• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Agung Republik Indonesiah. Bahwa selain itu Tergugat 1 tidak pernah ditunjukkan asli maupun

fotokopi dari surat pernyataan bawah tangan tertanggal 27 Oktober 1999 mengenai Direksi yang tidak memerlukan persetujuan dari RUPS PT. Indolampung Distillery (Penggugat 2) untuk bertindak dalam penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 yang disebutkan pada halaman 2 dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1, walaupun disebutkan di dalam akta tersebut bahwa asli surat pernyataan bawah tangan dilekatkan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1, sehingga Tergugat 1 tidak mengetahui apakah Direksi PT. Indolampung Distillery (Penggugat 2) sah dan berwenang mewakili PT. Indolampung Distillery (Penggugat

2) bertindak dalam penandatanganan Akta Pemberian Hak

Tanggungan No. 1 tersebut.

i. Bahwa ditulis pada Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 pihak

Tergugat 2 yang diwakili oleh orang Jepang bernama Hirotaka

Yoneda, yang tertulis pada akta tersebut bertindak berdasarkan surat kuasa (power of Attorney) di bawah tangan tertanggal 26 Juli 1999 yang didaftarkan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo pada tanggal 28 Juli 1999 No. 08122/Kon/Lg/99, akan tetapi kepada

Tergugat 1 TIDAK PERNAH DITUNJUKKAN oleh pihak Tergugat 2

surat kuasa (power of Attorney) tertanggal 26 Juli 1999 tersebut, baik asli maupun fotokopi, dan surat kuasa (power of Attorney) tanggal 26 Juli 1999 tidak dilampirkan dalam berkas Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1. Jadi Tergugat 1 tidak mengetahui apakah masing-masing pihak yang sah dan berwenang untuk menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1.

j. Bahwa di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 yang menjadi pihak adalah PT Gula Putih Mataram (Penggugat 1) dan

Tergugat 2…………..

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Tergugat 2, akan tetapi yang menjadi obyek hak tanggungan di dalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 adalah harta milik pihak ketiga (PT Indolampung Distillery/Penggugat 2), yaitu pabrik ethanol, mesin-mesin dan peralatan-peralatan pabrik ethanol dan aset lainnya yang dimiliki oleh pihak Indolampung Distillery (Penggugat 2), padahal PT. Indolampung Distillery (Penggugat 2) bukan pihak dan tidak ikut menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 dan tidak ada kuasanya hadir pada saat penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 tersebut di kantor Tergugat 5 di Jakarta dan Tergugat 1 tidak pernah melihat dan diperlihatkan asli maupun fotokopi dokumen dan surat-surat yang menunjukkan PT. Indolampung Distillery (Penggugat 2) mengetahui dan menyetujui seluruh asset-asset perusahaannya dijadikan obyek hak tanggungan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1.

k. Bahwa di dalam konsep Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 yang telah disiapkan oleh staff/ kuasa hukum dari Tergugat 5, di halaman 2 (dua) dari Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 disebutkan bahwa ada surat pernyataan bawah tangan tertanggal 27 Oktober 1999 yang menjelaskan bahwa direksi tidak memerlukan ijin RUPS karena yang diagunkan hanya sebagian kecil dari aset perusahaan, akan tetapi

Tergugat 1 selaku Notaris tidak pernah ditunjukkan asli atau fotokopi dari surat pernyataan tanggal 27 Oktober 1999 tersebut

dan tidak mengetahui apakah benar harta yang diagunkan adalah sebagian kecil dari harta perusahaan sehingga tidak memerlukan izin RUPS.

2. Bahwa dengan demikian isi dari Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1 tersebut hanya berdasarkan keterangan sepihak dari keluarga Salim/ Group Salim dan apabila kemudian terbukti isi dari Akta Pemberian Hak

Tanggungan No.1……

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Tanggungan No. 1 tersebut tidak benar, maka Tergugat 1 menyerahkan

hal tersebut kepada kebijaksanaan Majelis Hakim untuk memutus sesuai dengan hukum yang berlaku.

3. Tergugat 1 TERKEJUT ATAS PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

NOTARIS (MPPN) No. 11/B.Mj.PPN/XI/2010 TANGGAL 29 NOVEMBER 2010 yang telah berkekuatan hukum tetap (final) yang membuktikan 128 dan 20 Surat Permohonan Pencairan Kredit (Disbursement Request)

hanya photocopy dan tidak ada pencairan kredit dan bahkan Notaris

Surya Hasan, S.H.dalam persidangan terbuka dari MPPN mengakui bahwa tidak ada aslinya seperti dikutip dalam Putusan MPPN No. 11/B.Mj.PPN/XI/2010 tanggal 29 November 2010 pada halaman 32 sebagai berikut :

“Menimbang, bahwa Majelis Pemeriksa Pusat setelah melakukan

pemeriksaan terhadap dalil-dalil yang dikemukakan oleh Pembanding/ Pelapor dan terbanding/ Terlapor, menyimpulkan sebagai berikut :

1. Bahwa Terbanding/ Terlapor tidak melakukan pencocokan Disbursement Request sesuai dengan aslinya, dalam membuat Akta Pernyataan Nomor 4 tanggal 26 Januari 2010 dan Akta Pernyataan Nomor 5 tanggal 26 Januari 2010;

2. Bahwa Terbanding/ Terlapor tidak terlebih dahulu meminta

dokumen asli tentang kedudukan penghadap mewakili perseroan,...”;

Catatan :

“Pembanding/ Pelapor” adalah PT. Sweet Indolampung (Penggugat 3) dan Terbanding/ Terlapor adalah Notaris Surya Hasan, S.H.

4. Bahwa Tergugat 1 juga terkejut setelah belakangan mengetahui hal-hal

sebagai berikut :

a. Copy tanda………..

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

a. Copy tanda tangan yang tercantum di dalam 128 dan 20 copy surat disbursement request (pencairan kredit) adalah copy tanda tangan dari Daddy Hariadi yang bukan direktur dari PT. Sweet Indolampung (Penggugat 3) sehingga Daddy Hariadi tidak berwenang mewakili PT. Sweet Indolampung (Penggugat 3);

b. Tergugat 1 juga sangat terkejut setelah belakangan mengetahui bahwa tidak pernah ada pencairan kredit yang masuk ke rekening bank dari PT Sweet Indolampung (Penggugat 3);

c. Tergugat 1 juga terkejut setelah belakangan mendapatkan informasi bahwa tidak pernah ada pencairan kredit atas Loan Agreement tanggal 17 Juli 1993 Akta No. 136 atas disebut “CUG 1” dan Loan Agreement tanggal 17 Juli 1993 Akta No. 138 atas disebut “CUG 2”; d. Tergugat 1 juga terkejut setelah belakangan mengetahui bahwa

Daddy Hariadi ternyata bukan direktur dari PT Sweet Indolampung (Penggugat 3) pada saat Daddy Hariadi menandatangani dokumen-dokumen sebagai berikut :

i. Loan Agreement Akta No. 136 tanggal 17 Juli 1993; ii. Loan Agreement Akta No. 138 tanggal 17 Juli 1993;

iii. Contract for Undertaking Guarantee (Indemnity) (in respect of loan of USD 27,500,000) tanggal 17 Juli 1993;

iv. Contract for Undertaking Guarantee (Indemnity) (in respect of loan of USD 50,000,000) tanggal 17 Juli 1993;

Pada halaman 3 dari Akta Pemberian Hak Tanggungan No. 1/M. Udik/1999 tanggal 27 Oktober 1999 disebutkan bahwa untuk utang Penggugat 3 Hak Tanggungan adalah untuk menjamin utang-utang Penggugat 3 kepada Tergugat 2 sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian-perjanjian “Loan Agreement (Second Refinancing)” yang timbul dari CUG 1 dan CUG 2 dan Tergugat 1

Baru mengetahui….

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Garis besar

Dokumen terkait