• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

INDAH SARI SIREGAR 170100013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

INDAH SARI SIREGAR 170100013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur tidak hentinya kita ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, yang atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Shalawat beriring salam tidak hentinya kita hadiahkan kepada suri tauladan kita baginda Muhammad Rasulullah SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman berperadaban. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya di hari akhir kelak.

Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar sarjana strata-1 kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 tentang imunisasi dasar lengkap” dimana masih banyak kekurangan di dalam proses penyusunannya.

Penyelesaian karya tulis ilmiah ini tentunya tidak mungkin tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang telah turut serta selama proses penelitian ini berlangsung. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya dipersembahkan oleh penulis kepada pihak-pihak berikut:

1. Kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr.

dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) yang telah memfasilitasi seluruh kegiatan penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing penulis dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp.A(K) yang telah senantiasa meluangkan waktu serta tenaga dan pikiran dalam membimbing serta mengarahkan penulis menjadi lebih baik, mulai dari proses penyusunan proposal hingga selesainya karya tulis ilmiah ini.

3. Kepada dosen penguji penulis dr. Olga Rasiyanti Siregar, M.Ked(Ped)., Sp.A(K) selaku ketua penguji dan dr. Yuke Sarastri, M.Ked., Sp. JP selaku

(5)

anggota penguji, yang telah banyak memberi masukan dan saran kepada penulis demi terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

4. Kepada kedua orangtua penulis, ayahanda Muhammad Syukur Siregar dan ibunda Winarni Lumbangaol S.Pd yang selalu mendukung serta mendoakan penulis selama hidup penulis, sejak penulis dilahirkan hingga penulis dapat lulus di perguruan tinggi negeri di fakultas impian penulis dan terus sampai akhir hayat penulis nanti.

5. Kepada abang dan adik penulis, yaitu Azlan Andika Putra Siregar, Siti Rahmawani Siregar dan Nur Alifya Siregar, yang selalu mendoakan dan menjadi penyemangat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan semangat dan sukacita.

6. Kepada teman-teman yang selalu menjadi tempat berbagi cerita, saling mendoakan serta menguatkan, dan memberi semangat serta masukan, Jesica Dwi Riskita Sidabutar, Theresia Sitanggang, Enda Agustina Tarigan, Caryn Anasthasya Naomi Sihite, Syifa Sari Siregar, Stephani Clarissa Sembiring, Putri Fildzah Safirah, Kugashini dan teman-teman sejawat stambuk 2017.

Demikianlah karya tulis ilmiah ini penulis selesaikan. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih baik lagi kedepannya. Dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis maupun orang lain khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kedokteran.

Medan, Desember 2020 Penulis,

Indah Sari Siregar

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Singkatan ... ix

Abstrak ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Imunisasi ... 6

2.1.1 Pengertian Imunisasi ... 6

2.1.2 Tujuan Imunisasi ... 6

2.1.3 Manfaat Imunisasi ... 7

2.1.4 Jenis - Jenis Imunisasi ... 8

2.2 Penyelenggaraan Imunisasi ... 9

2.2.1 Imunisasi Program ... 10

2.2.2 Imunisasi Pilihan ... 13

2.3 Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi ... 13

2.3.1 Imunisasi Hepatitis B ... 14

2.3.2 Imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG) ... 16

2.3.3 Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus ... 17

2.3.4 Imunisasi Polio ... 17

(7)

2.3.5 Imunisasi Campak ... 19

2.4 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap ... 19

2.5 Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) ... 22

2.5.1 Hepatitis B ... 22

2.5.2 Tuberculosis ... 23

2.5.3 Difteri ... 24

2.5.4 Pertusis ... 24

2.5.5 Tetanus ... 25

2.5.6 Hemofilus Influenza tipe B ... 25

2.5.7 Polio ( Poliomyelitis) ... 26

2.5.8 Campak ... 26

2.6 Pengetahuan ... 27

2.6.1 Pengertian Pengetahuan ... 27

2.6.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 29

2.6.3 Kriteria Pengetahuan ... 30

2.7 Sikap ... 30

2.7.1 Pengertian Sikap ... 30

2.8 Perilaku ... 32

2.8.1 Pengertian Perilaku ... 32

2.8.2 Bentuk Perilaku ... 32

2.8.3 Domain Perilaku ... 33

2.8.4 Proses Pembentukan Perilaku ... 33

2.9 Kerangka Teori ... 35

2.10 Kerangka Konsep ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.3.1 Populasi Penelitian ... 36

3.3.2 Sampel Penelitian ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

(8)

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

3.5.1 Pengolahan Data ... 40

3.5.2 Analisis Data ... 40

3.6 Definisi Operasional ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Hasil ... 44

4.1.1 Karakteristik Responden ... 44

4.1.2 Pengetahuan Responden ... 47

4.1.3 Sikap Responden ... 49

4.1.4 Perilaku Responden ... 50

4.2 Pembahasan ... 51

4.2.1 Gambaran Pengetahuan ... 51

4.2.2 Gambaran Sikap ... 53

4.2.3 Gambaran Perilaku ... 54

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 45

Daftar pustaka ... 59

Lampiran ... 63

(9)

bulan)……….. 20

3.1 Definisi operasional……….... 41

4.1 Distribusi karakteristik responden……….. 45 4.2 Gambaran distribusi frekuensi pengetahuan responden…………. 48 4.3 Distribusi frekuensi gambaran pengetahuan responden tentang

imunisasi dasar lengkap………... 48 4.4 Gambaran distribusi frekuensi sikap responden………. 49 4.5 Gambaran distribusi frekuensi perilaku responden……… 50 4.6 Distribusi frekuensi gambaran perilaku responden tentang

imunisasi dasar lengkap……….. 50

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Jadwal imunisasi………... 21 2.2 Kerangka teori………... 35

2.3 Kerangka konsep……… 35

(11)

DAFTAR SINGKATAN ADS : Auto Disable Syringe

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome Baduta : Anak bawah dua tahun

Batita : Anak bawah tiga tahun BCG : Bacillus Calmette-Guėrin BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah DNA : Deoxyribonucleic Acid

DPT : Difteri, pertussis, dan tetanus DT : Diptheria Tetanus

HB : Hepatitis B

HBsAg : Hepatitis B Surface Antigen HBV : Hepatitis B Virus

Hib : Haemophilus Influenzae tipe B HIV : Human Immunodeficiency Virus HPV : Human Papilloma Virus

IDL : Imunisasi Dasar Lengkap Ig A : Immunoglobulin A Ig G : Immunoglobulin G KLB : Kejadian Luar Biasa MR : Measles Rubella

(12)

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

PD3I : Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PID : Prefilled Injection Device

PTB : Pulmonarry Tuberculosis Renstra : Rencana Strategi

RNA : Ribonucleic Acid

RPJMN : Rencana Pembagunan Jangka Menengah Nasional TBC : Tuberculosis

Td : Tetanus Diphteria

UCI : Universal Child Immunization

UNICEF : United Nations International Children’s Emergency Fund WHO : World Health Organization

WUS : Wanita Usia Subur

(13)

ABSTRAK

Latar belakang : Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling murah, karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi kelengkapan status imunisasi anak, semakin baik pengetahuan orang tua maka semakin lengkap status imunisasi anak, begitu pula sebaliknya. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan berlangsung lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan akan membentuk sikap ibu dalam hal kepatuhan pemberian imunisasi dasar lengkap. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 mengenai imunisasi dasar lengkap. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain studi potong lintang. Penelitian ini menggunakan data primer berupa kuesioner. Populasi penelitian ini adalah seluruh Ibu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 dengan jumlah sampel 106 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Data penelitian ini dianalisis menggunakan SPSS. Hasil: Dari 106 sampel diperoleh 56 orang (52,8%) memiliki pengetahuan baik, 55 orang (51,9%) memiliki sikap baik dan 57 orang (53,8%) berperilaku baik. Kesimpulan: Mayoritas ibu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik tentang imunisasi dasar lengkap

Kata kunci: anak, imunisasi dasar lengkap, pengetahuan, sikap, perilaku

(14)

ABSTRACT

Background: Immunization is one of the health interventions that have been proven to be the most cost-effective, because it can prevent and reduce the incidence of illness, disability, and death due to diseases that can be prevented by immunization (P3DI), which is estimated to be 2 to 3 million deaths every year. Parent’s knowledge will affect the completeness of the child's immunization status, the better the parents' knowledge, and the better or complete the child's immunization status, and the other way around. Behavior-based knowledge will last longer than behavior that is not based on knowledge. Knowledge will shape the mother's attitude regarding compliance with complete basic immunization. Purpose: This study aims to describe the knowledge, attitudes, and behaviors of mothers of the 2017 Universitas Sumatera Utara medical students towards complete basic immunization. Methods: This research is a descriptive study with a cross-sectional study design. This study uses primary data in the form of a questionnaire. The population of this study is all of the mothers of the 2017 students at the Faculty of Medicine, Universitas Sumatera Utara. The number of samples needed is 106 respondents. The sampling technique used simple random sampling. The research data were analyzed using SPSS.

Results: From 106 samples, obtained that 56 people (52.8%) had good knowledge, 55 people (51.9%) had good attitudes, and 57 people (53.8%) had good behavior.

Conclusion: The majority all mothers of the 2017 Universitas Sumatera Utara medical students have good knowledge, attitudes, and behavior regarding complete basic immunization

Keywords: children, complete basic immunization, knowledge, attitude, behavior

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost- effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain Tuberkulosis, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. (Kemenkes RI, 2019)

Menurut profil kesehatan Indonesia 2018, Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan. Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu. Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun, sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS).

Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan

(16)

perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu.

Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis Bacillus Calmette Guerin (BCG), 3 dosis Diphteria Pertusis Tetanus -Hepatitis B – Hemophilus Influenza Type B (DPT HB-HiB), 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR (Measles Rubella).

Imunisasi dasar lengkap menjadi salah satu cara meningkatkan kualitas kesehatan anak sebagai aset negara. Setiap tahun, lebih dari 1,5 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan imunisasi. (UNICEF, 2019)

Menurut UNICEF Indonesia berada pada urutan ke-4 diantara negara-negara dengan lebih dari 100.000 anak yang tidak divaksinasi atau tidak divaksinasi lengkap pada tahun 2017 dengan perkiraan jumlah anak yang tidak divaksinasi adalah 1,009,353 orang .

Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2018, cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia dalam lima tahun terakhir selalu di atas 85%, namun masih belum mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan yang ditentukan. Pada tahun 2018 imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar 90,6%. Angka ini sedikit di bawah target Renstra tahun 2018 sebesar 92,5%. Sedangkan menurut provinsi, Sumatera Utara berada pada posisi ke-14 terendah dari 34 provinsi lainnya yaitu, 84,01%. Adapun Cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia pada tahun 2018,yaitu BCG 74,75%, HB<7 Hari 70,65%, DPT-HB-HiB(1) 76,97%, DPT-HB- HiB(3) 75,20%, Polio 74,67%, Campak/MR 67,7%, HPV 42,73%.

Persentase Kabupaten/kota di Indonesia yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi sampai dengan tahun 2017 cenderung meningkat yaitu 85,41%, namun pada tahun 2018 menurun menjadi 68,75%. Dan persentase kabupaten/kota

(17)

di Sumatera Utara yaitu 60,61% yang mana masih belum mencapai 80% imunisasi lengkap dasar bayi.

Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia sebesar 82,13%. Tiga provinsi dengan capaian tertinggi yaitu Jawa Tengah sebesar 99,93%, Bali (99,16%), dan Kepulauan Bangka Belitung (97,44%).

Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Papua (40,48%), Aceh (48,21%) dan Kalimantan Utara (53,73%). Dan persentase di provinsi Sumatera Utara pada urutan ke-17 dari 26 provinsi lainnya sebanyak 81,35% .

Keberhasilan program imunisasi dapat memberikan cakupan imunisasi yang tinggi dan memelihara imunitas yang ada di masyarakat. Namun, menurut penelitian (Citra et al., 2017), cakupan imunisasi dasar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya tingkat pengetahuan ibu.

Sedangkan menurut penelitian (Putri & Zuiatna, 2018) Pengetahuan orang tua akan mempengaruhi kelengkapan status imunisasi anak, semakin baik pengetahuan orang tua maka status imunisasi anak baik atau lengkap begitu pula sebaliknya.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan berlangsung lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan akan membentuk sikap ibu, dalam hal ini adalah kepatuhan dalam pemberian imunisasi dasar lengkap.Sikap orang tua memiliki hubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar.Perbedaan sikap yang dimiliki ibu mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada balita.Ibu dengan sikap negatif mempunyai peluang lebih besar untuk memiliki perilaku negatif dalam pemberian imunisasi dasar pada balita dan sikap positif mempunyai peluang lebih besar untuk memiliki perilaku positif dalam pemberian imunisasi dasar pada balita.

Dan penelitian (Emilya & Lestari, 2017), menemukan pengetahuan dan sikap Ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan status imunisasi dasar.

Sedangkan menurut penelitian (Heraris, 2015) ,bahwa kelengkapan imunisasi dasar tidak dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar.

(18)

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu tentang pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 mengenai imunisasi dasar lengkap?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 tentang pemberian imunisasi dasar lengkap.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 mengenai imunisasi dasar lengkap.

b) Untuk mengetahui gambaran sikap ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 mengenai imunisasi dasar lengkap.

c) Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 mengenai imunisasi dasar lengkap.

(19)

1.4 MANFAAT PENELITIAN a. Pendidikan

Penelitian ini diharapkan sebagai sumber informasi dan bahan bacaan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang diharapkan bermanfaat sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut

b. Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan ilmu kedokteran dan penelitian terkait imunisasi dasar lengkap. Serta memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh yaitu tentang metodologi penelitian dan menambah pengalaman peneliti dalam menyusun penelitian kesehatan khususnya tentang imunisasi dasar lengkap.

c. Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya peranan pendidikan ibu terhadap upaya pencegahan penyakit melalui imunisasi dasar.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 IMUNISASI

2.1.1 PENGERTIAN IMUNISASI

Menurut WHO (World Health Organization) Imunisasi adalah proses dimana seseorang dibuat kebal atau tahan terhadap penyakit menular, biasanya dengan pemberian vaksin. Vaksin merangsang sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melindungi tubuh tersebut dari infeksi atau penyakit selanjutnya.

Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit menular khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diberikan kepada tidak hanya anak sejak bayi hingga remaja tetapi juga pada dewasa. Cara kerja imunisasi yaitu dengan memberikan antigen bakteri atau virus tertentu yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan merangsang sistem imun tubuh untuk membentuk antibodi. Antibodi menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif sehingga dapat mencegah atau mengurangi akibat penularan PD3I tersebut.

(Depkes, 2016)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 tahun 2017, imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

2.1.2 TUJUAN IMUNISASI

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 12 tahun 2017 imunisasi mempunyai tujuan sebagai berikut.

(21)

1. Tujuan Umum

Menurunkan kesakitan & kematian akibat Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

2. Tujuan Khusus

a. Tercapainya cakupan Imunisasi dasar lengkap (IDL) pada bayi sesuai target RPJMN.

b. Tercapainya Universal Child Immunization/UCI (Presentase minimal 80% bayi yang mendapat Imunisasi dasar lengkap disuatu desa/kelurahan) di seluruh desa/kelurahan

c. Tercapainya target Imunisasi lanjutan pada anak umur di bawah dua tahun (baduta) dan pada anak usia sekolah dasar serta Wanita Usia Subur (WUS).

d. Tercapainya reduksi, eliminasi, dan eradikasi penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi.

e. Tercapainya perlindungan optimal kepada masyarakat yang akan berpergian ke daerah endemis penyakit tertentu.

f. Terselenggaranya pemberian Imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management).

2.1.3 MANFAAT IMUNISASI

Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh:

a. Untuk Anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.

b. Untuk Keluarga

Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani masa kanak-kanak

(22)

yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas.

c. Untuk Negara

Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.1.4 JENIS - JENIS IMUNISASI

Berdasarkan proses atau mekanisme pertahanan tubuh, imunisasi dibagi menjadi dua imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

2.1.4.1 IMUNISASI AKTIF

Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan, sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respons seluler dan humoral serta dihasilkannya cell memory. Jika benar-benar terjadi infeksi maka tubuh dapat merespons. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan dalam setiap vaksinnya, yang dijelaskan sebagai berikut.

• Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan (berupa polisakarida, toksoid, virus yang dilemahkan atau bakteri yang dimatikan).

• Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan

• Preservatif, stabiliser, dan antibiotic yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.

• Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk meningkatkan imunogenitas antigen

(23)

2.1.4.2 IMUNISASI PASIF

Imunisasi pasif merupakan pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat tersebut untuk kekebalan tubuhnya.

Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami atau didapat. Transfer imunitas pasif alami terjadi pada saat ibu hamil memberikan antibodi tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan, dan jenis antibodi yang disalurkan melalui plasenta adalah immunoglobulin G (igG). Transfer imunitas almai dapat terjadi dari ibu ke bayi memalui kolostrum (ASI), jenis yang di transfer adalah immunoglobulin A (igA). Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibody tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya (Ranuh et al, 2017)

2.2 PENYELENGGARAAN IMUNISASI

Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.

Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan.

Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.

Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun, sedangkan

(24)

imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun (baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu.

2.2.1 IMUNISASI PROGRAM

Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus (Kemenkes RI, 2018).

1. IMUNISASI RUTIN

Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus- menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.

a) Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR.

(25)

b) Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (batita) terdiri atas Difhteria Pertusis Tetanus Hepatitis B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B Haemophilus Influenza type B (DPT-HB- Hib) pada usia 18 bulan dan campak pada usia 24 bulan.

Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas campak, Difhteria Tetanus (DT), dan Tetanus Difhteria (Td). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, pemberian imunisasi pada BIAS yang sebelumnya diberikan pada anak kelas 1, 2 dan 3 SD berubah menjadi diberikan pada kelas 1 (campak dan DT), 2 (Td) dan 5 SD (Td). Pada tahun 2017-2018, pemberian imunisasi pada BIAS hanya dilakukan pada kelas 1 dan 2 saja, sedangkan kelas 5 SD akan dilakukan mulai tahun 2019.

Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur dan ibu hamil berupa Tetanus Toksoid Difteri (Td). Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS serta calon pengantin atau pemberian vaksin mengandung “T” pada kegiatan imunisasi lainnya.

Pemberian dapat dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. (Kemenkes RI, 2018)

(26)

2. IMUNISASI TAMBAHAN

Imunisasi tambahan merupakan jenis Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu

a) Backlog fighting

Merupakan upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi Imunisasi dasar pada anak yang berumur di bawah tiga tahun. Kegiatan ini diprioritaskan untuk dilaksanakan di desa yang selama dua tahun berturut-turut tidak mencapai UCI.

b) Crash program

Kegiatan ini dilaksanakan di tingkat Puskesmas yang ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB. Kriteria pemilihan daerah yang akan dilakukan crash program adalah:

1) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi;

2) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang; dan

3) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai UCI. Crash program bisa dilakukan untuk satu atau lebih jenis Imunisasi, misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio.

c) Pekan Imunisasi Nasional (PIN)

Merupakan kegiatan Imunisasi massal yang dilaksanakan secara serentak di suatu negara dalam waktu yang singkat. PIN bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran suatu penyakit dan meningkatkan herd immunity (misalnya polio, campak, atau Imunisasi lainnya). Imunisasi yang diberikan pada PIN diberikan tanpa memandang status Imunisasi sebelumnya

d) Cath Up Campaign (Kampanye)

Merupakan kegiatan Imunisasi Tambahan massal yang dilaksanakan serentak pada sasaran kelompok umur dan wilayah tertentu dalam upaya memutuskan transmisi penularan agent (virus atau bakteri) penyebab PD3I. Kegiatan ini biasa dilaksanakan

(27)

pada awal pelaksanaan kebijakan pemberian Imunisasi, seperti pelaksanaan jadwal pemberian Imunisasi baru.

e) Sub PIN

Merupakan kegiatan serupa dengan PIN tetapi dilaksanakan pada wilayah terbatas (beberapa provinsi atau kabupaten/kota).

f) Imunisasi dalam Penanggulangan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI) Pedoman pelaksanaan Imunisasi dalam penanganan KLB disesuaikan dengan situasi epidemiologis penyakit masing-masing.

3. IMUNISASI KHUSUS

Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu (Kemenkes RI, 2018). Menurut Permenkes RI No.12 tahun 2017, jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning), imunisasi Rabies dan imunisasi polio.

2.2.2 IMUNISASI PILIHAN

Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu, yaitu vaksin Measles, Mumps, Rubela (MMR), vaksin Hepatitis B (Hib), vaksin Tifoid, vaksin Varisela, vaksin Hepatitis A, vaksin Influenza, vaksin Pneumokokus, vaksin Rotavirus, vaksin Japanese Ensephalitis, vaksin Herpes Zooster, vaksin Human Papillomavirus (HPV) dan vaksin Dengue.

2.3 IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar merupakan

(28)

imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Adapun jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari :

2.3.1 IMUNISASI HEPATITIS B

Vaksinasi hepatitis B direkomendasikan untuk semua anak di seluruh dunia.

Menjangkau semua anak dengan setidaknya 3 dosis vaksin hepatitis B harus menjadi standar untuk semua program imunisasi nasional. Karena penularan perinatal atau awal pasca kelahiran adalah sumber paling penting dari infeksi HBV kronis secara global, semua bayi (termasuk bayi berat lahir rendah dan bayi prematur) harus menerima dosis pertama vaksin hepatitis B mereka sesegera mungkin setelah kelahiran, idealnya dalam waktu 24 jam.

Dosis kelahiran harus diikuti oleh 2 atau 3 dosis tambahan untuk melengkapi seri primer. Kedua opsi berikut ini dianggap tepat:

• jadwal 3 dosis dengan dosis pertama (monovalen) diberikan saat lahir dan yang kedua dan ketiga (monovalen atau sebagai bagian dari vaksin kombinasi) diberikan bersamaan dengan dosis pertama dan ketiga vaksin yang mengandung DTP; atau

• dosis, di mana dosis kelahiran monovalen diikuti oleh 3 (vaksin monovalen atau kombinasi), biasanya diberikan dengan vaksin bayi rutin lainnya; dosis tambahan tidak menyebabkan bahaya. Interval antara dosis harus minimal 4 minggu.

Dosis kelahiran vaksin hepatitis B dapat diberikan kepada bayi berat lahir rendah (<2000g) dan bayi prematur. Untuk bayi-bayi ini, dosis kelahiran tidak boleh dihitung sebagai bagian dari seri 3-dosis primer; 3 dosis seri primer standar harus diberikan sesuai dengan jadwal vaksinasi nasional.

Untuk mengejar ketinggalan individu yang tidak divaksinasi, prioritas harus diberikan kepada kelompok usia yang lebih muda karena risiko infeksi kronis paling tinggi pada kelompok ini. Vaksinasi catch-up adalah peluang terbatas waktu untuk pencegahan dan harus dipertimbangkan berdasarkan sumber daya dan prioritas yang

(29)

tersedia. Orang yang tidak divaksinasi harus divaksinasi dengan jadwal 0, 1, 6 bulan.

Vaksinasi kelompok yang berisiko paling tinggi untuk memperoleh HBV direkomendasikan. Ini termasuk pasien yang sering membutuhkan darah atau produk darah, pasien dialisis, pasien diabetes, penerima transplantasi organ padat, orang dengan penyakit hati kronis termasuk orang-orang dengan Hepatitis C, orang dengan infeksi HIV, pria yang berhubungan seks dengan pria, orang dengan banyak seksual pasangan, serta pekerja perawatan kesehatan dan orang lain yang mungkin terpapar darah, produk darah atau cairan tubuh lain yang berpotensi menular selama pekerjaan mereka.(WHO, 2017)

a) Pengertian

Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg

b) Cara pemberian dan dosis

• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID( Prefilled Injection Device), secara intramuskuler, sebaiknya pada antero lateral paha.

• Pemberian sebanyak 3 dosis.

• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan virus hepatitis b.

d) Kontra indikasi

Penderita infeksi berat yang disertai kejang e) Efek Samping

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

(30)

2.3.2 IMUNISASI BACILLUS CALMETTE GUERIN (BCG) a) Pengertian

Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris.

b) Cara pemberian dan dosis

• Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.

• Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS (Auto Disable Syringe) 0,05 ml.

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.

d) Kontra indikasi

Individu yang diketahui alergi terhadap komponen dalam vaksin, orang dengan imunodefisiensi (mis. HIV/AIDS), individu yang diketahui atau diduga menderita defisiensi imun bawaan (mis . leukemia, limfoma atau penyakit ganas lainnya) dan untuk pasien yang menjalani perawatan imunosupresif (mis. kortikosteroid, agen alkilasi, biological response modifiers, antimetabolit, radiasi) serta bayi yang terpapar pengobatan imunosupresif dalam rahim atau melalui menyusui sebaiknya tidak menerima vaksinasi BCG.

e) Efek Samping

2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.

(31)

2.3.3 IMUNISASI DIPHTERIA PERTUSIS TETANUS -HEPATITIS B (DPT- HB) atau DIPHTERIA PERTUSIS TETANUS -HEPATITIS B –HEMOPHILUS INFLUENZA TYPE B (DPTHB-HiB)

a) Pengertian

Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan.

b) Cara pemberian dan dosis

• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.

• Satu dosis anak adalah 0,5 ml.

c) Kontra indikasi

Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius d) Efek Samping

Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian.

2.3.4 IMUNISASI POLIO 2.3.4.1 Oral Polio Vaccine (OPV)

a) Pengertian

Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.

b) Cara pemberian dan dosis

Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.

c) Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.

(32)

d) Kontra indikasi

Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.

e) Efek Samping

Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.

2.3.4.2 Inactive Polio Vaccine (IPV) a) Pengertian

Bentuk suspensi injeksi dari vaksin polio b) Cara pemberian dan dosis

• Disuntikkan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.

• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua bulan.

• IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuaidengan rekomendasi dari WHO.

• Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval satu atau dua bulan.

c) Indikasi

Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi.

d) Kontra indikasi

• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.

• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.

• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.

(33)

• Alergi terhadap Streptomycin e) Efek Samping

Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari

2.3.5 IMUNISASI CAMPAK a) Pengertian

Vaksin virus hidup yang dilemahkan b) Cara pemberian dan dosis

0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan

c) Indikasi

Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak d) Kontra indikasi

Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.

e) Efek Samping

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.

2.4 JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP

Sesuai dengan Permenkes Nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(34)

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia (0-11bulan)

Umur Jenis Interval minimal untuk jenis imunisasi yang sama

0-24 Jam Hepatitis B 1 bulan BCG, Polio 1

2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2

3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3 1 bulan

4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4,IPV

9 bulan Campak Catatan:

• Pemberian Hepatitis B paling optimal diberikan pada bayi <24 jam pasca persalinan, dengan didahului suntikan vitamin K1 2-3 jam sebelumnya, khusus daerah dengan akses sulit, pemberian Hepatitis B masih diperkenankan sampai <7 hari.

• Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, Imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.

• Pemberian BCG optimal diberikan sampai usia 2 bulan, dapat diberikan sampai usia <1 tahun tanpa perlu melakukan tes mantoux.

• Bayi yang telah mendapatkan Imunisasi dasar DPT-HB Hib1, DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3 dengan jadwal dan interval sebagaimana Tabel 1, maka dinyatakan mempunyai status Imunisasi T2.

• IPV mulai diberikan secara nasional pada tahun 2016

• Pada kondisi tertentu, semua jenis vaksin kecuali HB 0 dapat diberikan sebelum bayi berusia 1 tahun.

(35)

Gambar 2.1 Jadwal Imunisasi

(36)

2.5 PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

2.5.1 HEPATITIS B

Virus Hepatitis menyebabkan 1,34 juta kematian pada tahun 2015, jumlah yang sebanding untuk kematian yang disebabkan oleh TBC dan lebih tinggi dari yang disebabkan oleh HIV. Namun, jumlah kematian akibat virus hepatitis terus meningkat seiring waktu, sementara kematian yang disebabkan oleh TB dan HIV menurun. Kebanyakan kematian akibat virus hepatitis pada tahun 2015 disebabkan oleh penyakit hati kronis (720.000 kematian karena sirosis) dan kanker hati primer (470.000 kematian karena karsinoma hepatoseluler). Secara global, pada tahun 2015, diperkirakan 257 juta orang hidup dengan infeksi HBV kronis (WHO, 2017).

Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), (suatu anggota family Hepadnavirus, genus Orthohepadnavirus) suatu virus DNA yang berlapis ganda, berbentuk bulat dan bereplikasi terutama di hepatocytes (WHO, 2017).Dan dapat menyebabkan hepatitis akut atau kronis (Wolfram H Gerlich, 2013).

Penularan dapat terjadi secara horizontal yaitu dari darah, transfusi darah, suntikan yang tidak aman, melalui hubungan seksual dan dapat terjadi penularan secara vertical yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan (Kemenkes, 2015).

Kebanyakan orang tidak mengalami gejala apa pun ketika baru terinfeksi hepatitis b. Namun, beberapa orang memiliki penyakit akut dengan gejala yang berlangsung beberapa minggu, termasuk menguningnya kulit dan mata (jaundice), urin gelap, kelelahan ekstrim, mual, muntah, dan sakit perut. Sejumlah kecil orang dengan hepatitis akut dapat berkembang menjadi gagal hati akut, yang dapat menyebabkan kematian. Pada beberapa orang, virus hepatitis B juga dapat menyebabkan infeksi hati kronis yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis (jaringan parut hati) atau kanker hati (WHO, 2019).

(37)

2.5.2 TUBERCULOSIS

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis . Tuberkulosis paling sering mengenai paru-paru tetapi dapat juga mengenai organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi Mycobacterium tuuberculosis terjadi respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Ranuh et.al, 2017).

M. tuberculosis menyebar melalui droplet ketika individu yang menderita batuk PTB aktif dan mengeluarkan bakteri ke udara. TB biasanya mempengaruhi paru- paru dan juga dapat mempengaruhi tempat lain (TB luar paru (extrapulmonary), terutama pada anak-anak). Gejala dan tanda TB bervariasi secara signifikan dengan usia, status kekebalan, situs yang terinfeksi, dantingkat keparahan penyakit (WHO, 2017).

Gejala umum TB pada orang dewasa adalah batuk yang terus-menerus selama 2- 3 minggu atau lebih, batuk berdahak kadang berdarah, nyeri dada, penurunan berat badan, demam, menggigil, berkeringat malam hari, kelelahan, dan kehilangan selera makan. Bakteri ini biasanya menyerang orang lain, misalnya ginjal, tulang belakang, otak, kelenjar, dan sebagainya. Pada anak-anak gejala tuberkulosis paru berbeda dengan orang dewasa, keluhan yang sering dijumpai adalah anak tidak mau makan, berat badan jauh di bawah rata-rata anak seumurnya. Penderita yang sudah positif menderita tuberkulosis diobati melalui Program Nasional Penanggulangan TBC (Strategi DOTS). Penderita harus mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis) minimal 6 bulan. Cara pencegahan yang paling efektif yaitu dilakukan melalui vaksinasi (Cahyono, 2010).

(38)

2.5.3 DIFTERI

Corynebacterium merupakan genus bakteri berbentuk gram positif. Difteri disebabkan oleh Corynebacterium diphtheriae,spesies anaerob fakultatif dan berbentuk klub (club shaped) .

Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung karena adanya makanan terkontaminasi bakteri difteri.

Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam ringan, radang tenggorokan, hilang nafsu makan, dan dalam 2–3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil (pseudomembrane).

2.5.4 PERTUSIS

Penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis (batuk rejan), Penyakit ini menyerang mulut, hidung, dan tenggorokan.

Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular dan dapat menyerang semua golongan umur, makin muda usia terkena pertusis, makin berbahaya. Kasus terbanyak terjadi pada anak umur 1 tahun.

Pertusis menular melalui udara pernapasan, yaitu percikan air ludah. Seorang penderita menjadi infeksius sampai 3 minggu setelah serangan batuk dimulai.

Gejala akan mulai timbul 3-12 hari setelah bakteri masuk ke dalam tubuh. Infeksi berlangsung selama 6 minggu dan berkembang melalui 3 tahapan, biasanya gejala dimulai dengan batuk dan pilek ringan selama 1-2 minggu (stadium kataral).

Kemudian, diikuti dengan masa jeda batuk (stadium paroksismal), disini timbul 5- 15 kali batuk diikuti dengan menghirup napas bernada tinggi. Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Tahap terakhir gejala pertusis disebut dengan tahap konvalesen, yang ditandai dengan batuk dan muntah semakin

(39)

berkurang, anak tampak merasa lebih baik. Kadang-kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan biasanya akibat iritasi saluran pernapasan (Cahyono, 2010)

2.5.5 TETANUS

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif, berbentuk spora, dan bersifat anaerob.

Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui luka, misalnya luka tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka suntikan, infeksi telinga, rahim sesudah persalinan atau keguguran, pemotongan tali pusat yang tidak steril.

Clostridium tetani menghasilkan neurotoksin tetanospasmin yang sangat kuat.

Toksin ini menghambat neurotransmiter di sistem saraf pusat dan menyebabkan gejala awal seperti, kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat gejala berhenti menetek (sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir.Gejala berikutnya kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku (Kemenkes RI, 2015)

2.5.6 HEMOFILUS INFLUENZA TIPE B

Hemofilus Influenza tipe B merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dibeberapa organ, seperti meningitis, epiglotitis, pneumonia, artritis, dan selulitis. Banyak menyerang anak di bawah usia 5 tahun, terutama pada usia 6 bulan–1 tahun.

Hemofilus Influenza tipe B ditularkan dalam bentuk droplet melalui nasofaring.

Gejala yang ditimbulkan pada selaput otak akan timbul gejala menigitis (demam, kaku kuduk, kehilangan kesadaran), dan pada paru menyebabkan pneumonia (demam, sesak, retraksi otot pernafasan), terkadang menimbulkan gejala sisa berupa kerusakan alat pendengaran.

(40)

2.5.7 POLIO ( POLIOMYELITIS)

Poliomielitis merupakan penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, atau 3. Secara klinis menyerang anak di bawah umur 15 tahun dan menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis)

Respons terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai adanya gejala kelumpuhan total dan atropi otot, pada umumnya mengenai tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat menetap selamanya bahkan sampai dengan kematian. Masa inkubasi poliomielitis berlangsung 6-20 hari dengan kisaran 3-35 hari.

Kebanyakan poliomielitis tidak menunjukkan gejala apapun. Infeksi semakin parah jika virus masuk dalam sistem aliran darah. Kurang dari 1% virus masuk pada sistem saraf pusat, akan tetapi virus lebih menyerang dan menghancurkan sistem saraf motorik, hal ini menimbulkan kelemahan otot dan kelumpuhan. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani.

2.5.8 CAMPAK

Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) dari genus Morbillivirus dan termasuk golongan virus RNA. Penyakit campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles yang ditularkan melalui udara (percikan ludah) dari bersin atau batuk penderita (Kemenkes RI, 2015).

Masa penularan penyakit Campak terjadi pada 4 hari sebelum rash sampai 4 hari setelah timbul rash. Puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit. Masa Inkubasi terjadi pada 7 – 18 hari. Gejala Campak ditandai dengan:

(41)

1. Demam dengan suhu badan biasanya > 38 C selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair.

2. Bercak kemerahan/rash yang dimulai dari belakang telinga.

3. Gejala pada tubuh berbentuk makulopapular selama 3 hari atau lebih yang pada kisaran 4-7 hari menjalar keseluruh tubuh.

4. Khas (Patognomonis) ditemukan Koplik's spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam.

Virus campak sangat sensitif terhadap sinar ultra violet, bahan kimia, bahan asam dan pemanasan. Untuk memastikan diagnosis penyakit campak diperlukan konfirmasi laboratorium dengan melakukan pemeriksaan serologis (pengambilan darah pasien/serum darah) atau virologis (pengambilan urin pasien).

2.6 PENGETAHUAN

2.6.1 PENGERTIAN PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Notoatmodjo Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

(42)

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atas materi dapat mnejelaskan, menyebutkancontoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

(43)

2.6.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

Pengalaman ibu sebelumnya pada anak yang sudah mendapat imunisasi lengkap dapat memperluas pengetahuannya tentang fungsi imunisasi.

2. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses perkembanganmentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur.Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu mengingat atau menje lang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Seorang ibu yang berumur 40 tahun pengetahuannya akan berbeda dengan saat dia sudah berumur 60 tahun.

3. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

4. Sumber Informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorangakan meningkat.

(44)

Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku. Walaupun seorang ibu berpendidikan rendah tetapi jika dia memperoleh informasi tentang imunisasi dasar lengkap dan fungsinya untuk menambah pengetahuan bagi ibu balita

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. Ibu yang keluarganya berpenghasilan rendah akan sulit mendapatkan fasilitas sumber informasi. Tetapi apabila berpenghasilan cukup maka dia mampu menyediakan fasilitas sumber informasi sehingga pengetahuannya akan bertambah.

6. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah lain seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang anaknya harus diimunisasi.

2.6.3 KRITERIA PENGETAHUAN

Menurut Arikunto (2013) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:

• Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% seluruh pertanyaan.

• Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% seluruh pertanyaan.

Kurang, bila subyek menjawab benar <56% seluruh pertanyaan.

2.7 SIKAP

2.7.1 PENGERTIAN SIKAP

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

(45)

nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau prilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2014), sikap mempunyai tiga komponen pokok yakni:

a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

(a) Menerima (receiving), (b) Merespons (responding), (c) Menghargai (valuing),

(d) Bertanggung jawab (responsible).

Faktor sikap merupakan faktor yang timbul dari dalam diri individu sendiri.

Tidak membawa anak ketempat pelayanan kesehatan untuk diimunisasi dikarenakan sikap ibu yang tidak memahami pentingnya imunisasi. Sebaliknya ibu yang membawa anaknya untuk diimunisasi didorong oleh sikap ibu yang memahami pentingnya imunisasi untuk mencegah penyakit. Proses terjadinya sikap karena adanya rangsangan seperti pengetahuan masyarakat. Rangsangan tersebut menstimulus masyarakat untuk memberi respon berupa sikap positif maupun sikap negatif yang pada akhirnya akan terwujud dalam tindakan yang nyata (Notoatmodjo, 2014).

(46)

2.8 PERILAKU

2.8.1 PENGERTIAN PERILAKU

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2014).

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2014) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner disebut “S-O-R”

atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons, yaitu:

1. Respondent response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respons- respons ini mencakup perilaku emosional.

2. Operasi response atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

2.8.2 BENTUK PERILAKU

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2014), yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

(47)

persepsi pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.8.3 DOMAIN PERILAKU

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Menurut Notoatmodjo (2014) faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku, yang dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan

2. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.8.4 PROSES PEMBENTUKAN PERILAKU

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2014) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam dari orang tersebut terjadi proses berurutan, disingkat AIETA yang artinya:

(48)

• Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

• Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

• Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

• Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

• Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dari sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan besifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

(49)

2.9 KERANGKA TEORI

Gambar 2.2 Kerangka Teori

2.10 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “Hubungan Faktor Sosiodemografi Ibu dengan Dehidrasi dan Gangguan Elektrolit pada Balita Penderita Diare di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Mengacu pada data di atas dan dengan pertimbangan bahwasannya Puskesmas Mergangsan Yogyakarta merupakan puskesmas dengan angka kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) tertinggi

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kepercayaan berdasarkan jenis kelamin laki-laki dengan kategori sangat percaya paling banyak yaitu sebanyak 50 orang,

Beberapa kondisi yang dapat dipertimbangkan pada penegakan diagnosa PPOK dapat dilihat pada Tabel 2.1.. Secara klinis, seseorang dinyatakan mengidap PPOK, apabila sekurang-

Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS)yang berada pada kisaran usia 15-39 tahun. Gambaran mengenai

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 2,5% memiliki efek pedikulisidal pada Pediculus humanus var.. Hipotesis dari

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan meode deskriptif observasional dengan desain cross sectional untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan

Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh Wolley et al.(2016), terdapat peningkatan secara bermakna status gizi pada anak dengan leukemia limfoblastik akut