• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak, antara lain:

1.4.1 Untuk Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dalam penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.4.2 Untuk Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialaminya.

1.4.3 Untuk Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi guru untuk mengetahui tingkat kecemasan pada siswa dengan menggunakan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.4.5 Untuk Sekolah

Penelitian ini diharapkan mampu membantu sekolah dalam mengetahui tingkat kecemasan siswa dengan skala kecemasan aspek kognitif kelas IV SD.

6 1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Kognitif adalah aspek yang berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual dari mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah.

1.5.2 Perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

1.5.3 Kecemasan adalah perasaan ketidaknyaman dan ketakutan tentang suatu peristiwa yang tidak pasti.

1.5.4 Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pernyataan tersebut.

1.5.5 Skala kecemasan adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang.

1.6 Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dikembangkan adalah skala psikologi aspek kognitif. Yang dibuat dalam bentuk booklet. Skala kecemasan disusun dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari indikator-indikator yang diturunkan dari aspek kecemasan menurut Nevid yang dibuat dalam bentuk pernyataan.

Dengan jumlah soal 37 item di dalam lembar A5.

7

Gambar 1.1 Ukuran Buku Skala Psikologi 1.6.1 Sampul Buku

Peneliti memilih sampul berwarna putih sebagai warna dasar pada sampul.

Pemilihan warna putih tersebut dikarenakan agar gambar objek pada sampul dapat terlihat dengan jelas. Gambar sampul yang menggambarkan anak-anak senang belajar terkhusus adalah pelajaran matematika, karena angka-angka dan simbol tersebut menggambarkan mata pelajaran matematika. Serta sampul buku yang berjudul “SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD” yang ditulis dengan jenis huruf Arial Bold dan ukuran 28 pt. Judul diletakkan bagian atas tengah sampul dengan spasi 1,15 cm.

1.6.2 Isi

Butir pernyataan berjumlah 36 buah dengan menggunakan skala Likert yang dimana memiliki empat pilihan jawaban. Hal ini bertujuan untuk menghindari jawaban netral. Pilihan jawaban yang digunakan yaitu:

1. SS : Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi kalian 2. S : Jika pernyataan sesuai dengan kondisi kalian

15 cm 21 cm

8

3. TS : Jika pernyataan tidak sesuai dengan kondisi kalian

4. STS : Jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan kondisi kalian.

Pengembangan pernyataan di setiap nomor didasarkan pada indikator kecemasan yang ditemukan oleh (Nevid, 2005: 164). Terdapat indikator yaitu berfokus pada fisik, behavior dan kognitif. Dari ketiga indikator tersebut peneliti memilih indikator kognitif karena sesuai dengan kecemasan aspek kognitif yang dirasakan oleh siswa.

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Uraian dalam bab ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Uraian dalam subbab ini terdiri dari beberapa teori pendukung penelitian.

Peneliti akan membahas beberapa hal diantaranya perkembangan kognitif, kecemasan, dan skala.

2.1.1 Kognitif

Uraian tentang kognitif membahas tentang perkembangan kognitif dan juga tahap-tahap perkembangan kognitif serta tahap belajar kognitif.

2.1.1.1 Perkembangan Kognitif

Pada pandangan Piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu, suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin kompleks susunan sistem syarafnya dan makin meningkat pula kemampuanya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif (Darmadi, 2017: 11). Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain sebagai berikut: (1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda

10

dengan orang dewasa, oleh karena itu pada waktu guru mengajar, hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. (2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. (3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tidak asing. (4) Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembanganya. (5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-teman dan saling berdiskusi (Surya, 2013: 48). Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa perkembangan kognitif menjelaskan bahwa perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan otak serta bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya dan menentukan kenyataan yang sesungguhnya.

2.1.1.2 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif

Piaget berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama. Mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperlihatkan kesenangan-kesenangan dalam perkembangan kognitif mereka.

Oleh karena itu, dia mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai dengan remaja, yaitu sensorimotor (0-2 tahun), pra-operasinonal (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap sensori motorik (0-2 tahun)

Menunjuk pada konsep permanenisasi objek, yaitu kecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada. Meskipun pada waktu itu tidak tampak oleh kita dan tidak bersangkutan dengan

11

aktivitas pada waktu iu. Tetapi, pada stadium ini permanen obejek belum sempurna.

2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

Perbedaan penting antara tahap sensori motorik dan praoperasional terdapat pada perkembangan dan penggunaan simbol dan kesan dalam (internal). Pada tahap ini anak akan menunjukkan penggunaan fungsi simbol yang lebih besar. Selain itu perkembangan bahasa akan bertambah secara dramatis dan permainan imajinasi menjadi lebih tampak. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah mereka yang meniru tingkah laku orang lain sesudah beberapa waktu yang lalu. Serta pada tahap ini mereka berpikirnya masih egosentris dan terpusat. Berpikir egosentris adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami lebih dari satu aspek masalah pada waktu yang sama.

3. Tahap Operasional-konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini kekurangan kekurangan logis dan tahap pra-operasional akan hilang. Anak akan menunjukkan kemampuan baru dalam memberi alasan untuk memperhitungkan apa yang akan dilakukan.

Selain itu pada tahap ini anak akan mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain. Ciri lain pada tahap ini adalah kemampuan untuk membalikkan pikiran, yang sering disebut oleh Piaget reversibility.

Tetapi pada tahap ini anak belum bisa berpikir abstrak.

4. Tahap Operasional formal (11tahun-dewasa)

12

Selain perubahan tubuh pada pubertas, otak dan fungsi otak juga ikut berubah. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah, dan kemudian menyelesaikan masalah (Djiwandono, 2006: 73).

Berdasarkan keempat tahap yang dijelaskan diatas, perkembangan kognitif anak kelas IV sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Di mana pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis dan rasional, seperti masalah konkret serta kemampuan berpikir pada situasi nyata.

2.1.2 Kecemasan

2.1.2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa suatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2005: 163). Ada juga yang menyebutkan bahwa mengalami kecemasan adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.

Kecemasan adalah susatu persaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2003: 158). Ada juga yang menyebutkan bahwa kecemasan adalah keadaan suasana atau perasaan yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir, dan gelisah, resah) atau respons fisiologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang semakin meningkat dan otot yang menegang (Durand, 2006: 158). Mengalami kecemasan

13

adalah peristiwa ketidaknyamanan dan ketakutan tentang suatu peristiwa yang hasilnya tidak pasti (Ormrod, 2008: 81). Pendapat lain juga mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika berpikir tentang suatu tidak menyenangkan yang akan terjadi (Lubis, 2009: 14).

Spielberger (Slameto, 2010: 185) membedakan kecemasan atas dua bagian, kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya sistem syaraf otonom.

Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan mereka tidak menyenangkan dan membuat mereka sulit menikmati situasi-situasi pada umumnya, namun mereka malah menghindari situasi yang membuat mereka merasa cemas. Orang yang cemas merasa tertekan dan sulit untuk berkonsentrasi, terkadang merasakan ketegangan yang sangat besar sehingga mereka tidak dapat berpikir. Pada malam hari susah tidur, dan pada siang hari mereka merasa kelelahan, mudah marah dan tegang (Richard dan Susan, 2012: 198)

Kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat

14

negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik (Sukmodinata, 2009: 84).

Berdasarkan pengertian kecemasan dari beberapa ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan mental manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin. Kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa depan. Kecemasan merupakan suatu keadaan atau reaksi dasar pada diri manusia dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam atau mengganggu dan berbahaya.

2.1.2.2 Kecemasan Pada Siswa

Seringkali siswa mengalami perasaan takut dan cemas, keadaan begini sudah barang tentu tidak menguntungkan baginya, karena itu guru berkewajiban membantu melenyapkan perasaan seperti itu, cara yang dapat ditempuh ialah kecuali pendekatan impatik, dalam berbicara hendaknya guru menggunakan kata-kata yang logis, yang dapat diterima oleh akal (Dimyati, 2017: 162).

Kecemasan menggambarkan keadaan emosional yang dikaitkan dengan ketakutan. Jenis dan derajat kegelisahan berbeda-beda, antara lain:

1. Takut akan situasi sekolah secara menyeluruh.

2. Takut aspek khusus lingkungan sekolah: guru, teman, mata pelajaran atau ulangan.

3. School phobia, menyebabkan anak menolak untuk pergi ke sekolah.

Sarason dan Wuryani (Djiwandoyo, 2006: 388) menemukan sejumlah hubungan antara kecemasan dan prestasi akademik. Siswa

15

mempunyai kecemasan yang tinggi cenderung mendapat skor yang lebih rendah dari pada skor siswa yang kurang cemas (Soemanto, 2006: 177).

Tobias (dalam Djiwando, 2006: 388) Perasaan dalam kecemasan mempengaruhi siswa yang sedang belajar dan mempengaruhi siswa yang sedang mengerjakan tes untuk mencapai prestasi. Ketika siswa sedang belajar materi baru, perhatian sangat diperlukan. Kita tidak akan belajar jika kita tidak memperhatikan hal-hal yang penting. Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi secara jelas membagi perhatian mereka pada materi baru dan pada perasaan nervous mereka. Ketika siswa sedang berkonsentrasi pada materi baru (dengan membaca atau mendengarkan kuliah). Jadi, sejak siswa mulai merasa cemas, dia mungkin telah kehilangan banyak informasi yang disampaikan oleh guru atau buku yang sedang dibaca. Bahkan siswa yang mempunyai kecemasan tinggi jika menaruh perhatian terhadap pelajaran yang sulit yang menggantungkan pada ingatan jangka pendek, tidak dapat mengorganisasi pelajaran dengan baik. Jadi, kecemasan mempengaruhi siswa ketika mereka mengerjakan tes dan ketika mereka belajar.

Berdasarkan pengertian kecemasan pada siswa dari beberapa ahli maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa, siswa dengan perasaan cemas sulit untuk berkonsentrasi pada pelajaran, dan hal ini tentu akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan dalam pembelajaran juga menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh guru. Gangguan rasa cemas itu bisa berupa rasa takut pada pelajaran, atau takut pada sosok guru tertentu, bahkan takut pada sekolahan itu sendiri.

16 2.1.2.3 Penyebab Terjadinya Kecemasan

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan diantaranya adalah:

1. Kontribusi Biologis

Beberapa bukti menunjukkan bahwa kontribusi genetik untuk panik dan kecemasan tidak sama. Dapat dikatan kontribusi terhadap efek negatif yang dapat diwariskan. Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan sistem neurotransmitter tertentu. Daerah otak paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah sistem limbik, yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks, yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks. Batang otak, yang lebih primitif memonitor dan merasakan perubahan dalam fungsi-fungsi jasmaniah kemudian menyalurkan sinyal-sinyal bahasa potensial ini ke proses-proses kortikal yang lebih tinggi melalui sistem limbik.

2. Kontribusi Psikologis

Freud menganggap kecemasan sebagai reaksi psikis terhadap bahaya seputar re-aktivasi situasi menakutkan masa kanak-kanak. Kontinum untuk persepsi ini bisa bervariasi dari keyakinan penuh atas kemampuan untuk mengontrol semua aspek kehidupan kita sampai ketidakpastian yang mendalam tentang diri kita sendiri dan kemampuan kita untuk mengatasi berbagai kejadian mungkin tidak dapat kita kontrol ini paling nyata dalam bentuk keyakinan-keyakinan yang dipenuhi bahaya. Bila Anda mencemaskan prestasi Anda di

17

sekolah, Anda mungkin akan berpikir bahwa Anda tidak akan berhasil dalam ujian yang akan datang. Anda mungkin juga berpikir bahwa tidak ada cara lain untuk bisa lulus dalam mata kuliah yang dimaksud, meskipun semua nilai Anda selama ini selalu A atau B, tidak pernah kekurangan dari itu. “Perasaan tidak mampu mengontrol” yang bersifat umum dapat berkembang sejak usia belia meskipun fungsi dari pola asuh dan faktor-faktor lingkungan lainya.

3. Kontribusi Sosial

Peristiwa yang menimbulkan stres memicu kerentanan kita terhadap kecemasan kita terhadap kecemasan. Tekanan sosial, seperti misalnya tekanan untuk menjadi juara kelas, dapat juga menimbulkan stres yang cukup kuat untuk memicu kecemasan (Durand, 2006: 161).

2.1.2.4 Aspek-aspek Kecemasan

Ada tiga gejala kecemasan yang dialami oleh siswa. Ketiga gejala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara fisik, kecemasan terlihat dari gangguan tubuh pada seseorang seperti gelisah, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat seluruh dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak keringat, sulit berbicara, sulit bernapas, bernapas pendek, jantung yang berdebar keras, atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher dan punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik, atau tertahan, tangan yang dingin atau

18

lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mulas, panas dingin, seringkali buang air kecil, wajah terasa memerah, diare dan merasa sensitif atau “mudah marah”.

2. Behavioral, ciri-ciri behavioral diantaranya perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang, dan ingin melarikan diri.

3. Kognitif, secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan mengkhawatirkan segala masalah yang mungkin terjadi, hal ini yang mengakibatkan seseorang yang merasa cemas biasanya tidak akan bekerja dan belajar dengan baik. Ciri-ciri dari kognitif diantanya ialah khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, sangat waspada pada sensasi kebutuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak bisa lagi dikendalikan, berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa dibatasi, khawatir terhadap hal-hal sepele, berpikir tentang hal-hal yang mengganggu secara berulang-ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan

19

segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran ( Nevid, 2005: 164 ).

Berdasarkan aspek-aspek kecemasan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan memiliki tiga gejala seseorang mengalami kecemasan, yang pertama adalah kecemasan fisik yang terlihat pada gangguan tubuh manusia, kemudian kecemasan behavioral yaitu kecemasan pada perilaku seseorang, dan yang ketiga adalah kecemasan kognitif yaitu seseorang yang merasa khawatir terhadap masalah yang akan terjadi, namun dari ketiga kecemasan tersebut seseorang dapat mengalami satu atau dua dari beberapa kecemasan.

2.1.2.5 Tingkat Kecemasan

Stuart & Laraia (2001) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan:

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan menyebabkan siswa menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta dapat menghasilkan pertumbuhan kreativitas. Tanda dan gejala antara lain:

persepsi dan perhatian meningkat, waspada dan sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah secara efektif serta menjadi peningkat kemampuan belajar.

2. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu

20

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respons fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respons kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang yang menjadi perhatianya.

3. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi individu. Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan siswa memerlukan banyak pengarahan untuk memusatkan pada suatu area lain. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya yang sangat kurang. Berfokus pada hal yang detail. Rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi ataupun menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara efektif.

4. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, siswa yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama sampai terjadi kelelahan yang sangat bahkan

21

kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada satu kejadian.

Berdasarkan tingkat kecemasan diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada empat tingkat kecemasan yang bisa dialami oleh seseorang, yang pertama yaitu kecemasan ringan merupakan kecemasan yang dapat menimbulkan motivasi belajar dengan waspada atau perhatian yang meningkat sebagian siswa yang mengalami kecemasan ringan menganggap pelajaran matematika sulit, lalu siswa yang merasa khawatir yang disebabkan kurang memahami materi, kemudian yang kedua adalah kecemasan sedang yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sebagian siswa yang mengalami kecemasan sedang terkadang merasa takut, gugup, tegang atau khawatir, siswa pada tingkat kecemasan sedang juga dapat mengetahui solusi untuk mengatasi kecemasan yang dirasakan, lalu yang ketiga adalah kecemasan berat yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada yang yang penting dan mengabaikan hal lain, dan yang keempat yaitu panik merupakan kecemasan yang menimbulkan rasa ketakutan akan suatu hal dan sulit untuk dikendalikan. Siswa dengan tingkat kecemasan berat membutuhkan orang lain untuk berkonsentrasi dan membantu ketika merasa bingung, siswa juga tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.

2.1.3 Skala

2.1.3.1 Definisi Skala

Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pernyataan tersebut (Azwar, 2012: 6) dapat diuraikan beberapa diantara karakteristik skala psikologi, yaitu (1)

22

pertanyaan atau pernyataan tidak langsung mengungkap pada atribut yang hendak diukur, tetapi mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

Sehingga subjek tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh item. (2) skala psikologi selalu berisi banyak item atau pernyataan yang mengarah pada indikator-indikator perilaku sehingga kesimpulan diagnosis diperoleh berdasar respons terhadap semua item dan (3) respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban "benar" atau "salah". Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert model empat pilihan jawaban. Skala Likert dapat digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian sikap tertentu terhadap suatu objek sikap dan skala ini

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert model empat pilihan jawaban. Skala Likert dapat digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian sikap tertentu terhadap suatu objek sikap dan skala ini