BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP
Dari hasil penelitian didapat bahwa gambaran pengetahuan ibu terhadap imunisasi dasar lengkap termasuk kategori pengetahuan baik yaitu sebanyak (52,8%), lalu diikuti dengan pengetahuan cukup sebanyak (28,3%), dan pengetahuan kurang sebanyak (18,9%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan baik lebih banyak dibanding pengetahuan cukup ataupun kurang. Berdasarkan hasil analisis kuesioner, mayoritas responden memberikan jawaban benar terhadap pertanyaan mengenai imunisasi dasar lengkap yang wajib diberikan sebelum usia 1 tahun dan juga responden mengetahui bahwa imunisasi sebagai upaya mencegah penyakit seperti tuberkulosis, difteri, pertusis,tetanus, polio, hepatitis b, campak, dan penyakit yang disebabkan oleh Hemofilus Influenza tipe b,
mayoritas responden juga mengetahui waktu pemberian imunisasi dan kapan waktu harus ditunda pemberian imunisasi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Normalisa, 2015) yang menyatakan bahwa mayoritas ibu memiliki pengetahuan baik tentang imunisasi dasar (75%). Menurut penelitian tersebut pengetahuan yang baik pada ibu didukung oleh faktor usia ibu yang masih produktif dan masih memiliki anak yang berusia dibawah 1 tahun, mayoritas pendidikan ibu tamat SLTA, dan mayoritas ibu tidak bekerja sehingga ibu mempunyai banyak waktu luang untuk bisa mendapatkan informasi dari berbagai media (televisi, radio, surat kabar dan sosial media dan lain-lain) tentang imunisasi dasar lengkap dibandingkan dengan ibu yang bekerja akan cenderung tidak memiliki waktu yang cukup untuk imunisasi anaknya.
Penelitian lain yang sejalan dengan penelitan ini juga mendapatkan hasil bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik tentang imunisasi dasar yaitu sebanyak 48,72% (Dillyana & Nurmala, 2019). Dan juga dalam penelitian Mohamed 2013 didapati hasil penelitian yang sama didalam penelitian ini, yaitu sebanyak 61% responden memiliki pengetahuan yang baik, menurut penelitian ini yang dikutip dari Notoatmodjo bahwa pengetahuan dipengaruhi faktor pendidikan formal, pengetahuan saat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek positif dari objek diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif terhadap objek tetentu, salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
Namun pada penelitian (Sarri & PH, 2018) dan penelitian (Hudhah &
Hidajah, 2012) diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan penelitian ini. Pada penelitian (Sarri & PH, 2018) mayoritas responden memiliki pengetahuan yang sedang (53,3%) dan pada penelitian (Hudhah & Hidajah, 2012) menunjukkan bahwa mayoritas ibu berpengetahuan rendah atau buruk (59,0%).
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh faktor usia, pengalaman, dan pendidikan. Semakin tinggi usia seseorang maka pengalaman yang dimiliki juga akan semakin banyak sehingga penerapan dalam kehidupan sehari-hari sudah lebih baik (Notoatmodjo, 2007). Pengalaman ibu sebelumnya pada anak yang sudah mendapat imunisasi lengkap dapat memperluas pengetahuannya tentang fungsi imunisasi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar peluang untuk mandapatkan informasi yang dapat mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan mempunyai kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan (Rizani, Hakimi, & Ismail, 2009) Berdasarkan hasil penelitian, penelitian terkait dan teori diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu dikategorikan baik, hal ini terkait dengan pendidikan responden yang mayoritas memiliki pendidikan tinggi yaitu sebanyak 61.3% sehingga diharapkan dengan pengetahuan tinggi responden maka pemahaman mengenai imunisasi juga akan lebih luas sehingga sikap dan perilaku dalam pemberian imunisasi juga akan semakin baik.
4.2.2 GAMBARAN SIKAP IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP
Dari hasil penilitian diatas diperoleh hasil bahwa sikap ibu dalam pemberian imunisasi dasar lengkap tidak jauh berbeda, dimana ibu yang memiliki sikap baik sebanyak (51,9%) dan sikap kurang sebanyak (48,1%). Dari hasil analisis kuesioner didapatkan bahwa sikap ibu sudah baik dalam memberikan imunisasi dasar yang ditunjukkan dengan jawaban bahwa ibu setuju jika anaknya harus diberikan imunisasi secara lengkap karena imunisasi penting bagi kesehatan, ibu juga mengetahui bahwa
manfaat yang didapat dari imunisasi lebih besar dari pada kerugiannya (efek samping), serta ibu mengerti akan pentingnya mendapat informasi tentang imunisasi.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Sarri & PH, 2018) dan penelitian (Dillyana
& Nurmala, 2019). Pada penelitian (Sarri & PH, 2018)menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap baik tentang imunisasi dasar (50,6%) dan pada penelitian (Dillyana & Nurmala, 2019) juga sebagian besar responden memiliki sikap positif tentang imunisasi dasar (74,36%).
Namun pada penelitian (Gondowardojo & Wirakusama, 2015) diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan penelitian ini, yang menunjukkan bahwa mayoritas ibu memiliki sikap yang negative (51,1%) terhadap imunisasi dasar lengkap, hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas metode penyuluhan tentang imunisasi dasar dan manfaat imunisasi oleh puskesmas ataupun posyandu.
Menurut Notoatmodjo, sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang ia miliki. Semakin baik pengetahuannya maka akan semakin baik pula sikapnya, begitu juga sebaliknya. Faktor-faktor lain yang turut memengaruhi sikap seseorang antara lain seperti fasilitas sumber informasi (misal: media massa, penyuluhan) dan faktor internal dari diri orang tersebut untuk menerima atau tidak menerima objek (sikap positif dan negatif), (Anton, 2014). Sikap ibu yang baik disebabkan karena ibu dapat memahami dan memiliki motivasi dari petugas kesehatan tentang imunisasi dasar, sedangkan sikap ibu yang kurang disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi, (Gondowardojo & Wirakusama, 2015) 4.2.3 GAMBARAN PERILAKU IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP
Dari hasil penelitian didapat bahwa perilaku responden didominasi oleh perilaku baik yaitu sebanyak (53,8%), dan perilaku kurang sebanyak (46,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Huda, 2009), terlihat bahwa mayoritas dari
total responden yaitu sebanyak 93,5% memiliki perilaku yang baik tentang pelaksanaan imunisasi dasar lengkap.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian (Anton, 2014) dan (Gondowardojo &
Wirakusama, 2015). Pada penelitian (Anton, 2014), diperoleh hasil sebanyak 53,1%
responden memiliki perilaku yang buruk dan pada penelitian Yustinus, sebanyak 51,1% responden memiliki perilaku buruk.
Perilaku buruk dapat dipengaruhi oleh sikap buruk. Namun sikap yang baik, belum tentu menghasilkan perilaku yang baik pula , mungkin saja bahkan sebaliknya seperti teori “disonansi kognitif” yang menyatakan bahwa ada kecenderungan manusia untuk menghindari kesesuaian antara perilaku dengan sikap ataupun kesesuaian antara pengetahuan dengan sikap dan perilaku. Disonansi kognitif terjadi ketika seseorang memegang dua perilaku yang berbeda atau ketika kepercayaan tidak sejalan dengan perilaku. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki pengetahuan baik belum tentu akan bersikap baik walaupun pengetahuan dan sikap dianggap dua hal yang berhubungan. Apalagi seseorang dengan sikap yang buruk kemungkinan besar akan berperilaku buruk pula.
Perwujudan dari perilaku dapat melalui pengetahuan dan sikap, namun suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Terwujudnya suatu sikap agar menjadi tindakan perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain seperti fasilitas dan dukungan dari pihak lain seperti keluarga, sekolah, lingkungan dan kelompok sebaya. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu (contoh: motivasi, nilai, kepribadian dan sikap (Mowbray, 2012).
Sama halnya seperti hasil yang diperoleh pada penelitian ini, yang menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki perilaku yang baik. Pengetahuan baik yang dimiliki responden tersebut menimbulkan sikap yang baik sehingga menciptakan perilaku yang baik juga.