• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANDI YANG BATAL

Dalam dokumen Tim ICC – Fatwa-fatwa imam Ali Khamenei (Halaman 79-89)

SOAL 193:

Apa hukum seorang yang telah mencapai usia taklif (akil baligh) dan tidak mengetahui akan wajibnya mandi dan caranya, namun setelah lebih dari 10 tahun berlalu ia menyadari masalah taklid dan kewajiban mandi atasnya. Apakah tugasnya berkenaan dengan qadha puasa dan salat?

JAWAB:

Ia diwajibkan mengkada seluruh salat yang dilakukannya dalam keadaan junub, dan mengkada puasa apabila mengetahui terjadinya janabah dan ia tidak mengetahui bahwa seorang yang dalam keadaan janabah wajib melakukan mandi jika akan berpuasa.

Seorang remaja melakukan onani -karena tidak punya kesadaran- sebelum mencapai usia 14 tahun dan sesudahnya, ia tidak mandi setelah mengeluarkan mani, apakah taklifnya? Apakah ia wajib mandi karena ia melakukan onani dan mengeluarkan mani pada saat itu? Dan apakah seluruh salat dan puasa yang dikerjakan pada masa itu hingga sekarang batal dan ia wajib mengkadanya, dengan catatan bahwa saat itu ia mengalami mimpi basah (ihtilam), dan mengabaikan mandi janabah, serta tidak tahu bahwa keluarnya mani menyebabkan janabah?

JAWAB:

Cukup satu kali mandi untuk semua janabah yang telah terjadi dan ia wajib mengkada seluruh salat yang ia yakini telah ia lakukan dalam kedaan junub. Sedangkan puasanya tidak wajib dikada dan hukumnya sah jika pada malam- malam puasa tidak tahu bahwa ia mengalami janabah. Namun, apabila praktik ini dilakukan pada malam-malam bulan Ramadhan dan tidak mengetahui bahwa ia wajib mandi demi keabsahan puasanya, maka ia wajib mengkada seluruh puasa yang telah dilakukannya dalam keadaan junub.

SOAL 195:

Ada seseorang mengalami janabah lalu mandi, namun mandinya keliru dan batal. Apa hukum salat yang telah dilakukannya setelah mandi yang demikian tersebut, padahal ia tidak mengetahui hal itu?

JAWAB:

Salat yang dilakukan dengan mandi yang batal, hukumnya batal dan wajib diulangi atau dikada.

SOAL 196:

Saya telah mandi dengan niat melaksanakan salah satu dari mandi-mandi wajib, setelah keluar dari kamar mandi, saya ragu apakah saya melakukannya secara berurutan atau tidak, dan saat itu saya mengira bahwa niat untuk melakukannya secara berurutan adalah cukup, karena itulah saya tidak mengulangi mandi. Kini saya kebingungan, apakah saya wajib mengkada seluruh salat?

JAWAB:

Jika Anda menduga bahwa mandi yang telah Anda lakukan adalah sah, dan ketika melakukannya Anda sadar akan hal-hal yang menjadi syarat keabsahan, maka tidak ada yang harus Anda lakukan. Namun jika Anda yakin akan ketidak-absahan (kebatalan) mandi itu, maka Anda wajib mengkada seluruh salat.

SOAL 197:

Dulu saya melakukan mandi janabah dengan cara sebagai berikut: 1) Membasuh bagian kanan. 2) membasuh kepala. 3) Membasuh bagian kiri. Dan saya lalai untuk menanyakan hukum masalah tersebut. Pertanyaan saya adalah, apakah hukum salat dan puasa saya?

JAWAB:

Mandi dengan cara tersebut batal dan tidak dapat menghilangkan hadas. Atas dasar itu, salat-salat yang telah dilakukan dengan mandi demikian batal dan wajib di-qadha. Sedangkan puasa yang telah Anda lakukan, jika saat itu Anda yakin akan keabsahan mandi dengan cara tersebut serta tidak sengaja membiarkan diri dalam keadaan janabah, maka dihukumi sah.

SOAL 198:

Apakah bagi orang yang sedang junub haram hukumnya membaca surah-surah al-Quran yang terdapat di dalamnya ayat yang wajib sujud (surah aza im, pen)?

JAWAB:

Diantara hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub adalah membaca ayat- ayat yang wajib sujud padanya, adapun membaca ayat-ayat lain dari surah- surah tersebut (azhaim, pen.) tidak ada masalah.

TAYAMMUM SOAL 199:

Apakah benda-benda yang sah untuk bertayammum, seperti tanah, kapur (gamping), dan batu marmer yang melekat pada tembok sah untuk tayammum, ataukah ia harus berada di atas permukaan bumi?

JAWAB:

Tidak disyaratkan bagi keabsahan tayammum bahwa benda-benda itu berada di atas permukaan bumi.

SOAL 200:

Jika saya menjadi junub, namun tidak bisa mendapatkan kamar mandi, dan janabah berlanjut, selama beberapa hari, apakah saya wajib sebagaimana sebelumnya berwudu atau bertayammum untuk setiap salat setelah salat yang saya lakukan dengan tayammum sebagai ganti mandi, ataukah saya cukup melakukannya sekali? Jika tidak cukup, apakah yang wajib saya lakukan, berwudu ataukah bertayammum untuk setiap salat?

JAWAB:

Jika orang yang junub setelah selesai melakukan tayammum secara sah sebagai ganti dari mandi janabah mengalami hadas kecil, maka berdasarkan ihtiyath (hendaknya) ia bertayammum sebagai ganti dari mandi kemudian berwudu.

SOAL 201:

Apakah tayammum pengganti mandi memiliki hukum-hukum yang berlaku secara pasti dan tetap atas mandi? Artinya apakah diperbolehkan (dengan tayammum pengganti mandi) memasuki mesjid?

JAWAB:

Boleh menerapkan seluruh pengaruh syar'i mandi pada tayammum penggantinya, kecuali, apabila tayammum tersebut menjadi pengganti mandi dikarenakan waktu yang sempit.

SOAL 202:

Apakah orang yang ‚beser‛ karena pemutusan urat saraf tulang belakang sebagai akibat luka dalam perang boleh melakukan tayammum sebagai ganti mandi untuk melakukan amalan-amalan mustahab seperti, seperti mandi hari

Jum’at, ziarah dan lainnya dengan alasan agak kesulitan masuk ke kamar

mandi?

JAWAB:

Keberadaan tayammum sebagai ganti mandi pada selain hal-hal yang mensyaratkan thaharah dipertanyakan (mahallu isykal). Namun tidak ada larangan melakukan tayammum sebagai ganti dari mandi-mandi mustahab karena alasan kesulitan dan kerepotan, apabila hal itu dilakukan dengan niat

raja’ al-mathlubiyah (harapan bahwa hal itu benar-benar diajarkan dan dapat mendatangkan pahala).

SOAL 203:

Apabila orang yang kehabisan air atau menggunakan air dapat membahayakannya bertayammum sebagai pengganti dari mandi janabah, apakah ia diperbolehkan masuk ke dalam mesjid dan salat berjamaah? Dan apa hukumnya bila ia membaca al-Quran?

JAWAB:

Selama uzur yang memperbolehkan tayammum belum lenyap dan tayammumnya tidak batal, ia diperbolehkan melakukan seluruh amalan yang mensyaratkan kesucian (thaharah).

SOAL 204:

Seseorang saat tidur mengeluarkan cairan. Setelah bangun ia tidak ingat sama sekali, namun ia melihat pakaiannya basah, sementara tidak ada waktu yang cukup untuk mengingat-ingatnya karena waktu salat subuh akan segera berakhir. Apa yang mesti dilakukan dalam situasi demikian? Bagaimana berniat tayammum sebagai ganti wudu atau mandi? Apa hukum yang sebenarnya (al hukmul-ashli)?

JAWAB:

Jika ia tahu bahwa mengalami ihtilam (mimpi basah) maka ia menjadi junub dan wajib mandi. Jika waktunya sempit, maka segera bertayammum setelah mensucikan badannya dan melakukan mandinya kemudian. Namun jika ia ragu

tentang (terjadinya) ihtilam dan janabah, maka hukum janabah tidak berlaku atas dirinya.

SOAL 205:

Apa taklif seseorang yang mengalami janabah beberapa malam secara berturut- turut, padahal dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa masuk ke kamar mandi terus menerus selama beberapa hari melemahkan manusia?

JAWAB:

Ia wajib mandi kecuali jika penggunaan air membahayakannya, maka tugasnya adalah bertayammum.

SOAL 206:

Saya dalam kondisi yang tidak sehat sehingga sering mengeluarkan mani tanpa kehendak berkali-kali yang tidak disertai dengan kenikmatan. Apa tugas saya berkenaan dengan salat?

JAWAB:

Jika melakukan mandi untuk setiap salat membahayakan atau menyulitkan Anda, lakukanlah salat dengan tayammum setelah mensucikan badan lebih dahulu.

SOAL 207:

Apa hukum orang yang tidak mandi janabah untuk salat subuhnya dan bertayammum, karena yakin jika mandi ia akan mengalami sakit?

JAWAB:

Jika mandi diyakini akan membahayakan, maka ia diperbolehkan bertayammum dan salatnya sah.

SOAL 208:

Bagaimana cara bertayammum? Apakah ada perbedaan tayammum sebagai ganti dari wudu dengan tayammum sebagai ganti dari mandi?

JAWAB:

Tayammum dengan cara berikut:

Pertama niat, kemudian memukulkan dua telapak tangan ke atas sesuatu yang boleh bertayammum dengannya. Setelah itu dua telapak tangan diusapkan ke dahi dimulai dari tumbuhnya rambut sampai dengan alis dan ujung hidung bagian atas, kemudian telapak tangan kiri diusapkan ke bagian atas tangan kanan (dari pergelangan tangan sampai ujung jari) dan telapak tangan kanan diusapkan ke bagian atas tangan kiri.

Berdasarkan ihtiyath setelah itu wajib dua tangan dipukulkan lagi ke yang boleh bertayammum dengannya, kemudian mengulangi usapan tangan kanan dan kiri.

Cara bertayammum seperti ini tidak ada bedanya apakah sebagai ganti dari wudu atau mandi.

SOAL 209:

Apakah boleh bertayammum dengan batu kapur, gamping yang sudah dibakar dan batu-bata?

JAWAB:

Tayammum sah dengan apa saja yang dianggap bagian dari tanah, seperti batu kapur dan batu gamping. Sebagaimana tidak jauh kemungkinannya keabsahan bertayammum dengan kapur, gamping yang sudah dibakar, batu bata dan sejenisnya.

SOAL 210:

Menurut Anda YM sesuatu yang dijadikan alat untuk tayammum harus suci, apakah anggota tayammum (dahi dan tangan) juga harus suci?

JAWAB:

Berdasarkan ihtiyath selama memungkinkan tangan dan dahi dianjurkan suci, namun jika seseorang tidak dapat untuk mensucikannya, maka hendaklah ia (tetap) bertayammum tanpa mensucikannya.

SOAL 211:

Jika seseorang tidak dapat melakukan wudu dan tayammum apa yang harus dia lakukan?

JAWAB:

Jika seseorang untuk melaksanakan salat tidak dapat berwudu dan bertayammum, maka berdasarkan ihtiyath hendaknya dia melakukan salat tanpa wudu dan tayammum pada waktunya, kemudian nanti dia mengulangnya (qadha') dengan wudu atau tayammum.

Saya menderita penyakit kulit -yang tidak berbahaya-, yaitu setiap kali mandi bahkan ketika membasuh tangan dan wajah, kulit saya mengering. Karenanya saya terpaksa mengusap kulit saya dengan minyak. Karena itulah saya mengalami kesulitan ketika berwudu dan yang paling memberatkan saya adalah ketika berwudu untuk salat subuh. Bolehkah saya bertayammum sebagai ganti wudu di pagi hari?

JAWAB:

Jika penggunaan air membahayakan Anda, hindarilah wudu dan bertayammumlah sebagai gantinya. Namun jika air tidak membahayakan anda dan minyak yang anda sebutkan tidak menjadi penghalang anggota wudu, maka anda wajib melakukan wudu dan jika menghalangi, namun anda dapat menghilangkannya membersihkannya kemudian berwudu, maka anda tidak boleh bertayammum sebagai ganti dari wudu.

SOAL 213:

Apa hukum orang yang salat dengan tayammum karena (mengira) waktu salat sangat sempit, dan setelah usai terbukti ia punya cukup waktu untuk wudu?

JAWAB:

Ia wajib mengulangi salatnya. SOAL 214:

Kami hidup di sebuah area dimana tidak terdapat kamar mandi dan tempat untuk mandi. Pada bulan Ramadhan yang diberkati kami terjaga dari tidur sebelum adzan subuh dalam keadaan junub. Karena bangun di tengah malam di depan mata banyak orang dan mandi dengan air girbah atau air tandon bagi

seorang pemuda merupakan peristiwa tabu, ditambah lagi airnya dingin, maka apa taklifnya berkenanaan dengan puasa keesokan harinya dalam keadaan demikian? Apakah ia boleh bertayammum? Apa hukumnya jika tidak berpuasa karena tidak melakukan mandi?

JAWAB:

Sekedar memberatkan atau hanya karena dinilai tabu oleh orang-orang tidak dianggap sebagai uzur (halangan) syar’i, bahkan. Ia wajib mandi dengan cara apapun yang mungkin, selama tidak menyulitkan dan tidak membahayakan mukalaf. Jika menyulitkan atau membahayakan, ia berpindah ke tayammum. Jika bertayammum sebelum fajar sahlah puasanya, namun jika tidak melakukannya juga batallah puasanya, meski demikian ia (tetap) wajib berimsak (tidak melakukan segala sesuatu yang membatalkan puasanya, pen.) sepanjang siang hari puasa.

Dalam dokumen Tim ICC – Fatwa-fatwa imam Ali Khamenei (Halaman 79-89)