations perception dan customer loyalty. Penelitian ini berupaya untuk memberikan kontribusi pada pengembangan kerangka konseptual yang mengintegrasikan hubungan pelanggan yang dirasakan masyarakat, brand image, dan customer loyalty. Pertama, hubungan positif antara public relations perception dan brand image. Kedua, hubungan positif antara brand image dan customer loyalty. Ketiga hubungan ini dimediasi oleh

brand image. Pengumpulan sampel penelitian ini menggunakan convenience

sampling dengan responden konsumen asuransi di wilayah Taiwan. Jumlah sampel yang terkumpul sebanyak 367 konsumen asuransi di wilayah Taiwan. Pada penelitian ini untuk menguji validitas dan reliabilitas dari setiap konsep menggunakan tiga langkah, yaitu exploratory factor analysis, confirmatory factor analysis, dan analisis reliabilitas. Alat analisis yang digunakan AMOS 5.0. Hasil penelitian menunjukkan public relations perception positif mempengaruhi brand image, yang pada akhirnya mempengaruhi customer

loyalty. Selain itu, efek langsung dari brand image terhadap customer loyalty

lebih kuat daripada public relations perception.

Patria (2009), melakukan penelitian dengan judul analisis pengaruh

brand image sebagai moderator dalam hubungan public relations perception

terhadap customer loyalty. Penelitian ini dengan tujuan mencari tahu apakah ada hubungan public relations perception terhadap customer loyalty dan juga mencari tahu apakah brand image sebagai moderator berfungsi mempengaruhi kedua hubungan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Responden dari penelitian ini adalah pelanggan PT. Asuransi Ramayana Tbk wilayah Jabodetabek dengan jumlah 100 responden. Penelitian ini menggunakan metode uji reliabilitas, analisis faktor, regresi sederhana, dan regresi sederhana dengan dummy variables. Hasil penelitian menunjukkan bahwa public relations perception memiliki hubungan terhadap

customer loyalty dan variabel brand image sebagai mediator berfungsi mempengaruhi kedua hubungan tersebut. Brand image hanya berfungsi ketika

Dokumen terkait