BAB IV ANALISIS PRAKTIK PERCERAIAN DI LUAR PENGADILAN
D. Analisis Penulis
Di negara indonesia ini sangat jelas bahwa perkara perceraian merupakan perkara yang kewenangannya di pegang oleh Pengadilan, baik itu Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Perceraian hanya sah jika dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam. Hal ini ditunjukan pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 117 yang menyatakan: perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Akan tetapi, tidak selamanya suatu peraturan selalu ditaati oleh masyarakatnya, sebagaimana yang dilakukan beberapa masyarakat Desa Batang Malas. Meskipun pada dasarnya sebagian besar pelaku sudah mengetahui mengenai peraturan perceraian. Hal ini berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pelaku yang melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama,
Dalam hal ini, di dapati beberapa faktor-faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa Batang Malas melakukan lebih memilih bercerai di luar Pengadilan Agama, salah satu faktornya adalah ekonomi yang rendah yang menjadi penyebab perceraian di luar Pengadilan Agama. Meskipun tidak ada sanksi pidana secara langsung bagi para pelaku, namun dampak negatif yang
ditimbulkan dapat dirasakan oleh pelaku. Status percerainnya yang tidak jelas karena tidak mempunyai bukti yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, menyebabkan pelaku tidak bisa menikah lagi di KUA, karena jika dilihat dari undang-undang yang berlaku di indonesia pelaku masih dalam ikatan perkawinan yang sah meskipun sudah melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama.
Dampak negatif perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan masyarakat Desa Batang Malas tidak hanya berdampak kepada suami dan istri saja, namun juga terhadap anak-anak. Akibatnya anak tidak mendapatkan nafkahnya karena tidak ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak dapat memaksa ayah untuk memberikan nafkahnya baik dari segi waktunya maupun jumlah materi yang diberikan.
Pada dasarnya, Aristoteles sudah menawarkan konsep keadilan sebagai bentuk persamaan. Berdasarkan prinsip persamaan ini maka setiap orang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Dalam soal perkawinan kedudukan antara suami dan istri sebenarnya seimbang sebagaimana yang termuat dalam undang-undang perkawinan yang telah mengatur secara jelas adanya persamaan kedudukan antara suami dan istri. Namun demikian penyebutan peran suami dan istri berbeda, suami sebagai kepala keluarga sehingga berkewajiban memberikan nafkah, pakaian, dan rumah serta melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan suami. Adapun peran suami sebagai seorang ayah untuk anak-anaknya selain terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, seorang ayah juga merupakan penyedia kebutuhan baik dari segi sandang pangan dan papan untuk anak-anaknya.
Jika dikaitkan dengan teori keadilan Aristoteles, terhadap perceraian yang dilakukan di luar pengadilan masyarakat Desa Batang Malas dimana anak-anak tidak mendapatkan jaminan hak-haknya terpenuhi maka dalam hal ini seorang suami sebagai ayah dari anak-anaknya telah melanggar kewajibannya
60
yang berperan sebagai ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Anak-anak yang seharusnya di pandang sama yaitu sebagai bagian dari keluarga, maka ini dirasa tidak adil karena pada dasarnya hubungan seorang ayah dan anak tidak pernah putus. Dalam pandangan aristoteles keadilan sebagai sebuah kebajikan utama karena membawa manfaat terhadap orang lain, maka seharusnya kewajiban seorang ayah meskipun telah bercerai bisa memberikan manfaat bagi anak-anaknya, bukan malah melupakan darah dagingnya sendiri.
Dengan mempertimbangkan teori keadilan yang diungkapkan oleh Thomas Aquinas yang menitik beratkan pada pemenuhan hak dan kewajiban kepada pihak lain. Maka dalam konsep hubungan ayah dan anak, seorang ayah wajib memenuhi kewajibannya terhadap anaknya meskipun telah bercerai, karena kewajiban yang tunaikan oleh ayah merupakan hak yang harus didapatkan oleh seorang anak. Meskipun kewajiban menafkahi anak adalah tugas orang tua yaitu Ayah dan Ibu, namun jika hanya salah satu pihak saja yang menunaikan kewajiban tersebut maka terlihat jelas ketidakadilan yang dialami oleh seorang istri. Menurut padangan Thomas Aquinas, salah satu dari kewajiban adalah hidup sesuai dengan moralitas karena moralitas adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sehingga hubungan ayah dan anak adalah kewajiban kepada anak dan kepada Tuhan.
Adapun terhadap budaya hukum yang ada di Desa Batang Malas, jika dilihat lagi masyarakat Desa Batang Malas pada dasarnya mempunyai sistem hukum yang tersusun, seperti adanya penegak hukum yang menjalankan kewajibannya di desa tersebut, substansi perundang-undangan yang jelas, dan memiliki budaya hukum yang terbilang cukup baik sebagaimana yang ungkapkan oleh teori sistem hukum Lawrence M. Friedman. Masyarakat Desa Batang Malas tertib terhadap aturan-aturan yang ada dalam artian taat terhadap hukum baik itu hukum islam maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan terlaksananya pencatatan perkawinan bagi pihak
yang akan melangsungkan perkawinan, dan perceraian yang didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama sejalan dengan yang termuat dalam perundang-undangan.138 Adapun mengenai pihak-pihak yang memilih bercerai di luar Pengadilan Agama dikarenakan faktor ekonomi yang rendah serta kesadaran hukum yang kurang. Salah satu faktor bagi penegakan hukum yang efektif adalah kesadaran masyarakat akan hukum yang ada. Semakin tinggi kesadaran masyarakat terhadap hukum maka akan terbentuk budaya hukum yang baik pula serta dapat mengubah pola pikir masyarakat.
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah yang berpengaruh terhadap efektivitas hukum tertulis dilihat dari segi aparat karena tergantung pada hal-hal berikut:139
a. Sampai sejauh mana petugas terikat oleh peraturan yang ada.
b. Sampai batas mana petugas diperkenankan memberikan kebijaksanaan.
c. Teladan yang seperti apa yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat dari petugas.
d. Sampai sejauh mana derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas yang tegas pada wewenangnya.
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa jika para penegak hukum tidak menjalankan tugasnya dengan baik maka peraturan yang dibuat tidak ada artinya dalam praktik. Namun sebaliknya jika petugas hukum menjalankan tugasnya dengan baik meskipun hukum yang dibuat tidak sempurna, maka hukum tersebut akan terlaksana dengan baik pula. Dalam hal ini, para penegak hukum yang ada di Desa Batang Malas sudah menjalankan tugas dan kewajibannya dengan semaksimal mungkin, sehingga masyarakatnya taat terhadap hukum yang berlaku.
138 Wawancara dengan Mas Sapto, Pegawai Di Kantor Desa Batang Malas, 25 Maret 2020, 09:35 WIB.
139 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h., 82
62 BAB V PENUTUP A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Pada tahun 2019 hingga Maret 2021 beberapa warga muslim di Desa Batang Malas lebih memilih untuk bercerai di luar proses Pengadilan Agama karena beberapa alasan, yaitu karena tidak mengerti harus melalui proses Pengadilan Agama, syarat dari Pengadilan Agama yang banyak, ekonomi yang rendah, serta tidak ingin repot untuk mengurus ke pengadilan Agama. Adapun untuk pelaksanaan perceraian di luar pengadilan pada masyarakat Desa Batang Malas dilakukan dengan beberapa cara yakni sebagai berikut:
Pertama, bercerai disaksikan Imam Masjid dan RT. Pelaku menghadirkan Imam Masjid dan Rukun Tetangga (RT) ke rumah sebagai saksi dari perceraiannya. Pelaku menganggap perceraiannya sudah sah bila disaksikan oleh Imam Masjid dan RT dan jika ingin perceraiannya tercatat secara negara maka suamilah yang mengurus perceraiannya ke Pengadilan Agama.
Kedua, bercerai disaksikan keluarga dan saudara. Permasalahan yang diselesaikan secara kekeluargaan sudah menjadi adat di Desa Batang Malas, begitu pula dengan perkara perceraian. Beberapa pelaku menceraikan istrinya dengan disaksikan keluarga dan saudara-saudara saja dan tidak diurus ke pengadilan.
Ketiga, bercerai disaksikan teman. Pelaku mengungkapkan bahwasannya saat itu perceraianya hanya di saksikan oleh teman satu sel suaminya nya.
Pelaku belum mengurus ke Pengadilan Agama lantaran ekonominya yang rendah.
Keempat, bercerai tanpa disaksikan. pelaku cerai di luar Pengadilan Agama mengungkapkan bahwasannya perceraiannya tidak disaksikan oleh siapapun. Pelaku sudah pernah datang ke Pengadilan Agama namun mengetahui syaratnya yang terlalu banyak, ia enggan mengurusnya kembali, dan merasa bahwa perceraian hal yang bersifat rahasia.
2. Adapun jamina nafkah anak setelah orang tuanya bercerai di luar Pengadilan Agama dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yakni:
Pertama, anak tetap mendapatkan hak-haknya meskipun orang tuanya bercerai. Pelaku tetap memberikan nafkah kepada anak-anaknya meskipun telah bercerai dari istrinya. Nafkah yang ia berikan tidak ditentukan nominalnya melaikan sesuai dengan kemampuan ayah.
Kedua, anak-anak tidak mendapatkan hak-haknya setelah orang tuanya bercerai. Sebagian dari pelaku cerai di luar pengadilan mengungkapkan setelah bercerai suami tidak memberikan hak-hak kepada anak-anaknya.
adapun faktor tidak terlaksananya hak-hak anak yaitu suami pelaku memilih untuk pergi jauh merantau dan melupakan kewajibannya terhadap anak, adapula yang sudah menikah lagi, dan dari awal memang sudah tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya.
3. Respon kepala KUA setempat terhadap perceraian yang diluar Pengadilan Agama hanya sah sebatas agama, hal tersebut berdasarkan dalil nabi.
Sedangkan jika dilihat secara hukum yang berlaku di indonesia maka perceraian tersebut tidak sah dan hanya akan menimbulkan masalah bagi masing-masing pihak yang bersangkutan.
B. Saran
Dari simpulan yang peneliti paparkan, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada seluruh masyarakat khususnya masyarakat Desa Batang Malas agar tidak melakukan perceraiannya di luar pengadilan. hal ini
64
dilakukan untuk menghindari madharat yang akan timbul setelah bercerai di luar pengadilan.
2. Diharapkan pemerintah dapat menambahkan aturan dalan undang-undang perkawinan tentang sanksi terhadap pelaku cerai di luar Pengadilan Agama.
3. Diharapkan bagi seluruh masyarakat Indonesia khusunya masyarakat Desa Batang Malas memahami peraturan-peraturan yang termuat dalam KHI karena KHI lahir di Indonesia dan merupakan hasil konsensus dari para ulama Indonesia yang ahli dalam hukum Islam bersama-sama dengan pemerintah, serta disesuiaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia secara umum.
4. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk menyempurnakan hal-hal yang kurang dari penelitian ini.
65
DAFTAR PUSTAKA Buku.
Abidin. Selamet dan Aminudin. Fiqh Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia. 1999.
Abror. Khoirul. Hukum Perkawinan Dan Perceraian. Yogyakarta: Ladang Kata. 2020.
Ahmadi. Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010.
Al-Jazairi. ‘Abdu ar-Rahman. Kitabu al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah. Juz 4 & 5.
Beirut: Dar al-Qalam. 2011.
Al-Qazwini. Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al-Fikr. tt.
Ali. Hatta. Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Menuju Keadilan Restoratif.
Bandung: Alumni. 2012.
Ali. Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009.
Amiruddin dan Zaenal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT raja Grafindo Persada. 2004.
Ansari. Hukum Keluarga Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Deepublish. 2020.
Anwar. M. Fiqh Islam Muamalah, Munakahat, Fara’id, Dan Jinayah. Hukum Perdata Dan Pidana Islam Beserta Kaidah-Kaidah Hukumnya. Bandung: Al-Ma’arif Percetakan Offset. 1988.
Apeldoorn. L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prandnya Paramita. 1996.
Aristoteles. Nicomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika. Jakarta: Teraju. 2004.
Asyhadie, Zaeini. Dkk. Hukum Keperdataan Dalam Perspektif Hukum Nasional KUH Perdata (BW), dan Hukum Adat. Cet II. Depok: PT Rajagrafindo Persada. 2019.
Az-Zuhaili. Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Jilid 9. Penerjemah Abdul Hayyi al-Kattani. Jakarta: Gema Insani. 2011.
Bachtiar. Metode Penelitian Hukum. Tangerang Selatan: Unpam Press. 2018.
Dahlan. R. M. Fikih Munakahat. Yogyakarta: Deepublish. 2015.
66
Dahwadin. Dkk. Perceraian Dalam Sistem Hukum Di Indonesia. Jawa Tengah:
Penerbit Mangku Bumi. 2018.
Erwin. Muhammad. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan Hukum Indonesia (Dalam Dimensi Ide dan Aplikasi). Jakarta: Rajawali Press. 2016.
Ghozali. Abdul Rahman. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana. 2008.
Jamaluddin dan Nanda Amalia. Buku Ajar Hukum Perkawinan. Lhokseumawe: Unimal Press. 2016.
Kamarusdiana. Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Hukum Keluarga. tt.
Kharlie. Ahmad Tholabi. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Kelsen. Hans. Pure Theory of Law. Penerjemah Munir Fuady. Teori-Teori Besar Grand Theory Dalam Hukum. Jakarta: Kencana. 2013.
Latief. Djamal. Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia. jakarta: Ghalia Indah. 1985.
Mardani. Hukum Keluarga Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group. 2016.
Muzammil. Iffah. Fiqh Munakahat Hukum Pernikahan Dalam Islam. Tangerang: Tira Smart. 2019.
Millah. Saiful dan Asep Saepudin Jahar. Dualisme Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Amzah. 2019.
Nugrahani. Farida. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Penelitian Pendidikan Bahasa.
Surakarta: Cakra Books. 2014.
Nurhayati dan Ali Imran Sinaga. Fiqh Dan Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media Group.
2018.
Nur. Djaman. Fiqh Munakahat. Semarang: Dina Utama. 1993.
Raco. J.R. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karateristik, dan Keunggulannya.
Jakarta: Pt. Grasindo. 2010.
Ria. Wati Rahmi. Hukum Perdata Islam, Suatu Pengantar. Bandar Lampung:
Anugerah Utama Raharja (AURA). 2018.
Sabiq. Sayyid. Fiqh Sunnah. Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi. 1973.
Saleh. K. Wantik. Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indah. 1987.
Syahrani. Riduan. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. P.T. Alumni. 2013.
Syarifuddin. Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
2007.
Syarifuddin. Muhammad. Hukum Perceraian. Jakarta: Sinar Grafika. 2014.
Suma. Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2004.
Sudirman. Pisah demi Sakinah Kajian Kasus Mediasi Perceraian Di Pengadilan Agama. Jember: Buku Pustaka Radja. 2018.
Sudarto. Fiqh Munakahat. Yogyakarta: Deepublish. 2021
Sudarto. Ilmu Fikih Refleksi Tentang: Ibadah, Muamalah, Munakahat, dan Mawaris.
Yogyakarta: Deepublish. 2018
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
2013.
Soebekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Inter Massa. 2005.
Soekanto. Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. 1986.
Sopyan. Yayan. Pengantar Metode Penelitian. Ciputat: 2010.
Sopyan. Yayan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Buku Ajar. 2010.
Soekanto. Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. 1986.
Tutik. Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana. 2008.
Wafa. Moh Ali. Hukum Perkawinan Di Indonesia Sebuah Kajian dalam Hukum Islam dan Hukum Materil. Tangerang Selatan: Yasmi. 2018.
Yusuf. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif Dan Gabungan. Jakarta:
Kencana. 2014.
Jurnal
Bakri. Nurdin dan Antoni. Talak Di Luar Pengadilan Menurut Fatwa MPU Aceh Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Talak. Vol 1. Nomor 1. 2017.
Hayati. Vivi. Dampak Yuridis Perceraian Di Luar Pengadilan (Penelitian Di Kota Langsa). Vol 10. Nomor 2. 2015.
68
Kamarusdiana. Qanun Jinayat Aceh Dalam Perspektif Negara Hukum Indonesia. Vol 16. No. 2. 2016.
Kamarusdiana dan Daniel Alfaruqi. Konsep Hukum Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Di Indonesia ( Analisis Perkara No. 195/Pdt.2013/PA.Mtr, Putusan No. 04/Pdt.G/2014/PTA. Mtr, dan Putusan No. 629 K/Ag/2014). Vol 6. No. 2.
2016.
Mesraini. Konsep Harta Bersama Dan Implementasinya Di Pengadilan Agama. Vol 12. No. 1. 2012.
Munir. Abdulloh. Konsep Perceraian Di Depan Sidang Pengadilan Perspektif Maqashid al-Syariah Ibnu Asyur. Vol 3. Nomor 2. 2019.
Somantri. Muhammad Dani. Dkk. Hakikat Perceraian Berdasarkan Ketentuan Hukum Islam Di Indonesia. Vol 11. Nomor 1. 2020.
Yuliatin. Implementasi Kompilasi Hukum Islam dalam Hitungan Talak Terhadap Cerai Khulu’. Vol 12. Nomor 1. 2012.
Undang-undang
Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Wawancara
Wawancara Ibu Rumana Warga Desa Batang Malas 04 Januari 2021 14:11 WIB Wawancara Ibu Siti Warga Desa Batang Malas 04 Januari 2021 15:00 WIB
Wawancara Dengan Ibu Siti Walijah. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 16:09 WIB
Wawancara Dengan Ibu Wiwin. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 13:45 WIB
Wawancara Dengan Ibu Rini. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 14:00 WIB
Wawancara Dengan Ibu Nurhidayah. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 16:20 WIB
Wawancara Dengan Ibu Siti Zaemah. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 15:24 WIB
Wawancara Dengan Ibu Zaimah. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 15:48 WIB
Wawancara Dengan Ibu Sufiatin. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 15:00 WIB
Wawancara Dengan Ibu Siti Sarofah. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 14:20 WIB
Wawancara Dengan Bapak Nahrowi. Pelaku Cerai Di Luar Pengadilan Di Desa Batang Malas 01 April 2021 17:05 WIB
Wawancara Dengan Petugas Pengadilan Agama Selat Panjang. 27 April 2021. 12:07 WIB
Wawancara Dengan Petugas KUA Tebing Tinggi Barat, 30 April 2021, 10:05 WIB Wawancara Dengan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Bapak Amat Mukhlas. 30
September 2021. 10:05 WIB
70
Lampiran-lampiran
HASIL WAWANCARA Nama : Siti Walijah
Hari/Tanggal : Kamis/ 01 April 2021 Tempat : Rumah Ibu Siti Walijah
1. Apakah pernikahan anda resmi dan tercatat di KUA?
Jawab: Resmi ning KUA
2. Pada usia berapa anda menikah?
Jawab: 25 tahun
3. Berapa lama usia pernikahan anda?
Jawab: 25 tahun 4. Apa pekerjaan anda?
Jawab: petani karet
5. Apa pendidikan terakhir anda?
Jawab: MAN
6. Pada tahun berapa anda bercerai?
Jawab: 2020
7. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: suami sing minta disek 8. Apa alasan anda bercerai?
Jawab: alasane dee wes seneng wedoan lio 9. Dimana anda melakukan perceraian saat itu?
Jawab: ning umah
10. Bagaimana proses perceraian anda?
Jawab: nang umah disaksi ke karo imam mesjid alm Pak Hamdan karo Pak Rt mbah suyi.
11. Apakah anda tau bahwa seharusnya perceraian itu harus dilakukan di Pengadilan Agama?
Jawab: reti
12. Mengapa anda memilih bercerai di luar Pengadilan Agama?
Jawab: la wong dee sing njaluk tapi malah ga ngurus nang pengadilan, koyo aku yo males repot-repot ngurus nang pengadilan.
13. Apakah anda mempunyai anak?
Jawab: enek 3
14. Setelah bercerai, anak ikut dengan siapa?
Jawab: melu aku kabeh
15. Apakah anda menerima nafkah iddah dan nafkah mut’ah setelah bercerai?
Jawab: ra enek
16. Apakah anak-anak mendapatkan hak-haknya sebagai seorang anak setelah bercerai?
Jawab: enek mbak, tapi pas royo idul fitri tok 17. Apakah saat ini anda sudah menikah lagi?
Jawab: urung
Ibu Siti Walijah
72
HASIL WAWANCARA Nama : Nurhidayah
Hari/Tanggal : Kamis/ 01 April 2021 Tempat : Rumah Ibu Nurhidayah
1. Apakah pernikahan anda resmi dan tercatat di KUA?
Jawab: iyo resmi tercatat nang KUA 2. Pada usia berapa anda menikah?
Jawab: 18 tahun
3. Berapa lama usia pernikahan anda?
Jawab: 30 tahun 4. Apa pekerjaan anda?
Jawab: petani karet
5. Apa pendidikan terakhir anda?
Jawab: smp mbak
6. Pada tahun berapa anda bercerai?
Jawab: 2019
7. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: bojo ku mbak 8. Apa alasan anda bercerai?
Jawab: bojo ku lungo kerjo malah slingkuh nang buri ku 9. Dimana anda melakukan perceraian saat itu?
Jawab: nang umah iki
10. Bagaimana proses perceraian anda?
Jawab: secara kekeluargaan ae, disaksike mak bapak karo dulur-dulur
11. Apakah anda tau bahwa seharusnya perceraian itu harus dilakukan di Pengadilan Agama?
Jawab: iyo reti
12. Mengapa anda memilih bercerai di luar Pengadilan Agama?
Jawab: ra due duet mbak arep ngurus nang pengadilan
13. Apakah anda mempunyai anak?
Jawab: ndue mbak 2
14. Setelah bercerai, anak ikut dengan siapa?
Jawab: melu aku kabeh mbak
15. Apakah anda menerima nafkah iddah dan nafkah mut’ah setelah bercerai?
Jawab: ora enek dikei
16. Apakah anak-anak mendapatkan hak-haknya sebagai seorang anak setelah bercerai?
Jawab: ora enek juga mbak
17. Apakah saat ini anda sudah menikah lagi?
Jawab: wes mbak
18. Bagaimana proses pernikahan anda?
Jawab: nang umah mbak, ora pake KUA
Ibu Nurhidayah
74
HASIL WAWANCARA Nama : Wiwin
Hari/Tanggal : Kamis/ 01 April 2021 Tempat : Rumah Ibu Wiwin
1. Apakah pernikahan anda resmi dan tercatat di KUA?
Jawab: resmi lewat KUA
2. Pada usia berapa anda menikah?
Jawab: 27 tahun
3. Berapa lama usia pernikahan anda?
Jawab: satu bulan 4. Apa pekerjaan anda?
Jawab: jualan online mbak 5. Apa pendidikan terakhir anda?
Jawab: S1 mbak
6. Pada tahun berapa anda bercerai?
Jawab: 2020
7. Siapa yang meminta bercerai?
Jawab: aku disek sing njaluk 8. Apa alasan anda bercerai?
Jawab: dee ga ono tanggung jawab e mbak karo keluarga 9. Dimana anda melakukan perceraian saat itu?
Jawab: nang umah
10. Bagaimana proses perceraian anda?
Jawab: secara kekeluargaan, disaksike karo keluarga dulur
11. Apakah anda tau bahwa seharusnya perceraian itu harus dilakukan di Pengadilan Agama?
Jawab: reti
12. Mengapa anda memilih bercerai di luar Pengadilan Agama?
Jawab: lebih cepet prosese, pun duite ra enek juga nak kudu nang pengadilan. anak jek cilik keperluane akeh juga.
13. Apakah anda mempunyai anak?
Jawab: ada 1
14. Setelah bercerai, anak ikut dengan siapa?
Jawab: melu aku mbak
15. Apakah anda menerima nafkah iddah dan nafkah mut’ah setelah bercerai?
Jawab: ngga nerimo opo-opo mbak
16. Apakah anak-anak mendapatkan hak-haknya sebagai seorang anak setelah bercerai?
Jawab: ora mbak
17. Apakah saat ini anda sudah menikah lagi?
17. Apakah saat ini anda sudah menikah lagi?