• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD SKRIPSI"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Maria Asih P NIM: 141134036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ii SKRIPSI

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD

Oleh:

Maria Asih P NIM: 141134036

Telah disetujui oleh:

Pembimbing 1

Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. Tanggal 28 Mei 2021

Pembimbing 2

Brigitta Erlita Tri Anggadewi , M.Psi. Tanggal 7 Juni 2021

(3)

iii SKRIPSI

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Maria Asih P NIM: 141134036

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 07 Juli 2021

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. ………...

Sekretaris Apri Damai Sagita Krisandi. S. Si, M.Pd. ………...

Anggota Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. ………...

Anggota Brigitta Erlita Tri Anggadewi , M.Psi. ………...

Anggota Laurensia Aptik Evanjeli, M.A. ………...

Yogyakarta, 07 Juli 2021

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.

(4)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan rahmat kesehatan, keselamatan dan kelancaran selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Yohanes Debrito Sargimun dan Ibu Kristina Widyanti yang telah memberikan dukungan moral dan senantiasa memberikan semangat dan mendoakanku.

3. Adiku, Robertus Satrio Wibowo serta Alexander Aryo Bimantoro yang selalu memberikan semangat serta dukungan untukku.

4. Para sahabatku atas segala canda tawa, kebahagiaan, kesedihan, dan kebersamaan selama ini.

5. Teman-teman payung R&D skala kecemasan yang selalu memberikan semangat.

6. Para dosen di PGSD Sanata Dharma

7. Segala pihak yang membantu dan mendukung proses penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak bisa kusebutkan satu per satu.

(5)

v MOTTO

“Jadilah Garam dan Terang bagi dunia di sekitarmu (Yohanes 8 :12)”

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Juli 2021 Penulis,

Maria Asih P.

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Asih P.

Nomor Induk Mahasiswa : 141134036

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 7 Juli 2021 Yang menyatakan,

Maria Asih P.

(8)

viii ABSTRAK

PENYUSUNAN SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR

Maria Asih P.

Universitas Sanata Dharma 2021

Latar belakang penelitian ini adalah siswa kelas IV sekolah dasar yang mengalami kecemasan dalam aspek kognitif. Hasil dari observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa dari 51 siswa kelas IV terdapat 10 siswa yang mengalami kecemasan dalam aspek kognitif. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui prosedur penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD, (2) mengetahui kualitas skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD. Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dilaksanakan pada sampel yaitu SD Kanisius Kalasan dengan menggunakan subjek sebanyak 10 siswa kelas IV tahun ajaran 2018/2019.

Instrumen yang digunakan pada penelitian adalah pedoman observasi, wawancara, dan kuesioner. Teknik analisis data adalah kuantitatif dan kualitatif.

Hasil penelitian yang pertama menunjukkan bahwa prosedur penelitian dan pengembangan penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar menggunakan lima tahap, yaitu penelitian dan pengumpulan data, perencanaan, pengembangan bentuk awal dari produk, uji coba lapangan awal, merevisi hasil uji coba. Kedua, Instrumen hasil skala kecemasan dievaluasi oleh ahli dalam bidang psikologi, ahli dalam bidang bahasa, dan guru wali kelas IV. Hasil penilaian yang didapatkan peneliti oleh ahli dalam bidang psikologi memberi nilai 2,81, ahli dalam bidang bahasa memberi nilai 3,54, dan guru wali kelas IV (1) memberi nilai 3,27 serta guru wali kelas IV (2) memberi nilai 3,18.

Hasil dari rerata yang didapat dari keseluruhan penilaian sebesar 3,2. Kesimpulan yang dapat peneliti dapatkan berdasarkan kriteria kelayakan produk, instrumen yang disusun oleh peneliti yaitu “Skala Kecemasan Aspek Kognitif untuk Siswa Kelas II Sekolah Dasar” masuk dalam kriteria “Baik untuk Digunakan”.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, skala kecemasan, aspek kognitif, siswa SD.

(9)

ix ABSTRACT

THE PREPARATION OF COGNITIVE ASPECT ANXIETY SCALE FOR FOUR-GRADE STUDENT IN ELEMENTARY SCHOOL

Maria Asih P.

Sanata Dharma University 2021

The background of this research was related to the cognitive aspect of anxiety felt by the four-grade student in elementary school. The results from the observations and interviews show that from 51 students, there were 10 students suffered anxiety on cognitive aspect. The purposed of this research were (1) to know the procedure of preparing the cognitive aspect anxiety scale for four-grade students, (2) to know the quality of the cognitive aspect anxiety scale for four- grade students. This was a research and development (R&D) study. This subject was 10 students in four-grade of academic year 2018-2019 at Kanisius Kalasan Elementary School. The research instruments used in this study were observations guidelines, interviews, and questionnaires. Next the data analysis techniques used were quantitative and qualitative.

The result of the study indicated that the preparation of cognitive aspect anxiety scale for four-grade students had five stages, namely research and data collection, planning, new product development, the initial field trials, reviewing test result. Next, the anxiety scale results instrument was evaluated by psychologists, linguists, and class IV homeroom teachers. The results of the assessment obtained by the researcher by psychology experts gave a score of 2,81, the linguist gave a score of 3.54, and the class IV (1) homeroom teacher gave a score of 3.2, and the class IV (2) homeroom teacher gave a score of 3.18.

The results of the mean obtained from the overall assessment were 3.2. The conclusion that the researcher can get is based on the product eligibility criteria, the instrument compiled by the researcher, namely the "Cognitive Aspect Anxiety Scale for Class IV Elementary School Students" falls into the " Appropriate to Use" criteria.

Keywords: research and development, cognitive aspects, elementary school students.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kepada tuhan yang maha esa atas segala limpahan berkat serta rahmat-nya, sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Penyusunan Skala Kecemasan Aspek Kognitif untuk siswa kelas IV SD dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti mendapat banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan keselamatan.

2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Selaku Ketua Program Studi PGSD.

4. Apri Damai Sagita Krisandi. S. Si, M.Pd.. Wakil Ketua Program Studi PGSD.

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. dan Brigitta Erlita Tri Anggadewi, M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang mendampingi dan memotivasi saya selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

6. Para sahabat dan teman terkasih, yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti.

7. Teman-teman PPL SD Kanisius Kalasan yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada peneliti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang sekiranya dapat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis

Maria Asih P.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Definisi Operasional... 6

1.6 Spesifikasi Produk ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.1.1 Kognitif ... 10

2.1.2 Kecemasan ... 12

2.1.3 Skala ... 21

2.2 Penelitian yang Relevan ... 25

2.3 Kerangka Berpikir ... 27

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 31

(12)

xii

BAB III: METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 33

3.2.1 Subjek Penelitian ... 33

3.2.2 Objek Penelitian ... 33

3.2.3 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.4 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Rancangan Penelitian ... 34

3.4 Prosedur Penelitian ... 39

3.4.1 Penelitian dan Pengumpulan Informasi ... 41

3.4.2 Perencanaan ... 41

3.4.3 Pengembangan Bentuk awal Produk ... 42

3.4.4 Uji Coba Lapangan Persiapan ... 42

3.4.5 Revisi dan Hasil Pengembangan ... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5.1 Wawancara ... 43

3.5.2 Observasi... 44

3.5.3 Kuesioner ... 45

3.6 Instrumen Penelitian ... 46

3.6.1 Garis-garis Besar Wawancara ... 46

3.6.2 Pedoman Observasi ... 47

3.6.3 Blue-print Penyusunan Skala Aspek Kognitif ... 49

3.6.4 Validitas dan Reliabilitas ... 53

3.7 Teknis Analisis Data ... 58

3.7.1 Data Kuantitatif ... 59

3.7.2 Data Kualitatif ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

4.1 Hasil Penelitian ... 64

4.1.1 Penelitian dan Pengumpulan Informasi ... 64

4.1.1.1 Identifikasi Masalah ... 65

4.1.1.2 Analisis Kebutuhan ... 69

(13)

xiii

4.1.2 Perencanaan ... 70

4.1.3 Pengembangan Bentuk Awal Produk ... 76

4.1.4 Uji Coba Lapangan Persiapan ... 93

4.2 Pembahasan ... 100

BAB V PENUTUP ... 109

5.1 Kesimpulan ... 107

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 108

5.3 Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Pedoman Wawancara untuk Guru kelas IV ... 47

Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Observasi Pembelajaran Matematika ... 48

Tabel 3.3 Blue-Print Skala Kecemasan (angka). ... 49

Tabel 3.4 Blue-prin Skala Kecemasan (pernyataan) ... 50

Tabel 3.5 Komponen Validasi Produk ... 55

Tabel 3.6 Komponen Lembar Tanggapan Siswa ... 56

Tabel 3.7 Skala dan Kriteria Pedoman penilaian Instrumen Produk ... 59

Tabel 3.8 Skala dan kriteria Penilaian Intrumen Tanggapan Produk Siswa . 59 Tabel 3.9 Kriteria Kelayakan Instrumen ... 61

Tabel 3.10 Tingkat Kecemasan ... 62

Tabel 4.1 Hasil Observasi Pembelajaran Matematika ... 65

Tabel 4.2 Hasil Wawancara dengan Guru Kelas IV ... 67

Tabel 4.3 Nilai Ulangan Tengah Semester ... 71

Tabel 4.4 Indikator Kecemasan Menurut Nevid ... 73

Tabel 4.5 Perbaikan Blue-print Skala Kecemasan (angka) ... 74

Tabel 4.6 Perbaikan Blue-print Skala Kecemasan (pernyataan) ... 82

Tabel 4.7 Validasi Ahli Psikologi ... 83

Tabel 4.8 Komentar dan Catatan Ahli Psikologi ... 84

Tabel 4.9 Validasi Ahli Bahasa ... 85

Tabel 4.10 Komentar dan Catatan Ahli Bahasa ... 86

Tabel 4.11 Validasi Guru Kelas IV ... 86

Tabel 4.12 Komentar dan Catatan Guru Kelas IV ... 87

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Validasi Para Ahli ... 88

Tabel 4.14 Hasil Revisi Skala Kecemasan ... 89

Tabel 4.15 Perbaikan Pernyataan Sesuai dengan Indikator ... 92

Tabel 4.16 Perbaikan Jenis Huruf pada Lembar Skala ... 94

Tabel 4.17 Hasil Jawaban Siswa ... 95

Tabel 4.18 Hasil Analisis Jawaban Siswa ... 96

Tabel 4.19 Hasil Validasi Konstruk ... 98

(15)

xv

Tabel 4.20 Indikator Valid ... 98 Tabel 4.21 Tanggapan Mengenai Produk Skala Kecemasan ... 99

(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan ... . 27

Bagan 3.1 Langkah Pengembangan Borg dan Gall ... 37

Bagan 3.2 Modifikasi Model Penelitian dan Pengembangan... 39

Bagan 3.3 Modifikasi Langkah Penelitian Borg dan Gall ... 40

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ukuran Buku Skala Psikologi... 7

Gambar 3.1 Rumus Perhitungan Rerata Skala Likert ... 60

Gambar 3.2 Rumus Perhitungan Jarak Interval ... 60

Gambar 3.3 Contoh Perhitungan Interval ... 61

Gambar 4.1 Gambar Sampul Buku ... 77

Gambar 4.2 Lembar Permohonan Pengisian Skala ... 79

Gambar 4.3 Petunjuk Pengisian Skala... 79

Gambar 4.4 Lembar Skala Kecemasan ... 81

Gambar 4.5 Perbaikan Sampul Buku ... 93

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

Uraian dalam bab I ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan spesifikasi produk yang diharapkan.

1.1 Latar Belakang

Perkembangan menunjuk pada suatu proses perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat ditukar lagi (Rahayu, 2006: 1). Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seorang, maka makin kompleks susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuanya (Darmadi, 2017: 11). Menurut Jean Piaget, perkembangan kognitif memiliki empat tahap perkembangan, tahap pertama adalah sensori- motorik (0-2 tahun) tahap kedua praoperasional (2-7 tahun), tahap ketiga operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap keempat adalah operasional formal (7-11 tahun). Pada setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru dimana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.

(Susanto, 2015: 60).

Menurut Piaget, anak-anak tidak sesederhana orang dewasa yang kurang tahu. Sebaliknya orang dewasa tidak sesederhana anak yang berpengetahuan banyak. Selain itu pula Piaget percaya bahwa anak yang lebih mempunyai perkembangan kognitif yang lebih luas dibandingkan orang dewasa. Mereka mempunyai keingintahuan yang luas melalui pengalaman dan dapat memproses informasi dengan cara-cara yang lebih berpengalaman, karena perkembangan

(19)

2

biologi dan perkembangan adaptasi dari struktur kognitif (Djiwandono, 2006: 72).

Selama masa SD terjadi perkembangan kognitif yang pesat pada anak. Anak mulai belajar membentuk sebuah konsep, melihat hubungan dan memecahkan masalah pada situasi yang melibatkan objek konkret. Anak juga sudah mulai bergeser dari pemikiran egosentris ke pemikiran objektif (Trianingsih, 2018: 29).

Satu prinsip yang paling penting bahwa sebagian besar anak-anak di SD masih dalam tahap perkembangan operasional konkret. Karena itu, mereka kurang mampu untuk berpikir abstrak seperti masa remaja. Ini berarti pengajaran di SD harus se konkret mungkin dan betul-betul dialami (Djiwandono, 2006: 86). Piaget juga berpendapat bahwa tahap operasional-konkret merupakan tahap ketiga dari perkembangan kognitif. Pada masa ini anak mulai bisa berfikir rasional meskipun kemampuan ini masih terbatas pada masalah yang nyata. Tahap operasional- konkret ini, anak memiliki kemampuan memahami sesuatu yang lebih baik dibanding tahap sebelumnya (Yayuk, 2019: 28).

Berdasarkan pengalaman peneliti saat PPL, peneliti melakukan observasi di kelas IV saat pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran di kelas, guru mengajarkan mata pelajaran matematika mengenai pengukuran khususnya adalah pengukuran sudut, waktu, panjang, dan kuantitas. Di sini guru menggunakan media pembelajaran seperti mistar, busur, timbangan, neraca, stopwatch, jam dinding. Hal ini dilakukan agar siswa tidak mengalami kesulitan saat belajar mengenai pengukuran dan dapat mengerjakan soal pengukuran. Siswa diajak untuk membentuk kelompok dan masing-masing kelompok diberikan kertas lipat yang di dalamnya sudah berisi soal cerita mengenai materi pengukuran. Peneliti melihat semua siswa sangat

(20)

3

antusias dalam mengikuti pembelajaran tersebut, ketika ada guru memberikan beberapa soal yang dirasa sulit saat ulangan harian, terdapat 10 siswa atau 19,6 % menjadi tidak fokus, gelisah, sulit berkonsentrasi, terlihat dari wajahnya serta keraguan dalam menjawab soal yang diberikan oleh guru. Peneliti juga melakukan wawancara kepada guru kelas IV. Hasil wawancara menyebutkan bahwa selama ini dari 51 siswa, terdapat 10 siswa atau 19,6 % mendapatkan nilai dibawah KKM dalam Ulangan Tengah Semester. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran di kelas, peneliti mengamati ketika guru memberikan soal kepada siswa, kesepuluh siswa tersebut tidak berkonsentrasi, kesulitan dalam menjawab soal serta kurangnya kepercayaan diri ketika menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, sehingga kesepuluh siswa tersebut salah dalam menjawab soal. Guru memaparkan bahwa guru membutuhkan skala kecemasan aspek kognitif untuk mengetahui tingkat kecemasan pada siswa khususnya pada mata pelajaran matematika yang dianggap menjadi mata pelajaran yang sulit bagi siswa.

Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa suatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2003: 163). Sedangkan kecemasan matematika merupakan perasaan ketegangan, cemas atau ketakutan yang mengganggu kinerja matematika. Siswa mengalami kecemasan matematika cenderung menghindari situasi dimana mereka harus mempelajari dan mengerjakan matematika (Anita, 2014). Kecemasan matematika merupakan perasaan tertekan maupun rasa gugup yang mengganggu dalam memanipulasi angka dan melakukan pemecahan masalah matematika yang luas, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di dalam proses pembelajaran (Ranjan dan

(21)

4

Chandra, 2013). Siswa dengan tingkat kecemasan yang berlebihan cenderung bersikap pesimis dalam menyelesaikan masalah matematika dan kurang termotivasi untuk mempelajarinya. Kecemasan yang berlebihan juga seringkali memposisikan matematika menjadi mata pelajaran yang ditakuti dan dihindari.

Oleh karena itu, kecemasan yang berlebihan seperti ini dimungkinkan berdampak negatif pada prestasi belajar matematika (Priyani, 2013: 3). Berdasarkan kesimpulan di atas bahwa salah satu faktor siswa mengalami kecemasan matematika dikarenakan matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit karena matematika mempunyai karakteristik yang bersifat abstrak, logis dan sistematis serta penuh dengan rumus.

Berdasarkan pernyataan-pertanyaan di atas memberikan pengetahuan kepada peneliti mengenai kecemasan aspek kognitif khususnya mata pelajaran matematika. Peneliti mengetahui bahwa 51 siswa kelas IV terdapat 10 siswa atau 19,6 % mengalami kecemasan aspek kognitif. Hal ini dikarenakan siswa memenuhi indikator kecemasan pada saat peneliti melakukan observasi. Selain itu guru menyatakan bahwa membutuhkan alat ukur kecemasan untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa. Oleh sebab itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian (Research and Development) dan pengembangan mengenai penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merumuskan dua masalah yaitu sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD?

(22)

5

1.2.2 Bagaimana kualitas skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan

1.3.1 Mengetahui prosedur penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.3.2 Mengetahui kualitas skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk semua pihak, antara lain:

1.4.1 Untuk Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dalam penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.4.2 Untuk Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialaminya.

1.4.3 Untuk Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi guru untuk mengetahui tingkat kecemasan pada siswa dengan menggunakan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD.

1.4.5 Untuk Sekolah

Penelitian ini diharapkan mampu membantu sekolah dalam mengetahui tingkat kecemasan siswa dengan skala kecemasan aspek kognitif kelas IV SD.

(23)

6 1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Kognitif adalah aspek yang berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual dari mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah.

1.5.2 Perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

1.5.3 Kecemasan adalah perasaan ketidaknyaman dan ketakutan tentang suatu peristiwa yang tidak pasti.

1.5.4 Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pernyataan tersebut.

1.5.5 Skala kecemasan adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang.

1.6 Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk yang dikembangkan adalah skala psikologi aspek kognitif. Yang dibuat dalam bentuk booklet. Skala kecemasan disusun dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari indikator-indikator yang diturunkan dari aspek kecemasan menurut Nevid yang dibuat dalam bentuk pernyataan.

Dengan jumlah soal 37 item di dalam lembar A5.

(24)

7

Gambar 1.1 Ukuran Buku Skala Psikologi 1.6.1 Sampul Buku

Peneliti memilih sampul berwarna putih sebagai warna dasar pada sampul.

Pemilihan warna putih tersebut dikarenakan agar gambar objek pada sampul dapat terlihat dengan jelas. Gambar sampul yang menggambarkan anak-anak senang belajar terkhusus adalah pelajaran matematika, karena angka-angka dan simbol tersebut menggambarkan mata pelajaran matematika. Serta sampul buku yang berjudul “SKALA KECEMASAN ASPEK KOGNITIF UNTUK SISWA KELAS IV SD” yang ditulis dengan jenis huruf Arial Bold dan ukuran 28 pt. Judul diletakkan bagian atas tengah sampul dengan spasi 1,15 cm.

1.6.2 Isi

Butir pernyataan berjumlah 36 buah dengan menggunakan skala Likert yang dimana memiliki empat pilihan jawaban. Hal ini bertujuan untuk menghindari jawaban netral. Pilihan jawaban yang digunakan yaitu:

1. SS : Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi kalian 2. S : Jika pernyataan sesuai dengan kondisi kalian

15 cm 21 cm

(25)

8

3. TS : Jika pernyataan tidak sesuai dengan kondisi kalian

4. STS : Jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan kondisi kalian.

Pengembangan pernyataan di setiap nomor didasarkan pada indikator kecemasan yang ditemukan oleh (Nevid, 2005: 164). Terdapat indikator yaitu berfokus pada fisik, behavior dan kognitif. Dari ketiga indikator tersebut peneliti memilih indikator kognitif karena sesuai dengan kecemasan aspek kognitif yang dirasakan oleh siswa.

(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Uraian dalam bab ini terdiri dari kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Uraian dalam subbab ini terdiri dari beberapa teori pendukung penelitian.

Peneliti akan membahas beberapa hal diantaranya perkembangan kognitif, kecemasan, dan skala.

2.1.1 Kognitif

Uraian tentang kognitif membahas tentang perkembangan kognitif dan juga tahap-tahap perkembangan kognitif serta tahap belajar kognitif.

2.1.1.1 Perkembangan Kognitif

Pada pandangan Piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu, suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin kompleks susunan sistem syarafnya dan makin meningkat pula kemampuanya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif (Darmadi, 2017: 11). Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain sebagai berikut: (1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda

(27)

10

dengan orang dewasa, oleh karena itu pada waktu guru mengajar, hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak. (2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. (3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tidak asing. (4) Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembanganya. (5) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-teman dan saling berdiskusi (Surya, 2013: 48). Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa perkembangan kognitif menjelaskan bahwa perkembangan kognitif berhubungan dengan perkembangan otak serta bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan obyek dan kejadian-kejadian di sekitarnya dan menentukan kenyataan yang sesungguhnya.

2.1.1.2 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif

Piaget berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan mempunyai pengalaman yang hampir sama. Mereka dapat diharapkan untuk sungguh-sungguh memperlihatkan kesenangan-kesenangan dalam perkembangan kognitif mereka.

Oleh karena itu, dia mengembangkan empat tahap tingkatan perkembangan kognitif yang akan terjadi selama masa kanak-kanak sampai dengan remaja, yaitu sensorimotor (0-2 tahun), pra-operasinonal (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa), yang akan diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap sensori motorik (0-2 tahun)

Menunjuk pada konsep permanenisasi objek, yaitu kecakapan psikis untuk mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada. Meskipun pada waktu itu tidak tampak oleh kita dan tidak bersangkutan dengan

(28)

11

aktivitas pada waktu iu. Tetapi, pada stadium ini permanen obejek belum sempurna.

2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

Perbedaan penting antara tahap sensori motorik dan praoperasional terdapat pada perkembangan dan penggunaan simbol dan kesan dalam (internal). Pada tahap ini anak akan menunjukkan penggunaan fungsi simbol yang lebih besar. Selain itu perkembangan bahasa akan bertambah secara dramatis dan permainan imajinasi menjadi lebih tampak. Perbedaan lain yang dapat dilihat adalah mereka yang meniru tingkah laku orang lain sesudah beberapa waktu yang lalu. Serta pada tahap ini mereka berpikirnya masih egosentris dan terpusat. Berpikir egosentris adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami lebih dari satu aspek masalah pada waktu yang sama.

3. Tahap Operasional-konkret (7-11 tahun)

Pada tahap ini kekurangan kekurangan logis dan tahap pra-operasional akan hilang. Anak akan menunjukkan kemampuan baru dalam memberi alasan untuk memperhitungkan apa yang akan dilakukan.

Selain itu pada tahap ini anak akan mampu memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga dapat menghubungkan dimensi ini satu sama lain. Ciri lain pada tahap ini adalah kemampuan untuk membalikkan pikiran, yang sering disebut oleh Piaget reversibility.

Tetapi pada tahap ini anak belum bisa berpikir abstrak.

4. Tahap Operasional formal (11tahun-dewasa)

(29)

12

Selain perubahan tubuh pada pubertas, otak dan fungsi otak juga ikut berubah. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah, dan kemudian menyelesaikan masalah (Djiwandono, 2006: 73).

Berdasarkan keempat tahap yang dijelaskan diatas, perkembangan kognitif anak kelas IV sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Di mana pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis dan rasional, seperti masalah konkret serta kemampuan berpikir pada situasi nyata.

2.1.2 Kecemasan

2.1.2.1 Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa suatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2005: 163). Ada juga yang menyebutkan bahwa mengalami kecemasan adalah perasaan takut dan kegundahan yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.

Kecemasan adalah susatu persaan khawatir yang mengeluhkan sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, 2003: 158). Ada juga yang menyebutkan bahwa kecemasan adalah keadaan suasana atau perasaan yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Pada manusia, kecemasan bisa jadi berupa perasaan gelisah yang bersifat subjektif, sejumlah perilaku (tampak khawatir, dan gelisah, resah) atau respons fisiologis yang bersumber di otak dan tercermin dalam bentuk denyut jantung yang semakin meningkat dan otot yang menegang (Durand, 2006: 158). Mengalami kecemasan

(30)

13

adalah peristiwa ketidaknyamanan dan ketakutan tentang suatu peristiwa yang hasilnya tidak pasti (Ormrod, 2008: 81). Pendapat lain juga mengatakan bahwa kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika berpikir tentang suatu tidak menyenangkan yang akan terjadi (Lubis, 2009: 14).

Spielberger (Slameto, 2010: 185) membedakan kecemasan atas dua bagian, kecemasan sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan meningginya sistem syaraf otonom.

Orang yang mengalami gangguan kecemasan dilanda ketidakmampuan menghadapi perasaan cemas yang kronis dan intens, perasaan tersebut sangat kuat sehingga mereka tidak mampu berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan mereka tidak menyenangkan dan membuat mereka sulit menikmati situasi-situasi pada umumnya, namun mereka malah menghindari situasi yang membuat mereka merasa cemas. Orang yang cemas merasa tertekan dan sulit untuk berkonsentrasi, terkadang merasakan ketegangan yang sangat besar sehingga mereka tidak dapat berpikir. Pada malam hari susah tidur, dan pada siang hari mereka merasa kelelahan, mudah marah dan tegang (Richard dan Susan, 2012: 198)

Kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat

(31)

14

negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik (Sukmodinata, 2009: 84).

Berdasarkan pengertian kecemasan dari beberapa ahli, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan mental manusia baik perasaan khawatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh seperti jantung berdebar- debar, keringat dingin. Kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi dimasa depan. Kecemasan merupakan suatu keadaan atau reaksi dasar pada diri manusia dalam menghadapi situasi yang dirasakan mengancam atau mengganggu dan berbahaya.

2.1.2.2 Kecemasan Pada Siswa

Seringkali siswa mengalami perasaan takut dan cemas, keadaan begini sudah barang tentu tidak menguntungkan baginya, karena itu guru berkewajiban membantu melenyapkan perasaan seperti itu, cara yang dapat ditempuh ialah kecuali pendekatan impatik, dalam berbicara hendaknya guru menggunakan kata- kata yang logis, yang dapat diterima oleh akal (Dimyati, 2017: 162).

Kecemasan menggambarkan keadaan emosional yang dikaitkan dengan ketakutan. Jenis dan derajat kegelisahan berbeda-beda, antara lain:

1. Takut akan situasi sekolah secara menyeluruh.

2. Takut aspek khusus lingkungan sekolah: guru, teman, mata pelajaran atau ulangan.

3. School phobia, menyebabkan anak menolak untuk pergi ke sekolah.

Sarason dan Wuryani (Djiwandoyo, 2006: 388) menemukan sejumlah hubungan antara kecemasan dan prestasi akademik. Siswa

(32)

15

mempunyai kecemasan yang tinggi cenderung mendapat skor yang lebih rendah dari pada skor siswa yang kurang cemas (Soemanto, 2006: 177).

Tobias (dalam Djiwando, 2006: 388) Perasaan dalam kecemasan mempengaruhi siswa yang sedang belajar dan mempengaruhi siswa yang sedang mengerjakan tes untuk mencapai prestasi. Ketika siswa sedang belajar materi baru, perhatian sangat diperlukan. Kita tidak akan belajar jika kita tidak memperhatikan hal-hal yang penting. Siswa yang mempunyai kecemasan tinggi secara jelas membagi perhatian mereka pada materi baru dan pada perasaan nervous mereka. Ketika siswa sedang berkonsentrasi pada materi baru (dengan membaca atau mendengarkan kuliah). Jadi, sejak siswa mulai merasa cemas, dia mungkin telah kehilangan banyak informasi yang disampaikan oleh guru atau buku yang sedang dibaca. Bahkan siswa yang mempunyai kecemasan tinggi jika menaruh perhatian terhadap pelajaran yang sulit yang menggantungkan pada ingatan jangka pendek, tidak dapat mengorganisasi pelajaran dengan baik. Jadi, kecemasan mempengaruhi siswa ketika mereka mengerjakan tes dan ketika mereka belajar.

Berdasarkan pengertian kecemasan pada siswa dari beberapa ahli maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa, siswa dengan perasaan cemas sulit untuk berkonsentrasi pada pelajaran, dan hal ini tentu akan berpengaruh pada hasil belajar siswa. Tidak dapat dipungkiri bahwa kecemasan dalam pembelajaran juga menjadi masalah yang harus diselesaikan oleh guru. Gangguan rasa cemas itu bisa berupa rasa takut pada pelajaran, atau takut pada sosok guru tertentu, bahkan takut pada sekolahan itu sendiri.

(33)

16 2.1.2.3 Penyebab Terjadinya Kecemasan

Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecemasan diantaranya adalah:

1. Kontribusi Biologis

Beberapa bukti menunjukkan bahwa kontribusi genetik untuk panik dan kecemasan tidak sama. Dapat dikatan kontribusi terhadap efek negatif yang dapat diwariskan. Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan sistem neurotransmitter tertentu. Daerah otak paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah sistem limbik, yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks, yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks. Batang otak, yang lebih primitif memonitor dan merasakan perubahan dalam fungsi-fungsi jasmaniah kemudian menyalurkan sinyal-sinyal bahasa potensial ini ke proses-proses kortikal yang lebih tinggi melalui sistem limbik.

2. Kontribusi Psikologis

Freud menganggap kecemasan sebagai reaksi psikis terhadap bahaya seputar re-aktivasi situasi menakutkan masa kanak-kanak. Kontinum untuk persepsi ini bisa bervariasi dari keyakinan penuh atas kemampuan untuk mengontrol semua aspek kehidupan kita sampai ketidakpastian yang mendalam tentang diri kita sendiri dan kemampuan kita untuk mengatasi berbagai kejadian mungkin tidak dapat kita kontrol ini paling nyata dalam bentuk keyakinan-keyakinan yang dipenuhi bahaya. Bila Anda mencemaskan prestasi Anda di

(34)

17

sekolah, Anda mungkin akan berpikir bahwa Anda tidak akan berhasil dalam ujian yang akan datang. Anda mungkin juga berpikir bahwa tidak ada cara lain untuk bisa lulus dalam mata kuliah yang dimaksud, meskipun semua nilai Anda selama ini selalu A atau B, tidak pernah kekurangan dari itu. “Perasaan tidak mampu mengontrol” yang bersifat umum dapat berkembang sejak usia belia meskipun fungsi dari pola asuh dan faktor-faktor lingkungan lainya.

3. Kontribusi Sosial

Peristiwa yang menimbulkan stres memicu kerentanan kita terhadap kecemasan kita terhadap kecemasan. Tekanan sosial, seperti misalnya tekanan untuk menjadi juara kelas, dapat juga menimbulkan stres yang cukup kuat untuk memicu kecemasan (Durand, 2006: 161).

2.1.2.4 Aspek-aspek Kecemasan

Ada tiga gejala kecemasan yang dialami oleh siswa. Ketiga gejala tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara fisik, kecemasan terlihat dari gangguan tubuh pada seseorang seperti gelisah, kegugupan, tangan atau anggota tubuh yang bergetar, sensasi dari pita ketat yang mengikat seluruh dahi, kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada, banyak keringat, sulit berbicara, sulit bernapas, bernapas pendek, jantung yang berdebar keras, atau berdetak kencang, suara yang bergetar, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin, pusing, merasa lemas atau mati rasa, sulit menelan, kerongkongan terasa tersekat, leher dan punggung terasa kaku, sensasi seperti tercekik, atau tertahan, tangan yang dingin atau

(35)

18

lembab, terdapat gangguan sakit perut atau mulas, panas dingin, seringkali buang air kecil, wajah terasa memerah, diare dan merasa sensitif atau “mudah marah”.

2. Behavioral, ciri-ciri behavioral diantaranya perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang, dan ingin melarikan diri.

3. Kognitif, secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan mengkhawatirkan segala masalah yang mungkin terjadi, hal ini yang mengakibatkan seseorang yang merasa cemas biasanya tidak akan bekerja dan belajar dengan baik. Ciri-ciri dari kognitif diantanya ialah khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, sangat waspada pada sensasi kebutuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak bisa lagi dikendalikan, berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa dibatasi, khawatir terhadap hal-hal sepele, berpikir tentang hal-hal yang mengganggu secara berulang- ulang, berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan

(36)

19

segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, dan sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran ( Nevid, 2005: 164 ).

Berdasarkan aspek-aspek kecemasan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan memiliki tiga gejala seseorang mengalami kecemasan, yang pertama adalah kecemasan fisik yang terlihat pada gangguan tubuh manusia, kemudian kecemasan behavioral yaitu kecemasan pada perilaku seseorang, dan yang ketiga adalah kecemasan kognitif yaitu seseorang yang merasa khawatir terhadap masalah yang akan terjadi, namun dari ketiga kecemasan tersebut seseorang dapat mengalami satu atau dua dari beberapa kecemasan.

2.1.2.5 Tingkat Kecemasan

Stuart & Laraia (2001) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan:

1. Kecemasan ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan menyebabkan siswa menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta dapat menghasilkan pertumbuhan kreativitas. Tanda dan gejala antara lain:

persepsi dan perhatian meningkat, waspada dan sadar akan stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah secara efektif serta menjadi peningkat kemampuan belajar.

2. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu

(37)

20

mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Respons fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan respons kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang yang menjadi perhatianya.

3. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi individu. Individu cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan siswa memerlukan banyak pengarahan untuk memusatkan pada suatu area lain. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu persepsinya yang sangat kurang. Berfokus pada hal yang detail. Rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi ataupun menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara efektif.

4. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, siswa yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama sampai terjadi kelelahan yang sangat bahkan

(38)

21

kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus pada satu kejadian.

Berdasarkan tingkat kecemasan diatas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada empat tingkat kecemasan yang bisa dialami oleh seseorang, yang pertama yaitu kecemasan ringan merupakan kecemasan yang dapat menimbulkan motivasi belajar dengan waspada atau perhatian yang meningkat sebagian siswa yang mengalami kecemasan ringan menganggap pelajaran matematika sulit, lalu siswa yang merasa khawatir yang disebabkan kurang memahami materi, kemudian yang kedua adalah kecemasan sedang yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sebagian siswa yang mengalami kecemasan sedang terkadang merasa takut, gugup, tegang atau khawatir, siswa pada tingkat kecemasan sedang juga dapat mengetahui solusi untuk mengatasi kecemasan yang dirasakan, lalu yang ketiga adalah kecemasan berat yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada yang yang penting dan mengabaikan hal lain, dan yang keempat yaitu panik merupakan kecemasan yang menimbulkan rasa ketakutan akan suatu hal dan sulit untuk dikendalikan. Siswa dengan tingkat kecemasan berat membutuhkan orang lain untuk berkonsentrasi dan membantu ketika merasa bingung, siswa juga tidak dapat menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru.

2.1.3 Skala

2.1.3.1 Definisi Skala

Skala adalah perangkat pertanyaan yang disusun untuk mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pernyataan tersebut (Azwar, 2012: 6) dapat diuraikan beberapa diantara karakteristik skala psikologi, yaitu (1)

(39)

22

pertanyaan atau pernyataan tidak langsung mengungkap pada atribut yang hendak diukur, tetapi mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

Sehingga subjek tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh item. (2) skala psikologi selalu berisi banyak item atau pernyataan yang mengarah pada indikator-indikator perilaku sehingga kesimpulan diagnosis diperoleh berdasar respons terhadap semua item dan (3) respons subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban "benar" atau "salah". Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert model empat pilihan jawaban. Skala Likert dapat digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian sikap tertentu terhadap suatu objek sikap dan skala ini meminta subjek untuk menyatakan kesesuaian dan ketidaksesuaian pada sebuah kontinum respons setiap pernyataan atau item soal untuk mengukur atribut psikologi tertentu. Alasan peneliti memilih model empat jawaban agar menghindari jawaban tengah yaitu jawaban netral.

2.1.3.3 Tampilan Skala

Di samping permasalahan kualitas psikometrik dan kualitas isi sebagai alat ukur, satu segi lain yang tidak boleh diabaikan dalam penyusunan skala psikologi adalah masalah penampilan fisik skala dalam format yang akan dihadapi oleh responden. Hal ini sangatlah penting dikarenakan tampilan skala yang menarik dan membangkitkan minat responden dan mendorong responden untuk menyikapinya dengan kesungguhan hati. Oleh karena itu beberapa hal yang menyangkut tampilan skala berikut ini kiranya perlu dipertimbangkan dan diperhatikan, contohnya antara lain:

(40)

23 1. Judul dan Sampul

Hal ini sangatlah penting, sebelum responden membuka dan membaca isi skala hal pertama yang akan mereka nilai adalah judul dan sampul dari booklet skala. Kebanyakan skala tidak diberikan judul yang menunjukkan langsung pada objek ukuranya, terkecuali jika objek yang diukur berkaitan dengan hal sensitif. Skala yang dirancang untuk mengatur Aktivitas Heteroseksual Remaja, Persepsi terhadap Kepemimpinan Atasan, Tingkat Agresivitas, Kestabilan Emosi, dan semacamnya tidak boleh diberi judul sesuai objeknya.

Hal ini bertujuan agar responden tidak berusaha untuk memanipulasi jawaban, bukan yang sebenarnya sesuai dengan keadaan diri mereka tetapi yang sekiranya akan mendatangkan kesan baik mengenai diri mereka. Dalam pengukuran kemampuan kognitif, subjek memang perlu bahkan harus diberitahu mengenai kemampuan apa yang ada dalam dirinya yang akan diukur oleh tes. Pengukuran atribut non kognitif tidak mensyaratkan bahwa subjek mengetahui apa yang diukur dalam dirinya. Maka dari itu, terkadang nama skala tidak memperlihatkan atribut yang diatur.

2. Format, Tata Letak, dan Tata Tulis

Format menyangkut bentuk atribut yang telah dipilih seperti bentuk pilihan-ganda, bentuk dikatomi, "ya-tidak", atau bentuk "setuju- tidak setuju". Bentuk memilih posisi sepanjang suatu garis kontinum, dan sebagainya. Pemilihan bentuk jawaban ini disesuaikan dengan karakteristik responden. Akan tetapi kebanyakan responden lebih menyukai memilih respons dengan

(41)

24

memberi tanda silang, dari pada memberi jawaban yang harus ditulis sendiri. Selain itu bentuk tata letak (layout) skala harus mempermudah responden dalam menjawab. Perlu diperhatikan pula bahwa jumlah item dalam satu halaman jangan terlalu banyak sehingga terkesan berdesakan. setiap butir pernyataan diberi spasi rangkap sehingga setiap butir pernyataan terkesan merupakan suatu kesatuan yang terpisah dari butir lainya.

3. Kertas dan Penggunaan Warna

Tampilan skala akan sangat menarik jika skala tersebut disajikan dalam bentuk booklet atau jika skala tersebut terbilang pendek maka dapat disajikan dalam bentuk lembaran berukuran kuarto (A4) biasanya akan terlihat lebih menarik daripada disajikan dalam bentuk format folio. Selain itu juga perlu diperhatikan apabila skala dibuat dalam ukuran kwarto. Ukuran huruf yang kecil ini akan menyulitkan bagi sebgian subjek yang mengalami kemunduran fungsi penglihatan. Selain jenis kertas yang digunakan, penggunaan warna dalam tampilan skala akan memberikan kesan menyenangkan, mengurangi ketegangan, dan lebih menimbulkan apresiasi daripada skala yang ditampilkan dalam warna hitam putih. Pewarnaan tidak terbatas pada huruf saja tetapi juga mengenai kertas yang digunakan baik sebagian ataupun keseluruhan. Untuk huruf digunakan warna tua gelap seperti hitam, cokelat, biru tua, atau ungu tua. Kemudian untuk

(42)

25

warna kertas dapat disesuaikan dengan warna huruf sehingga diperoleh paduan dan kontras yang baik.

4. Data Identitas

Dalam penulisan data identitas responden dapat disesuaikan dengan kebutuhan dari peneliti. Jika dalam penggunaan skor skala tidak diperlukan nama responden maka sebaiknya responden diminta untuk mencantumkan namanya. Begitu sebaliknya, jika dalam penggunaan skor skala diperlukan nama responden maka sebaiknya nama responden diminta untuk mencantumkan namanya. Hal ini bertujuan juga agar jawaban responden yang akan digunakan untuk diagnosis individual atau dalam kegiatan penelitian skor para responden tidak akan tertukar dengan yang lainya. Dan yang paling penting untuk diperhatikan adalah semakin sedikit data pribadi yang diminta dari pihak subjek semakin bebas responden dalam menyatakan perasaanya sewaktu- waktu menjawab skala (Azwar, 2012: 97).

2.2 Penelitian yang Relevan

Talitha (2018), dengan judul “Hubungan Antara Kecemasan dengan Prestasi Belajar Matematika Materi Volume Kubus dan Balok pada Siswa Kelas V SDN Caturtunggal 1” skripsi jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar ini merupakan penelitian tindakan kelas yang hasil penelitianya menyimpulkan bahwa siswa kelas 5 seringkali mengalami kecemasan saat pembelajaran matematika, faktor yang mempengaruhinya bisa berupa faktor internal dan eksternal.

(43)

26

Nurjayadi (2016) dengan judul “Tingkat Kecemasan Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Pengasih Terhadap Pembelajaran Khayang dalam Senam Lantai Tahun Pembelajaran 2015/2016” skripsi jurusan PGSD PENJAS ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei yang hasil penelitianya dilatarbelakangi oleh siswa yang merasa cemas, takut, dan tegang dan tidak mau melakukan pembelajaran khayang saat pembelajaran olahraga di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pembelajaran khayang dalam senam lantai tahun 2015/2016.

Safitri (2016) “Pengaruh Metode Permainan Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Pondok Ranji 01” skripsi jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah ini merupakan penelitian pre eksperimental dan desain penelitian one group pretest dan posttest design yang tujuan penelitianya yaitu untuk mengetahui pengaruh metode permainan terhadap kecemasan belajar matematika.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan tersebut ada persamaan penelitian dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu mengkaji tentang kecemasan pada siswa. Selanjutnya, peneliti melakukan penelitian dan pengembangan yang belum pernah dilakukan yaitu penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar untuk mengetahui tingkat kecemasan aspek kognitif yang dialami oleh siswa saat pembelajaran matematika.

Literatur Map mengenai kerangka kesesuaian atau relevansi penelitian dapat dilihat pada bagan 2.1

(44)

27

Bagan 2.1 Literatur Map

2.3 Kerangka Berpikir

Perkembangan menunjuk pada suatu proses perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat ditukar lagi sedangkan perkembangan kognitif adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman-pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Satu prinsip yang paling penting bahwa sebagian besar anak-anak di SD masih dalam tahap perkembangan operasional konkret. Karena itu, mereka kurang mampu untuk berpikir abstrak seperti masa remaja. Ini berarti pengajaran di SD harus sekonkret Talitha (2018), dengan

judul “Hubungan Antara Kecemasan dengan Prestasi Belajar Matematika Materi Volume Kubus dan Balok pada Siswa Kelas V SDN Caturtunggal 1”

Nurjayadi (2016) dengan judul “Tingkat

Kecemasan Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Pengasih Terhadap Pembelajaran Khayang dalam Senam Lantai Tahun

Pembelajaran 2015/2016”

Safitri (2016)

“Pengaruh Metode Permainan Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa Kelas IV SDN Pondok Ranji 01”

Pengembangan Skala Psikologi

Penyusunan Skala Kecemasan Aspek Kognitif untuk Siswa

Kelas IV Sekolah Dasar

(45)

28

mungkin dan betul-betul dialami ada observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, salah satu pelajaran yang memiliki indeks rata-rata nilai yang rendah serta dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit karena dalam pelajaran matematika ini siswa dituntut untuk dapat berpikir logis dan dapat mengaplikasikan rumus dengan benar, sehingga membuat banyak siswa yang kurang menyukai pelajaran matematika.

Adanya pandangan bahwa pelajaran matematika ini merupakan pelajaran yang dianggap sulit serta memiliki indeks rata-rata nilai yang rendah, maka dapat menimbulkan perilaku yang menunjukkan kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Adapun gejela kecemasan secara kognitif ialah ialah khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan ketakutan atau terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, sangat waspada pada sensasi kebutuhan, merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah. Siswa yang mengalami kecemasan dalam belajar matematika akan menunjukan perilaku yang menggambarkan kecemasan itu sendiri seperti sulit berkonsentrasi, kebingungan, ketidakmampuan mengatasi masalah, dan juga khawatir terhadap sesuatu yang akan terjadi. Perilaku tersebut mencerminkan beberapa gejala dari kecemasan secara kognitif serta mengakibatkan proses kegiatan belajar mengajar menjadi

(46)

29

terhambat. Perasaan cemas yang timbul akan mempengaruhi penguasaan materi yang diberikan oleh guru kepada siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan saat pembelajaran di kelas, guru mengajarkan mata pelajaran matematika mengenai pengukuran khususnya adalah pengukuran sudut, waktu, panjang, dan kuantitas. Disini guru menggunakan media pembelajaran seperti mistar, busur, timbangan, neraca, stopwatch, jam dinding. Hal ini dilakukan agar siswa tidak mengalami kesulitan saat belajar mengenai pengukuran dan dapat mengerjakan soal pengukuran. Siswa diajak untuk membentuk kelompok dan masing masing kelompok diberikan kertas lipat yang di dalamnya sudah berisi soal cerita mengenai materi pengukuran. Peneliti melihat semua siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran tersebut, ketika ada guru memberikan beberapa soal yang dirasa sulit saat ulangan harian, terdapat 10 siswa atau 19,6 % menjadi tidak fokus, gelisah, sulit berkonsentrasi, terlihat dari wajahnya serta keraguan dalam menjawab soal yang diberikan oleh guru. Peneliti juga melakukan wawancara kepada guru kelas IV. Berdasarkan hasil wawancara menyebutkan bahwa selama ini dari 51 siswa, terdapat 10 siswa atau 19,6 % mendapatkan nilai dibawah KKM dalam Ulangan Tengah Semester.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran di kelas, peneliti mengamati ketika guru memberikan soal kepada siswa, kesepuluh siswa tersebut tidak berkonsentrasi, kesulitan dalam menjawab soal serta kurangnya kepercayaan diri ketika menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, sehingga kesepuluh siswa tersebut salah dalam menjawab soal. Guru mengatakan bahwa mata pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit serta memiliki indeks rata-rata yang rendah, sehingga menimbulkan kecemasan bagi siswa.

(47)

30

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti, guru memerlukan sebuah alat ukur atau skala untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa. Menurut para ahli, kecemasan dibagi menjadi empat yaitu kecemasan ringan, merupakan kecemasan yang dapat menimbulkan motivasi belajar dengan waspada atau perhatian yang meningkat, kemudian yang kedua adalah kecemasan sedang yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, lalu yang ketiga adalah kecemasan berat yaitu kecemasan yang membuat seseorang berfokus pada yang yang penting saja dan mengabaikan hal lain, dan yang keempat yaitu panik merupakan kecemasan yang menimbulkan rasa ketakutan akan suatu hal dan sulit untuk dikendalikan. Tingkat kecemasan yang dialami oleh siswa tersebut diukur menggunakan skala kecemasan. Skala adalah perangkat pernyataan yang disusun untuk mengungkapkan atribut tertentu melalui respons terhadap pernyataan tersebut sedangkan skala kecemasan adalah alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang. Jadi skala merupakan perangkat pernyataan yang disusun untuk mengetahui tingkat kecemasan siswa. Dalam penelitian ini peneliti menyusun sebuah skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar. peneliti menggunakan skala Likert model empat pilihan jawaban. Skala Likert dapat digunakan untuk menentukan kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian sikap tertentu terhadap suatu objek sikap dan skala ini meminta subjek untuk menyatakan kesesuaian dan ketidaksesuaian pada sebuah kontinum respon setiap pernyataan atau item soal untuk mengukur atribut psikologi tertentu. Alasan

(48)

31

peneliti memilih model empat jawaban agar menghindari jawaban tengah yaitu jawaban netral.

2.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa pernyataan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur penyusunan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar?

2. Bagaimana kualitas skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar?

(49)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan jenis penelitian, setting penelitian, rencana penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas dan analisis data. Uraian dari ketujuh bagian tersebut sebagai berikut :

3. 1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian dan pengembangan atau dapat disebut research and development yang dikembangkan oleh Borg dan Gall. Penelitian research and development adalah penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk baru melalui proses pengembangan (Mulyatiningsih, 2014: 161). Borg dan Gall (dalam Arifin, 2011: 126) mengemukakan “research and is a process used to develop and validate educational product”. Yang berarti penelitian dari pengembangan adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk bidang Pendidikan. Penelitian dan pengembangan atau R&D adalah suatu proses dan langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru, atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan (Sujadi, 2003: 164). Borg dan Gall (dalam Sugiono, 2015: 9) menyatakan bahwa, penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar. Penelitian ini

(50)

33

berdasarkan pada langkah-langkah dalam R&D yang dibatasi pada uji coba lapangan terbatas untuk mengetahui kualitas dari skala kecemasan aspek kognitif dan prosedur penyusunan. Penelitian menghasilkan sebuah skala kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV sekolah dasar.

3.2 Setting Penelitian

Setting penelitian membahas tentang objek penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian.

3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 10 siswa kelas IV yang terdiri dari 6 siswa putra dan 4 siswa putri pada tahun ajaran 2018/2019 di SD Kanisius Kalasan. Peneliti memilih kelas IV tersebut berdasarkan hasil wawancara dan rekomendasi dari guru-guru di SD dan wali kelas IV, selain berdasarkan hasil wawancara dan rekomendasi guru wali kelas IV peneliti memilih berdasarkan pengamatan di kelas dan hasil belajar siswa tersebut.

3.2.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kecemasan aspek kognitif untuk siswa kelas IV SD Kanisius Kalasan.

3.2.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Kalasan yang merupakan salah satu SD Swasta yang beralokasikan di Jl. Solo, Kringinan, Tirtomartani, Kalasan, Kab.Sleman, Yogyakarta. Bangunan berada di pinggir jalan raya dan area perkotaan. Pada tahun ajaran 2018/2019 siswa kelas IV sebanyak 51 siswa.

Penelitian dilaksanakan pada materi pengukuran.

(51)

34

Sekolah ini mempunyai 12 ruang kelas, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan, dan 1 ruang multimedia. Sekolah ini juga dilengkapi dengan tempat parkir, kantin, dan halaman yang bisa digunakan untuk melangsungkan upacara bendera serta olahraga. Tempat bermain anak-anak juga dibangun di halaman ini.

SD Kanisius Kalasan dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang dibantu oleh 12 guru kelas dan 4 guru mata pelajaran yaitu 1 guru bahasa inggris, 1 guru penjaskes, 1 guru pendidikan religiositas, 1 guru teknologi dan informatika, dan Personalia yang terdiri dari 1 orang TU dan 1 orang penjaga pustakawan.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2019 sampai dengan Maret 2020. Secara keseluruhan, penelitian ini berlangsung kurang lebih 1 tahun lebih satu bulan.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian dan pengembangan ini mengadopsi model yang dipaparkan oleh Borg dan Gall (dalam Mulyatiningsih, 2014: 162-166). Menurut Borg and Gall terdapat sepuluh langkah dalam melakukan penelitian dan pengembangan.

Sepuluh langkah tersebut yaitu : 1. Penelitian dan pengumpulan data

Merupakan teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan melalui studi literatur, observasi kelas, penelitian dalam skala kecil, dan sebagainya. Hal ini bertujuan untuk mencari suatu informasi yang terkait dengan kondisi nyata lapangan dan penduduk yang akan dikembangkan.

2. Perencanaan

(52)

35

Terdiri dari suatu keterampilan yang akan dikembangkan melalui perangkat yang dihasilkan dan tujuan penelitian yang hendak dicapai dari perangkat yang dihasilkan.

3. Pengembangan bentuk awal produk

Pengembangan bentuk awal produk secara lengkap yang kemudian dilakukan serangkaian pengujian dan diperbaiki sesuai saran dari beberapa ahli. Jika yang dikembangkan adalah perangkat pembelajaran, maka pada langkah ini harus mengembangkan bahan-bahan pembelajaran, buku pegangan, dan perangkat evaluasi.

4. Uji coba lapangan awal

Pengujian yang dilakukan pada tahap awal mengumpulkan data terhadap hasil pengembangan suatu prosedur. Langkah yang dilakukan antara lain dengan beberapa teknik wawancara, observasi dan pengedaran angket. Hal ini dapat membantu peneliti dalam melakukan analisis perbaikan berdasarkan pengamatan, komentar ataupun anggapan masukan tentang kekurangan yang terdapat disuatu produk.

5. Revisi Produk

Berdasarkan hasil uji coba lapangan merupakan proses dalam memperbaiki produk yang dikembangkan sesuai dengan saran atau masukan berdasarkan hasil uji coba lapangan awal. Revisi tersebut mengubah produk menjadi lebih baik sehingga siap diujikan lebih lanjut.

6. Uji coba lapangan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis soal-soal pada buku ajar tematik kelas IV SD yang ditinjau dari aspek kognitif menurut TIMSS 2011.. Aspek kognitif menurut TIMSS

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “SURVEI KECEMASAN ASPEK SOSIAL UNTUK SISWA KELAS

Dari data yang telah didapat di atas rumusan masalah dapat terjawab, yaitu tingkat kecemasan aspek sosial pada siswa kelas IV SD Negeri di Kecamatan Gondokusuman tahun

1. Prosedur pengembangan buku cerita bergambar berbasis pendidikan karakter peduli sosial dan literasi untuk siswa kelas IV SD menggunakan model ADDIE. Prosedur

Gall. Penelitian ini melaksanakan tujuh langkah dari 10 langkah menurut Borg & Gall. Prosedur pengembangan dalam penelitian ini yaitu 1) melakukan penelitian

Menurut Hakim (dalam Wahyuni, 2014:54) rasa percaya diri merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap segala aspek yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam

Dari hasil penelitian diketahui aspek kognitif pengetahuan (knowing) dan penerapan (applying) lebih dominan pada buku ajar tematik kelas IV Sekolah Dasar karena sesuai

Frekuensi terbanyak terletak pada interval dengan kategori kecemasan ringan yaitu 39 siswa (81,25%), maka dapat dikatakan bahwa tingkat kecemasan aspek fisik siswa kelas