• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi petani kopi di Provinsi Aceh dan khususnya bagi petani kopi arabika di Kabupaten Bener Meriah.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan dan penelitian-penelitian lain yang berhubungan.

3. Sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di Progam Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

Kopi arabika dikenal karena memiliki cita rasa terbaik dan kopi arabika merupakan jenis kopi tradisional. Secara umum kopi arabika banyak ditanam di negara dengan iklim tropis atau subtropis. Kopi arabika dapat tumbuh pada ketinggian 700-1.700 m dpl. Kopi arabika dapat tumbuh hingga 3 meter dalam kondisi lingkungan yang baik dan suhu tumbuh optimal pada kopi arabika adalah 16-20 ℃.

Ciri-ciri tanaman kopi arabika adalah panjang cabang utamanya rata-rata mencapai 123 cm, sedangkan ruasnya pendek - pendek. Batangnya berkayu, keras, dan tegak serta berwarna putih keabu-abuan. Keunggulan kopi arabika antara lain bijinya besar, aromanya harum, dan rasanya memiliki cita rasa yang baik. Secara umum ciri-ciri kopi arabika adalah sebagai berikut:

a. Beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah.

b. Terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi jenis robusta.

c. Saat disesap di mulut akan terasa kental.

d. Cita rasanya akan jauh lebih halus (mild) dari kopi robusta.

e. Terkenal pahit (Afriliana, 2018).

Beberapa istilah yang umum digunakan untuk membedakan jenis-jenis bahan olah dan produk akhir yang terkait dengan tahapan pengolahan kopi adalah sebagai berikut:

1. Buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi hasil panen dari kebun, kadar air masih berkisar antara 60-65% dan biji kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari.

2. Biji kopi HS adalah biji kopi berkulit tanduk hasil pengolahan buah kopi dengan proses pengolahan secara basah (wet process). Kulit buah, daging buah dan lapisan lendir telah dihilangkan melalui beberapa tahapan proses secara mekanis dan memerlukan air dalam jumlah yang cukup banyak. Kadar air biji kopi HS dalam kondisi basah berkisar antara 60-65% dan setelah dikeringkan menjadi 12%.

3. Kopi gelondong kering adalah buah kopi kering setelah diolah dengan proses pengolahan secara kering (tanpa melibatkan air untuk pengolahan). Biji kopi masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan kulit ari dalam kondisi sudah kering dengan kadar air kopinya sekitar 12%.

4. Kopi asalan adalah biji kopi yang dihasilkan oleh petani dengan metoda dan sarana yang sangat sederhana, kadar airnya masih relative tinggi (>16%) dan tercampur dengan bahan-bahan lain non kopi dalam jumlah yang relative banyak. Biji kopi ini biasanya dijual kepada eksportir yang kemudian mengolahnya sampai diperoleh biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan dalam standar perdagangan (Afriliana, 2018).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Produksi

Produksi adalah hasil akhir dari suatu proses atau aktivitas ekonomi yang menggunakan beberapa masukan input. Kegiatan produksi diartikan sebagai

aktivitas dalam menghasilkan output dengan menggunakan teknik produksi tertentu untuk mengolah atau memproses input sedemikian rupa (Sukirno, 2002).

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi tidak hanya terbatas pada pembuatannya saja tetapi juga proses penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran, dan pengemasan kembali atau yang lainnya (Millers dan Meiners, 2000).

Soekartawi (dalam Raudhah, 2018:22) Pengertian fungsi produksi adalah hubungan antara faktor tingkat produksi dan pembuatannya. Faktor-faktor produksi tersebut terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian kewirausahaan. Secara teoretis Ilmu ekonomi, untuk menganalisis produksi, selalu mengasumsikan tiga jumlah faktor produksi (tanah, modal dan keahlian keusahaan) yang jumlahnya tetap.

Hanya tenaga kerja yang dianggap sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya. Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

2.2.2 Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk mengelola usahatani kopi selama proses produksi yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) (Suratiyah, 2006).

Biaya dalam proses produksi adalah semua pengeluaran yang digunakan dalam suatu usahatani. Klasifikasi biaya usahatani:

a. Biaya tetap (fixed costs) merupakan biaya tetap total adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.

1. Biaya sewa lahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar sewa lahan dihitung dalam satuan rupiah per hektar.

2. Biaya penyusutan alat pertanian adalah biaya yang dikeluarkan terhadap alat-alat yang digunakan dihitung satuan rupiah per hektar. Besarnya penyusutan alat pertanian dihitung dengan metode garis lurus (Straight line method) dengan rumus sebagai berikut :

Penyusutan alat dan bangunan = Nilai pembelian-Nilai sisa Umur Ekonomis

b. Biaya variabel (variable costs) merupakan biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

Contohnya biaya untuk sarana produksi seperti biaya penggunaan tenaga kerja, biaya penggunaan benih, biaya penggunaan pupuk, dan biaya penggunaan pestisida.

Berdasarkan jenis kegiatan, biaya usahatani terdiri dari:

a. Pembelian sarana produksi habis pakai semua biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan sarana produksi (bibit/benih, pupuk, obat-obatan, dll) yang benar-benar digunakan dalam suatu siklus produksi. Misalnya biaya pupuk adalah jumlah uang (rupiah) yang telah dibayarkan untuk jumlah pupuk yang telah terpakai.

b. Biaya alat produksi tahan lama, alat-alat produksi tahan lama seperti bangunan pertanian (gudang, pondok, pagar), cangkul, parang, hand tracktor, bajak.

c. Biaya tenaga kerja adalah besarnya upah yang dibayarkan atas tenaga kerja yang bekerja pada usahatani. Biaya tenaga kerja dikelompokan dalam dua bagian yaitu biaya tenaga kerja upahan (tenaga kerja dari luar keluarga) dan biaya tenaga kerja yang diperhitungkan (tenaga kerja dalam keluarga) (Kuheba, 2016)

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk proses pengolahan bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual. Biaya produksi dapat dikategorikan sebagai biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead (Mulyadi, 2001).

2.2.3 Agroindustri

Agroindustri merupakan subsistem dari agribisnis yang merupakan pengolahan hasil pertanian, dengan menggunakan bahan baku utama yang berasal dari sektor pertanian. Agroindustri pengolahan hasil pertanian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Dapat meningkatkan nilai tambah.

b. Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan.

c. Meningkatkan daya saing.

d. Menambah pendapatan dan keuntungan produsen (Soekartawi, 2001).

Kegiatan agroindustri merupakan bagian dari pembangunan pertanian.

Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang dapat merubah produk primer menjadi produk olahan dan menciptakan nilai tambah yang tinggi (Suryana, 2005).

2.2.4 Nilai Tambah

Menurut (Hayami (1987), nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung dan pengelola.

Menurut (Hayami (1987) Dalam proses pengolahan, nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai ini dibedakan dari marjin yaitu selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan. Dalam bidang pertanian, nilai tambah dapat disederhanakan sebagai nilai yang tercipta dari kegiatan mengubah input pertanian menjadi produk pertanian atau nilai yang tercipta dari kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk akhir.

Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat menghasilkan beberapa informasi penting, antara lain berupa:

a. Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah.

b. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen.

c. Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah.

d. Bagian tenaga kerja, dalam persen.

e. Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah.

f. Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen.

Menurut (Hayami (1987) Peningkatan nilai barang karena input fungsional berlaku untuk komoditas terkait. Input fungsional tersebut adalah proses mengubah bentuk, memindahkan lokasi dan proses penyimpanan. Deskripsi nilai tambah kompensasi tenaga kerja, modal dan manajemen.

2.2.5 Pendapatan

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang peroleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Sukirno (2002) pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input yang dimiliki keluarga dihitung sebagai biaya produksi.

Analisis biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani dapat diolah dengan menggunakan rumus:

Secara sitematis pendapatan usahatani dapat dijelaskan sebagai berikut:

I = TR-TC Dimana:

I = Income (pendapatan)

TR = total revenue (total penerimaan petani) TC = total cost (total biaya)

Penerimaan diperoleh dengan perhitungan jumlah hasil produksi dikalikan dengan harga atau:

TR= Q.P

Dimana:

TR = Total penerimaan Q = Jumlah Hasil Produksi P = Harga produksi

Usahatani adalah usaha yang tidak terlepas dari biaya-biaya. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap (Fixed cost) dan biaya variabel (Variable cost). Jumlah dari kedua biaya tersebut dikenal dengan biaya total (Total Cost).

TC= TFC + TVC.

Dimana:

TC = Total Biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel 2.3 Penelitian Terdahulu

Ruri Uthami (2011) meneliti dengan judul “Analisis Nilai Tambah Tebu Di Pabrik Gula Sei Semayang PT. Perkebunan Nusantara II”. Metode yang digunakan Metode analisis yang digunakan adalah metode perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan yang dilakukan di Pabrik Gula Sei Semayang terdiri dari 7 tahapan yaitu proses pencacahan tebu, proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses pemasakan, proses pemutaran, dan proses penyelesaian. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah tinggi. Nilai tambah yang

diperoleh dari pengolahan tebu menjadi gula adalah sebesar Rp. 615,74/kg, dengan rasio nilai tambah sebesar 98 %.

Indri Pratiwi Pohan (2013) meneliti dengan judul “Analisis Nilai Tambah Dan Pemasaran Kopra. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai tambah yang diperoleh petani tergolong tinggi yakni sebesar 96%, nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kelapa kupas menjadi kopra tergolong rendah yakni sebesar 24%, nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi tepung tergolong rendah yakni sebesar 18,22%, nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopra menjadi minyak tergolong tinggi yakni sebesar 64,69%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat 2 saluran pemasaran di daerah penelitian. Biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran I (Petani-Pedagang Pengumpul–

Pedagang Besar) sebesar Rp. 2.172,24/kg, sedangkan biaya pemasaran terendah

terdapat pada saluran pemasaran II (Petani-Pedagang Besar) sebesar Rp. 1.605,07/kg. Saluran tataniaga yang ada sudah efisien, dimana saluran

pemasaran II lebih efisien dari saluran pemasaran I karena saluran pemasarannya lebih pendek dan biayanya lebih kecil dari pada saluran pemasaran I.

Ulima Mandasari Sitorus (2014) meneliti dengan judul “Analisis Nilai Tambah Dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Arabika (Coffea Arabica) Di Tingkat Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun”.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui pengolahan kopi bubuk arabika, metode hayami untuk analisis nilai tambah, dan analisis SWOT untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahapan pengolahan yang dilakukan dimulai dari kopi biji arabika yang kemudian mengalami proses pemecahan kulit

tanduk dan selanjutnya diolah menjadi kopi bubuk. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kopi bubuk arabika adalah Rp. 206.400 dengan rasio nilai tambah sebesar 68,8% dalam satu kali produksi. Berdasarkan Analisis SWOT faktor – faktor yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika adalah faktor Internal dan Faktor Eksternal. Adapun faktor – faktor Internal yang menjadi kekuatan adalah: bahan baku tersedia, tenaga kerja tersedia, tidak menggunakan bahan campuran, memberikan nilai tambah, harga kopi bubuk ditentukan sendiri.

Sedangkan faktor internal untuk kelemahan adalah: sumber modal kurang, teknologi sederhana, hanya ada 1 variasi, pengembangan lahan agroindustri tidak tersedia, kurangnya pelatihan dan pendidikan, pemasaran kurang luas, tidak ada kerjasama dengan lembaga lain. Sedangkan untuk faktor eksternal yang menjadi peluang adalah: sudah memiliki merek dagang, sudah, memiliki izin Badan Pengawas Obat dan Makanan, trend kopi, infrastruktur lokasi yang mendukung, adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman adalah: kopi bubuk arabika Simanja masih kalah saing dengan merek lain dan faktor cuaca yang mempengaruhi proses pengolahan kopi bubuk arabika.

Meinia Singgar Niari (2015) meneliti dengan judul “Analisis Value Added Pengolahan Jamur Tiram Menjadi Jamur Crispy Di Kota Medan “. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis deskriptif, uji beda rata-rata dan nilai tambah dengan metode hayami. Hasil penelitian menunjukan bahwajamur tiram diproses dengan cara dibersihkan lalu di belah-belah menjadi bagian-bagian kecil. Setelah itu, jamur tiram dimasukkan ke air yang sudah dicampur dengan telur dan ditiriskan. Setelah selesai, jamur tiram dimasukkan ke tepung bumbu yang sudah dibuat dan dimasukkan ke dalam minyak lalu ditiriskan lagi dan jadilah jamur

crispy dan ada perbedaan nyata antara pendapatan pengusaha jamur tiram dengan pengusaha jamur crispydalam 1 tahundimana pengusaha jamur tiram dengan biaya bahwa pendapatan pengusaha jamur crispy jauh lebih tinggi dari pengusaha jamur tiram sertanilai tambah yang diperoleh dari hasil pengolahan jamur tiram menjadi jamur crispy adalah sebesar Rp. 84.762.076,94/tahun. Rasio nilai tambah produk jamur crispy adalah sebesar 72% yang artinya sebesar 72,37% dari nilai ouput berupa jamur crispy merupakan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan jamur tiram menjadi jamur crispy.

Imelda Sebastiani Halim (2015) meneliti dengan judul “Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Asin”. Metode yang digunkana adalah metode Hayami. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa total biaya yang diperoleh pada industri

pengolahan ikan asin adalah sebesar Rp. 75.201.028, dengan rataan sebesar Rp. 2.506.701, per pengusaha, dan total penerimaan sebesar Rp. 101.088.550,

dengan rataan sebesar Rp. 3.369.617/pengusaha. Total pendapatan sebesar Rp. 25.967.472, dengan rataan sebesar Rp. 865.582/ pengusaha. Nilai tambah yang

diperoleh pengolah ikan asin tergolong kecil yakni sebesar 46,57%.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan merupakan sumber devisa negara. Usahatani kopi Arabika merupakan suatu kegiatan yang mengusahakan tanaman kopi Arabika yang dilakukan oleh petani. Usahatani kopi menjadi salah satu mata pencaharian penduduk di desa Keramat Jaya untuk memenuhi kebutuhan petani.

Nilai tambah terhadap produksi kopi arabika dari kopi gelondong menjadi biji kopi dan kopi Roastbean tentunya akan meningkatkan pendapatan petani. Fluktuasi

harga yang terjadi, menjadi salah satu masalah petani kopi karna mempengaruhi pendapatan petani. Sehingga dengan adanya nilai tambah terhadap kopi biji dan Roastbean tentunya akan meningkatkan pendapatan petani.

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran = Menyatakan Proses

2.5 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat nilai tambah yang diperoleh akibat proses pengolahan kopi gelondongan (Cherry red) menjadi kopi biji (Green bean).

2. Terdapat nilai tambah yang diperoleh akibat proses pengolahan kopi biji (Green bean) menjadi Kopi Roastbean.

Petani Kopi

Kopi Biji (Green bean) Kopi Gelondongan

(Cherry red) (Cherry red)

Nilai Tambah Usahatani Kopi

Kopi Roastbean

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Keramat Jaya dan di cafe Sekar Gayo Coffe Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh. Daerah penelitian ini ditentukan secara metode purposive. Purposive maksudnya dalam hal ini adalah pengambilan daerah penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu. Daerah penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian ini merupakan salah satu daerah penghasil komoditi Kopi Arabika di Kabupaten Bener meriah.

3.2 Metode Penetapan Sampel

Metode yang digunakan dalam menetapkan sampel pada penelitian ini adalah sampling jenuh. Istilah lain dari sample jenuh adalah sensus. Sensus adalah seluruh anggota populasi dapat dijadikan sampel untuk pengambilan data (Ibrahim, 2020).

Populasi adalah sekumpulan objek yang memiliki karakteristik yang sama, selanjutnya populasi tersebut dapat ditarik kesimpulanya. Sampel adalah bagian dari populasi yang telah dipilih sehingga hasil dari sampel dapat menyimpulkan populasi.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah petani kopi arabika yang mengolah kopi gelondongan (Cherry red) menjadi kopi biji (Green bean) yang berjumlah 12 petani di daerah penelitian. Dan sampel untuk pengusaha kopi Roastbean berjumlah 1 orang di cafe Sekar Gayo Coffe.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh langsung melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk melengkapi data yang diperlukan, dengan tujuan agar pertanyaan yang diajukan terstruktur dan lengkap. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang relevan, seperti Kantor Kepala Desa dan dari dinas terkait lainnya yang dapat mendukung kelengkapan data dalam penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk Identifikasi masalah 1 dan 2 dianalisis dengan analisis pendapatan dengan rumus sebagai berikut:

Secara sitematis pendapatan usahatani dapat dijelaskan sebagai berikut:

I = TR-TC Dimana:

I = Income (pendapatan)

TR = total revenue (total penerimaan petani) TC = total cost (total biaya)

Pendapatan pengolahan kopi gelondongan (Cherry red) menjadi kopi biji Green bean) dan pengolahan kopi biji (Green bean) menjadi kopi Roastbean adalah selisih antara penerimaan dan total biaya.

Penerimaan pengolahan kopi gelondongan (Cherry red) menjadi kopi biji Green bean) diperoleh dengan perhitungan jumlah hasil produksi dikalikan dengan harga atau:

TR= Q.P Dimana:

TR = Total penerimaan Q = Jumlah Hasil Produksi P = Harga produksi

Usahatani adalah usaha yang tidak terlepas dari biaya-biaya. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap (Fixed cost) dan biaya variabel (Variable cost). Jumlah dari kedua biaya tersebut dikenal dengan biaya total (Total Cost).

TC= TFC + TVC.

Dimana:

TC = Total Biaya FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel

Untuk Identifikasi masalah 2 dan 3 dengan Metode Hayami. Menurut Sudiyono (2004), analisis dengan menggunakan Metode Hayami dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Perhitungan Nilai Tambah dengan Menggunakan Metode Hayami

No Variabel Rumus

Output, Input, Harga

1. Hasil Produksi (Kg/Produksi) A

2 Bahan Baku (Kg/Produksi) B

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14. Marjin (Rp/Kg) Q = J – H

Analisis nilai tambah metode Hayami menghasilkan beberapa informasi sebagai berikut:

1. Nilai tambah (Rp) adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan.

2. Rasio nilai tambah (%) menunjukkan nilai tambah dari nilai produk.

3. Imbalan tenaga kerja langsung (Rp) menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung dalam mengolah satu satuan bahan baku.

Dari hasil perhitungan tersebut akan diperoleh keterangan sebagai berikut:

1. Perkiraan nilai tambah dalam rupiah

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (dalam %)

3. Imbalan bagi modal dan manajemen (keuntungan yang diterima perusahaan) dalam rupiah.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman atas penafsiran dan pengertian maka digunakan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Petani adalah seseorang yang mengusahakan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.

2. Petani kopi arabika adalah petani yang melakukan kegiatan usaha tani kopi arabika.

3. Keunggulan dari kopi arabika antara lain bijinya berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa yang baik.

4. Produksi adalah hasil akhir dari usahatani kopi arabika.

5. Nilai tambah (value added) adalah selisih penjualan dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku dan pembelian material pendukung.

6. Penerimaan petani kopi Arabika adalah hasil yang diterima petani dari hasil penjualan produk usahataninya.

7. Pendapatan petani adalah penerimaan yang diterima petani dari hasil usahatani dikurangi dengan biaya produksi.

3.5.2 Batasan Operasioal

1. Penelitian dilakukan di Desa Keramat Jaya, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

2. Populasi penelitian adalah petani kopi arabika yang mengolah kopi gelondongan (Cherry red) menjadi kopi biji (Green bean) di Desa Keramat Jaya, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

3. Waktu penelitian dilakukan tahun 2021.

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Geografis

Desa Keramat Jaya memiliki luas wilayah secara keseluruhan ± 800 Ha yang terletak di Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah. Secara umum keadaan topografi Desa Keramat Jaya berada pada dataran tinggi 1.260 m dari permukaan laut yang terletak dibagian Selatan Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah.

Letak Desa tersebut berada didaerah berbukit dan lembah dengan 2 ruas jalan sederhana menuju pusat pemukiman penduduk. Pusat pemukiman penduduk dikelilingi oleh kebun kopi dan palawija masyarakat Desa Keramat Jaya dan masyarakat desa setempat. Secara administratif Desa Keramat Jaya memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bahgie Bertona

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Jadi Sepakat

 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Beranun Teleden

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tawar Sedenge

4.1.2 Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Keramat Jaya berjumlah 455 jiwa. Dan berdasarkan kelompok umur di Desa Keramat Jaya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Presentasi (%)

1 Laki-Laki 229 50,4

2 Perempuan 226 49,6

Jumlah 455 100,0

Sumber: Kantor Kepala Desa Keramat Jaya 2019

Pada tabel 4.1 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa penduduk Desa Keramat Jaya berjumlah 455 jiwa, jumlah penduduk laki-laki Desa Keramat Jaya berjumlah 229 jiwa (50,4 %) dan perempuan berjumlah 226 (49,6 %). Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa Keramat Jaya didominasi oleh laki-laki.

Pada tabel 4.1 penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa penduduk Desa Keramat Jaya berjumlah 455 jiwa, jumlah penduduk laki-laki Desa Keramat Jaya berjumlah 229 jiwa (50,4 %) dan perempuan berjumlah 226 (49,6 %). Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa Keramat Jaya didominasi oleh laki-laki.