• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat secara teoritis untuk pengembangan ilmu tentang analisis dengan KCKT dengan melihat parameter yang dianalisis.

2. Penelitian ini bermanfaat secara metodologis untuk mendapatkan kondisi yang optimal untuk analisis rutin dalam proses standardisasi binahong dengan metode KCKT fase terbalik.

3. Penelitian ini bermanfaat secara praktis yaitu mendapatkan metode KCKT yang optimal untuk analisis rutin dalam binahong untuk mendukung standardisasi binahong dalam fungsinya sebagai penyembuh luka pada penderita diabetes melitus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Di masa sekarang, orang mengenal istilah “back to nature”. Istilah ini menjadi suatu acuan bagi masyarakat untuk kembali menjadikan bahan alam sebagai potensi yang bisa dikembangkan untuk obat. khususnya dalam hal ini yaitu obat untuk mengobati luka pada penderita diabetes. Salah satu bahan alam yang digunakan untuk pengembangan obat tersebut yaitu binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

Binahong merupakan tanaman yang berasal dari suku Basselaceae, dan memiliki nama ilmiah Anredera cordifolia (Depkes, 2017). Secara morfologi, binahong berbentuk seperti segitiga terbalik, mempunyai ujung runcing, cenderung tebal dan berwarna hijau. Selain itu, binahong memiliki panjang 7,5-9,5 cm dan diameter 5,1-7 cm (Dwitiyanti dkk., 2019). Binahong dapat tumbuh di dataran tinggi maupun dataran rendah, dan ada banyak metabolit sekunder yang terkandung dalam daun binahong.

Metabolit sekunder tersebut berupa alkaloid, saponin. fenol, triterpenoid, sterol, dan flavonoid (Utami, Hastuti, Hastuti, 2015). Binahong diketahui memiliki beragam khasiat yang berasal dari senyawa-senyawa flavonoid di dalamnya. Senyawa-senyawa flavonoid tersebut bermanfaat untuk kesehatan, antara lain sebagai antioksidan, obat untuk penyakit stroke, asam urat, kanker, agen antibakteri (Mulia dkk., 2018). Untuk penderita diabetes, flavonoid berperan dalam mengendalikan gula darah (Dwitiyanti dkk., 2019) dan penyembuhan luka pada penderita diabetes (Kintoko et al., 2017).

Binahong memiliki taksonomi sebagai berikut Domain : Eukaryota

Kingdom : Plantae

Filum : Spermatophyta Subfilum : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae Ordo : Caryophyllales Famili : Bassellaceae Genus : Anredera

Spesies : Anredera cordifolia

(Cabi, 2021)

2. Rutin

Flavonoid yang berperan dalam penyembuhan luka pada penderita diabetes adalah rutin. Rutin merupakan salah satu flavonoid dengan rumus molekul C27H30O16

(Pubchem, 2021). Rutin diketahui memiliki nama lain kuersetin 3-rutinoside dan rutoside. Lalu, rutin terbentuk dari aglikon kuersetin yang mensubstitusi gugus hidroksi pada C-3 dengan glukosa. Kemudian secara organoleptis, rutin memiliki bentuk seperti jarum, berwarna kuning. Rutin juga mempunyai bobot molekul 610,5, meleleh pada suhu 125 oC dan kelarutannya dalam air sebesar 125 mg/L. Rutin memiliki kelarutan 5000 mg/L dalam air mendidih serta 142857 mg/L dalam metanol panas (Pubchem, 2021 dan Merck, 2013). Rutin yang merupakan senyawa identitas dari binahong diketahui memiliki peran sebagai antidepresan, antidiabetes dan juga antioksidan dengan mekanisme penghambatan enzim xanthin (Depkes, 2017; Ghorbani, 2017;

Rana dkk., 2018).

Adapun rutin yang digunakan adalah rutin hidrat. Rutin hidrat memiliki struktur yang serupa dengan rutin, hanya saja memiliki tambahan molekul air (ditunjukkan oleh gambar 1). Rutin hidrat berwujud serbuk berwarna kuning dan ketika dilarutkan dalam pelarut berwarna kunng serta jernih. Rutin hidrat memiliki bobot molekul 628,5 dan donor ikatan hidrogen yang lebih banyak dibanding rutin, sehingga lebih mudah untuk larut dalam air. Rutin hidrat memiliki kelarutan 50 mg/L dalam piridin serta dapat diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 257,5 nm (Pubchem, 2021 dan Sigma Aldrich, 2016). Rutin hidrat digunakan karena molekul air mampu berikatan dengan gugus polar pada rutin, sehingga struktur yang dihasilkan

lebih planar dan memiliki kerapatan yang lebih besar, sehingga stabilitasnya juga meningkat (Klitou, Rosbottom, Simone, 2019)

Gambar 1. Struktur Rutin Hidrat

3. Kromatografi cair kinerja tinggi

Dalam perkembangan suatu obat herbal, tentunya harus memenuhi standar melalui analisis yang dilakukan di dalamnya. Standarisasi analisis ini bisa digunakan dengan berbagai alat, baik itu KLT, LC-MS, KCKT. Adapun alat yang digunakan adalah KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi). Kromatografi jenis ini banyak digunakan karena cepat, bisa divariasikan dengan berbagai macam fase diam, resolusi dan sensitivitas yang lebih baik daripada kromatografi cair lainnya, dan juga mudah untuk mendapatkan recovery dari sampel. Adapun bagian-bagian dari KCKT terdiri dari pompa, injektor, kolom, detektor, dan sistem data. Pompa akan mengalirkan fase gerak sesuai laju alir yang ditentukan ke dalam sistem, lalu fase gerak tersebut akan

bertemu dengan sampel yang telah diinjeksikan ke sistem oleh injektor. Sampel yang dibawa oleh fase gerak akan bermigrasi menuju fase diam berupa kolom, untuk kemudian diubah oleh detektor menjadi sinyal elektrik yang dibaca oleh sistem data KCKT dalam bentuk kromatogram (Reuhs, Rounds, 2010).

Instrumen KCKT ini menggunakan prinsip pemisahan dengan perbedaan polaritas pada fase diam berupa kolom dan fase gerak berupa cairan. Sampel yang memiliki sifat yang sama dengan fase diam akan tertahan lebih lama pada fase diam berupa kolom, sementara senyawa yang sudah keluar dari fase diam akan dideteksi oleh detektor pada KCKT, untuk kemudian ditampilkan hasil pemisahannya dalam bentuk AUC atau Area Under Curve. Kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan dibedakan menjadi dua berdasarkan perbedaan polaritas fase diam dan fase gerak, yaitu fase normal dan fase terbalik. Pada penelitian ini, jenis KCKT yang digunakan adalah KCKT fase terbalik dengan fase gerak yang digunakan bersifat lebih polar daripada fase diam (Gandjar, Rohman, 2015). Kelebihan dan cara kerja dari instrumen ini akan sangat membantu proses analisis standarisasi binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis).

4. Optimasi metode analisis dan uji kesesuaian sistem

Optimasi metode analisis merupakan suatu kegiatan yang diperlukan sebagai langkah awal dalam melakukan analisis terhadap suatu senyawa (Wosch dkk., 2017).

Optimasi metode analisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi penelitian yang memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang memenuhi syarat hasil analisis yang optimal (Jang et al., 2019). Optimasi terhadap suatu metode analisis biasanya dilakukan dengan melakukan penelitian dalam berbagai variabel berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu menjadi dasar untuk mempertahankan atau mengubah variabel yang digunakan terhadap penelitian (Ciric dkk., 2017). Setelah hal tersebut dilakukan, maka akan dilihat berdasarkan parameter yang disesuaikan terhadap instrumen yang digunakan. Pada penelitian ini, parameter yang digunakan mengacu pada parameter instrumen KCKT, antara lain waktu retensi,

resolusi, dan tailing factor. Suatu metode dikatakan optimal apabila nilai resolusi lebih dari 1,5; waktu retensi tergolong cepat, dan puncak yang terbentuk tidak memiliki tailing factor yang besar (mendekati 1) (Snyder dkk., 2010).

Setelah didapatkan hasil yang optimal, maka parameter-parameter yang menjadi pertimbangan penentuan tersebut digunakan lagi untuk uji kesesuaian sistem.

Uji kesesuaian sistem merupakan suatu langkah yang dilakukan untuk menguji kesesuaian metode analisis yang ditetapkan optimal terhadap sistem instrumen. Selain itu, uji yang diwajibkan oleh FDA ini juga bertujuan untuk memastikan performa dari metode analisis dalam hal kemampuan memberikan hasil yang memenuhi syarat optimal (Purba dkk., 2019). Uji ini dilakukan dengan cara menginjeksikan baku dalam konsentrasi tertentu ke instrumen yang digunakan. Setelah itu, hasil injeksi tersebut akan diamati berdasarkan parameter-parameter yang ada, antara lain waktu retensi, resolusi dan tailing factor, dan akan dilihat apakah memenuhi syarat optimal atau tidak (Bose, 2014; Purba dkk., 2019).

B. LANDASAN TEORI

Dari kajian pustaka yang ada, maka hasil pengukuran rutin dalam ekstrak etanol daun binahong dengan KCKT fase terbalik dipengaruhi oleh komposisi fase gerak dan laju alir yang digunakan, yang akan berpengaruh terhadap resolusi, waktu retensi, dan tailing factor yang dihasilkan dari senyawa rutin. Hasil pengukuran rutin ini tentu akan berpengaruh dalam hal pengembangan daun binahong ini sebagai bahan baku obat herbal terstandar. Untuk itu, optimasi metode analisis rutin dalam ekstrak etanol daun binahong diperlukan berdasarkan kriteria penerimaan yang ada.

C. HIPOTESIS

Hipotesis yang digunakan yaitu didapatkan komposisi fase gerak yang optimal untuk analisis rutin dalam ekstrak etanol daun binahong dengan metode KCKT fase terbalik.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Jenis ini dipilih karena adanya perlakuan pada subjek uji yang diteliti dan melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian eksperimental yang akan dilakukan pada penelitian ini menggunakan baku rutin sebagai senyawa penanda. Sementara itu, ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) berperan sebagai sampel. Kemudian, rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian eksperimental murni yang hanya melihat kesamaan waktu retensi yang dihasilkan antara baku rutin dengan ekstrak etanol daun binahong pada saat diukur dengan KCKT.

B. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian yaitu komposisi pelarut atau fase gerak yang digunakan dan laju alir untuk optimasi.

b. Variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian yaitu proses pemisahan yang dinyatakan dengan resolusi, waktu retensi, bentuk kromatogram yang dinyatakan dengan tailing factor dan theoretical plate rutin yang dihasilkan pada KCKT.

c. Variabel tak terkontrol. Variabel tak terkontrol pada penelitian yaitu kondisi fisiologis tanaman binahong.

d. Variabel terkontrol. Variabel terkontrol pada penelitian yaitu kondisi tempat tumbuh binahong, umur dan waktu panen tanaman binahong, suhu kolom yang digunakan pada penelitian.

2. Definisi operasional

a. Bahan untuk fase gerak. Bahan untuk fase gerak seperti metanol dan asetonitrilmemiliki kualitas untuk analisis kromatografi cair (LC grade) dari Merck.

b. Daun binahong. Daun binahong yang digunakan untuk ekstrak yaitu daun binahong yang tumbuh di daerah Sleman dan sekitarnya, mengikuti kriteria dari Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2.

c. Tailing factor. Tailing factor adalah jarak dari kemiringan depan puncak ke kemiringan belakang dibagi dua kali jarak dari garis tengah puncak ke kemiringan depan, dengan semua pengukuran dilakukan pada 5 % dari ketinggian puncak maksimal. Nilai tailing factor yang dijadikan syarat untuk hasil yang baik dan bisa digunakan adalah mendekati 1 (Snyder dkk., 2010).

d. Waktu retensi. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan komponen untuk melalui kolom dan mencapai detektor, mulai dari tertahan di fase diam hingga bisa dideteksi oleh detektor.

e. Resolusi. Resolusi adalah daya pemisahan komponen sampel satu dengan komponen lainnya. Nilai resolusi yang dijadikan syarat untuk hasil yang baik dan bisa digunakan adalah lebih dari 1,5 (Gandjar dkk., 2015).

f. Theoretical plate. Theoretical plate merupakan suatu bentuk representatif yang melambangkan kesetimbangan partisi dari zat terlarut di antara fase diam dan fase gerak (Lindon, Tranter, Koppenaal, 2017).

g. Sistem KCKT. Sistem KCKT adalah sistem pemisahan suatu senyawa yang dibawa oleh fase gerak dan dipompa menuju kolom sebagai fase diam, dan komponen sampel akan keluar dari kolom secara berurutan berdasarkan perbedaan sifat komponen dengan fase diam untuk kemudian dibaca oleh detektor dan ditampilkan sebagai kromatogram (Snyder dkk., 2010). Sistem KCKT yang digunakan adalah KCKT fase terbalik, dengan fase diam C18 dan fase gerak berupa kombinasi metanol.

asetonitril, dan akuabides.

C. BAHAN

Bahan yang diperlukan yaitu daun binahong dari Kecamatan Sleman, baku rutin hidrat (Sigma), metanol for liquid chromatography (Merck), acetonitrile for liquid chromatography (Merck), n-heksan pro analysis (Merck), akuabides, membran filter Whatmann dengan diameter 45 mm dan etanol 96 % (Merck).

D. ALAT

Alat yang diperlukan yaitu instrumen KCKT Shimadzu (seri LC-2010C HT) dengan kolom C-18 Phenomenex berukuran 250 x 4,6 mm 100 Ǻ dengan diameter internal 5 mikrometer, wadah fase gerak, instrumen UV-Spektrofotometer double beam Shimadzu seri UV-1800 dan kuvet, vial KCKT, millipore, blender, mikrotube, mikropipet Socorex 10-100 dan 100-1000 mikroliter, labu ukur 5 mL, 10 mL dan 25 mL, labu Erlenmeyer, gelas beker 100 dan 500 mL, pipet volume 1 mL dan 100 mL, pipet pump, pipet tetes, alat penyerbukan, ayakan mesh nomor 40, kertas saring, corong pisah, alumunium foil, timbangan Scaltec SBC 22 (max 210 g min 0,00001 g), hot plate stirrer, dan rotary vacuum evaporator BUCHI R-210.

E. CARA KERJA PENELITIAN

Secara garis besar, penelitian yang akan dilakukan kurang lebih mengikuti alur di bawah ini

Gambar 2. Skema Kerja

1. Determinasi daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)

Binahong yang dideterminasi berasal dari Kecamatan Sleman, dengan menggunakan keseluruhan bagian tanaman untuk kemudian dideterminasi di Departemen Biologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) yang memenuhi kriteria dari Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2 adalah daun yang berbentuk segitiga atau bulat telur atau seperti jantung, berujung runcing, agak tebal, berwarna hijau kecokelatan, memiliki lekuk pada pangkal dan tepi daun serta permukaannya licin dan halus. Adapun daun yang diambil memiliki panjang 4-7 cm.

2. Pembuatan simplisia binahong

Daun binahong yang telah dideterminasi dikumpulkan sebanyak 3 kg dan dilakukan proses sortasi basah untuk memisahkan daun dari kotoran. Daun kemudian dicuci bersih, dipotong-potong dan dikeringkan menggunakan tampah serta ditutup

Determinasi daun

kain hitam di bawah sinar matahari. Hasil pengeringan dikatakan benar-benar kering jika mudah diremas dan mudah patah. Hasil pengeringan tersebut disortasi kering untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel. Setelah itu hasil pengeringan dijadikan serbuk dengan alat penyerbukan hingga halus untuk menjadi serbuk simplisia. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah tertutup rapat dan diberi silika gel.

3. Ekstraksi binahong

Serbuk simplisia diayak dengan ayakan nomor 40, ditimbang - sebanyak 30 gram. Hasil penimbangan tersebut kemudian dilarutkan menggunakan etanol dengan perbandingan tiap 1 bagian serbuk dilarutkan dengan 10 bagian pelarut, sehingga hasil penimbangan dilarutkan dengan etanol sebanyak 300 mL dan diaduk menggunakan stirrer pada hotplate dengan suhu 50 oC untuk mempercepat proses larutnya binahong dalam etanol selama 90 menit. Kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan menggunakan vacuum evaporator hingga didapatkan ekstrak hingga tersisa 25 % (Depkes, 2017; Santosa, Gani, Yuliani, 2020).

4. Penyusunan komposisi dan laju alir fase gerak

Komposisi fase gerak yang akan digunakan untuk optimasi ada 2 komposisi.

Komposisi pertama terdiri dari metanol, asetonitril, dan akuabides dengan perbandingan 20 : 20 : 60, dengan laju alir yang dioptimasi adalah 0,6, 0,7, dan 0,8 mL/min. Komposisi kedua terdiri dari metanol, asetonitril, dan akuabides dengan perbandingan 30 : 10 : 60, dengan laju alir yang dioptimasi adalah 0,6, 0,7, dan 0,8 mL/min. Semua komposisi dibuat dengan mengambil metanol, asetonitril, dan akuabides masing-masing sebanyak 500 mL menggunakan pipet volume dan diletakkan dalam gelas beker terpisah, disaring dan dituang ke dalam wadah fase gerak untuk kemudian diawaudarakan. Setelah itu, wadah fase gerak tersebut dihubungkan dengan instrumen KCKT dengan cara memasukkan selang fase gerak ke dalam wadah, dan diatur komposisinya pada layar yang menampilkan proses analisis.

5. Preparasi baku rutin

Baku rutin ditimbang kurang lebih sebanyak 10 mg, kemudian dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambah metanol hingga batas tanda, lalu diaduk. Baku tersebut diambil sebanyak 0,02 mL dan dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambah metanol hingga batas tanda dan didapatkan konsentrasi sebesar 2 ppm, kemudian disaring dengan millipore sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam vial KCKT untuk kemudian diawaudarakan selama 10 menit.

6. Preparasi ekstrak etanol daun binahong

Ekstrak etanol daun binahong dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan n-heksan untuk menghilangkan klorofil pada binahong. Proses tersebut akan membentuk 2 larutan, dan larutan etanol akan berada di bawah. Larutan tersebut dikeluarkan dan larutan ditampung dalam Erlenmeyer. Ekstrak yang ada diambil sebanyak 1 mL, kemudian dilarutkan dalam labu takar 10 mL. Setelah itu, hasil pengenceran diambil sebanyak 1 mL lalu disaring dengan millipore dan dimasukkan ke dalam vial KCKT kemudian diawaudarakan selama 10 menit (Indriani, Zunnaita, Khariri, 2019; Leliqia, Sukandar, Fidrianny, 2017).

7. Optimasi panjang gelombang maksimal senyawa rutin

Larutan baku yang telah dibuat diambil sebanyak 0,25; 0,5; dan 0,75 mL dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL serta ditambahkan metanol hingga batas tanda, sehingga didapatkan rutin dengan 3 konsentrasi berbeda (0,5 ppm;

1 ppm; dan 1,5 ppm). Ketiga konsentrasi tersebut discan di spektrofotometer UV double beam dari konsentrasi terendah pada rentang panjang gelombang 200-400 nm.

8. Pengukuran menggunakan instrumen KCKT

Larutan blanko (metanol), baku rutin dengan konsentrasi 2 ppm, dan ekstrak etanol daun binahong yang sudah masuk ke dalam vial diinjeksikan ke dalam KCKT dengan laju alir sebesar 0,6 mL/menit menggunakan komposisi fase gerak yang

pertama. Injeksi dilakukan secara berurutan mulai dari blanko pelarut, baku rutin hingga ekstrak etanol daun binahong. Setelah itu, kromatogram yang terbentuk diamati dan dilihat pada bagian waktu retensi, resolusi, dan tailing factor. Injeksi larutan ke dalam sistem KCKT diulangi dengan urutan yang sama menggunakan komposisi fase gerak pertama dengan laju alir sebesar 0,7 mL/menit dan diamati ketiga parameter tersebut. Proses injeksi larutan dilakukan hingga komposisi fase gerak kedua dengan laju alir 0,8 mL/menit selesai. Setelah itu, parameter resolusi, tailing factor, dan waktu retensi dibandingkan dan dipilih fase gerak yang optimal berdasarkan kriteria yang ada.

9. Uji kesesuaian sistem

Uji kesesuaian sistem dilakukan dengan menginjeksikan baku rutin dengan konsentrasi 20 mikrogram/mL dalam 6 kali repetisi. Hasil replikasi tersebut dilihat berdasarkan parameternya (waktu retensi, resolusi, tailing factor, theoretical plate dan AUC). Parameter-parameter tersebut akan dihitung nilai standar deviasinya, dengan nilai standar deviasi yang baik yaitu kurang dari 2 persen.

F. ANALISIS HASIL

Parameter yang diukur dan dianalisis pada penelitian ini adalah komposisi fase gerak dan pengaruhnya terhadap kromatogram yang terbentuk dari rutin dengan melihat resolusi, standar deviasi relatif, kemampuan kolom untuk memisahkan komponen-komponen sampel, AUC, waktu retensi dan tailing factor untuk pnentuan fase gerak maupun uji kesesuaian sistem KCKT. Data cukup dibandingkan sesuai kriteria penerimaan, tidak perlu diolah dengan data statistik. Kriteria penerimaan untuk penentuan fase gerak yaitu resolusi > 1,5; tailing factor mendekati 1 dan waktu retensi tak lebih dari 10 menit dan kriteria penerimaan uji kesesuaian sistem yaitu CV < 2 % pada parameter resolusi, waktu retensi, tailing factor, theoretical plate, dan AUC (Snyder dkk., 2010; USP, 2020)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DETERMINASI DAN PEMBUATAN SIMPLISIA BINAHONG

Penelitian ini diawali dengan melakukan determinasi terhadap binahong.

Determinasi dilakukan dengan membandingkan kriteria khas dari binahong dengan daun-daun yang diuji. Daun-daun tersebut dikatakan sebagai daun binahong jika berbentuk segitiga atau bulat telur atau seperti jantung, berujung runcing, agak tebal, berwarna hijau kecokelatan, berlekuk-lekuk pada pangkal dan tepi daun serta permukaannya licin dan halus (Depkes, 2017). Berdasarkan determinasi yang dilakukan, sampel yang digunakan adalah binahong. Hasil determinasi tercantum dalam surat keterangan determinasi nomor 11.23.10/UN1/FFA/BF/PT/2020.

Setelah proses determinasi dilakukan, maka daun binahong bisa dibuat menjadi simplisia. Langkah pertama yang dilakukan yaitu sortasi basah, dengan tujuan untuk membersihkan daun-daun binahong dari kotoran yang menempel (Dwitiyanti dkk., 2019). Kemudian, daun binahong dicuci dan dipotong-potong. Setelah itu, daun binahong dikeringkan di bawah sinar matahari dengan tampah dan ditutup kain hitam.

Daun binahong dikatakan benar-benar kering jika mudah patah dan mudah diremas.

Daun binahong yang sudah kering kemudian dibersihkan dari kotoran yang menempel dan dimasukkan ke dalam alat penyerbukan hingga halus. Hasil penyerbukan ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan diberi silika gel untuk mencegah serbuk menjadi lembap (Depkes, 2017).

B. EKSTRAKSI BINAHONG

Ekstraksi terhadap simplisia binahong dilakukan dengan metode digesti.

Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengayak simplisia binahong terlebih dahulu dengan tujuan untuk mencegah tulang daun yang tersisa ikut dalam proses ekstraksi.

Hasil ayakan kemudian ditimbang seksama sebanyak 30 gram. Hasil penimbangan yang didapatkan sebesar 30,0001 gram, dan hasil penimbangan tersebut masuk dalam

rentang penimbangan seksama (29,97-30,03 gram). Hasil penimbangan ini kemudian dilarutkan dengan etanol. Etanol digunakan sebagai pelarut karena memiliki sifat yang mudah melarutkan senyawa zat aktif bersifat polar, semi polar dan non polar, serta merupakan salah satu pelarut yang umum digunakan (Arifin, Wijaya, Rizal, 2014;

Ramawat, Merillon, 2013). Selain itu, etanol digunakan karena mudah mengekstrak metabolit pada tanaman karena mudah menembus membran seluler (Dwitiyanti dkk., 2019). Jumlah perbandingan yang dibutuhkan antara simplisia dengan etanol sebesar 1 : 10, sehingga hasil penimbangan simplisia tadi dilarutkan ke dalam 300 mL etanol (Santosa dkk., 2020). Proses pelarutan dipercepat dengan menggunakan hotplate stirrer dengan suhu 50 oC dan kecepatan 200 rpm selama 90 menit (Shah, Seth, 2010).

Setelah itu, larutan disaring dengan kertas saring dan diuapkan menggunakan rotary vacuum evaporator hingga didapatkan sisa ekstrak sebanyak 25 %.

C. PREPARASI BAKU DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG Baku disiapkan dengan cara menimbang kurang lebih baku rutin hidrat sebanyak 10 mg. Hasil penimbangan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL dan dilarutkan metanol hingga batas tanda dan diaduk sehingga didapatkan konsentrasi baku sebesar 1000 ppm. Metanol digunakan sebagai pelarut karena dianggap mampu memberikan hasil pemisahan yang baik dibanding pelarut lain seperti asetonitril (Yang et al., 2013). Kemudian, larutan induk diambil sebanyak 0,02 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL, dan ditambahkan pelarut hingga batas tanda dan diaduk hingga didapatkan konsentrasi 2 ppm. Baku dengan konsentrasi 2 ppm ini kemudian disaring menggunakan millipore dengan tujuan untuk mengurangi dan mencegah kemungkinan partikel yang terlalu besar masuk dan menyumbat fase diam (Yang et al., 2013).

Setelah disaring, larutan baku diawaudarakan untuk menghilangkan gelembung udara.

Selain baku yang disiapkan, ekstrak etanol daun binahong juga disiapkan.

Ekstrak etanol daun binahong dimasukkan ke dalam corong pisah, dan ditambahkan n-heksan dalam jumlah yang sama dengan etanol. Kedua cairan ini kemudian dicampurkan bersama di dalam corong pisah hingga membentuk dua lapisan. Lapisan

bawah adalah lapisan etanol, karena lapisan etanol memiliki massa jenis sebesar 0,789 g/mL yang lebih berat dibandingkan dengan massa jenis n-heksan sebesar 0,659 g/mL,

bawah adalah lapisan etanol, karena lapisan etanol memiliki massa jenis sebesar 0,789 g/mL yang lebih berat dibandingkan dengan massa jenis n-heksan sebesar 0,659 g/mL,

Dokumen terkait