• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana dan untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat meningkatkan kemampuan berpikir penulis dalam mengkaji setiap gejala yang timbul dalam permasalahan yang dihadapi di lapangan.

2. Bagi Pemilik Toko Rynboutique Medan

Dapat memberikan informasi untuk menjadi pertimbangan dalam menjalankan suatu usaha dan sebagai bahan masukan mengenai bagaimana harga dan gaya hidup berpengaruh terhadap keputusan pembelian pada toko Rynboutique Medan.

3. Bagi Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi program studi Ilmu Administrasi Bisnis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi tambahan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penulis lain untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjut

13 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Harga

2.1.1 Pengertian Harga

Harga dapat didefinisikan sebagai gaya ukur, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Stanton (Laksana, 2008:105) bahwa “Harga adalah jumlah uang (Kemungkinan ditambah beberapa barang) yang dibutuhkan untuk memperoleh beberapa kombinasi sebuah produk dan pelayanan yang menyertainya”.

Menurut Tjiptono (2016:218) harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga juga merupakan elemen bauran pemasaran yanag paling fleksibel, tidak seperti fitur produk dan komitmen penyalur, harga dapat berubah dengan cepat (Kotler dan Amstrong, 2008).

Kurniawan (2018:22) berpendapat bahwa harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter, rupiah, rupee, dolar, dan sebagainya. Dari pendapat yang dikemukakan oleh Kurniawan, maka dapat disimpulkan bahwa harga merupakan suatu nilai tukar untuk memperoleh suatu barang maupun jasa yang telah dikeluarkan oleh seseorang bahkan kelompok pada waktu dan tempat tertentu yang dapat dinyatakan dalam satuan moneter. Menurut Tjiptono dan Chandra (Putri dan Permatasari: 2018), harga bisa diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan/atau aspek lain

(non-moneter) yang mengandung utilitas/kegunaan tertentu yang diperlukan untuk mendapatkan sebuah produk.

Menurut Kotler dan Amstrong (Efendi et al, 2015:128), mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang yang diminta untuk suatu produk atau jasa. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa harga ialah jumlah semua nilai yang diberikan oleh konsumen untuk memperoleh keuntungan (benefit) atas kepemilikan atau penggunaan suatu produk atau jasa. Secara historis, harga menjadi faktor utama yang memengaruhi pilihan seorang pembeli. Harga adalah satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, semua elemen lainnya hanya mewakili harga (Sunarto, 2004:207). Sedangkan menurut Suyanto (2018:259) harga merupakan nilai yang akan membeli dalam jumlah yang terbatas, berat, atau ukuran lainnya dari barang dan jasa.

Harga (price) adalah suatu nilai tukar yang bisa disamakan dengan uang atau barang lain untuk manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa bagi seseorang atau kelompok pada waktu tertentu dan tempat tertentu, menurut Oentoro (Sudaryono, 2016). Menurut Widiana (2010:61) harga merupakan sebuah produk atau jasa merupakan faktor penentu dalam permintaan pasar. Harga merupakan hal yang sangat penting yang diperhatikan oleh konsumen dalam membeli produk atau jasa. Jika konsumen merasa cocok dengan harga yang ditawarkan, maka mereka akan cenderung melakukan pembelian ulang untuk produk yang sama. Ini sesuai dengan konsep produksi yang menyatakan bahwa konsumen lebih menyukai produk yang berharga murah.

Dalam arti yang paling sempit, harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang atau jasa. Dalam arti yang lebih luas, harga adalah jumlah

semua nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa (Kotler, 2008). Harga adalah pengganti dari suatu nilai, jumlah yang harus dibayar, atau dipertukarkan oleh konsumen untuk mendapatkan sesuatu yang ditawarkan atau produk. Pembayaran bisa berupa uang, barang, layanan/jasa, bantuan, dan suara dukungan untuk pihak lain (Wijaya, 2017:151).

Berdasarkan definisi tersebut maka harga merupakan jumlah uang yang diperlukan sebagai alat penukar berbagai kombinasi produk dan jasa, dengan demikian maka suatu harga haruslah dihubung-hubungkan dengan bermacam-macam barang atau pelayanan, yang akhirnya akan sama dengan sesuatu yaitu produk dan jasa, hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Carthy (Gunawan, 1985:414) bahwa harga adalah “Apa yang dibebankan untuk sesuatu. Setiap transaksi dagang dapat dianggap sebagai suatu pertukaran uang, uang adalah harga untuk sesuatu”.

Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Menurut Tjiptono (2016) peranan tersebut diantaranya:

1. Peranan alokasi dari harga

Harga berfungsi dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara terbaik dalam memperoleh manfaat yang diharapkan sesuai dengan kemampuan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu pembeli dalam memutuskan bagaimana cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang atau jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

2. Peranan informasi dari harga

Fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor produk yang dijual, misalnya kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara obyektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.

2.1.2 Metode Penetapan Harga

Secara garis besar metode penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi empat kategori utama, yaitu metode penetapan harga berbasis permintaan, berbasis biaya, berbasis laba, dan berbasis persaingan. Menurut Tjiptono dan Diana (2016:226) yang menjelaskan metode penetapan harga sebagai berikut:

1. Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan

Metode ini lebih menekankan pada faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pelanggan daripada faktor-faktor seperti biaya, laba, dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada barbagai pertimbangan, di antaranya:

a. Daya beli konsumen.

b. Kesediaan konsumen untuk membeli

c. Posisi produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni menyangkut apakah produk tersebut merupakan simbol status atau hanya produk yang digunakan sehari-hari.

d. Manfaat produk bagi konsumen.

e. Harga produk-produk substitusi.

f. Pasar potensial bagi produk tersebut.

g. Karakteristik persaingan non-harga.

h. Perilaku konsumen secara umum.

i. Segmen-segmen dalam pasar.

Terdapat tujuh metode penetapan harga yang termasuk dalam metode penetapan harga berbasis permintaan, yaitu skimming pricing, prestige pricing, odd-over pricing, penetration pricing, demand-backward pricing , price lining pricing,, product bundle pricing, optional product pricing, captive product pricing, dan by-product pricing.

2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya

Dalam metode penetapan harga berbasis biaya ini, faktor dalam penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan dari biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu, sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead, dan laba.

3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba

Metode Penetapan Harga Berbasis Laba berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penepatan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi. Metode ini terdiri dari target return on sales pricing, target profit pricing, target return on investment (RIO) pricing,

4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan

Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba, harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan

pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam, yaitu customary pricing; above, at, or below market pricing; loss leader pricing; dan sealed bid pricing.

2.1.3 Tujuan Penetapan Harga

Tujuan penetapan harga pada setiap perusahaan berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan. Menurut Tjiptono (2019:292) pada dasarnya ada beraneka ragam tujuan penetapan harga, yaitu:

1. Tujuan Berorientasi Pada Laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba terbesar. Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimisasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu.

2. Tujuan Berorientasi pada Volume

Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai penjualan, atau pangsa pasar. Tujuan ini banyak diterapkan oleh maskapai penerbangan, hotel, institusi pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta panitia penyelenggara seminar-seminar.

3. Tujuan Berorientasi pada Citra

Citra (image) sebuah perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penerapan harga. Perusahaan dapat menetaapkan harga mahal untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu, harga murah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.

4. Tujuan Stabilisasi Harga

Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila sebuah perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi (misalnya, minyak bumi). Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga sebuah perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).

5. Tujuan-tujuan Lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, mendapatkan aliran kas secepatnya, atau menghindari campur tangan pemerintah. Organisasi nirlaba juga dapat menentukan tujuan penetapan harga yang berbeda, misalnya untuk mencapai partial cost recovery, full cost recovery, atau untuk menetapkan social price.

2.1.4 Strategi Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2015:315) penetapan harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal. Secara garis besar, strategi penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi Sembilan kelompok, yaitu:

1. Strategi penetapan harga produk baru

Strategi penetapan harga yang relevan bagi produk baru ada dua macam, yakni skimming pricing dan penetration pricing. Dalam skimming pricing perusahaan menetapkan harga awal (initial pricing) yang mahal pada sebuah produk baru. Umumnya setelah beberapa waktu harganya akan diturunkan, baik lewat produk yang sama persis maupun lewat versi yang lebih murah, biasanya strategi ini didukung pula dengan aktivitas promosi yang gencar.

Kebalikan dari skimming pricing adalah penetration price yang menetapkan harga awal relatif murah pada tahap awal Product Life Cycle (PLC). Tujuan utamanya adalah agar dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para pesaing.

2. Strategi penetapan harga yang sudah aman

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada dipasar, di antaranya:

a. Adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran, misalnya ada pesaing besar yang menurunkan harganya, atau ada teknologi baru yang lebih canggih.

b. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.

Dalam melakukan penilaian kembali terhadap strategi penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi yaitu:

1) Mempertahankan harga, strategi ini dilaksanakan dengaan tujuan mempertahankan posisi dalam pasar (misalnya pangsa pasar dan profibilitas perusahaan) dan untuk meningkatkan citra positif di masyarakat.

2) Menurunkan harga, penyebab atau alasan utama yang mendorong sebuah perusahaan menurunkan harga produk-produknya yang sudah mapan adalah:

a) Strategi defensif, di mana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang semakin defensif.

b) Strategi ofensif, di mana perusahaan berusaha memenangkan persaingan.

c) Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan. Adanya inflasi yang berkelanjutan dan tingkat harga yang semakin melonjak dapat menyebabkan konsumen menjadi sensitif terhadap harga dan setiap alternatif produk yang ada. Mereka menjadi semakin selektif dalam berbelanja.

3) Menaikkan harga, menaikkan harga dilakukan dengan tujuan mempertahankan profitabilitas selama periode inflasi, memanfaatkan deferensiasi produk (baik deferensiasi riil maupun deferensiasi perseptual) atau untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani.

3. Strategi fleksibilitas harga

Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu:

a. Strategi satu harga (harga tunggal)

Perusahaan membebankan harga yang sama kepada setiap pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dan kuantitas yang sama pada kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama). Tujuan strategi ini adalah mempermudah keputusan penetapan harga dan mempertahankan goodwill serta menjalin hubungan baik dengan semua pelanggan (karena tak satupun pelanggan yang mendapatkan harga khusus atau dianggap lebih penting dengan pelanggan yang lain)

b. Strategi penetapan harga fleksibel

Merupakan strategi pembebanan harga yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk yang kualitasnya sama. Tujuan strategi ini adalah memaksimumkan laba jangka panjang dan memberikan keluwesan dengan jalan memungkinkan setiap penyesuaian harga, baik turun maupun naik.

4. Strategi penetapan harga lini produk (price lining strategy)

Strategi ini digunakan apabila perusahaan memasarkan lebih dari satu jenis atau lini produk. Dalam price lining strategy, perusahaan harus menentukan price step (tingkatan harga) antar model produk dalam lini produk bersangkutan. Apabila perbedaan harga antar dua model produk relatif kecil, konsumen kemungkinan tertarik untuk membeli model yang lebih bagus (dan mahal) sebaliknya, jika perbedaan harga relatif besar, konsumen cenderung lebih memilih model yang lebih sederhana (dan murah)

5. Strategi leasing

Leasing (sewa guna usaha) merupakan kontrak persetujuan antar pemilik aktiva (lessor) dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut (lessee) untuk jangka waktu tertentu dengan tingkan return tertentu. Ada dua jenis leasing yang sering dijumpai, yaitu operating lease dan financial lease 6. Strategi bundling-pricing

Strategi ini memasukkan marjin ekstra (untuk layanan pendukung) dalam harga. Ada beberapa tujuan dari strategi bundling-pricing, yaitu:

a. Dalam perjanjian leasing, untuk mendapatkan jaminan bahwa aktiva akan dipelihara dan dijaga dengan keadaan yang baik, sehingga dapat dijual atau disewakan kembali.

b. Untuk menghasilkan pendapatan ekstra guna menutup biaya yang diantisipasi dari pemberian jasa dan pemeliharaan produk.

c. Untuk menghasilkan pendapatan guna mendukung personel purna jual.

d. Untuk membentuk dana kontingensi untuk sesuatu yang tidak dapat diantisipasi.

e. Untuk membangun dan membina hubungan dengan pelanggan.

f. Untuk menghambat persaingan dengan pelayanan dan dukungan purna jual gratis.

7. Strategi kepemimpinan harga

Strategi price-leadership berlaku dalam situasi oligopoli. Pemimpin pasar (market leader) melakukan perubahan harga yang kemudian akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri bersangkutan. Tujuannya adalah untuk melakukan pengendalian terhadap keputusan penetapan harga dalam

industri yang mendukung strategi pemasaran perusahaan pemimpin. Situasi yang mendukung terlaksananya strategi ini antara lain:

a. Situasi oligopolistik

b. Industri di mana semua perusahaan dipengaruhi oleh variabel harga yang sama (misalnya, biaya, persaingan, dan permintaan)

c. Industri di mana semua perusahaan memiliki tujuan penetapan harga yang umum

d. Pemahaman yang sempurna mengenai keadaan industri. Kesalahan dalam penetapan harga berarti kehilangan kendali.

8. Strategi penetapan harga untuk meraih pangsa pasar

Strategi ini dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga serendah mungkin untuk produk baru. Tujuannya adalah untuk meraih pangsa pasar yang besar, sehingga perusahaan mampu memiliki keunggulan biaya dan pasarnya tidak dapat dikuasai oleh pesaing. Persyaratan yang perlu dipenuhi dalam strategi ini adalah:

a. Sumber daya yang cukup untuk bertahan pada kerugian operasi awal yang akan ditutupi kemudian melalui skala ekonomis.

b. Pasar yang sensitif terhadap harga.

c. Pasar luas.

d. Elastisitas permintaan tinggi.

9. Strategi penetapan harga jasa

Produk berupa jasa berbeda dengan barang fisik dalam hal intangibility (tidak berwujud fisik), inseparability (proses produksi dan konsumsi cenderung tidak terpisahkan karena berlangsung secara simultan), variability

(kualitasnya bersifat subjektif, tergantung pada siapa dan kapan disampaikan), dan perishability (tidak tahan lama, dan tidak bisa disimpan) 2.1.5 Indikator Harga

Indikator harga menurut Kotler dan Amstrong (2008:278), ada empat indikator yang mencirikan harga yaitu:

1. Keterjangkauan Harga

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan kemampuan beli konsumen. Sebelum membeli konsumen sudah berpikir tentang sistem hemat yang tepat. Selain itu konsumen dapat berpikir tentang harga yang ditawarkan memiliki kesesuaian dengan harga yang telah dibeli.

2. Daya Saing Harga

Penawaran harga yang diberikan oleh penjual berbeda dan bersaing dengan yang diberikan oleh penjual lain pada satu jenis produk yang sama.

3. Kesesuaian Harga dengan Kualitas Produk

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan kualitas produk yang dapat diperoleh konsumen.

4. Kesesuaian Harga dengan Manfaat Produk

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dari produk yang dibeli.

2.2 Gaya Hidup

2.2.1 Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang meliputi produk yang ingin dibelinya, bagaimana menggunakannya dan bagaimana seseorang tersebut berfikir dan merasakan semua itu. Menurut Setiadi (2003:148) gaya hidup secara langsung didefinisikan

sebagai cara hidup yang diidentifikasi oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya, bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis.

Menurut Engel et al (Sumarwan, 2014:56) Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya (patterns in which people live and spend time and money). Selanjutnya Salomo (Suwarman, 2014:45) mengatakan gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang bagaimana ia menggunakan waktu dan uang (lifestyle refers to a pattern of consumption reftecting a person’s choices of how her or she spend time and money)

Ahli psikologi bernama Adler (Priansa, 2017:185) menyatakan bahwa gaya hidup merupakan sekumpulan perilaku yang mempunyai arti bagi individu maupun orang lain pada suatu saat disuatu tempat. Menurut Mowen dan Minor (Sangadji dan Sopiah, 2013:46) gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang menjalankan hidup, membelanjakan uang, dan memanfaatkan waktunya. Selain itu, gaya hidup menurut Kotler dan Amstrong (Priansa, 2017:185) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat.

Assael (Priansa, 2017:185) mengatakan bahwa gaya hidup adalah: “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of

themselves and the word around them (opinions)” Gaya hidup berkaitan dengan bagaimana cara seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia disekitar (opini).

Dalam perspektif ekonomi, gaya hidup menunjukkan pada bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatnya, dan memilih produk maupun jasa dan berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam suatu kategori jenis produk yang ada. Gaya hidup memiliki berbagai jenis dalam kehidupan, salah satunya yaitu gaya hidup hedonis.

2.2.2 Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup bagi sebagian orang merupakan suatu hal yang penting karena dianggap sebagai sebuah bentuk ekspresi diri. Fashion adalah bagian dari gaya hidup, yang dimana fashion cenderung masuk ke dalam gaya hidup hedonisme.

Setiap manusia mempunyai gaya hidup hedonis, akan tetapi yang membedakan adalah tingkatannya. Ada yang mempunyai tingkat gaya hidup hedonis rendah namun ada juga yang mempunyai tingkat gaya hidup hedonis tinggi dimana kesenangan adalah tujuan hidup mereka (Doloy et al: 2020). Hedonisme juga dapat merubah gaya berpakaian seseorang, tidak bisa dipungkiri setiap individu akan memperhatikan penampilan mereka sebagai salah satu bagian dari gaya hidupnya. Perilaku hedonis saat ini sudah sangat melekat pada sebagian masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tinggal dikota-kota besar.

Menurut Susianto (Rachma: 2017) gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya hanya untuk mencari kesenangan hidup, seperti senang dalam membeli pakaian yang disenanginya dan selalu ingin menjadi pusat

perhatian. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa jenis gaya hidup terbentuk atas pola perilaku dan kebiasaan yang dilakukan individu. Salah satu jenis gaya hidup yang telah dipaparkan adalah gaya hidup hedonis. Hedonis berasal dari bahasa Yunani “Hedone” yang memiliki arti kesenangan, kenikmatan, bersenang-senang.

Menurut Utami (Kresdianto: 2014) mendefinisikan motivasi berbelanja secara hedonis yaitu berbelanja karena akan mendapatkan kesenangan dan merasa bahwa berbelanja itu adalah sesuatu hal yang menarik. Ketika konsumen akan membeli suatu produk maka akan timbul motivasi yang kuat dari dalam dirinya.

Salah satu gaya hidup hedonis yang paling terlihat ialah pada pola konsumsi masyarakat terhadap fashion. Mereka menghabiskan uangnya untuk pakaian, sepatu, tas, aksesoris dan kesenangan lainnya. Kecenderungan gaya hidup hedonis sangat erat kaitannya dengan konsumen remaja. Menurut Sujanto (Kresdianto:

2014) menjelaskan bahwa gaya hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan, umumnya banyak ditemukan dikalangan remaja. Hal ini karena remaja mulai mencari identitas diri dan ingin mendapatkan pujian dari lingkunganya melalui penggunaan simbol status seperti pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat.

Gaya hidup hedonis cenderung melekat pada diri remaja yang pada umumnya mereka sangat peka terhadap adanya hal-hal baru khususnya fashion.

Menurut Susanto (Azizah & Indrawati: 2015) remaja yang memiliki kecenderungan gaya hidup hedonis biasanya akan berusaha agar sesuai dengan status sosial hedon, melalui gaya hidup yang tercermin dengan simbol-simbol

Menurut Susanto (Azizah & Indrawati: 2015) remaja yang memiliki kecenderungan gaya hidup hedonis biasanya akan berusaha agar sesuai dengan status sosial hedon, melalui gaya hidup yang tercermin dengan simbol-simbol