i
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH MODEL VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) UNTUK SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI
PROKLAMASI SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Disusun Oleh : YOSVI (171314040)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2021
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan, kasih dan penyertaan yang telah diberikan.
2. Kedua orang tua penulis Bapak Srikandi dan Ibu Srijati atas segala dukungan dan doa yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Keluarga besar yang selalu mendukung dan memberikan motivasi hidup, sehingga penulis selalu semangat dalam menyelesaikan skrispsi ini.
4. Seluruh teman-teman Pendidikan Sejarah 2017
v
vi
vii ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH MODEL VALUE CLARIFICATION TECHQNIUE (VCT) UNTUK SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI
PROKLAMASI Yosvi
Universitas Sanata Dharma 2021
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yaitu 1) analisis nilai-nilai sejarah model VCT, seperti apa 2) cerita dilema moral model VCT, seperti apa 3) alat tes dilema moral model VCT, seperti apa. Penelitian ini menghasilkan produk bahan ajar berupa kajian analisis nilai VCT dengan peristiwa sejarah untuk siswa SMA kelas XI pada materi Proklamasi menghasilkan produk bahan ajar berupa cerita dilema moral nilai-nilai model VCT dan menghasilkan alat tes sejarah model VCT.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian dan pengembangan (Research and Development) dengan menggunakan prosedur pengembangan yang dikemukakan oleh Borg &
Gall. Penelitian ini melaksanakan tujuh langkah dari 10 langkah menurut Borg & Gall.
Prosedur pengembangan dalam penelitian ini yaitu 1) melakukan penelitian dan pengumpulan data, 2) melakukan perencanaan, 3) mengembangkan draf produk 4) melakukan uji coba lapangan tahap awal, 5) melakukan revisi hasil uji coba 6) melakukan uji coba lapangan 7) penyempurnaan produk hasil uji coba lapangan. Penelitian pengembangan ini menggunakan model VCT. Model VCT adalah pendekatan pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang diperjuangkan. Ciri khas model VCT adalah nilai-nilai tidak dapat ditemukan secara langsung karena tersembunyi dibalik peristiwa dan perbuatan. Sehingga nilai-nilai harus dicari dibalik peristiwa, kejadian atau perbuatan tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis materi pada bahan ajar sejarah kelas XI pada materi Proklamasi menentukan nilai-nilai yang terdapat pada materi, membuat cerita dilema moral model VCT dan membuat alat tes/soal model VCT. Serta menggunakan teknik validasi soal.
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu 1) bahan ajar berupa nilai-nilai sejarah model VCT, 2) bahan ajar sejarah berupa cerita dilema moral model VCT dan 3) alat tes yang sesuai dengan model VCT dilema moral. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa produk bahan ajar sejarah model VCT yang telah dikembangkan layak digunakan. hal ini ditunjukan melalui validasi dari ahli pendidikan karakter, pada aspek materi dan format termasuk dalam kriteria “Baik” dengan skor 4 sedangkan validasi praktisi pada aspek materi dan kebahasaan mendapatkan kriteria “Sangat Baik” guru I 4,8 dan guru II 4,8 dengan kriteria
“Sangat Baik”
Kata Kunci : penelitian dan pengembangan, bahan ajar sejarah, model VCT
viii ABSTRACT
DEVELOPMEN OF HISTORY TEACHING MATERIALS USING VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) MODEL FOR CLASS XI OF HIGH SCHOOL
STUDENTS ON PROCLAMATION MATERIAL Yosvi
Sanata Dharma University 2021
This study aims to answer the following problems: 1) What the historical value analysis of the VCT model is, 2) What the story of the moral dilemma of the VCT model is;
and 3) What the moral dilemma test tool of the VCT model is like and the learning material products for VCT value analysis with historical events for high school students in class XI on the proclamation material. The products are in the form of stories of moral dilemmas the VCT model and a set of historical test tool for the VCT model.
This research belongs to the type of research and development (Research and Development) using the development procedure proposed by Borg & Gall. This study carried out seven steps out of 10 according to Borg & Gall. The development procedures in this study are 1) conducting research and data collection, 2) planning, 3) developing product drafts 4) conducting initial field trials, 5) revising test results 6) conducting field trials 7) product improvement field test results. This development research uses the VCT model. The VCT model is an educational approach where students find, choose, decide, decide, take their own stand for the values of life that they are fighting for. The hallmark of the VCT model is that values cannot be found directly because they are hidden behind events and actions. So values must be sought behind the event, occurrence or deed. The data collection technique used in this study used material analysis on history teaching materials for class XI on the material of the Proclamation of determining the values contained in the material, making stories of moral dilemmas with the VCT model and making test tools/questions for the VCT model. As well as using question validation techniques.
The products produced in this study are 1) teaching materials in the form of historical values of the VCT model, 2) history lesson materials in the form of stories of moral dilemmas in the VCT model and 3) test kits that are in accordance with the VCT model of moral dilemmas.
The results of this study indicate that the VCT model of history teaching materials that have been developed is feasible to use. This is shown through validation from character education experts who give "Good" criteria with a score of 4 while the practitioner validation on the material aspects "Very Good.” Teacher I gives 4.8 and Teacher II 4.8 meaning that the criteria is "Very good"
Keywords: research and development, history teaching materials, VCT model
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kemurahan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Pengembangan Bahan Ajar Sejarah Model Value Clarification Technique (VCT) Untuk Siswa SMA Kelas XI Pada Materi Proklamasi’ dapat diselesaikan oleh penulis. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak bantuan, motivasi, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Y.R.Subakti, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, J.R., M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan tugas akhir ini.
3. Ibu Brigita Intan Printina, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan arahan dalam penyusunan tugas akhir ini.
4. Seluruh dosen program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan kepada penulis.
5. Pak Agus, selaku staf sekretaris Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah sabar memberikan arahan dan pelayanan administrasi kepada penulis.
6. Guru dan siswa-siswi kelas XI IPS I SMA Bopkri 1 yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses pengumpulan data guna menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Kedua orang tua tercinta Bapak Srikandi dan Ibu Srijati yang selalu memberikan, doa, dukungan dan menjadi penyemangat untuk penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini.
x
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Spesifikasi Produk ... 7
G. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
A. Kajian Teori ... 9
1. Bahan Ajar ... 9
a. Pengertian Bahan Ajar ... 9
b. Fungsi Bahan Ajar ... 10
c. Jenis-jenis Bahan Ajar ... 11
xii
d. Manfaat Bahan Ajar ... 12
2. Kurikulum 2013 ... 12
3. Nilai Karakter ... 16
a. Peranan Nilai ... 18
b. Tahapan Melaksanakan Nilai Menjadi Karakter... 19
4. Pendidikan Karakter ... 20
a. Pengertian Pendidikan Karakter ... 20
b. Langkah-langkah Pendidikan Karakter ... 22
c. Tujuan Pendidikan Karakter ... 22
5. Pembelajaran Sejarah ... 23
a. Pengertian Pembelajaran Sejarah ... 23
b. Tujuan dan Peran Pembelajaran Sejarah ... 24
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Sejarah ... 24
d. Peran Pendidikan Karakter Dalam Sejarah ... 24
6. Model Pembelajaran VCT ... 25
a. Macam-macam Model Pembelajaran Nilai ... 25
1. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach) ... 2. Memoralisasi (Moralizing) ... 26
3. Menjadi Model (Modeling) ... 26
6. Pendekatan Teknik Klarifikasi Nilai (Value Clarification Technique, VCT) ... 26
a. Pengertian VCT ... 26
b. Proses Pelaksanaan Pembelajaran Model VCT ... 27
c. Kelebihan dan Kelemahan VCT ... 28
d. Manfaat VCT dan Syarat VCT ... 29
7. Materi Proklamasi ... 33
B. Penelitian Yang Relevan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 37
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 39
D. Uji Coba Produk ... 39
E. Jenis Data ... 40
F. Metode Pengumpulan Data ... 40
xiii
G. Teknik Validasi Soal ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45
A. Analisis Kebutuhan ... 45
B. Deskripsi Produk ... 46
1. Materi Ajar Sejarah Kelas XI Pada Materi Proklamasi KD 3.7 ... 46
2. Analisis Nilai-nilai Sejarah Pada Materi Proklamasi ... 52
3. Cerita Dilema Moral Model VCT ... 53
4. Alat Tes/Pertanyaan Berdasarkan Cerita Dilema Moral ... 61
C. Data Validasi dan Revisi Produk ... 67
1. Data Validasi oleh Dosen Ahli Pendidikan Karakter ... 67
a. Deskripsi Data Validasi oleh Ahli Pendidikan Karakter ... 67
b. Revisi Produk ... 70
2. Validasi kedua dilakukan oleh praktisi (2 Guru Sejarah) ... 70
a. Validasi oleh guru I ... 70
1. Deskripsi Data Validasi oleh Guru I ... 70
2. Revisi Produk ... 73
d. Validasi oleh Guru II ... 73
1. Deskripsi Data Validasi oleh Guru II ... 73
2. Revisi Produk ... 75
D. Data Uji Coba pada Siswa ... 75
E. Analisis Validasi Soal ... 75
a. Hasil Validasi Butir Soal dari Dosen Ahli Pendidikan Karakter ... 75
b. Hasil Validasi Butir Soal dari Praktisi (2 orang guru sejarah) ... 76
1. Hasil Validasi Butir Soal Guru I ... 76
2. Hasil Validasi Butir Soal Guru I ... 76
c. Hasil Analisis Butir Soal Pada Siswa ... 76
F. Pembahasan ... 78
BAB V PENUTUP... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Kisi-kisi Instrumen Pendidikan Karakter ... 40
Tabel 2: Tingkat kesulitan Soal ... 42
Tabel 3 : Analisis Nilai-nilai Sejarah ... 51
Tabel 4: Nilai-nilai yang dikembangkan... 51
Tabel 5 : Hasil Penilaian pada Aspek Materi oleh Ahli Pendidikan Karakter ... 68
Tabel 6: Hasil Penilaian Produk Cerita Dilema Moral pada Aspek format oleh Ahli Pendidikan Karakter ... 68
Tabel 7: Rekapitulasi Penilaian Produk Cerita Dilema Moral oleh Ahli Pendidikan Karakter ... 69
Tabel 8 : Hasil Penilaian Produk Cerita Dilema Moral pada Aspek Materi oleh Guru I ... 71
Tabel 9: Hasil Penilaian pada Aspek Kebahasaan oleh Guru I ... 71
Tabel 10: Rekapitulasi Penilaian oleh Guru I ... 72
Tabel 11: Hasil Penilaian Produk Cerita Dilema Moral pada Aspek Materi oleh Guru II ... 73
Tabel 12: Hasil Penilaian Produk Cerita Dilema Moral pada Aspek Kebahasaan oleh Guru II ... 74
Tabel 13: Rekapitulasi Penilaian Produk Cerita Dilema Moral oleh Guru II ... 74
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Kerangka Berpikir ... 34 Gambar 2: Tahap Penelitian Menurut Borg and Gall ... 37 Gambar 3: Grafik Hasil Analisis Butir Soal ... 78
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Cerita Dilema Moral... 88
Lampiran 2 : Alat Tes Hasil Validasi ... 99
Lampiran 3: Hasil Validasi Soal Uji Coba Siswa Pada Aspek Kognitif ... 106
Lampiran 4: Hasil Jawab Soal Aspek Kognitif... 107
Lampiran 5: Hasil Validasi Soal Uji Coba Siswa Pada Aspek Afektif ... 109
Lampiran 6: Hasil Jawab Soal Aspek Afektif ... 110
Lampiran 7: Jadwal Penelitian ... 112
Lampiran 8: Surat Pernyataan Validasi Dosen Ahli Pendidikan Karakter ... 113
Lampiran 9: Surat Pernyaan Validasi Guru I ... 114
Lampiran 10: Surat Pernyataan Validasi Guru II ... 115
Lampiran 11: Surat Permohonan Izin Penelitian ... 116
Lampiran 12: Lembar RPP ... 117
Lampiran 13: Kuesioner Validasi Dosen Ahli ... 129
Lampiran 14: Kuesioner Validasi Praktisi (Guru Sejarah) ... 136
Lampiran 15: Pertanyaan Cerita Dilema Moral ... 144
1 BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa inggrisnya Reseach and Development adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk
tertentu dan menguji keefektifan metode tersebut, untuk dapat menghasilkan produk tertentu digunakan peneliti yang bersifat analisis kebutuhan. Dalam bidang pendidikan penelitian dan pengembangan merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.1
Penelitian pengembangan merupakan sebuah proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Produk yang dihasilkan berkaitan dengan dunia pendidikan dan pembelajaran yang bisa berupa bahan ajar, sistem pendidikan, modul, silabus, dan RPP. Penelitian ini bertujuan untuk memperluas serta memperdalam materi pembelajaran dan menghasilkan produk bahan ajar.
Bahan ajar atau materi pelajaran adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai baik guru maupun siswa. Bahan ajar juga merupakan materi atau subtansi pembelajaran yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa.2
Bahan ajar juga merupakan sesuatu yang penting dalam proses belajar mengajar, karena melalui bahan ajar akan menentukan berhasil atau tidaknya
1 Hanafi, “Konsef Penelitian R & D Dalam Bidang Pendidikan”, Jurnal Kajian Keislaman, Vol 4, No
2 Hendra Kurniawan, Kajian Kurikulum dan Bahan Ajar Sejarah SMA Menurut Kurikulum 2013, (Yogyakarta:Sanata Dharma Universitas Press, 2018), Hal 269.
sebuah pembelajaran. Bahan ajar disajikan dalam berbagai bentuk baik cetak maupun tertulis
audiovisual, audio, multimedia, dan visual. Bahan ajar memiliki berbagai fungsi, baik sebagai pedoman bagi siswa dan pengajar dalam mengarahkan semua aktivitas pembelajaran serta sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil belajar.
Pengembang bahan ajar bertujuan untuk memberikan kesempatan dalam menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis maupun penguatan pendidikan karakter siswa seperti yang diharapkan. Namun pengembangan bahan ajar dianggap masih sangat kurang. Terutama dalam pembelajaran sejarah, hal ini terlihat dari kurangnya persiapan serta antusias pendidik dalam mengembangkan bahan ajar sejarah, sehingga nilai-nilai yang ada dalam materi pembelajaran tidak sampai kepada siswa. Dalam pembelajaran terdapat banyak model yang bisa digunakan, salah satunya adalah model Value Clarification Technique (VCT).
Model Value Clarification Technique merupakan model pendekatan yang melatih siswa untuk menemukan, memilih, menentukan, dan mempraktekannya, serta membantu siswa dalam mencari nilai-nilai perjuangan yang hendak diambilnya3.
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu peserta didik menyadari nilai- nilai yang ada dalam dirinya dan orang lain serta membantu siswa agar mampu menggunakan akal budi dan kesadaran emosionalnya dalam memahami perasaan, nilai-nilai serta pola tingkah lakunya sendiri4. Model ini menjadi salah satu model
3 Adisusilo, “ Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2017, hal 141
4 Ibid, hal 142
yang sesuai dengan kurikulum 2013 Revisi yang lebih menekankan pada unsur afektif dan kognitif.
Dengan model VCT guru memperkenalkan nilai-nilai dalam materi pembelajaran dengan cara yang berbeda, melalui cerita dilema yakni siswa diajak untuk berpikir kritis dan menemukan nilai dalam pembelajaran tersebut. Model pembelajaran ini juga dapat membantu siswa menjelaskan dan mengklarifikasi nilai-nilai hidupnya, lewat Values Problem Solving, diskusi, dialog, dan presentasi5, nilai-nilai yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentuk karakter dalam diri siswa.
Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran yang berpusat pada upaya mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), karakter utama yang diperkuat adalah, nasionalis, mandiri, gotong royong, integritas dan religius.
Kurikulum juga bertujuan untuk menyiapkan masyarakat Indonesia yang berwawasan luas, kreatif, bertakwa serta produktif dan juga memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negara oleh karena itu kurikulum berfokuskan kepada pembentukan kompetensi serta karakter siswa yangs sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018, pasal 1 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Lalu setelah Kurikulum 2013 dunia pendidikan melakukan terobosan baru yaitu Merdeka Belajar.
Merdeka belajar lahir dari permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, salah satunya ialah dari banyaknya keluhan orangtua pada sistem pendidikan nasional yang berlaku selama ini dan upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkarakter juga merupakan salah satu faktor lahirnya Merdeka Belajar. Konsep dari Merdeka
5 Ibid, Hal 142-143
Belajar ini ialah memberikan kebebasan berpikir dan berinovasi baik bagi siswa maupun bagi pendidik.6 Kurikulum yang mudah dipahami dan lebih fleksibel menjadi salah satu hal yang diperlukan untuk mendukung implementasi Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar juga merupakan salah satu strategi dalam mengembangkan pendidikan karakter. karena melalui Merdeka Belajar siswa diberi kebebasan berpikir, mengekplorasi pengetahuan dari lingkungannya serta lebih banyak mempraktekan dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada banyak mata pelajaran yang bermuatan nilai-nilai, salah satunya adalah pelajaran sejarah. Pelajaran ini dapat menjadi sarana untuk pengembangan pendidikan nilai. Setiap peristiwa sejarah merupakan sebuah fenomena empiris yang didalamnya terkandung nilai-nilai moral serta nilai-nilai kehidupan, dan dalam pelajaran sejarah secara khusus menekankan kepada nilai juang dan kebangsaan17, seperti nilai nasionalisme, patriotisme, nilai juang, semangat pantang menyerah, rela berkorban dan lain sebagainya.
Baik dari Kurikulum 2013 maupun Merdeka Belajar sama-sama memerlukan komitmen untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh karena itu baik dari lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan siswa diperlukan kerjasama yang baik sehingga apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
6 Dela Khoirul Ainia, “Merdeka Belajar Dalam Pandangan KI Hadjar Dewantara dan Relevansinya bagi Pengembangan Pendidikan Karakter,” Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 3 No 3, 2020, hal. 96 dan 146
7 Hendra Kurniawan, “Kajian Kurikulum dan Bahan Ajar Sejarah SMA Menurut Kurikulum 2013 “ Yogyakarta: Sanata Dharma Universitas Press, 2018, Hal 237
Dunia pendidikan pada saat ini sedang mengalami krisis karakter, terlihat dari banyaknya pelanggaran-pelanggaran serta tindakan yang mulai menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu diharapkan melalui pembelajaran sejarah yang bermuatan nilai-nilai serta kurikulum yang berfokus kepada pembentukan karakter siswa dapat mencegah bahkan menghentikan pelanggaran-pelanggaran yang ada saat ini.
Namun kurangnya pemahaman guru tentang metode dan model pembelajaran yang kreatif, inovatif dan menyenangkan menyebabkan pembelajaran hanya berfokus pada ketercapaian siswa dalam memahami materi serta membuat pembelajaran sejarah terkesan membosankan dan tidak menarik.
Kurangnya penerapan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran sejarah, juga menjadi salah satu permasalahan. Siswa seharusnya menemukan nilai-nilai dalam pembelajaran, terlebih lagi dalam pembelajaran sejarah, sehingga siswa tidak hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga dapat membantunya menemukan nilai-nilai dalam dirinya serta dapat membentuk karakternya
Tujuan dari pelajaran sejarah itu sendiri adalah agar siswa dapat memahami nilai-nilai yang ada di dalamnya, sehingga melalui nilai-nilai tersebut siswa menyadari keberadaannya sebagai bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang kemudian akan diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupannya. Dengan hal ini kita dapat melihat bahwa sejarah memiliki peran strategis dalam membentuk karakter siswa sebagai generasi bangsa yang penuh akan nilai-nilai luhur kepahlawanan.
Pengembangan bahan ajar merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai yang ada dalam materi sejarah. Oleh karena itu sangat perlu untuk mengembangkan bahan ajar yang bermuatan nilai-nilai sehingga
pembelajaran sejarah dapat menarik bagi siswa, dengan mengunakan model-model pembelajaran yang tersedia. Model VCT atau Value Clarification Technique salah satu model pendekatan yang cocok digunakan dalam proses belajar mengajar, Dengan menggunakan model pendekatan Value Clarification Techquein (VCT) guru menjadi tidak hanya menyampaikan tentang peristiwa sejarah saja tapi juga menggunakan bahan ajar yang dikembangkan untuk mentransfer nilai-nilai kepada siswa.
Pendekatan Value Clarification Techquein (VCT) merupakan model pendekatan yang sejalan dengan kurikulum 2013 yang menekankan pada pembentukan karakter. Ciri khas pembelajaran model VCT sendiri adalah menekankan pembelajaran nilai dan karakter. Model VCT juga menawarkan bahan ajar yang lebih menarik karena akan mendorong siswa belajar mandiri memilih nilai-nilai kehidupannya melalui sebuah cerita dilematis. Setelah itu siswa akan diajak untuk berpikir dan bersama-sama menemukan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR SEJARAH MODEL VALUE
CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) UNTUK SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI PROKLAMASI “
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan identifikasi- identifikasi sebagai berikut :
1) Kurangnya analisis nilai-nilai yang terdapat dalam materi sejarah
2) Minimnya pengetahuan guru terhadap model pembelajaran, terutama dalam pembelajaran nilai-nilai karakter.
3) Pembelajaran sejarah yang kurang menarik dan kurang bervariasi
4) Bahan ajar sejarah yang bermuatan nilai-nilai karakter masih kurang dikembangkan.
5) Hubungan pendidikan karakter dengan merdeka belajar C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan kepada pengembangan bahan ajar sejarah dengan model Value Clarification Technique (VCT) pada materi Proklamasi untuk siswa SMA kelas XI.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Analisis nilai-nilai sejarah model VCT, seperti apa?
2. Cerita dilema moral model VCT, seperti apa?
3. Alat tes dilema moral model VCT, seperti apa?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mewujudkan suatu produk bahan ajar sejarah dengan model Value Clarification Technique (VCT) yang mengandung nilai-nilai sejarah untuk siswa SMA kelas
XI pada materi Proklamasi.
2. Mewujudkan sebuah produk bahan ajar berupa cerita dilema moral dengan model Value Clarification Technique (VCT)
3. Menyediakan alat tes sejarah dengan model Value Clarification Technique (VCT)
F. Spesifikasi Produk
1. Bahan ajar nilai-nilai sejarah model VCT
2. Bahan ajar sejaarah berupa cerita dilema moral yang dikemas dalam model VCT
3. Alat tes yang sesuai dengan model VCT dilema moral G. Manfaat Penelitian
a. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan bahan ajar dengan model Value Clarification Technique (VCT
b. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menaambah koleksi variasi bahan ajar sejarah dan dapat dijadikan masukan dalam menerapkan pembelajaran dengan Model Value Clarification Technique (VCT)
c. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi bagi guru sejarah tentang penerapan model Value Clarification Technique (VCT) dalam pembelajaran serta mendorong guru agar lebih inovatif, kreatif dan bervariasi.
d. Bagi Siswa
Pengembangan bahan ajar dengan model VCT ini akan memberikan manfaat kepada siswa agar bisa mengerti nilai-nilai dalam sejarah, menyadari pentingnya serta dapat mempraktekan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Bahan Ajar
a. Pengertian Bahan Ajar
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam bahasa inggris bahan ajar disebut intructional materials dan dikenal dengan bahan.1 Merupakan sebuah bahan yang digunakan seorang guru untuk menyampaikan isi kurikulum serta membantu pendidik dalam melaksankan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar merupakan bagian dari upaya pendidik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Bahan ajar juga menentukan hasil belajar peserta didik.
Menurut Nation Center For Competency Based Training, bahan ajar adalah segala bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas dan bahan yang dimaksut dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis.2
Saylor dan Alexander memaparkan bahwa bahan ajar adalah sebuah fakta, observasi, data, persepsi, desain, dan pemecahan masalah yang telah dihasilkan
1 Surya Ika, Skripsi: ”Pengembangan Materi Ajar Sejarah Pokok Bahasan Kemerdekaan Indoneisa Dalam Penanaman Nilai Nasionalisme Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Kroya Tahun 2016/2017” (Semarang:Universitas Negeri Semarang, 2017) Hlm 57
2 Andi Prastowo, Panduan Kreatif membuat Bahan ajar Inovatif, Jogjakarta: Diva Press, 2011, Hal 16
dari pengalaman maupun hasil pikiran manusia yang tersusun dalam bentuk ide,konsep, perencanaan, serta solusi.3.
Selanjutnya menurut Sudjana, bahwa bahan ajar adalah isi materi yang akan disampaikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Melalui bahan ajar guru dapat menjelaskan tujuan dari pembelajaran tersebut 4 Berdasarkan beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat mater pelajaran yang disusun secara sistematis dan mengacu kepada kurikulum yang berlaku dan berupa teks tertulis maupun tidak tertulis.
b. Fungsi Bahan Ajar
1. Fungsi bahan ajar bagi siswa
a. Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja yang ia kehendaki serta dapat belajar tanpa harus ada pendidik
b. Membantu siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing
c. Sebagai pedoman bagi peserta didik yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran serta merupakan subtansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasai.
2. Fungsi bahan ajar bagi pendidik:
a. Dapat menghemat waktu pendidik dalam mengajar
b. Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif Sebagai pedoman bagi pendidik yang akan mengarahkan semua aktifitasnya dalam
3 Hendra Kurniawan, “Kajian Kurikulum dan Bahan ajar Sejarah SMA Menurut Kurikulum 2013”
Yogyakarta: Sanata Dharma University Press, 2018, Hal 269
4 Anna Fitri, Skripsi, “ Pengembangan Bahan Ajar Sejarah Berbentuk Booklet Pada Materi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Untuk Siswa Kelas XI SMA N 1 Kertek Wonosobo Tahun Pelajaran 2016/2017 ; Universitas Negeri Semarang, 2017, hal 25
proses pembelajaran dan merupakan subtansi kompetemsi yang semestinya diajarkan kepada peserta didik.
c. Sebagai alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran.
c. Jenis-jenis Bahan Ajar
Menurut Rowntree bahan ajar dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu 1. Bahan ajar berbasis teknologi
2. Bahan ajar berbasis cetak
3. Bahan ajar yang dibutuhkan untuk keperluan interaksi manusia (terutama dalam pendidikan jarak jauh)
4. bahan ajar yang digunakan untuk praktek5 d. Manfaat Bahan Ajar
Bahan ajar memberikan manfaat yang sangat besar bagi kegiatan pembelajaran serta hasil pembelajaran. Dengan adanya bahan ajar maka tersedianya sumber belajar alternatif yang relevan dengan kurikulum dan dengan karakteristik serta kebutuhan siswa, pembelajaran akan lebih menarik, karena menghadirkan konteks di sekitar siswa, bahan ajar akan lebih kaya karena dikembangkan dengan mengunakan berbagai referensi serta tersediannya media. Melalui bahan ajar yang dapat membangun komunikasi serta menciptakan pembelajaran yang efektif antara pendidik dan siswa.
2. Kurikulum 2013
Undang-Undang Pasal 1 Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas secara rinci menjelaskan bahwa “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara untuk mencapai tujuan
5 Puput Fatturahman dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islam (Bandung: Refika Aditama, 2007). P.14
pendidikan” 6 sedangkan menurut Sanjaya kurikulum pada dasarnya memiliki tiga dimensi pengertian yang merupakan hasil dari perkembangan makna kurikulum tersebutyaitu, kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman pembelajaran dan kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.7
Kurikulum adalah seperangkat rencana tertulis atau pengaturan yang mengandung tujuan, isi dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam Kurung waktu yang berlaku, dunia pendidikan sudah menerapkan beragam kurikulum. kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang diterapkan saat ini di dunia pendidikan, secara resmi pada tanggal 15 Juli 2013. Kurikulum 2013 ini merupakan serentetan rangkaian penyempurnaan dari kurikulum yang diterapkan sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidika (KTSP). Urgensi dari penerapan Kurikulum 2013 ini adalah dibutuhkannya penekanan agar materi pembelajaran sesuai dengan tahapan perkembangan peserta didik, perlunya pembelajaran yang mampu mengembangkan kreativitas siswa dan sangat diperlukannya pendidikan karakter.8
Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Kurikulum 2013 diarahkan untuk mengembangkan keseimbangan antara sikap, pengetahuan, kemampuan, nilai, spiritual, kreatifitas, dan sosial, tanggung jawab dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.
6 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdajkarya Offset, 2011 hlm 1-8
7 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP), Jakarta : Kencan-Prenada Media Group, 2013 hlm 3
8 Mulyoto,Strategi Pembelajaran di Era Kurikulum 2013, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2013, hlm 87
2. Memberikan waktu yang leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan. 9
3. Kurikulum 2013 menggunakan istilah Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI
& KD). Kompetensi Inti merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan (kognitif &
pisikomotorik). Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk SD/MI, dan untuk mata pelajaran dikelas tertentu seperti SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK.10
4. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memeberikan pengalaman belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang telah ia pelajari di sekolah dapat diterapkan di masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
5. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dan pendidikan karakter.
Prinsip-prinsip bahan ajar sejarah yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah:
a. Bahan ajar yang sesuai dengan tahapan Saintifik serta Permendibuk No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pendekatan ini mencangkup tujuh komponen, yaitu: menciptakan, mencoba, mengelolah, menyimpulkan, menanyai, dan mengamati.
b. Kompetensi Inti yang mencangkup aspek kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman), dan pisikomotorik (sikap, yang harus dipelajari dan dimiliki
9 Mayang, dkk, Karakteristik Kurikulum 2013, hlm 5 (Online), Https://repositori.radenfatah.ac.id tanggal akses 30 Juli 2021, 12.54 WIB.
10 Prastio, 2016, “Model Problem Base Learning (PBL) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada tema perkembangan teknologi untuk kelas III semestre 1 SDN Asmi Bandung” hlm 24 (Online),
https://repository.unpas.ac.id/1275/7/14%20BABII%2011.pdf, tanggal akses 30 Juli 2021, jam 15.48.
peserta didik. Kompetensi Inti harus mengambarkan kualitas yang seimbang antara hard skills dan soft skills
c. Dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreatif siswa d. Reflektif dengan penilaian diri
e. Memiliki keseimbangan antara tugas individu dan tugas kelompok.11
Bahan ajar dikatakan layak digunakan dalam proses belajar mengajar jika telah memenuhi segala prinsip diatas. Pengembangan bahan ajar bertujuan untuk melengkapi bahan ajar yang telah ada.
3. Nilai Karakter d. Pengertian Nilai
Nilai adalah segala sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dapat menjiwai tindakan seseorang. Dalam bahasa Latin nilai adalah Vale’re yang memiliki pengertian sebagai sesuatu yang dipandang baik, berguna, bermanfaat, dianggap paling benar menurut seseorang atau kelompok, dan berguna.12 Nilai yang muncul dapat bersifat negatif dan bersifat positif.
Linda dan Richard Eyre dikutip dari buku yang berjudul Pembelajaran Nilai Karakter karya Sutarjo Adisusilo, J.R menjelaskan bahwa nilai adalah standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, dan bagaimana kita memperlakukan orang yang ada disekitar kita serta membuat hidup kita lebih baik.
Dengan adanya nilai-nilai yang baik maka kita dapat memperlakukan orang dengan baik, dan hidup kita juga menjadi lebih baik.13
11 Imas Kurniasih, Implementasi Kurikulum 2013: Konsep & Penerapan, Surabaya: Kata Pena, 2014 , hlm 149-140
12 Sutarjo Adisusilo,op.cit,hlm.56-57
13Ibid,hlm.57
Menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungna dengan subjek yang memberi arti (manusia yang menyakini). Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku,21 sedangkan menurut Max Scheler yang dikutip dalam buku yang berjudul Nilai Etika Aksiologis Max Scheler karya Paulus Wahana, nilai adalah suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawaannya, dapat dirasakan oleh manusia tanpa melalui pengalaman indrawi terlebih dahulu.
Nilai itu merupakan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia.14 Max Scheler juga menambahkan bahwa nilai-nilai tidak dapat ditemukan secara langsung karena tersembuyi dibalik peristiwa, kejadian, dan perbuatan oleh karena itu nilai- nilai harus dicari dan ditemu kan.
Menurut Lauis D.Kattsof yang dikutip oleh Ayamsul Maarif nilai adalah:
d. Sebuah kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan,tetapi kita dapat mengalami serta memahami cara langsung kualitas yang terdapat dalam objek tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai tidak semata-mata subjektif, melainkan ada tolak ukur yang pasti terletak pada esensi objek itu.15 e. Nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, suatu objek yang berada dalam
kenyataan maupun pikiran.
f. Nilai sebagai hasil dari pembetian nilai, diciptakan oleh situasi kehidupan. 16 Dari beberapa pendapat yang sudah diuraikan di atas maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa nilai adalah sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia dan
21 Una Kartawistra. Strategi Klarifikasi Nilai (Jakarta:P3G Depdikbud,1980), hlm.01
14 Paulus Wahana, Nilai Etika Aksiologis Max Scheler,Yogyakarta: Kanisius, 2004, hlm.51
15 Syamsul Maarif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), Hlm 114
16 Ibid. Hlm 115
bagi Tuhan yang dapat mengukur perbuatan serta sikap manusia. Nilai berhubungan dengan kebaikan dan kebajikan sehingga dapat diraih oleh seseorang untuk mengetahui nilai dirinya. Max Scheller membagi nilai menjadi 4 tingkatan, yaitu:
a) Nilai-nilai Kenikmatan, ada nilai-nilai yang mengenakan dalam tingkatan ini, yang menyebabkan orang senang misalnya kesukaan dan kesakitan.
b) Nilai-nilai kehidupan : terdapat nilai-nilai yang paling penting bagi kehidupan seperti, kesehatan, ketertiban, kedisiplinan, dan kesejahteraan umum
2) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungannya misalnya, kejujuran, kebenaran, dan keadilan
3) Nilai-nilai kerohaniaan : dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Nilai-nilai semacam ini terdiri dari nilai-nilai pribadi terutama kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Pribadi Tertinggi seperti kesucian dan ketakwaan. 17
Max Scheller dengan hiearki nilainya ingin menyampaikan pesan penting kepada kita, bahwa manusia perlu terus-menerus berusaha mencapai nilai-nilai yang lebih tinggi. Oleh karena itu dia memberikan lima pedoman untuk menentukan tinggi rendahnya nilai, yaitu: semakin tinggi hierarki sebuah nilai maka semakin dapat dibagikan tanpa mengurangi maknanya, semakin
17 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Hal 65
membahagiakan nilai tersebut dan semakin tak tergantung pada kenyataan tertentu, maka semakin tinggi hierarki nilai tersebut. 18
e. Peranan nilai
Menurut Raths, et al. Paran nilai dikategorikan menjadi beberapa poin yaitu:
5. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku dan bersikap sesuai dengan meralitasi masyarakat.
6. Nilai memberikan aspirasi atau inspirasi kepada orang lain untuk hal yang berguna serta berdampak untuk kehidupannya.
7. Nilai memberikan tujuan atau arah atau (Inspirasigoals or purposes), kemana kehidupan harus menuju, dikembangkan atau diarahkan.
Sesuai dengan teori Raths, maka peneliti merangkum peran nilai sebagai berikut: nilai merupakan teori umum yang membimbing tingkah laku manusia untuk mencapai tujuan.
f. Tahapan melaksanakan nilai menjadi karakter
Nilai menjadi tahap dasar untuk membentuk karakter dalam kehidupan manusia. Menurut pandangan Lickona, ada tiga komponen karakter yang baik yaitu, Moral knowing atau pengetahuan, Moral feeling atau perasaan tentang mental, dan Moral action atau perbuatan moral. Pada dasarnya tiga komponen ini menunjukan bahwa tahap pemahaman pelaksanaan nilai/moral dalam kehidupan sehari-hari. Setiap individu diharapkan sampai pada tahap yang seharusnya moral action sehingga tercapailah tujuan untuk menghasilkan manusia yang tidak hanya cerdas tapi bermoral.
18 Ibid, Hal 66
Seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa nilai memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, nilai berfungsi memberikan pedoman bagi manusia dalam bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai yang ia yakini baik dan benar.
Oleh karena itu nilai sangat penting diajarkan kepada siswa, dengan harapan bahwa nilai tersebut dapat dipahami dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga nilai tersebut dapat menjadi karakter dalam diri siswa.
Nilai juga merupakan sebuah prinsip dasar yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari-hari terlebih bagi Tuhan.
4. Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut Doni Koesoema A. pendidikan karakter adalah sebuah usaha dari individu secara pribadi, maupun secara sosial untuk membantu menciptakan lingkungan pertumbuhan yang baik dan dapat dihargai. Pendidikan karakter memiliki tujuan yaitu menjadikan seorang individu menjadi pribadi yang memiliki integritas moral dalam kehidupan bermasyarakat.19
Menurut pandangan Kevin Ryan dan Bohlin yang dikutip dari buku Pengembangan Pendidikan Karakter Karya H. Puput Fathurrohman, dkk pendidikan karakter adalah suatu upaya sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli dan bertindak dengan berlandasan nilai-nilai, sehingga dapat memicu kepada serangkaian pengetahuan, sikap, motivasi, perilaku, dan keterampilan.20 Pelaksanaan Pendidikan Karakter dilaksanakan di Indonesia
19 Doni Koesoema A, Pendidikan Karkater Strategi Mendidik Anak Zaman Global, Jakarta:PT Gramedia,2010, hlm. 194
20 Pupuh Faturrohman,dkk, Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung: PT Refika Aditama, 2013, hlm. 17
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 Tentang Pendidikan Karakter merupakan peraturan perundangan yang diterbitkan dengan tujuan mendukung penguatan pendidikan karakter yang wujud konkret dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada Satuan Pendidikan Formal.21
Tujuan dari kedua peraturan perundang-undangan ini adalah supaya pelaksanaan pendidikan karakter lebih memperkuat karakter peserta didik melalui proses belajar mengajar dan materi yang disampaikan. Pasal 6 ayat 2 menekankan bahwa pendekatan berbasis kelas dilakukan dengan mengutamakan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Zubaedi mengelompokan tiga fungsi utama dalam pendidkan karakter, yaitu:
4. Pembentukan dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan kemampuan peserta didik agar dapat berpikir lebih baik serta memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat.
5. Perbaikan dan penguatan. Pendidikan berfungsi memperkuat serta memperbaiki peran keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat dalam menciptakan bangsa yang maju, mandiri, dan berkarakter.
6. Penyaringan. Pendidikan karakter berfungsi menyaring budaya-budaya lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.22
21 Hendarman, Pendidikan Karakter Era Milenial, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019 hlm 35
22 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group , 2011. Hlm 165
b. Langkah-langkah Pendidikan Karakter
Pendidikan nilai berperan penting dalam pembentukan karakter. Menurut Notonagoro ada empat langkah yang harus ditempuh agar pendidikan bermanfaat, yaitu.
1. Para pendidik harus tahu dan memahami terlebih dahulu nilai apa saja yang akan ia ajarkan kepada peserta didik.
2. Para pendidik menampilkan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan sentuhan hati dan perasaan, metode yang dapat ditempuh misalnya metode modeling (memberi model), metode VCT, dan lain-lain.
3. Selanjutnya adalah membantu peserta didik untuk memilih, menginternalisasikan nilai-nilai tersebut tidak saja dalam akal budinya, dan menjadikan nilai tersebut sebagai sifat dan sikap hidupnya serta menjadi landasan bertingkah laku.
4. Peserta didik bersikap sesuaai dengan nilai-nilai yang telah ia pilih, serta mewujudkannya dalam tingkah lakunya sehari-hari.23
c. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki lima tujuan yang akan sekiranya dapat membantu peserta didik, yaitu:
1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.
2. Mengembaangkan kebiasaan dan perilaku yang terpuji sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
3. Menanamkan jiwa leadership peserta didik sebagai generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang menarik
23 Sutarjo Adisusilo, op.cit. hlm. 73
5. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang bertanggung jawab, kreatif, berwawasan luas, dan mandiri.24
5. Pembelajaran Sejarah
a. Pengertian Pembelajaran Sejarah
Menurut Mulyasah pembelajaran sejarah merupakan proses interaksi antara peserta didik dan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik, dimana disetiap interaksi ada banyak faktor yang mempengaruhi baik dari faktor internal maupun faktor eksternal.
Pemendikbud Nomor 103 Tahun 2014 mengungkapkan bahwa pembelajaran sejarah merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan dimana ketiganya memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Tujuan dari pendidikan sejarah adalah agar peserta didik memiliki kesadaran akan pentingnya ruang dan waktu. Melalui pembelajaran ini peserta didik menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air.24
b. Tujuan dan Peran Pembelajaran Sejarah
Moh Ali menyebutkan ada empat tujuan dari pembelajaran sejarah, yaitu:
1. Menyadarkan peserta didik akan cita-cita nasional
2. Membangkitkan hasrat peserta didik untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam segala aspek.
3. Membangkitkan serta memelihara semangat kebangsaan dalam diri peserta didik.
24 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Kencana,2011,hlm.18
4. Membangkitkan keinginan yang kuat untuk memahami dan mempelajari sejarah kebangsaan.25
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Sejarah
Menurut Heri Susanto, pembelajaran sejarah mempelajari peristiwa masa lampau yang terdiri dari konsep perilaku pada seseorang, ruang, dan waktu. Menurut Heri Susanto ada tiga prinsip- prinsip dalam pembelajaran sejarah, yaitu:
1. Pembelajaran sejarah berkaitan dengan karakter siswa.
2. Pembelajaran sejarah harus dilaksanakan dengan kreatif dan inovatif, tidak terpaku pada materi dan hafalan.
3. Proses pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan zaman dan siswa26
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, dapat disimpulkan bahwa selain memberikan pengetahuan, guru harus memperkenalkan dan menanamkan nilai- nilai yang tedapat dalam materi sejarah. Menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan tidak hanya bergantung pada buku teks saja.
d. Peran Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter anak bangsa. Pembelajaran sejarah mendorong siswa menjadi pribadi yang baik, mengenal nilai-nilai yang ada dalam dirinya serta menjadi pribadi yang terbuka (open minded person)27
Menurut Sapriya mpembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan peserta didik akan adanya proses perubahan dan eprkembangan masyarakat dalam
25 Heri Susant. “ Seputar Sejarah (Isu Gagasan dan Strategi Pembelajaran),”Banjarmasin, Aswaja Pressindo 2014, Hal 57.
26 Heri Susanto, op.cit., hlm. 56.
27 Ibid hlm. 14.
dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran untuk menemukan, menjelaskan serta memahami jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan.28 Melalui pembelajaran sejarah peserta didik diarahkan untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai yang terdapat di dalam materi pembelajaran.
6. Model Pembelajaran VCT
a. Macam-macam Model Pembelajaran Nilai
1. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Berbuat (Action Learning Approach).
Menurut Adisusilo pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama kelompok. Tujuan pendidikan moral dengan pendekatan ini adalah:
a. Mendorong siswa untuk menyadari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan individu
b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperilaku sesuai dengan nilai- nilai mereka sendiri.30
2. Memoralisasi (Moralizing)
Adisusilo mengungkapkan bahwa moralisasi adalah model pendidikan nilai- moral secara langsung. Memoralisasi mengajarkan nilai-nilai yang harus menjadi pasangan hidup peserta didik. Pendidik harus terlebih dahulu menemukan serta memahami nilai-nilai tersebut, sehingga ia bisa mempraktekan dan menjadi teladan
28 Mustika Zahro, dkk. “The Implementation Of The Character Education In History Teaching,” Jurnal Historica, Vol.1.No. 2252-4673 (2017).
30 Sutarjo Adisusilo, J.R, Pembelajaran Nilai-Karakter Konstruktivisme Dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, hlm 139-140.
bagi peserta didik . peserta didik diharuskan menerima dan mempraktekan nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.31
3. Menjadi Model (Modeling)
Adisusilo menjelaskan bahwa selain mentransfer pengetahuan, pendidik menjadikan dirinya sebagai model atau teladan menurut nilai-nilai tertentu.
Pendidik menjadi contoh nyata bagi peserta didik. Melalui cara tersebut peserta didik diharapkan dapat meniru dan mempraktekan dalam kehidupannya.32
4. Pendekatan Teknik Klarifikasi Nilai (Value Clarification Technique) VCT a. Pengertian VCT
Adisusilo mengungkapkan bahwa VCT adalah pendekatan pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan mengambil sikap sendiri nilai-nilai hidup yang diperjuangkan. Jadi, VCT memberikan penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatan sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri. Tujuannya pendekatan ini adalah:
1. Membantu peserta didik menyadari emosionalnya serta mampu menggunakan akal budinya untuk memahami perasaan serta karakternya sendiri.
2. Membantu peserta didik untuk menentukan dan menyadari nilai-nilai mereka serta nilai-nilai yang terdapat pada orang lain.
3. Membantu peserta didik agar mampu berkomunikasi serta jujur terhadap diri sendiri dan orang lain.33
31 Ibid, Hal 140
32 Ibid, hal 141
33 Sutarjo Adisusilo, J.R, op,cit, hlm 141-142
Qiqi Yuliati Zakiyah mengatakan bahwa Value Clarification Technique sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral dan bertujuan untuk:
1) Memperkenalkan serta menanamkan nilai-nilai tertentu kepada peserta didik melalui cara yang rasional dan dapat diterima oleh peserta didik, sehingga nilai- nilai tersebut menjadi miliknya.
2) Mengetahui tingkat kesadaran peserta didik tentang suatu nilai
3) Melatih peserta didik bagaimana cara menilai, memilih menerima dan mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya.34
b. Proses Pelaksanaan Pembelajaran Model VCT
Menurut Hall dan Simon proses pelaksanaan pembelajaran model VCT dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Kognitif (kebebasan memilih) a. Memilih dari berbagai arternatif.
b. Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensi yang akan timbul dari pilihannya sendiri.
c. Peserta didik di berikan kebebasan dalam memilih dan menentukan pilihannya sendiri.
2. Afektif (Menghargai)
a. Adanya rasa percaya diri dan bersedia mengakui nilai pilihannya di depan umum
b. Menghargai dan memiliki rasa bangga telah memilih nilai yang ia inginkan.
3. Pisikomotorik (Berbuat)
34 Nurdyansyah, Eni, Inovasi Model Pembelajaran, Surabaya, Nizamia Learning Center Sidoarjo, 2016, hlm 159.
a) Berbuat/berperilaku sesuai pilihannya
b) Berulang-ulang bertindak sesuai dengan nilai yang menjadi pilihannya sehingga akan menjadi karakter dalam dirinya.
c. Kelebihan dan Kelemahan VCT 1. Kelebihan VCT
Lima keunggulan Value Clarification Technique untuk pembelajaran afektif menurut Djahiri, yaitu:
a. mampu menangkal, meniadakan, memadu, dan menginterverensi berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri siswa.
b. Memberikan gambaran nilai moral yang patut diterima serta memotivasi untuk hidup berkarakter dan bermoral tinggi.
c. Mampu menggali dan mengklarifikasikan kualitas nilai moral siswa serta melihat nilai yang ada pada diri orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam orang lain
d. Mampu menanamkan dan membina nilai moral pada ranah internal side
e. Mampu mengklasifikasi, menggali dan mengungkapkan isi peran materi yang disampaikan selanjutnya.
f. Mampu mengundang, membina, mengembangkan, dan melibatkan potensi disi siswa terutama mengambangkan potensi sikap35
2. Kelemahan VCT
a. Memerlukan kreativitas dosen/guru dalam menggunakan media yang tersedia di lingkungan terutama yang faktual dan aktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari.
35 La Iru dan La Ode Safiun Arihi, “Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-Model Pembelajaran, (Jogjakarta: Multi Presindo,2021), hlm 34
b. Penerapan medel ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan dosen/guru dalam mengajar terutama kemampuan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkapkan serta menggali nilai yang ada dalam peserta didik.
c. Apabila dosen atau guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan kehangatan, keterbukaan, dan saling mengerti maka siswa akan menampilkan sikap yang palsu. Bersikap baik hanya di sekolah untuk menyenangkan guru dan memperoleh nila yang baik.36
d. Manfaat VCT dan Syarat VCT
Dengan penerapan Value Clarification Technique ini kita dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk :
1. Mengambil keputusan 2. Memecahkan masalah
3. Dapat menyatakan sikap tidak setuju, setuju dan juga dapat menerima pendapat orang lain
4. Mampu mengambil keputusan dan berpendirian kuat serta bertingkal laku sesuai dengan nilai yang diyakininya.
5. Memiliki empati, memahami perasaan orang lain dengan melihat keadaan lingkungan sekelilingnya.
6. Dapat memilih, memutuskan, mengkomunikasikannya serta dapat mengungkapkan perasaannya.
Model VCT membantu melatih peserta didik dalam berproses dan melakukan penilaian terhadap nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam dirinya serta orang lain. Harmin, dkk. Menjelaskan bahwa penerapan klarifikasi nilai
36 ibid., hlm 35-36
akan berjalan efektif apabila pendidik, membiarkan adanya kebhinekaan pandangan, melakukan dialog terbuka secra indiividu maupun kelompok, menghargai jawaban maupun pandangan dari peserta didik, menghargai kesediaan peserta didik untuk ikut berpartisipasi atau tidak. menghargai jawaban atau respon dari peserta didik. Mendorong peserta didik untuk menjawab dan mengutarkan idenya, serta pendidik mahir dalam membangkitkan pertanyaan- pertanyaan yang menyangkut kehidupan sosial maupun kehidupan pribadi.39 e. Metode Pembelajaran Nilai
Ada tiga metode pembelajaran yang dapat digunakan agar proses VCT dapat berlangsung secara efektif :
1. Diskusi kelompok (Cooperative Learning)
Peserta didik akan dibagi menjadi beberapa kelompok, lalu pendidik akan menyampaikan nilai-nilai yang telah ditemukan dalam materi, beserta dengan pertanyaan kritis terkait dengan nilai-nilai tersebut. Semua peserta didik diberi kebebasan untuk berdiskusi, berpendapat, serta mengungkapkannya. Setelah kelompok menyimpulkan jawabanya maka akan diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi tersebut di depan peserta didik yang lain. 2
2. Metode dialog
Metode ini digunakan untuk melatih peserta didik dalam menyampaikan pendapatnya. Melalui metode ini pendidik memberikan nilai-nilai tertentu untuk sama-sama dibahas. Dalam metode ini peserta didik diberikan kebebasan untuk menjelaskan, menanggapi, bahkan bertanya. Peserta didik juga diberi kebebasan
39 Sutarjo Adisusilo, J.R, Pembelajaran Nilai-Karakter Kontruktivisme Dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta, Pt Rajagrafindo Persada, 2012, hlm 156-157
2 Cheppy, Pendidikan moral dalam beberapa pendekatan. Jakarta: Depdiknas,1988 hlm 202
untuk memilih nilai-nilai kehidupan yang ditawarkan, serta memberikan alasan memilih nilai tersebut.
3. Studi kasus dengan problem solving moral, studi kasus moral yang berdilema Metode ini mengarahkan pendidik untuk membuat cerita-cerita dilema yang mengandung unsur problem solving yang mengandung nilai-nilai tertentu yang harus dipilih. Lalu ada beberapa pertanyaan yang akan diajukan oleh pendidik untuk ditanggapi oleh peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Dalam diskusi kelompok maupun terbuka, peserta didik diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, maupun jalan keluar dari dilema yang ada dengan alasan yang jelas. Pendidik berperan untuk menjadi pedukung dan pengarah dalam proses pembelajaran agar pembelajaran mencapai tujuannya. Kohlberg menyarankan bahwa para pendidik di berbagai ilmu sosial menggunakan metode pendidikan nilai karena dinilai paling efektif untuk meningkatkan kesadaran moral dan membantu membentuk karakter siswa.3 Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan studi kasus dengan problem solving moral, studi kasus yang berdilema untuk membangun karakter
peserta didik.
6. Materi Proklamasi
Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, tanpa pemberian Jepang.
BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, bertugas untuk menyiapkan, mempelajari, dan menyelidiki berbagai hal terkait tata pemerintah Indonesia ketika akan diberikan kemerdekaan oleh Jepang. Namun pada 9 Agustus 1945 terjadi pengeboman padaa dua kota besar di Jepang yaitu kota Nagasaki dan Hirosima. Peristiwa ini menjadi salah satu yang melatarbelakangi
3 Hall, Readings in value development, New York: Paulist Press 1982 hlm 93-94
bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Keinginan untuk merdeka membuat bangsa Indonesia bersatu untuk meraih kemerdekaan. Peristiwa penting yang hanya berlangsung selama kurang lebih satu jam ini telah membawa perubahan yang sangat besar bagi bangsa Indonesia karena memiliki makna sebagai berikut:
a. Merupakan titik puncak perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan b. Indonesia terlepas dari belenggu penjajahan
c. Lahirnya Negara Republik Indonesia
Rakyat menyambut dengan gembira kabar Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bendera merah putih berkibar di mana-mana, dan pekik “Merdeka”
menjadi salam Nasional. Keadaan itu mengambarkan betapa besar dukungan rakyat Indonesia terhadap Proklamas Kemerdekaan.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Eman Setiati, (2014), dalam Skripsi, Program Studi Pendidikan Kewaranegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Terhadap sikap Demokrasi dalam Pembelajaran PKN Pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Mlati Sleman.” Penelitian ini menjelaskan bahwa VCT mampu menjadi pengaruh untuk membangkitkan sikap demokrasi pada siswa kelas VIII melalui mata pelajaran PKN. Persamaan pada penelitian terletak pada model VCT sebagai model pendekatan, sedangkap perbedaannya terletak pada nilai-nilai yang dikembangkan, kelas, mata pelajaran, serta hasil penelitian.
2. Tri Zahra Ningsih, (2020), dalam Tesis, Program Studi Pendidikan Sejarah
Program Pascasarjana, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Sejarah (Digital) Berbasis Pemikiran Hamka Dengan Pendekatan Value Clarification Technique (VCT) Melalui Model The Six
Concept Of Historical Thinking Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Historis.” Persamaan dalam penenlitian ini terletak pada pendekatan VCT atau value Clarification Technique dan penelitian ini juga mengembangkankan bahan
ajar, sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini mengembangkan bahan ajar digital dan juga terletak pada hasil penelitian, dimana penelitian saya menghasilkan analisis nilai-nilai sejarah pada materi Proklamasi, cerita dilema moral model VCT, serta menghasilkan alat tes model VCT untuk siswa SMA kelas XI.
3. Nunuk Suryani (2013), dalam Jurnal, Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, yang berjudul, “ Pengembangan model Internalisasi Nilai Karakter dalam Pembelajaran Sejarah Melalui Model Value Clarification Technique (VCT). Penelitian ini menjelaskan bahwa model Value Clarification Technique (VCT) mampu membangkitkan nilai karakter melalui pembelajaran sejarah. penggunaan model VCT ini terbukti efektif digunakan dalam pembelajaran sejarah. perbedaannya terdapat pada pengembangannya. Penelitian ini mengembangkan model Internalisasi nilai karakter sedangkan penelitian saya mengembangkan bahan ajar, lalu penelitian saya menghasilkan analisis nilai-nilai sejarah pada materi Proklamasi, menghasilkan cerita dilema moral model VCT, serta menghasilkan alat tes model VCT untuk siswa SMA kelas XI.
Dari sekian banyaknya penelitian yang telah ada, dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahan ajar nilai-nilai dalam sejarah dengan mengunakan model VCT untuk siswa SMA Kelas XI pada materi Proklamasi belum pernah dilakukan sehingga peneliti berinovasi dan berupaya untuk mengembangkan produk bahan ajar nilai-nilai dalam sejarah dengan model VCT ini dapat menjadi bahan ajar yang dapat membentuk karakter siswa.
C. Kerangka Berpikir
Berikut ini adalah skema kerangka berpikir dalam pengembangan bahan ajar sejarah model Value Clarification Technique (VCT) untuk siswa SMA Kelas XI Pada Materi Proklamasi.
Gambar I: Kerangka Berpikir