• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan peneliti tentang kelelahan kerja dan memberikan pengalaman dalam pembuatan karya tulis ilmiah serta sekaligus dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

2. Sebagai bahan masukan kepada pihak perusahaan mengenai masalah kelelahan kerja yang dialami pekerja dalam upaya peningkatan derajat kesehatan karyawan bagian hubungan langganan di PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota.

3. Memberi masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan keilmuan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja terutama mengenai gambaran kelelahan kerja.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1 Defenisi

Kelelahan atau fatigue berasal dari Bahasa Latin “Fatigare” yang berarti hilang lenyap (waste time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lengkap lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Suma’mur (2009) menyatakan bahwa kata lelah (fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja.

Menurut Tarwaka (2015) dalam bukunya tentang Ergonomi Industri, kelelahan adalah suatu mekanisme tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.

2.1.2 Gejala Kelelahan

Suma’mur (2009) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring, merasa susah berfikir, lelah

bicara, gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan diri, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam melakukan pekerjaan, sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernafasan tertekan, merasa haus, suara serak, merasa pening, spasme kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Gejala- gejala tersebut menunjukan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum.

2.1.3 Jenis Kelelahan

Jenis kelelahan meliputi dua bagian : 1. Kelelahan otot (Muscular Fatigue)

Kelelahan otot menurut Suma’mur (1999) adalah tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan.

2. Kelelahan Umum

Menurut Tarwaka (2015) yang mengutip pendapat Grandjean, menjelaskan bahwa kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton,

intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban melalui melebihi 30% - 40%

dari tenaga aerobik. Menurut Budiono (2009), gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas mejadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.

2.1.4 Penyebab Kelelahan

Tarwaka (2015) menjelaskan dalam bukunya bahwa ada beberapa penyebab yang dapat menimbulkan kelelahan :

1. Aktivitas kerja fisik dan mental yang tidak sesuai dengan kapasitas individu

2. stasiun kerja yang tidak ergonomis

3. sikap paksa atau tidak alamiah pada saat bekerja 4. pekerjaan yang bersifat statis dan monoton 5. lingkungan kerja yang ektrim

6. kebutuhan kalori tenaga kerja yang tidak mencukupi 7. waktu kerja dan istirahat yang tidak sesuai.

Kelelahan sering terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa

ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan system syarat pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan.

Pada dasarnya kelelahan timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot dan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan. Terdapat tiga penyebab kelelahan fisik, yaitu :

1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulkan karbon dioksida dan sisa oksidasi lain, dimana zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan saat bernapas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat tersebut tidak seimbang dengan pengeluarannya dari tubuh, sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.

2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap cm3

darah normal akan membawa 0,1 mL glikogen, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa

0,1% dari sejumlah glikogen yang ada di dalam hati. Karena bekerja persediaan glikogen dalam hati menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7 %.

3. Dalam keadaan normal, jumlah udara yang masuk dalam pernapasan kira- kira 4 L/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira 15 L/menit. Ini berarti suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernapasan lebih kecil dibandingkan tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi, maka kelelahan yang timbul disebabkan oleh reaksi oksidasi dalam tubuh, yaitu mengurangi asam laktat menjadi air dan karbon dioksida agar dikeluarkan oleh tubuh, menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot dan dalam peredaran darah).

2.1.5 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada metode pengukuran yang baku karena kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan pendekatan secara multidisiplin. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran terhadap kelelahan yang ada, umumnya terbagi kedalam lima kelompok yang berbeda:

1. Kualitas dan kuantitas kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti; target produksi, faktor sosial dan faktor perilaku

psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah causal faktor.

2. Uji Psiko-motor (psychomotor)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi.

Waktu reaksi adalah jangka yang waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan pada proses faal syarat dan otot.

Menurut Sanders dan Cormick dalam buku Tarwaka (2011) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150 s/d 200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimulasi yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur objek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4. Uji Mental

Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.

Bourdon wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil test akan menunjukan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah dan sebaliknya. Namun, uji test ini lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

5. Pengukuran Kelelahan secara Subjektif a. Subjective Self Rating Test

Pengukuran kelelahan secara subjektif (Subjektif Feeling Of Fatigue) Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan (pertanyaan 1 s/d 10) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi (pertanyaan nomor 11s/d 20) dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik (pertanyaan nomor 21 s/d 30).

Penilaian dengan menggunakan kuisioner kelelahan subjektif dapat dlakukan dengan berbagai cara misalnya dengan menggunakan dua jawaban sederhana yaitu “Ya” (ada kelelahan) dan Tidak (tidak ada kelelahan), tetapi lebih utama untuk menggunakan desain penilaian dengan skoring (misalnya 4 skala likert). Apabila digunakan skoring dengan skala likert, maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai defenisi operasional yang jelas dan mudah dipahami

oleh responden. Skor yang diberikan pada masing-masing frekuensi yaitu tidak pernah merasakan diberi nilai 1, kadang-kadang merasakan diberi nilai 2, sering merasakan diberi nilai 3, dan sering sekali merasakan diberi nilai 4. Langkah selanjutnya adalah menghitung jumlah skor pada masing- masing kolom kemudian menjumlahkannya menjadi total individu. Proses terakhir adalah melihat jumlah skor individu tersebut dan digolongkan kepada klasifikasi tingkat kelelahan subjektif. Hasil akhir penilaian terdiri dari 4 tingkatan kelelahan yaitu tingkat kelelahan rendah (30-52), tingkat kelelahan sedang (53-75), tingkat kelelahan tinggi (76-98), dan tingkat kelelahan sangat tinggi (99-120).

b. Nordic Body Map

Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal. Dalam aplikasinya, metode ini menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map) yang sangat sederhana dan mudah dipahami, serta hanya memerlukan waktu yang sangat singkat sekitar 5 menit.

2.1.6 Langkah - Langkah Mengatasi kelelahan

Tarwaka (2015) menjelaskan ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk mengatasi kelelahan kerja, diantaranya :

1. menyesuaikan kapasitas kerja fisik maupun mental 2. mendesain ulang stasiun kerja ergonomis

3. menerapkan sikap kerja yang ergonomis dan alamiah 4. mengatur pekerjaan agar lebih dinamis dan bervariasi 5. mengatur ulang lingkungan kerja dan organisasi kerja 6. memberikan kebutuhan kalori yang seimbang

7. memberikan waktu istirahat yang cukup, yaitu istirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit makanan ringan.

2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Karyawan Bagian Hubungan Langganan

PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota

Kelelahan Kerja

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran kelelahan kerja pada karyawan Bagian Hubungan Langganan PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota tahun 2016.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian dilakukan di PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota yang beralamat di Jl. Rumah Sumbul No. 13-15, Medan.

3.2.2 Waktu

Penilitian berlangsung sejak bulan Juli-November 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah karyawan Bagian Hubungan Langganan PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota sebanyak 23 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil (Notoatmodjo, 2002). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode total populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah semua karyawan bagian hubungan langganan PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota sebanyak 23 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner penguji kelelahan secara subjektif yang berskala Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) yang bersumber dari Tarwaka (2015). Kuesioner diberikan kepada seluruh karyawan bagian Hubungan Langganan PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota pada saat jam istirahat.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data jumlah karyawan, arsip catatan dan seluruh dokumentasi perusahaan yang berhubungan dengan bahan penelitian serta data dari literatur lain.

3.5 Defenisi Operasional

Defenisi operasional dari penelitian ini adalah:

1. Kelelahan Kerja adalah suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja dalam penelitian ini menggunakan kuesioner penguji kelelahan secara subjektif yang berskala Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) yang berjumlah 30 pertanyaan. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang kelelahan secara umum.

2. Pencatat meter adalah karyawan PDAM Tirtanadi bagian hubungan langganan yang bertugas merekapitulasi pergantian meter dalam keadaan aktif atau tidak aktif.

3. Penginput data adalah karyawan PDAM Tirtanadi bagian hubungan langganan yang bertugas meng-input data stand meter yang dilaporkan oleh pencatat meter.

4. Costumer service adalah karyawan PDAM Tirtanadi bagian hubungan langganan yang bertugas melayani pemasangan sambungan baru serta keluhan atau komplain dari pelanggan.

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Kelelahan Kerja

Dalam penelitian ini pengukuran kelelahan kerja menggunakan kuesioner penguji kelelahan secara subjektif yang berskala Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) yang berjumlah 30 pertanyaan. 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi, dan 10 pertanyaan tentang kelelahan secara umum. Diukur dengan menggunakan skala likert dengan empat alternatif jawaban.

Pengisian kuesioner dilakukan oleh peneliti dengan tanya jawab langsung kepada responden pada jam istirahat untuk costumer service dan peng-input data sedangkan untuk pencatat meter wawancara dilakukan setelah mereka selesai bekerja di lapangan.

Berdasarkan hasil penelitian Widyasari (2010) pada perawat di Rumah Sakit Islam Yarsi Surakarta diketahui bahwa pengukuran kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata–rata lebih besar dari pada rata–rata kelelahan sebelum kerja.

Hal ini disebabkan karena tenaga kerja harus menyelesaikan beban tugas yang menjadi tanggungjawabnya.

Pada pemberian skor dari masing-masing pertanyaan yaitu jika skor 1 dengan frekuensi 0-1 hari dalam seminggu,artinya tidak pernah merasakan. Jika skor 2 dengan frekuensi 2-3 hari dalam seminggu,artinya kadang-kadang merasakan. Jika skor 3 dengan frekuensi 4-5 hari dalam seminggu,artinya sering merasakan. Jika skor 4 dengan frekuensi 6-7 hari dalam seminggu artinya selalu merasakan.

Tabel 3.1 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor

Sumber : Tarwaka, 2015

3.7 Metode Pengolahan Data

Data diolah secara komputerisasi dengan tahapan sebagai berikut : 1. Menyunting Data (editing)

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isi dari formulir ataupun dari kuisioner. Biasanya meliputi tingkat kelengkapan, kejelasan, kerelavanan, kekonsistenan data dan jawaban dari masing-masing pertanyaan.

Tingkat Kelelahan

Total Skor

Individu Klasifikasi Kelelahan Tindakan Perbaikan

1 30 – 52 Rendah Belum diperlukan

2. Mengkode Data (coding)

Coding yaitu kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data ataupun bilangan yang berguna dalam proses data entry.

3. Memasukkan Data (data entry) atau processing

Data entry dilakukan ketika jawaban-jawaban dari responden telah diubah dalam bentuk kode berupa angka atau huruf, yang kemudian dimasukkan ke dalam komputer dan diolah dengan menggunakan software.

4. Membersihkan data (cleaning)

Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali kemungkinan kesalahan kode dan ketidaklengkapan data. Selanjutnya dilakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan tersebut. Kegiatan cleaning dilakukan setelah semua data dari responden sudah dimasukkan.

Data yang sudah diolah, disajikan dalam bentuk tabel berdistribusi normal kemudian dianalisa secara deskriptif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Sejarah berdirinya PDAM Tirtanadi

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi merupakan perusahaan milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang khususnya bergerak dalam bidang penyediaan air minum dan pendistribusiannya khusus daerah Kota Medan dan sekitarnya. Kantor Pusat PDAM Tirtanadi terletak di jalan Sisingamangaraja XII No. 1 Medan.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi merupakan satu diantara empat Badan Usaha Milik Daerah di luar Bank Pembangunan Sumatera Utara dibawah pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Perusahaan ini didirikan sejak zaman Belanda pada tanggal 23 September 1905 dengan nama

“NV. Waterleiding Maatschpappij Ajer” yang berkantor di Amsterdam Belanda.

Setelah melewati zaman penjajahan Belanda, Jepang, dan memasuki zaman kemerdekaan Indonesia dengan berganti-ganti nama dan status maka pada tahun 1979 berpedoman kepada UU No.5 tahun 1962 tentang perusahaan daerah resmilah berdiri Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi atau disingkat dengan PDAM Tirtanadi sampai sekarang ini.

Pada tahun 1985 Peraturan Daerah No. 11 Tahun 1979 ini disempurnakan lagi menjadi Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 25 Tahun 1985 tentang Perusahaan Daerah Air Minum Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Selanjutnya dengan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1991 dilaksanakan perubahan

pertama Peraturan Daerah Provinsi Tingkat I sumatera Utara No. 5 Tahun 1985 tentang Perusahaan Daerah Air Minum diatur mengenai air limbah.

Untuk mengantisipasi permintaan air bersih oleh masyarakat dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang, telah dipersiapkan dan direncanakan pembangunan instalasi air bersih yang baru dengan kapasitas 3000 liter/detik di Belumai, Tanjung Morawa. Upaya-upaya untuk senantiasa berusaha memenuhi permintaan masyarakat akan air bersih bertujuan untuk menunjang peningkatan perusahaan selalu menjaga kualitas dan mutu produksi yang selalu menjadi perhatian utama pengawasan yang bertugas di setiap instalasi pengelolaan air.

Pendiri perusahaan ini didaftarkan pada lembaga Negara secara terbuka oleh surat kabar (lembaran) pemerintah No. 225 pada tanggal 26 September 1905.

Air bersih yang diproduksi oleh PDAM Tirtanadi berasal dari pengolahan berbagai sumber mata air di beberapa wilayah. Untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, PDAM Tirtanadi selalu berupaya untuk melakukan peningkatan Sumber Daya Manusia. Untuk menunjang program ini, PDAM Tirtanadi telah mempunyai sub bagian yang khusus menangani pendidikan dan kesejahteraan karyawan. Sub bagian ini langsung ditangani oleh bagian personalia.

Diharapkan dengan adanya peningkatan moral, teoritis, dan konseptual dari sumber daya yang dimiliki, akan dapat menunjang kualitas pelayanan yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan dari berbagai lapisan.

4.1.2 Visi dan Misi PDAM Tirtanadi

Di dalam suatu organisasi atau perusahaan sebuah visi dan misi sangat dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan dari organisasi atau perusahaan tersebut. Visi dan Misi merupakan suatu pandangan ke depan yang telah di konsepkan secara bersama. Demikian juga halnya dengan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara.

a. Visi PDAM Tirtanadi

Visi PDAM Tirtanadi yaitu sebagai pengelola air minum dan pengelola air limbah terbaik di Indonesia dengan mengutamakan pelayanan prima kepada masyarakat di Provinsi Sumatera Utara.

b. Misi PDAM Tirtanadi

1. Memberikan pelayanan air minum kepada masyarakat di Sumatera Utara dengan kuantitas, kontiniuitas, dan kualitas yang memenuhi persyaratan 2. mengembangkan air siap minum secara berkesinambungan

3. meminimalkan keluhan pelanggan dengan mengutamakan pelayanan yang optimal

4. memperlakukan karyawan sebagai asset strategis dan mengembangkannya secara optimal

5. mengelola perusahaan dengan menerapkan prinsip kewajaran, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas sebagai bentuk pelaksanaan Good Corporate Governance

6. menjadikan perusahaan sebagai salah satu sumber pendapatan hasil daerah Provinsi Sumatera Utara

7. melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan lingkungan 8. menjalankan pengelolaan air limbah kepada masyarakat Sumatera Utara dan

mengembangkannya dimasa yang akan datang.

Di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi pada kantor cabang Medan Kota adalah milik pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang menyediakan air bersih serta pengolahan air limbah yang mengutamakan kepuasan pelanggan sebagai salah satu sumber pendapatan asli Provinsi Sumatera Utara untuk itu PDAM Tirtanadi menyediakan air bersih yang memenuhi kesehatan dan pengolahan air limbah dengan tingkat kualitas dan pelayanan prima dapat dijangkau masyarakat guna mewujudkan lingkungan yang sehat sehingga menjadi PDAM terbaik di Indonesia.

4.1.3 Logo PDAM Tirtanadi

Adapun logo / lambangan dari PDAM Tirtanadi dapat dilihat di bawah ini:

Sumber : PDAM Tirtanadi Sumatera Utara (2014) Gambar 4.1 Logo PDAM Tirtanadi

4.1.4 Struktur Organisasi PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota

Struktur organisasi adalah susunan yang ada dan juga merupakan hubungan antara jabatan yang satu dengan yang lainnya dalam perusahaan, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tugas-tugas dan tanggung jawab setiap jabatan dalam suatu organisasi. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam perusahaan, berlangsung keatas dan kebawah serta ada karyawan yang bertanggung jawab tidak hanya pada satu atasan.

Perusahaan yang ingin berkembang harus meningkatkan hubungan baik antar bagian sehingga tercapai kesatuan koordinasi dan komando, agar tercapai organisasi yang baik dan dan teratur maka diperlukan struktur organisasi yang dapat memperlihatkan pembagian pekerjaan, wewenang, dan tanggung jawab antar masing-masing bagian ataupun antara atasan dan bawahan.

Perusahaan harus mempunyai struktur organisasi yang sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan usaha. Struktur organisasi harus sederhana dari sudut pandang ekonomis dan harus fleksibel sehingga bila ada perluasan tidak mengganggu secara serius susunan bagian yang telah ada. Struktur organisasi tersebut juga harus memungkinkan perbedaan semua bagian terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.

Untuk lebih jelasnya gambar struktur organisasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Cabang Medan Kota dapat dilihat pada lampiran.

Dokumen terkait