• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

USMAN. Peningkatan Pemanfaatan Bioflok Bagi Pertumbuhan Ikan Bandeng Melalui Manajemen Pemberian Pakan. Dibimbing oleh ENANG HARRIS, DEDI JUSADI, EDDY SUPRIYONO, dan MUNTI YUHANA

Upaya konversi limbah budidaya ikan menjadi bioflok mulai banyak dilakukan oleh pembudidaya untuk memperbaiki kualitas air dan menekan biaya pakan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan bioflok sebagai makanan untuk pertumbuhan ikan bandeng melalui pengaturan dosis pemberian pakan. Perlakuan yang dicobakan adalah ikan uji dipelihara dalam media dengan: (A) bioflok tanpa pemberian pakan buatan, (B) bioflok + pakan buatan sebanyak 2,5% perhari, (C) bioflok + pakan buatan sebanyak 5% perhari, (D) pemberian pakan buatan sebanyak 5% perhari tanpa bioflok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan bandeng ukuran awal rata-rata 1,6 g yang hanya diberi bioflok dapat tumbuh dengan laju pertumbuhan 1,82%/hari, namun laju pertumbuhan ini masih lebih rendah dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan yang diberi pakan buatan 5%/hari yaitu 2,01%/hari. Ikan yang diberi pakan buatan sebanyak 2,5%/hari dalam media bioflok memiliki laju pertumbuhan yang relatif sama (P>0,05) dengan ikan yang diberi pakan 5% perhari, dan dapat meningkatkan efisiensi pakan sebanyak 58,5% dan efisiensi protein sebanyak 59,2% dibandingkan ikan yang hanya diberi pakan buatan 5%/hari. Kandungan

total ammonia nitrogen (TAN), nitrit dan nitrat dalam media budidaya pada semua perlakuan dapat dipertahankan pada kadar yang rendah dan layak bagi pertumbuhan ikan bandeng.

Kata kunci: Bioflok, pemanfaatan, efisiensi protein pakan, pertumbuhan, manajemen pakan, ikan bandeng

ABSTRACT

USMAN. Enhancing the Utilization of Bioflocs for Milkfish Growth Throught Feeding Management. Supervised by ENANG HARRIS, DEDI JUSADI, EDDY SUPRIYONO, and MUNTI YUHANA

The effort to conversion of aquaculture (fish) waste to biofloc began to be done many aquaculturist to improve water quality and reduce feed cost. This research was conducted to increase the utilization of biofloc as food for milkfish growth through feeding manajemen (feeding dose). A triplicated experiment was conducted using 100 fish with an initial body weight of 1.6 g, stocked in concrete tank of 2.0x1.5x1.2 m3. The fish were culture for 45 days in the media contained bioflocs and fed on different levels of artificial diet, either 0, 2.5 or 5% body weight (bw)/day respectively. As control treatment, the fish were cultured in conventional media (water exchange of 30%/day) and fed on artificial diet 5%/day. The results of the milkfish fed by bioflocs showed the specific growth rate of 1.82%/day. However, this growth rate was still lower(P<0.05) than the fish fed by artificial diet of 5% bw/day (which was 2.01%/day). The fish fed by artificial diet of 2.5%bw/day in biofloc media showed specific growth rate significantly not different (P>0.05) to those of fed by artificial diet of 5% bw/day for both in biofloc media and in conventional media. This treatment increased the feed efficiency as high as 58.5%, protein efficiency ratio of 59.2%, and protein retention of 46.1% compared to those fed by 5%bw/day. All the levels of total ammonium nitrogen (TAN), nitrite and nitrate could be maintaned at low levels and were suitable for milkfish growth.

Keywords: Bioflocs, utilization, feed protein efficiency, growth, feeding managemen, milkfish

Pendahuluan

Pakan ikan umumnya mengandung protein cukup tinggi, karena protein selain digunakan untuk pertumbuhan juga digunakan sebagai sumber energi utama oleh ikan (Wilson 2002). Oleh karena itu, ikan banyak mengeluarkan limbah N, utamanya amoniak (NH3) sebagai hasil perombakan protein dan deaminasi asam amino untuk keperluan metabolismenya (Halver dan Hardy 2002). Hal ini menyebabkan efisiensi protein pakan menjadi rendah dan pengeluaran limbah N anorganik, utamanya amoniak (NH3) yang bersifat toksik menjadi tinggi. Selain itu, terdapat limbah N organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan feses yang akan didekomposisi oleh mikroba dalam kolom air dan dasar perairan sehingga dapat peningkatan total ammonia-nitrogen (TAN = NH3 + NH4) dan nitrit karena terjadinya transformasi nitrogen dan keduanya berbahaya untuk ikan sekalipun pada konsentrasi yang rendah (Schneider et al. 2005).

Pada teknologi bioflok, ammonia dan limbah organik nitrogen akan dikonversi menjadi biomassa bakteri heterotrof, jika terjadi keseimbangan antara karbon organik dan nitrogen (Schneider et al. 2005). TAN yang berasal dari dekomposisi pakan yang tidak termakan dan feses serta dari ekskresi ikan akan dimanfaatkan oleh bakteri dan membentuk flok. Untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan karbon organik dalam media budidaya ikan intensif agar bakteri heterotrof dapat tumbuh maksimal, perlu ditambahkan C-organik dalam media budidaya dengan pergantian air seminimal mungkin. Pada kepadatan bakteri heterotrof yang cukup tinggi dalam media akan memicu terbentuknya bioflok. Bioflok ini merupakan campuran heterogen dari mikroba (plankton, fungi, protozoa, ciliata, nematoda), partikel, koloid, polimer organik, kation yang saling berintegrasi cukup baik dalam air untuk tetap bertahan dari agitasi (goncangan) air yang moderat (Jorand et al. 1995). Terbentuknya bioflok akan menurunkan limbah nitrogen dalam media budidaya (Avnimelech 1999). Selain itu, bioflok yang terbentuk ini mengandung nutrisi seperti protein (1940,6%), lemak (0,4611,6%), dan abu (738,5%) yang cukup bagus bagi ikan atau udang budidaya (Tacon 2000; Ekasari 2008, Avnimelech 2009). Oleh karena itu, penumbuhan dan pemanfaatan bioflok ini merupakan suatu solusi untuk menekan beban limbah budidaya ikan dan meningkatkan pemanfaatan protein pakan.

Beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa bioflok dapat dimanfaatkan sebagai makanan alami oleh beberapa spesies ikan seperti nila (Avnimelech 2007), udang vaname (Burford et al. 2004.), dan udang galah (Crab et al. 2009). Pada budidya ikan nila merah secara intensif, 50% kebutuhan protein dapat disuplai dari bioflok yang ditumbuhkan dalam media budidaya tersebut. Pada budidaya udang Litopenaeus vanname, bioflok dapat menggantikan peran pakan buatan hingga 30% (Ekasari 2008). Sementara Crab et al. (2009) melaporkan bahwa bioflok dapat digunakan sebagai makanan alami dalam pemeliharaan

post larva udang galah, Macrobrachium rossembergii.

Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki preferensi makanan yang relatif beragam yaitu memakan zooplankton, diatom, bentos kecil, alage filamen, algae mat, dan detritus (Bagarinao 1994). Struktur tapis insang ikan bandeng yang panjang-panjang dan rapat memiliki fungsi sebagai penyaring mikroorganisme air (seperti plankton) dan juga memiliki epibrancheal organ yang berfungsi sebagai alat untuk memadatkan material yang dimakan sebelum

ditelan (Huisman 1987). Sehubungan dengan hal tersebut, maka telah dilakukan penelitian dengan tujuan mengkonversi limbah TAN budidaya menjadi bioflok dan meningkatkan pemanfaatannya bagi pertumbuhan ikan bandeng melalui pengaturan dosis pemberian pakan.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Perbenihan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), yang berlokasi di Desa Lawallu, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Analisis kualitas air media, selain dilakukan secara in-situ, juga dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, BPPBAP, Maros. Analisis dan perhitungan kandungan bakteri serta komposisi proksimat bioflok dilakukan berturut-turut di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan serta di Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan, BPPBAP, Maros. Analisa asam amino bioflok dilakukan di Laboratorium Terpadu IPB, Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan September–Desember 2010.

Prosedur Penelitian

Wadah pemeliharaan berupa 12 bak beton berukuran 2,0x1,50x1,2 m

yang diisi air bersalinitas 25 ppt masing-masing sebanyak 1,5 ton. Masing-masing di dalam bak tersebut dipasang jaring keramba (ukuran mata

jaring 2 mm, agar pakan pelet tidak keluar) yang berukuran 0,75x0,75x1,0 m. Jarak dasar jaring dengan dasar bak masih tersisa sekitar 10 cm sehingga ikan bisa bebas bergerak di bawah jaring.

Penumbuhan bioflok

Ikan bandeng berukuran rata-rata 75 g sebanyak 20 ekor (total biomassa sekitar 1500g) dimasukkan ke dalam jaring keramba yang ada dalam setiap bak beton tersebut. Ikan ini diberi pakan komersil dengan kadar protein 26%, lemak 6%, dan energi total 4194 kkal/kg (Lampiran 46) sebanyak 34% dari biomassa per hari pada pagi, siang dan sore hari. Limbah TAN dari ikan dalam keramba tersebut akan dikonversi menjadi bioflok. Untuk menumbuhkan bioflok dalam media budidaya tersebut, maka setelah pemberian pakan pada pagi dan sore hari, ke dalam media pemeliharaan tersebut diberi C-organik (molase) sebanyak 82% dari pakan harian (Usman et al. 2010). Pada awal pemeliharaan, juga

diinokulasi bakteri komersil (Bacillus sp) sebanyak 1x106 cfu/mL berdasarkan hasil penelitian tahap kedua (Usman et al. 2011). Sistem aerasi diatur sedemikian rupa sehingga bahan organik dapat tersuspensi dalam media pemeliharaan dan kadar oksigen terlarut >3 ppm.

Pemeliharaan ikan (Penggelondongan)

Setelah bioflok tumbuh dalam media pemeliharaan yaitu pada hari ke-15, pada bagian luar keramba tersebut ditebar ikan bandeng ukuran bobot rata-rata 1,6 g sebanyak 100 ekor per bak yang diharapkan dapat memanfaatkan bioflok tersebut. Pemilihan ikan ukuran benih ini didasarkan atas hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, dimana ikan bandeng ukuran 1,5 g ternyata lebih mampu memanfaatkan bioflok untuk pertumbuhannya dibandingkan ikan bandeng yang berukuran 14 g dan 56 g. Ikan bandeng di luar jaring keramba tersebut diberi perlakuan sebagai berikut:

(A) Bioflok tanpa pemberian pakan buatan

(B) Bioflok + pakan buatan sebanyak 2,5% perhari (C) Bioflok + pakan buatan sebanyak 5% perhari

(D) Pakan buatan sebanyak 5% perhari tanpa bioflok, dengan pergantian air harian 30% (metode konvensional, kontrol).

Penelitian ini didisain dengan rancangan acak lengkap dan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Pakan buatan yang diberikan pada ikan bandeng kecil tersebut adalah pakan komersil dengan kandungan protein 32,6%, lemak 6,2% dan total energi 4323 kkal/kg (Lampiran 46). Pemberian pakan buatan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.

Variabel yang Diamati

Beberapa variabel kinerja pertumbuhan ikan seperti laju pertumbuhan spesifik (SGR) dihitung berdasarkan rumus berikut (Schulz et al. 2005):

SGR (%/hari) =

(

)x100

t

LnWo

LnWt

Ln adalah logaritma alamiah, Wt and Wo berturut-turut adalah bobot ikan pada akhir dan awal penelitian, dan t adalah lama pemeliharaan (hari).

Efisiensi pakan = Pertambahan bobot biomassa (bobot basah) /