BAB I PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
b. Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian terkait imunisasi dasar lengkap. Serta memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh yaitu tentang metodologi penelitian dan menambah pengalaman peneliti dalam menyusun penelitian kesehatan khususnya tentang imunisasi dasar lengkap.
c. Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya peranan pendidikan ibu terhadap upaya pencegahan penyakit melalui imunisasi dasar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IMUNISASI
2.1.1 PENGERTIAN IMUNISASI
Menurut WHO (World Health Organization) Imunisasi adalah proses dimana seseorang dibuat kebal atau tahan terhadap penyakit menular, biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melindungi tubuh tersebut dari infeksi atau penyakit selanjutnya.
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya anak sejak bayi hingga remaja tetapi juga pada dewasa. Cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi akibat penularan PD3I tersebut.
(Depkes, 2016)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 tahun 2017, imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
2.1.2 TUJUAN IMUNISASI
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 tahun 2017 imunisasi mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Menurunkan kesakitan & kematian akibat Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN.
b. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Presentase minimal 80% bayi yang mendapat Imunisasi dasar lengkap disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan
c. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).
d. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi.
e. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu.
f. Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management).
2.1.3 MANFAAT IMUNISASI
Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh:
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa kanak-kanak
yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.
2.1.4 JENIS - JENIS IMUNISASI
Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi menjadi dua imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
2.1.4.1 IMUNISASI AKTIF
Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya cell memory. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dijelaskan sebagai berikut.
• Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan).
• Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan
• Preservatif, stabiliser, dan antibiotic yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
• Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen
2.1.4.2 IMUNISASI PASIF
Imunisasi pasif merupakan pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat tersebut untuk kekebalan tubuhnya.
Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami atau didapat. Transfer imunitas pasif alami terjadi pada saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan, dan jenis antibodi yang disalurkan melalui plasenta adalah immunoglobulin G (igG). Transfer imunitas almai dapat terjadi dari ibu ke bayi memalui kolostrum (ASI), jenis yang di transfer adalah immunoglobulin A (igA). Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibody tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et al, 2017)
2.2 PENYELENGGARAAN IMUNISASI
Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.
Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan.
Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.
Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun, sedangkan
imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu.
2.2.1 IMUNISASI PROGRAM
Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus (Kemenkes RI, 2018).
1. IMUNISASI RUTIN
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.
a) Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR.
b) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (batita) terdiri atas Difhteria Pertusis Tetanus Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib) pada usia 18 bulan dan campak pada usia 24 bulan.
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas campak, Difhteria Tetanus (DT), dan Tetanus Difhteria (Td). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pemberian imunisasi pada BIAS yang sebelumnya diberikan pada anak kelas 1, 2 dan 3 SD berubah menjadi diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), 2 (Td) dan 5 SD (Td). Pada tahun 2017-2018, pemberian imunisasi pada BIAS hanya dilakukan pada kelas 1 dan 2 saja, sedangkan kelas 5 SD akan dilakukan mulai tahun 2019.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur dan ibu hamil berupa Tetanus Toksoid Difteri (Td). Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS serta calon pengantin atau pemberian vaksin mengandung “T” pada kegiatan imunisasi lainnya.
Pemberian dapat dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. (Kemenkes RI, 2018)
2. IMUNISASI TAMBAHAN
Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu
a) Backlog fighting
Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi Imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah tiga tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama dua tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.
b) Crash program
Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program adalah:
1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi;
2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang; dan
3) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai UCI. Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis Imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.
c) Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
Merupakan kegiatan Imunisasi massal yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit dan meningkatkan herd immunity (misalnya polio, campak, atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status Imunisasi sebelumnya
d) Cath Up Campaign (Kampanye)
Merupakan kegiatan Imunisasi Tambahan massal yang dilaksanakan serentak pada sasaran kelompok umur dan wilayah tertentu dalam upaya memutuskan transmisi penularan agent (virus atau bakteri) penyebab PD3I. Kegiatan ini biasa dilaksanakan
pada awal pelaksanaan kebijakan pemberian Imunisasi, seperti pelaksanaan jadwal pemberian Imunisasi baru.
e) Sub PIN
Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).
f) Imunisasi dalam Penanggulangan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI) Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.
3. IMUNISASI KHUSUS
Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu (Kemenkes RI, 2018). Menurut Permenkes RI No.12 tahun 2017, jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), imunisasi Rabies dan imunisasi polio.
2.2.2 IMUNISASI PILIHAN
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu, yaitu vaksin Measles, Mumps, Rubela (MMR), vaksin Hepatitis B (Hib), vaksin Tifoid, vaksin Varisela, vaksin Hepatitis A, vaksin Influenza, vaksin Pneumokokus, vaksin Rotavirus, vaksin Japanese Ensephalitis, vaksin Herpes Zooster, vaksin Human Papillomavirus (HPV) dan vaksin Dengue.
2.3 IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar merupakan
imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Adapun jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari :
2.3.1 IMUNISASI HEPATITIS B
Vaksinasi hepatitis B direkomendasikan untuk semua anak di seluruh dunia.
Menjangkau semua anak dengan setidaknya 3 dosis vaksin hepatitis B harus menjadi standar untuk semua program imunisasi nasional. Karena penularan perinatal atau awal pasca kelahiran adalah sumber paling penting dari infeksi HBV kronis secara global, semua bayi (termasuk bayi berat lahir rendah dan bayi prematur) harus menerima dosis pertama vaksin hepatitis B mereka sesegera mungkin setelah kelahiran, idealnya dalam waktu 24 jam.
Dosis kelahiran harus diikuti oleh 2 atau 3 dosis tambahan untuk melengkapi seri primer. Kedua opsi berikut ini dianggap tepat:
• jadwal 3 dosis dengan dosis pertama (monovalen) diberikan saat lahir dan yang kedua dan ketiga (monovalen atau sebagai bagian dari vaksin kombinasi) diberikan bersamaan dengan dosis pertama dan ketiga vaksin yang mengandung DTP; atau
• dosis, di mana dosis kelahiran monovalen diikuti oleh 3 (vaksin monovalen atau kombinasi), biasanya diberikan dengan vaksin bayi rutin lainnya; dosis tambahan tidak menyebabkan bahaya. Interval antara dosis harus minimal 4 minggu.
Dosis kelahiran vaksin hepatitis B dapat diberikan kepada bayi berat lahir rendah (<2000g) dan bayi prematur. Untuk bayi-bayi ini, dosis kelahiran tidak boleh dihitung sebagai bagian dari seri 3-dosis primer; 3 dosis seri primer standar harus diberikan sesuai dengan jadwal vaksinasi nasional.
Untuk mengejar ketinggalan individu yang tidak divaksinasi, prioritas harus diberikan kepada kelompok usia yang lebih muda karena risiko infeksi kronis paling tinggi pada kelompok ini. Vaksinasi catch-up adalah peluang terbatas waktu untuk pencegahan dan harus dipertimbangkan berdasarkan sumber daya dan prioritas yang
tersedia. Orang yang tidak divaksinasi harus divaksinasi dengan jadwal 0, 1, 6 bulan.
Vaksinasi kelompok yang berisiko paling tinggi untuk memperoleh HBV direkomendasikan. Ini termasuk pasien yang sering membutuhkan darah atau produk darah, pasien dialisis, pasien diabetes, penerima transplantasi organ padat, orang dengan penyakit hati kronis termasuk orang-orang dengan Hepatitis C, orang dengan infeksi HIV, pria yang berhubungan seks dengan pria, orang dengan banyak seksual pasangan, serta pekerja perawatan kesehatan dan orang lain yang mungkin terpapar darah, produk darah atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular selama pekerjaan mereka.(WHO, 2017)
a) Pengertian
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg
b) Cara pemberian dan dosis
• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID( Prefilled Injection Device), secara intramuskuler, sebaiknya pada antero lateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus hepatitis b.
d) Kontra indikasi
Penderita infeksi berat yang disertai kejang e) Efek Samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
2.3.2 IMUNISASI BACILLUS CALMETTE GUERIN (BCG) a) Pengertian
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris.
b) Cara pemberian dan dosis
• Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
• Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS (Auto Disable Syringe) 0,05 ml.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
d) Kontra indikasi
Individu yang diketahui alergi terhadap komponen dalam vaksin, orang dengan imunodefisiensi (mis. HIV/AIDS), individu yang diketahui atau diduga menderita defisiensi imun bawaan (mis . leukemia, limfoma atau penyakit ganas lainnya) dan untuk pasien yang menjalani perawatan imunosupresif (mis. kortikosteroid, agen alkilasi, biological response modifiers, antimetabolit, radiasi) serta bayi yang terpapar pengobatan imunosupresif dalam rahim atau melalui menyusui sebaiknya tidak menerima vaksinasi BCG.
e) Efek Samping
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
2.3.3 IMUNISASI DIPHTERIA PERTUSIS TETANUS -HEPATITIS B (DPT-HB) atau DIPHTERIA PERTUSIS TETANUS -HEPATITIS B –HEMOPHILUS INFLUENZA TYPE B (DPTHB-HiB)
a) Pengertian
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan.
b) Cara pemberian dan dosis
• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
• Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
c) Kontra indikasi
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius d) Efek Samping
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.
2.3.4 IMUNISASI POLIO 2.3.4.1 Oral Polio Vaccine (OPV)
a) Pengertian
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
b) Cara pemberian dan dosis
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
c) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
d) Kontra indikasi
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
e) Efek Samping
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.
2.3.4.2 Inactive Polio Vaccine (IPV) a) Pengertian
Bentuk suspensi injeksi dari vaksin polio b) Cara pemberian dan dosis
• Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua bulan.
• IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuaidengan rekomendasi dari WHO.
• Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval satu atau dua bulan.
c) Indikasi
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.
d) Kontra indikasi
• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
• Alergi terhadap Streptomycin e) Efek Samping
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari
2.3.5 IMUNISASI CAMPAK a) Pengertian
Vaksin virus hidup yang dilemahkan b) Cara pemberian dan dosis
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan
c) Indikasi
Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak d) Kontra indikasi
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
e) Efek Samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
2.4 JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP
Sesuai dengan Permenkes Nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia (0-11bulan)
Umur Jenis Interval minimal untuk jenis imunisasi yang sama
0-24 Jam Hepatitis B 1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4,IPV
9 bulan Campak Catatan:
• Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.
• Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
• Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.
• Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB Hib1, DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status Imunisasi T2.
• IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016
• Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.
Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi
2.5 PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)
2.5.1 HEPATITIS B
Virus Hepatitis menyebabkan 1,34 juta kematian pada tahun 2015, jumlah yang sebanding untuk kematian yang disebabkan oleh TBC dan lebih tinggi dari yang disebabkan oleh HIV. Namun, jumlah kematian akibat virus hepatitis terus meningkat seiring waktu, sementara kematian yang disebabkan oleh TB dan HIV menurun. Kebanyakan kematian akibat virus hepatitis pada tahun 2015 disebabkan oleh penyakit hati kronis (720.000 kematian karena sirosis) dan kanker hati primer (470.000 kematian karena karsinoma hepatoseluler). Secara global, pada tahun 2015, diperkirakan 257 juta orang hidup dengan infeksi HBV kronis (WHO, 2017).
Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), (suatu anggota family Hepadnavirus, genus Orthohepadnavirus) suatu virus DNA yang berlapis ganda, berbentuk bulat dan bereplikasi terutama di hepatocytes (WHO, 2017).Dan dapat menyebabkan hepatitis akut atau kronis (Wolfram H Gerlich, 2013).
Penularan dapat terjadi secara horizontal yaitu dari darah, transfusi darah, suntikan yang tidak aman, melalui hubungan seksual dan dapat terjadi penularan secara vertical yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan (Kemenkes, 2015).
Kebanyakan orang tidak mengalami gejala apa pun ketika baru terinfeksi hepatitis b. Namun, beberapa orang memiliki penyakit akut dengan gejala yang berlangsung beberapa minggu, termasuk menguningnya kulit dan mata (jaundice), urin gelap, kelelahan ekstrim, mual, muntah, dan sakit perut. Sejumlah kecil orang dengan hepatitis akut dapat berkembang menjadi gagal hati akut, yang dapat menyebabkan kematian. Pada beberapa orang, virus hepatitis B juga dapat menyebabkan infeksi hati kronis yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis (jaringan parut hati) atau kanker hati (WHO, 2019).
2.5.2 TUBERCULOSIS
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis . Tuberkulosis paling sering mengenai paru-paru tetapi dapat juga mengenai organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi Mycobacterium tuuberculosis terjadi respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Ranuh et.al, 2017).
M. tuberculosis menyebar melalui droplet ketika individu yang menderita batuk
M. tuberculosis menyebar melalui droplet ketika individu yang menderita batuk