• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI

2.1.4 Strategi Penetapan Harga

Menurut Tjiptono (2015:315) penetapan harga mengandung dimensi strategik sekaligus taktikal. Secara garis besar, strategi penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi Sembilan kelompok, yaitu:

1. Strategi penetapan harga produk baru

Strategi penetapan harga yang relevan bagi produk baru ada dua macam, yakni skimming pricing dan penetration pricing. Dalam skimming pricing perusahaan menetapkan harga awal (initial pricing) yang mahal pada sebuah produk baru. Umumnya setelah beberapa waktu harganya akan diturunkan, baik lewat produk yang sama persis maupun lewat versi yang lebih murah, biasanya strategi ini didukung pula dengan aktivitas promosi yang gencar.

Kebalikan dari skimming pricing adalah penetration price yang menetapkan harga awal relatif murah pada tahap awal Product Life Cycle (PLC). Tujuan utamanya adalah agar dapat meraih pangsa pasar yang besar dan sekaligus menghalangi masuknya para pesaing.

2. Strategi penetapan harga yang sudah aman

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada dipasar, di antaranya:

a. Adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran, misalnya ada pesaing besar yang menurunkan harganya, atau ada teknologi baru yang lebih canggih.

b. Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.

Dalam melakukan penilaian kembali terhadap strategi penetapan harga yang telah dilakukan, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi yaitu:

1) Mempertahankan harga, strategi ini dilaksanakan dengaan tujuan mempertahankan posisi dalam pasar (misalnya pangsa pasar dan profibilitas perusahaan) dan untuk meningkatkan citra positif di masyarakat.

2) Menurunkan harga, penyebab atau alasan utama yang mendorong sebuah perusahaan menurunkan harga produk-produknya yang sudah mapan adalah:

a) Strategi defensif, di mana perusahaan memotong harga guna menghadapi persaingan yang semakin defensif.

b) Strategi ofensif, di mana perusahaan berusaha memenangkan persaingan.

c) Respon terhadap kebutuhan pelanggan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan. Adanya inflasi yang berkelanjutan dan tingkat harga yang semakin melonjak dapat menyebabkan konsumen menjadi sensitif terhadap harga dan setiap alternatif produk yang ada. Mereka menjadi semakin selektif dalam berbelanja.

3) Menaikkan harga, menaikkan harga dilakukan dengan tujuan mempertahankan profitabilitas selama periode inflasi, memanfaatkan deferensiasi produk (baik deferensiasi riil maupun deferensiasi perseptual) atau untuk melakukan segmentasi pasar yang dilayani.

3. Strategi fleksibilitas harga

Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu:

a. Strategi satu harga (harga tunggal)

Perusahaan membebankan harga yang sama kepada setiap pelanggan yang membeli produk dengan kualitas dan kuantitas yang sama pada kondisi yang sama pula (termasuk syarat penjualannya sama). Tujuan strategi ini adalah mempermudah keputusan penetapan harga dan mempertahankan goodwill serta menjalin hubungan baik dengan semua pelanggan (karena tak satupun pelanggan yang mendapatkan harga khusus atau dianggap lebih penting dengan pelanggan yang lain)

b. Strategi penetapan harga fleksibel

Merupakan strategi pembebanan harga yang berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk yang kualitasnya sama. Tujuan strategi ini adalah memaksimumkan laba jangka panjang dan memberikan keluwesan dengan jalan memungkinkan setiap penyesuaian harga, baik turun maupun naik.

4. Strategi penetapan harga lini produk (price lining strategy)

Strategi ini digunakan apabila perusahaan memasarkan lebih dari satu jenis atau lini produk. Dalam price lining strategy, perusahaan harus menentukan price step (tingkatan harga) antar model produk dalam lini produk bersangkutan. Apabila perbedaan harga antar dua model produk relatif kecil, konsumen kemungkinan tertarik untuk membeli model yang lebih bagus (dan mahal) sebaliknya, jika perbedaan harga relatif besar, konsumen cenderung lebih memilih model yang lebih sederhana (dan murah)

5. Strategi leasing

Leasing (sewa guna usaha) merupakan kontrak persetujuan antar pemilik aktiva (lessor) dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut (lessee) untuk jangka waktu tertentu dengan tingkan return tertentu. Ada dua jenis leasing yang sering dijumpai, yaitu operating lease dan financial lease 6. Strategi bundling-pricing

Strategi ini memasukkan marjin ekstra (untuk layanan pendukung) dalam harga. Ada beberapa tujuan dari strategi bundling-pricing, yaitu:

a. Dalam perjanjian leasing, untuk mendapatkan jaminan bahwa aktiva akan dipelihara dan dijaga dengan keadaan yang baik, sehingga dapat dijual atau disewakan kembali.

b. Untuk menghasilkan pendapatan ekstra guna menutup biaya yang diantisipasi dari pemberian jasa dan pemeliharaan produk.

c. Untuk menghasilkan pendapatan guna mendukung personel purna jual.

d. Untuk membentuk dana kontingensi untuk sesuatu yang tidak dapat diantisipasi.

e. Untuk membangun dan membina hubungan dengan pelanggan.

f. Untuk menghambat persaingan dengan pelayanan dan dukungan purna jual gratis.

7. Strategi kepemimpinan harga

Strategi price-leadership berlaku dalam situasi oligopoli. Pemimpin pasar (market leader) melakukan perubahan harga yang kemudian akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri bersangkutan. Tujuannya adalah untuk melakukan pengendalian terhadap keputusan penetapan harga dalam

industri yang mendukung strategi pemasaran perusahaan pemimpin. Situasi yang mendukung terlaksananya strategi ini antara lain:

a. Situasi oligopolistik

b. Industri di mana semua perusahaan dipengaruhi oleh variabel harga yang sama (misalnya, biaya, persaingan, dan permintaan)

c. Industri di mana semua perusahaan memiliki tujuan penetapan harga yang umum

d. Pemahaman yang sempurna mengenai keadaan industri. Kesalahan dalam penetapan harga berarti kehilangan kendali.

8. Strategi penetapan harga untuk meraih pangsa pasar

Strategi ini dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga serendah mungkin untuk produk baru. Tujuannya adalah untuk meraih pangsa pasar yang besar, sehingga perusahaan mampu memiliki keunggulan biaya dan pasarnya tidak dapat dikuasai oleh pesaing. Persyaratan yang perlu dipenuhi dalam strategi ini adalah:

a. Sumber daya yang cukup untuk bertahan pada kerugian operasi awal yang akan ditutupi kemudian melalui skala ekonomis.

b. Pasar yang sensitif terhadap harga.

c. Pasar luas.

d. Elastisitas permintaan tinggi.

9. Strategi penetapan harga jasa

Produk berupa jasa berbeda dengan barang fisik dalam hal intangibility (tidak berwujud fisik), inseparability (proses produksi dan konsumsi cenderung tidak terpisahkan karena berlangsung secara simultan), variability

(kualitasnya bersifat subjektif, tergantung pada siapa dan kapan disampaikan), dan perishability (tidak tahan lama, dan tidak bisa disimpan) 2.1.5 Indikator Harga

Indikator harga menurut Kotler dan Amstrong (2008:278), ada empat indikator yang mencirikan harga yaitu:

1. Keterjangkauan Harga

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan kemampuan beli konsumen. Sebelum membeli konsumen sudah berpikir tentang sistem hemat yang tepat. Selain itu konsumen dapat berpikir tentang harga yang ditawarkan memiliki kesesuaian dengan harga yang telah dibeli.

2. Daya Saing Harga

Penawaran harga yang diberikan oleh penjual berbeda dan bersaing dengan yang diberikan oleh penjual lain pada satu jenis produk yang sama.

3. Kesesuaian Harga dengan Kualitas Produk

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan kualitas produk yang dapat diperoleh konsumen.

4. Kesesuaian Harga dengan Manfaat Produk

Aspek penetapan harga yang dilakukan oleh penjual yang sesuai dengan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dari produk yang dibeli.

2.2 Gaya Hidup

2.2.1 Pengertian Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang meliputi produk yang ingin dibelinya, bagaimana menggunakannya dan bagaimana seseorang tersebut berfikir dan merasakan semua itu. Menurut Setiadi (2003:148) gaya hidup secara langsung didefinisikan

sebagai cara hidup yang diidentifikasi oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia disekitarnya (pendapat). Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat yang lainnya, bahkan dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis.

Menurut Engel et al (Sumarwan, 2014:56) Gaya hidup didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya (patterns in which people live and spend time and money). Selanjutnya Salomo (Suwarman, 2014:45) mengatakan gaya hidup mencerminkan pola konsumsi yang menggambarkan pilihan seseorang bagaimana ia menggunakan waktu dan uang (lifestyle refers to a pattern of consumption reftecting a person’s choices of how her or she spend time and money)

Ahli psikologi bernama Adler (Priansa, 2017:185) menyatakan bahwa gaya hidup merupakan sekumpulan perilaku yang mempunyai arti bagi individu maupun orang lain pada suatu saat disuatu tempat. Menurut Mowen dan Minor (Sangadji dan Sopiah, 2013:46) gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang menjalankan hidup, membelanjakan uang, dan memanfaatkan waktunya. Selain itu, gaya hidup menurut Kotler dan Amstrong (Priansa, 2017:185) adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat, dan pendapat.

Assael (Priansa, 2017:185) mengatakan bahwa gaya hidup adalah: “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment (interest), and what they think of

themselves and the word around them (opinions)” Gaya hidup berkaitan dengan bagaimana cara seseorang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia disekitar (opini).

Dalam perspektif ekonomi, gaya hidup menunjukkan pada bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatnya, dan memilih produk maupun jasa dan berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam suatu kategori jenis produk yang ada. Gaya hidup memiliki berbagai jenis dalam kehidupan, salah satunya yaitu gaya hidup hedonis.

2.2.2 Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup bagi sebagian orang merupakan suatu hal yang penting karena dianggap sebagai sebuah bentuk ekspresi diri. Fashion adalah bagian dari gaya hidup, yang dimana fashion cenderung masuk ke dalam gaya hidup hedonisme.

Setiap manusia mempunyai gaya hidup hedonis, akan tetapi yang membedakan adalah tingkatannya. Ada yang mempunyai tingkat gaya hidup hedonis rendah namun ada juga yang mempunyai tingkat gaya hidup hedonis tinggi dimana kesenangan adalah tujuan hidup mereka (Doloy et al: 2020). Hedonisme juga dapat merubah gaya berpakaian seseorang, tidak bisa dipungkiri setiap individu akan memperhatikan penampilan mereka sebagai salah satu bagian dari gaya hidupnya. Perilaku hedonis saat ini sudah sangat melekat pada sebagian masyarakat Indonesia terutama masyarakat yang tinggal dikota-kota besar.

Menurut Susianto (Rachma: 2017) gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya hanya untuk mencari kesenangan hidup, seperti senang dalam membeli pakaian yang disenanginya dan selalu ingin menjadi pusat

perhatian. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa jenis gaya hidup terbentuk atas pola perilaku dan kebiasaan yang dilakukan individu. Salah satu jenis gaya hidup yang telah dipaparkan adalah gaya hidup hedonis. Hedonis berasal dari bahasa Yunani “Hedone” yang memiliki arti kesenangan, kenikmatan, bersenang-senang.

Menurut Utami (Kresdianto: 2014) mendefinisikan motivasi berbelanja secara hedonis yaitu berbelanja karena akan mendapatkan kesenangan dan merasa bahwa berbelanja itu adalah sesuatu hal yang menarik. Ketika konsumen akan membeli suatu produk maka akan timbul motivasi yang kuat dari dalam dirinya.

Salah satu gaya hidup hedonis yang paling terlihat ialah pada pola konsumsi masyarakat terhadap fashion. Mereka menghabiskan uangnya untuk pakaian, sepatu, tas, aksesoris dan kesenangan lainnya. Kecenderungan gaya hidup hedonis sangat erat kaitannya dengan konsumen remaja. Menurut Sujanto (Kresdianto:

2014) menjelaskan bahwa gaya hidup hedonis yang berorientasi pada kesenangan, umumnya banyak ditemukan dikalangan remaja. Hal ini karena remaja mulai mencari identitas diri dan ingin mendapatkan pujian dari lingkunganya melalui penggunaan simbol status seperti pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat.

Gaya hidup hedonis cenderung melekat pada diri remaja yang pada umumnya mereka sangat peka terhadap adanya hal-hal baru khususnya fashion.

Menurut Susanto (Azizah & Indrawati: 2015) remaja yang memiliki kecenderungan gaya hidup hedonis biasanya akan berusaha agar sesuai dengan status sosial hedon, melalui gaya hidup yang tercermin dengan simbol-simbol tertentu, seperti merek-merek yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan

segala sesuatu yang berhubungan serta dapat menunjukkan tingkat status sosial yang tinggi. Gaya hidup hedonis secara umum tidak dapat dilepaskan dengan budaya popular yang menyertai dinamika kehidupan.

Gaya hidup sering digambarkan sebagai pola hidup dalam kehidupan berupa aktivitas, minat, opini dari seseorang. Dimana faktor dari berkembangnya fashion saat ini membuat konsumen menjadikan fashion sebagai tingkatan status sosial seseorang. Selain itu pergaulan juga sangat berperan penting dalam mempengaruhi gaya hidup, yang dimana banyak terpengaruh dengan gaya hidup hedonis karena ingin ikut-ikutan dengan kelompok teman sepergaulan (Kresdianto: 2014).

Gaya hidup bisa dinilai relatif tergantung penilaian dari setiap individu.

Gaya hidup sering dijadikan motivasi dasar dan pedoman dalam membeli sesuatu.

Konsumen yang ada dikota-kota besar mimiliki gaya hidup yang berbeda dengan konsumen di daerah. Masyarakat di kota akan lebih mementingkan bagaimana mereka akan terlihat modern dan mampu mengikuti perkembangan zaman.

Masyarakat perkotaan akan merasakan kapuasan tersendiri saat mereka menggenakan produk dengan harga yang mahal dan produk fashion yang sedang tren. Mereka merasa malu atau gengsi bila tidak mengikuti fashion yang sedang tren, ini terjadi dikarenakan faktor gaya hidup hedonis yang mereka anut.

2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup

Menurut pendapat Priansa (2017:190) faktor – faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumen sangat banyak, namun secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Masing – masing faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor Internal Konsumen Itu Sendiri

Faktor internal konsumen itu sendiri terdiri dari sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi.

a. Sikap

Sikap merupakan kondisi jiwa yang merupakan refleksi dari pengetahuan dan cara berfikir konsumen untuk memberikan respon terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku yang ditampilkannya. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan, serta lingkungan sosial.

b. Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dan pengamatan merupakan hal yang saling erat terkait.

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tingkah laku dan perbuatan konsumen dimasa lampau serta dapat dipelajari melalui interaksi dengan orang lain yang selanjutnya menghasilkan pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial tersebut dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

c. Kepribadian

Kepribadian merupakan konfigurasi karakteristik dari individu konsumen dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

d. Konsep Diri

Konsep diri erat kaitannya dengan citra merek dari produk yang dikonsumsi. Bagaimana konsumen secara individu memandang tentang

dirinya akan sangat mempengaruhi minatnya terhadap suatu objek. Konsep diri merupakan inti dari pola kepribadian yang akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal timbulnya perilaku yang ditampilkan oleh konsumen.

e. Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan dan keinginan yang menyertainya. Konsumen membutuhkan dan menginginkan untuk merasa aman serta memiliki prestise tertentu. Jika motif konsumen terhadap kebutuhan akan prestise lebih besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

f. Persepsi

Persepsi merupakan proses dimana konsumen memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi yang diterimanya untuk membentuk suatu gambar tertentu atas informasi tersebut.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi gaya hidup konsumen terdiri dari kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Masing-masing diuraikan sebagai berikut:

a. Kelompok Referensi

Kelompok referensi merupakan kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku konsumen.

Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana konsumen tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan

kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok diamana konsumen tidak menjadi anggota di dalam kelompok tersebut.

Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan konsumen pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

b. Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku konsumen. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

c. Kelas Sosial

Kelas sosial merupakan kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dimana para anggota dalam setiap jenjang tersebut memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang disengaja, maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

d. Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh konsumen

sebagai individu yang merupakan bagian dari anggota masyarakat.

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.

2.2.4 Indikator Gaya Hidup

Gaya hidup sering kali digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari seseorang (activities, interest, dan opinion). Gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi AIO (activities, interest, dan opinion) seperti yang telah diidentifikasi oleh Plummer dan Assael (Setiadi, 2003:149) yang tersaji dalam tabel 2.1

Tabel 2.1

Indikator Gaya Hidup

Aktivitas Minat Opini

Bekerja

Adapun konsep yang terkait dengan gaya hidup adalah psikografik (psychographic). Psikografik merupakan intrumen yang bertujuan untuk mengukur gaya hidup, yang memberikan pengukuran kuantitatif serta bisa dipakai

dalam menganalisis data yang sangat besar. Analisis psikografik juga sering diartikan sebagai suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan mereka, pekerjaan mereka dan aktivitas lainnya. Psikografik juga sering diartikan sebagai pengukuran IAO (activities, interest, dan opinion), yaitu pengukuran kegiatan, minat, dan pendapat konsumen.

2.3 Keputusan Pembelian

Keputusan dalam arti yang umum “a decision is the selection of an option from two of more alternative choice” yaitu suatu keputusan seseorang dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Keputusan Pembelian merupakan bagian dari perilaku konsumen. Dimana perilaku konsumen sendiri merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam mengevaluasi, juga usaha memperoleh dan menentukan produk dan jasa.

Definisi keputusan pembelian menurut Setiadi (2003:38) inti dari pengambilan keputusan adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasi sikap pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya. Hasil dari psoses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.

Keputusan pembelian yang diungkapkan oleh Kotler dan Keller (2012:170) “ in the evalution stage, the consumers from preferences among the brans in the choice set and may also from an intention to buy the most preferred brand”. Dapat diartikan keputusan pembelian merupakan tahap evaluasi konsumen dari preferensi di antara merek dalam set pilihan dan mungkin juga dari niat untuk membeli merek yang paling disukai

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan suatu kegiatan untuk membeli barang ataupun jasa yang melalui proses pemikiran yang kompleks yang terjadi di dalam diri seseorang.

Berdasarkan proses pemikiran terebut maka konsumen dapat memilih dan mengevaluasi pilihan mana yang paling baik. Pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah tahap ataupun proses penggabungan yang mengkombinasikan keinginan dan pengetahuan, dimana seorang konsumen harus dapat melakukan pembelian terhadap berbagai alternatif yang diperlukan berdasarkan pada beberapa pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Menurut Kotler dan Amstrong (Priansa, 2017:89) menyatakan bahwa bagi konsumen, sebenarnya pembelian bukanlah hanya merupakan satu tindakan saja (misal karena produk), melainkan terdiri dari beberapa tindakan yang satu sama lainnya saling berkaitan. Dimensi keputusan pembalian terdiri dari:

1. Pilihan Produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain. Perusahaan harus memusatkan perhaatiannya kepada orang-orang yang berminat membeli sebuah produk serta alternatif yang mereka pertimbangkan.

a. Keunggulan Produk

Berupa tingkat kualitas yang diharapkan oleh konsumen pada produk yang dibutuhkannya dari berbagai pilihan produk.

b. Manfaat Produk

Berupa tingkat kegunaan yang dapat dirasakan oleh konsumen pada tiap pilihan produk dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Pemilihan Produk

Berupa pilihan konsumen pada produk yang dibelinya, sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan manfaat yang diperoleh.

2. Pilihan Merek

Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap merek memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini, perusahaan harus mengetahui bagaimana konsumen memilih sebuah merek, apakah berdasarkan ketertarikan, kebiasaan, dan kesesuaian.

a. Ketertarikan pada Merek

Berupa ketertarikan pada citra merek yang telah melekat pada produk yang dibutuhkannya.

b. Kebiasaan pada Merek

Konsumen memilih produk yang dibelinya dengan merek tertentu, karena telah biasa menggunakan merek tersebut pada produk yang diputuskan untuk dibelinya.

c. Kesesuaian Harga

Konsumen selalu mempertimbangkan harga yang sesuai dengan kualitas dan manfaat produk. Jika sebuah produk dengan citra merek yang baik, kualitas yang bagus dan manfaat yang besar, maka konsumen tidak akan segan mengeluarkan biaya tinggi untuk mendapatkan produk tersebut.

3. Pilihan Saluran Pembelian

Konsumen harus mengambil keputusan tentang penyalur mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal menentukan penyalur, misalnya faktor lokasi, harga, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan

berbelanja, keluasan tempat dan lain sebagainya, merupakan faktor-faktor

berbelanja, keluasan tempat dan lain sebagainya, merupakan faktor-faktor