• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PROSES PEMBINAAN SPIRITUALITAS DI PRODI

A. Pendidikan Calon Katekis di Prodi IPPAK

2. Mahasiswa IPPAK dan Lingkungan di Sekitarnya

Untuk menjadi seorang pewarta kabar gembira seperti katekis di jaman sekarang ini bukanlah sesuatu yang mudah. Profesi yang menggeluti bidang kerohanian semacam ini membutuhkan keutamaan-keutamaan seperti sikap rendah hati, mampu bekerjasama dengan orang lain, mampu menghargai hasil karya orang lain, dan mengerti orang-orang yang ada di sekitarnya. Keutamaan-keutamaan semacam ini dibutuhkan tidak saja agar dapat diterima dan menerima rekan kerja yang ada, tetapi juga untuk dapat mengerti dan memahami jemaat yang dilayaninya.

a. Lingkungan Tempat Tinggal Mahasiswa

Tempat tinggal merupakan suatu ruang yang tersedia untuk melakukan suatu aktivitas pribadi, misalnya belajar, berteduh, bermalam, beristirahat (tidur), membaca, dan lain sebagainya. Hampir rata-rata dari mahasiswa IPPAK tinggal di kost, kontrakan dan asrama karena mereka ini berasal dari berbagai pulau, misalnya pulau Kalimantan, Sumatra, Irian Jaya, Ambon, Flores, dan Bali. Sedangkan yang berasal dari D.I Yogyakarta, ada yang bertempat tinggal di

rumah masing- masing bersama orang tua mereka, dan ada juga yang tinggal di kost supaya dekat dengan kampus.

Lingkungan tempat tinggal mahasiswa dapat mempengaruhi pola pergaulan dalam keseharian mereka dengan sesama. Bagi mahasiswa yang tinggal bersama orang tuanya, tentu saja dari segi pergaulan, kasih sayang, dan keuangan mendapat perhatian dan kontrol yang cukup baik dari pihak keluarganya. Bagi mahasiswa yang berasal dari luar daerah tentu saja kurang mendapat perhatian secara penuh dari orang tuanya. Perubahan ini awalnya membuat mereka agak terkejut, karena berpisah dari orang-orang yang dicintai, seperti orang tua dan saudara-saudarinya, juga berhadapan langsung dengan perbedaan kultur budaya yang ada. Pada tahap-tahap awal, hal itu merupakan suatu tantangan yang cukup berat untuk dijalani sehingga diperlukan penyesuaian diri secara terus menerus terhadap lingkungan barunya. Mereka ini ada ya ng tinggal di kost sederhana namun aman dan menyenangkan, misalnya dilihat dari segi jarak antara kost dan kampus bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki saja kurang lebih 5-7 menit; dekat dengan Gereja; peraturan kostnya cukup ketat; komunikasi lancar antara pemilik kost dan sesama penghuni kost. Ada pula yang tinggal di kost di mana pemilik kostnya tidak berada di situ, maka kontrol pergaulan sangat tergantung pada pribadi para penghuninya.

Bagi mahasiswa yang tinggal di asrama dan kontrakan, segi keamanan, kekompakan, dan pertanggungjawaban atas tempat tinggal tersebut sangat tergantung pada kesepakatan para penghuninya. Misalnya bagi mahasiswa yang tinggal di Asrama Putri milik pemerintah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat,

asrama ini tidak mempunyai ibu atau bapak asramanya, tetapi tetap ada peraturan. Maka dari itu, harus ada yang menjadi ketua asrama beserta seksi-seksinya, yang dipilih dari para penghuninya melalui musyawarah. Peraturan asrama akan diindahkan apabila ada kekompakan dan kesepakatan para penghuninya untuk menjalaninya. Terkadang juga terjadi bahwa peraturan tersebut diabaikan oleh pribadi-pribadi yang kurang bertanggung jawab. Demikian pula halnya bagi mahasiswa yang tinggal di kontrakan, mereka sungguh merasa bebas. Bila kebebasan tersebut digunakan secara bertanggung jawab, maka segala sesuatu akan berjalan baik adanya. Namun bila terjadi sebaliknya, maka tak jarang dari mereka akan terjerumus di dalamnya.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa keamanan, ketentraman dan keindahan baik itu di rumah orang tua, kost, asrama, maupun kontrakan akan tetap terasa bila ada kerjasama, komunikasi yang baik, serta tanggung jawab penuh antara pemilik tempat tinggal, dan sesama penghuni itu sendiri. Sehubungan dengan itu maka suasana yang kondusif pada tempat tinggal sungguh menjadi penting dalam memperlancar pelaksanaan proses studi mahasiswa sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya, terutama semakin mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan aktif memberikan pelayanan kepada jemaat.

b. Umat yang Dihadapi di Sekitar Kotabaru

Hal lain yang terkait erat dengan mahasiswa IPPAK adalah berhadapan langsung dengan umat di lapangan. Pembicaraan tentang umat yang dihadapi mengajak mahasiswa untuk memperhatikan paling sedikit empat lembaga yang

secara langs ung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan iman umat. Keempat lembaga tersebut adalah keluarga, Gereja, masyarakat dan sekolah. Lingkaran paling kecil tempat awal bertumbuhnya iman dimulai dalam lingkup keluarga, kemudian diperkembangkan dalam lingkup Gereja yang universal. Tak lepas dari itu, lingkup sosial masyarakat yang mempengaruhi perkembangan iman umat dapat bersifat positif tetapi dapat pula negatif. Demikian pula dengan sekolah tempat penyelenggaraan pendidikan, khususnya dalam hal ini adalah Pendidikan Agama Katolik. Keempatnya kalau sungguh bekerjasama secara baik akan membentuk iman umat yang sungguh bersifat holistik. Seperti yang dikatakan oleh pepatah lama: “iman tanpa perbuatan adalah mati”.

Kecuali itu, perlu dilihat bahwa mass media, seperti TV, internet, koran/majalah, handphone, dan kelompok informal memiliki pengaruh besar di dalam membentuk cara berpikir dan berperilaku jemaat beriman. Senada dengan itu dapat dikemukan salah satu masalah yang cukup menonjol yakni sikap jemaat yang semakin kurang peduli (acuh tak acuh) dengan perkembangan imannya. Usaha untuk menjalin hubungan dengan Tuhan semakin berkurang. Dalam hal ini Catechesi Trandendae mengatakan:

Umat Kristen zaman sekarang harus menjalani pembinaan untuk hidup di tengah masyarakat, yang kebanyakan tidak mau tahu menahu tentang Allah, atau yang dalam hal keagamaan tidak menjalin dialog persaudaraan yang cukup sulit tetapi menggairahkan semua orang, melainkan terlampau sering ragu-ragu saja dalam sikap tak acuh yang memerosotkan martabat mereka, atau malahan tetap mempunyai sikap sinis “kecurigaan” demi kemajuan yang telah mereka capai di bidang penjelasan-penjelasan ilmiah (CT,57).

Ketidakpedulian umat dalam membina hubungannya dengan Allah atau mereka yang kurang peduli dengan perkembangan imannya, perlu mendapatkan

peneguhan dari katekis sebagai salah satu pendamping umat. Hal itu tentu saja tidak dapat dilakukan dengan begitu mudah karena terlebih dahulu katekis harus mengetahui akar penyebab umat menjauhkan diri dari Allah.

Munculnya sikap individualistis mengakibatkan kontrol sosial terhadap pelaksanaan keagamaan makin berkurang. Orang semakin otonom, dalam arti ini agama akan menjadi urusan pribadi. Nilai- nilai dan pandangan-pandangan hidup umat akan ditentukan oleh media massa, radio dan terutama televisi, video, internet dan sebagainya. Pengaruh media massa akan lebih kuat daripada homili-homili para pastor di gereja.

Menghadapi situasi umat yang seperti itu, bagaimana seorang calon katekis membekali dirinya untuk menghadapi umat di lapangan? Seperti sudah disinggung di atas, bahwa hendaknya mereka dibekali dengan berbagai kemampuan dan keterampilan, terutama pembinaan spiritualitas katekis yang mendalam sehingga mereka mampu mengenal dan mencintai umatnya dengan sepenuh hati.

Pentingnya mengetahui dengan baik latar belakang hidup dan kebutuhan umat dalam berkatekese agar apa yang diberikan dalam katekese itu menjadi sesuatu yang bermakna dan sungguh mengena pada diri peserta. Katekis juga bisa menentukan metode- metode katekese yang sesuai dengan hidup dan kebutuhan umat sehingga mampu membantu umat berefleksi akan situasi hidup mereka. Bila katekis tidak mengetahui latar belakang kebutuhan umat, ia tidak bisa memimpin katekese dengan tepat dan efektif. Harus disadari bahwa tugas ini merupakan tantangan yang berat terutama bagi para calon katekis dan petugas Gereja lainnya.

c. Masalah Sosial di dalam Masyarakat

Mahasiswa IPPAK calon katekis tidak hanya diperuntukkan bagi Gereja saja. Tugas panggilan mereka adalah mewartakan Yesus Kristus yang pertama dan terutama, baik bagi orang yang belum beriman maupun orang yang sudah berimana kepada-Nya. Tantangan yang dihadapi mahasiswa calon katekis dalam jaman sekarang berkaitan dengan masalah sosial dalam masyarakat adalah semakin meningkatnya penindasan dan ketidakadilan dalam masyarakat. Berbagai kasus terjadi akhir-akhir ini, misalnya masalah sosial penggusuran pedagang kaki lima di perkotaan. Tindakan penggusuran tersebut selain menghancurkan mata pencaharian mereka juga mengakibatkan luka- luka fisik.

Dalam masyarakat sedang marak dibicarakan tentang naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan bahan-bahan pokok, seperti minyak goreng, minyak tanah, tepung terigu, kacang kedelai, dan lain sebagainya yang menyebabkan harga barang yang lain juga ikut naik. Situasi yang demikian semakin memprihatinkan keadaan ekonomi masyarakat, di mana yang miskin semakin miskin, sehingga jumlah anak jalanan, pengemis, pemulung dan pengangguran bertambah banyak tanpa mendapatkan perlindungan dari pihak pemerintah. Berbagai macam kekerasan disaksikan sehari- hari baik yang menimpa dirinya maupun rekan-rekannya.

Masalah sosial lain adalah meningkatnya kaum muda yang terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang. Tidak sedikit dari mereka bahkan melakukan tindak kriminal demi memperoleh obat-obatan yang diinginkan. Di samping itu, pergaulan bebas dan kumpul kebo yang terjadi di kalangan muda- mudi juga

semakin meningkat. Dengan mudah gambar atau film seks dapat diperoleh lewat jaringan internet, handphone, kaset VCD/DVD, majalah, novel, dan lain sebagainya yang dijual bebas di pasaran. Akibat adanya hubungan seks bebas tersebut tidak sedikit dari kaum muda- mudi yang terpaksa menggugurkan kandungannya.

Perceraian antara suami istri merupakan salah satu masalah sosial yang semakin meningkat. Hal ini sangat jelas terlihat pada kehidupan glamor para selebriti (artis) yang sering kawin-cerai. Meningkatnya angka perceraian disebabkan berkurangnya penghayatan terhadap makna pernikahan. Mereka yang melakukan perceraian tidak memikirkan nasib dan kondisi psikologis anak-anak akibat perceraian yang terjadi.

Berbagai masalah sosial yang terjadi di atas merupakan salah satu tantangan berat dalam menjalankan profesi sebagai katekis. Masalah-masalah semacam ini, khususnya pergaulan bebas banyak terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggal para mahasiswa termasuk yang tidak beragama Kristen. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana calon katekis dapat menjalankan pewartaan kabar gembira di tengah-tengah kehidupan sosial yang sangat memprihatinkan tersebut. Kepada mereka juga harus disampaikan kabar gembira Allah namun harus sesuai dengan keadaan mereka sendiri sehingga mampu melihat kehadiran dan campur tangan Tuhan dalam hidupnya. Untuk itu mahasiswa IPPAK harus memiliki spiritualitas yang mendalam sehingga mampu mewartakan kabar gembira meskipun dalam situasi yang sangat sulit.

Dokumen terkait