• Tidak ada hasil yang ditemukan

: AUDHY ALIVIA RAMBE PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan ": AUDHY ALIVIA RAMBE PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN TERHADAP DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM PADA PEREMPUAN USIA REPRODUKTIF DI PUSKESMAS

PADANG BULAN

SKRIPSI

Oleh :

AUDHY ALIVIA RAMBE 150100114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM PADA PEREMPUAN USIA REPRODUKTIF DI PUSKESMAS

PADANG BULAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

AUDHY ALIVIA RAMBE 150100114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)

Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Status Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan terhadap Deteksi Dini Kanker Leher Rahim pada Perempuan Usia Reproduktif di Puskesmas Padang Bulan” ini sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keahlian.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan keahlian.

3. Kepala Puskesmas Padang Bulan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian sehingga dapat terselesaikannya karya tulis ilmiah ini 4. dr. Cut Adeya Adella, SpOG(K) selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberikan bimbingan dan dengan sabar membantu pelaksanaan penelitian ini.

5. dr. Lokot Donna Lubis, M.Ked(PA).,SpPA dan dr. Eka Roina Megawati, M.Kes selaku dosen penguji yang selalu memberi saran, kritik, dan masukan yang baik guna menyempurnakan skripsi ini.

6. Ayahanda tercinta dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), ibunda tersayang Ria Israyanti, abang saya Alvin Rinaldi Rambe dan kakak saya Avie Hanindya Dwiyanti Rambe yang senantiasa memberikan dukungan serta doa hingga peneliti tetap semangat dan pantang menyerah dalam pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.

7. Teman-teman terdekat saya Nabila, Ridha Mutiara Indra, Lulu Anandita Putri, Rondang Dwi Febriana Sihotang dan Annisa Marchia Marshal, Viothalia Stanza, Andre Fellino Muhammad Harahap, Riski Bustami Lubis, Aqib Asyraf A., Dekka Andra dan segenap angkatan 2015.

(5)

mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, Aamiin.

Medan, 3 Desember 2018

AUDHY ALIVIA RAMBE NIM : 150100114

Universitas Sumatera Utara

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………. i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI……….………... iv

DAFTAR TABEL…………...………. vii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR SINGKATAN... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAK………...………. xiii

ABSTRACT………... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 1.3.1 Tujuan Umum... 1.3.2 Tujuan Khusus... 3 3 3 1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 5 2.1 Kanker Serviks...

2.2.1 Definisi...

2.2.2 Etiologi...

2.2.3 Faktor Risiko...

2.2.4 Manifestasi Klinis...

2.2.5 Tipe-tipe Kanker Serviks...

2.2.6 Patogenesis...

2.2.7 Klasifikasi dan Stadium...

2.2.8 Deteksi Dini...

2.2.9 Diagnosa...

2.2.9.1 Pemeriksaan Fisik...

2.2.9.2 Kolposkopi dan Biopsi...

2.2.9.3 Pemeriksaan Radiologi...

2.2.9.3.1 CT Scan…...

2.2.9.3.2 MRI…...

2.2.9.3.3 PET...…...

5 5 5 6 9 10 11 12 14 15 15 16 17 17 17 17

(7)

2.2.9.1 Krioterapi...

2.2.9.2 Laser Karbon Dioksida...

2.2.9.3 Elektrokauter...

2.2.9.3 Elektrokoagulasi...

2.2.11 Prognosis...

18 19 19 19 20

2.2 Pengetahuan…………... 21

2.3 Pendidikan………. 22

2.4 Kerangka Teori... 23

2.5 Kerangka Konsep... 24

BAB 3 METODE PENELITIAN... 25

3.1 Rancangan Penelitian……... 25

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 25

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 3.3.1 Populasi Penelitian... 3.3.2 Sampel Penelitian... 25 25 25 3.4 Metode Pengumpulan Data... 26

3.5 Definisi Operasional... 26

3.6 Metode dan Analisis Data………... 28

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………... 29

4.1 Hasil Penelitian... 29

4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 29

4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Penelitian... 29

4.1.3 Hubungan Status Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan... 32

4.2 Pembahasan... 33

4.2.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan, dan Status Pekerjaan 33 4.2.2 Hubungan antara Status Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan………... 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………... 38

5.1 Kesimpulan... 38

5.2 Saran... 39

Universitas Sumatera Utara

(8)

DAFTAR PUSTAKA... 40 LAMPIRAN………. 44

(9)

Tabel 2.1 Pengelompokkan tipe HPV berdasarkan onkogenisitasnya... 6 Tabel 2.2 Klasifikasi dan Stadium Kanker Serviks Berdasarkan American

Joint Committee on Cancer (AJCC) dan sistem stadium berdasarkan International Federation of Gynecology and

Obstetrics (FIGO)………. 12

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel yang Diteliti... 26 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Respinden Berdasarkan Usia, Tingkat

Pendidikan, dan Status Pekerjaan………. 30 Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan………... 31

Tabel 4.3 Hubungan antara Status Pendidikan dengan Tingkat

Pengetahuan……….………….……….. 32

Universitas Sumatera Utara

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengelolaan pasien rawat jalan pada pasien dengan hasil pap smear mencurigakan untuk dysplasia atau karsinoma.

Squamous Columnar Junction……… 20 Gambar 2.2 Kerangka Teori Penelitian... 23

(11)

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome AJCC : American Joint Committee on Cancer Ca : Karsinoma

CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia CO2 : Karbon Dioksida

CT : Computerized Tomography DNA : Deoxyribonucleic Acid FDG : [F]-fluoro-2-deoxy-d-glucose

FIGO : International Federation of Gynecology and Obstetrics HIV : Human Immunodeficiency Virus

HPV : Human Papilloma Virus IVA : Inspeksi Visual Asam Asetat KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia MRI : Magnetic Resonance Imaging PET : Positron Emission Tomography pRb : Protein Retinoblastoma

SCJ : Squamous Columnar Junction SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas TNM : Tumour, Node, Metastasis WHO : World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup………. 44

Lampiran 2 Lembar Pernyataan……….. 45

Lampiran 3 Ethical Clearance………...………. 46

Lampiran 4 Surat Izin Survei Awal……… 47

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian Puskesmas Padang Bulan……….. 48

Lampiran 6 Lembar Validasi Kuesioner………. 49

Lampiran 7 Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian... 50

Lampiran 8 Informed Consent……… 51

Lampiran 9 Kuesioner………. 52

Lampiran 10 Analisis Distribusi Usia Responden……… 55

Lampiran 11 Analisis Distribusi Tingkat Pendidikan Responden…… 55

Lampiran 12 Analisis Distribusi Status Pekerjaan Responden………. 55

Lampiran 13 Analisis Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden mengenai kanker serviks………. 55

Lampiran 14 Analisis Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai faktor risiko kanker serviks……… 56

Lampiran 15 Analisis Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Pap smear……… 56

Lampiran 16 Analisis Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai IVA……….……… 56

Lampiran 17 Analisis Korelasi Status Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks……….. 56

(13)

Pengetahuan tentang Faktor Risiko Kanker Serviks…... 57 Lampiran 19 Analisis Korelasi Status Pendidikan dan Tingkat

Pengetahuan tentang Pap Smear………. 57 Lampiran 20 Analisis Korelasi Status Pendidikan dan Tingkat

Pengetahuan tentang IVA……… 57

xi

(14)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kanker serviks merupakan penyakit dimana pertumbuhan sel tubuh yang abnormal dan tidak terkendali yang berasal dari mulut rahim (serviks) dan dapat menyebar ke bagian tubuh manapun. Departemen Kesehatan RI memperkirakan jumlah wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan terjadi 40.000 kasus kanker serviks setiap tahunnya. Namun, upaya deteksi dini kanker serviks di Indonesia masih sangat rendah, hanya sekitar 5% wanita Indonesia yang terekspos dengan Pap Smear dan inspeksi visual asam asetat (IVA). Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kesadaran diri masyarakat Indonesia untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks. Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahun terhadap deteksi dini kanker leher rahim pada perempuan usia reproduktif. Metode. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Padang Bulan dengan pendekatan cross-sectional menggunakan data primer. Sampel penelitian merupakan mereka yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan dan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah divalidasi. Hasil. Diperoleh hasil analisis data hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan dengan p value untuk pengetahuan mengenai kanker serviks sebesar 0,022, untuk pengetahuan mengenai faktor risiko kanker serviks sebesar 0,076, untuk pengetahuan mengenai Pap smear sebesar 0,182, dan untuk pengetahuan mengenai IVA sebesar 0,040. Kesimpulan. Adanya hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap kanker serviks dan IVA. Tidak ditemukan hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap faktor risiko kanker serviks dan pengetahuan Pap smear.

Kata kunci : kanker leher rahim, deteksi dini, pengetahuan, perempuan, usia reproduktif

xii

(15)

Background. Cervical cancer is a disease where there’s an uncontrollable growth of abnormal cells which start from the cervix and able to spread to any part of the body. The Indonesian Ministry of Health predicted the number of women with new cervical cancer case would be around 90-100 cases per 100.000 inhabitants and around 40.000 cases occurs every year. However, early detection for cervical cancer in Indonesia is still very low, only about 5% of Indonesian women are exposed to Pap smears and IVA. This is due to the low knowledge and awareness of the Indonesian people to perform the examination of early detection of cervical cancer. Aim. This study aimed to determine correlation between the education status with the level of knowledge of early detection of cervical cancer in women of reproductive age. Method. This study will be held at Padang Bulan Public Health Care with cross-sectional approach using primary data, The samples are all women of reproductive age at Padang Bulan Public Health Care who fulfilled the specified inclusion and exclusion criteria. The amount of samples are being calculated with Slovin formula. This study is using a validated questionnaire. Result. The p values from data analysis for the correlation between education status and knowledge level are 0,022 for knowledge about cervical cancer, 0,076 for knowledge about cervical cancer’s risk factors, 0,182 for knowledge about Pap smear and 0,040 for knowledge about IVA. Conclusion. There have been found correlation between education status and knowledge level on cervical cancer and IVA. There haven’t been found any correlation between education status and knowledge level on cervical cancer’s risk factors and knowledge about Pap smear.

Keywords : cervical cancer, early detection, knowledge, women, reproductive age

Universitas Sumatera Utara

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker merupakan suatu penyakit dimana sel-sel di dalam tubuh berkembang secara abnormal dan tidak terkendali yang dapat menyebar ke bagian tubuh manapun (University of Miami, 2018; American Cancer Society, 2016). Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia dengan jumlah kasus 8,8 juta kematian pada tahun 2015 (WHO, 2018).

Menurut National Cancer Institute cit. Hermanto et al. berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) setiap tahunnya terdapat sekitar 6,25 juta manusia yang terkena kanker, dan dalam satu dekade terakhir sekitar 9 juta manusia meninggal disebabkan kanker.

Kanker serviks sendiri menduduki posisi ke-2 setelah kanker payudara sebagai jenis kanker terbanyak yang menyerang perempuan (Hermanto et al., 2016).

Setiap tahunnya insiden dari kanker serviks dilaporkan meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun 1980. Sekitar 200.000 kematian dikarenakan kanker serviks, dan 46.000 diantaranya merupakan perempuan usia 15-49 tahun yang hidup di negara berkembang.

Kanker serviks berada pada urutan pertama di negara berkembang, dan urutan ke-10 pada negara maju atau urutan ke-5 secara global. Berdasarkan data dari Patologi Anatomi tahun 2010, kanker serviks menempati posisi kedua dalam urutan 10 kanker terbanyak di Indonesia dengan insiden sebesar 12,7%. Saat ini Departemen Kesehatan RI memperkirakan jumlah perempuan penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per 100.000 penduduk dan terjadi 40.000 kasus kanker serviks setiap tahunnya (Andrijono et al., 2017).

(17)

Kasus kanker serviks paling sering ditemui pada perempuan dengan usia 35-44 tahun dan jarang ditemukan pada perempuan dengan usia dibawah 20 tahun. Banyak perempuan berusia tua yang berasumsi bahwa kanker serviks tidak akan menyerang perempuan yang telah menginjak usia lanjut. Padahal lebih dari 15% kasus kanker serviks ditemukan pada perempuan dengan usia diatas 65 tahun. Tetapi, untuk perempuan yang telah melakukan tes berkala untuk skrining kanker serviks sebelum mereka menginjak usia 65 tahun, kasus ini jarang ditemukan (American Cancer Society, 2016).

Menurut Mirayashi et al. cit. Hermanto et al. pengetahuan berperan sebagai salah satu pengaruh besar yang menentukan perilaku seseorang. Sebagian besar penderita kanker datang sudah dalam keadaaan stadium lanjut yang menyebabkan sulitnya proses upaya penyembuhan. Hal tersebut menunjukkan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks, yang mengakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat untuk melakukan skrining kanker serviks. Deteksi dini kanker serviks di Indonesia sangat rendah, hanya sekitar 5% perempuan Indonesia yang terekspos dengan Pap smear dan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) (Hermanto et al., 2016).

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah seseorang tersebut menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang lebih berkembang dan lebih logis. Pendidikan memiliki efek positif terhadap kesadaran kesehatan dan secara langsung berimbas pada perilaku kesehatan. Berdasarkan penelitian Mirayashi et al., 2014 didapatkan hasil bahwa sebagian besar kelompok responden yang sudah pernah melakukan IVA merupakan lulusan SMA, dan sebagian kecil lainnya merupakan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Hal ini juga didukung dengan hasil survei yang dilakukan pada tahun 2005 di Negara maju didapati 79,16% kelompok perempuan yang memiliki pengetahuan dikategorikan baik tentang Pap smear dan 20,84% memiliki pengetahuan tentang Pap smear dikategorikan kurang baik, dari hasil survey yang sama khususnya di Negara berkembang didapatkan 26,44% kelompok perempuan yang memiliki pengetahuan yang baik tentang Pap smear, 73,56% memiliki pengetahuan yang dikategorikan kurang baik (Junita, 2013).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti menetapkan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap deteksi dini kanker leher rahim pada perempuan usia reproduktif yang akan dilakukan di Puskesmas Padang Bulan.

(18)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap deteksi dini kanker leher rahim pada perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap deteksi dini kanker leher rahim pada perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

1. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan.

2. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan.

3. Mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap kanker serviks.

4. Mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap faktor risiko kanker serviks.

5. Mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap Pap smear.

6. Mengetahui hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap IVA.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Untuk masyarakat :

- khususnya para perempuan agar semakin waspada akan gejala awal kanker leher rahim.

- sebagai informasi tambahan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran untuk melakukan skrining awal kanker leher rahim guna menghindarinya.

2. Untuk peneliti, diharapkan dapat menjadi sumber sarana untuk menambah pengetahuan mengenai deteksi dini kanker leher rahim dan mengenai hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan responden mengenai hal tersebut.

3

(19)

3. Untuk penelitian selanjutnya, dapat digunakan sebagai referensi data tingkat pengetahuan deteksi dini kanker leher rahim dan hubungannya dengan status pendidikan seseorang pada penelitian selanjutnya.

4. Untuk tenaga kesehatan, agar dapat melakukan upaya pemaparan pengetahuan yang lebih mengenai deteksi dini kanker leher rahim terhadap masyarakat.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KANKER SERVIKS 2.1.1. Definisi

Kanker merupakan suatu penyakit dimana sel-sel di dalam tubuh berkembang secara abnormal dan tidak terkendali. Pertumbuhan sel ini dapat pula menyebar ke bagian tubuh manapun. Tipe-tipe dari suatu kanker selalu dinamakan berdasarkan tempat awal pertumbuhannya. Ketika kanker tersebut berasal dari leher rahim (serviks), maka kanker itu disebut sebagai kanker serviks (University of Miami, 2018; American Cancer Society, 2016).

Maka bisa disimpulkan bahwa kanker serviks merupakan pertumbuhan sel tubuh yang abnormal dan tidak terkendali yang berasal dari leher rahim (serviks) dan dapat menyebar ke bagian tubuh manapun.

2.1.2. Etiologi

Hampir pada semua kasus kanker serviks merupakan hasil dari perubahan sel DNA yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV). Lebih dari 99% kasus kanker serviks terjadi pada perempuan yang sebelumnya telah terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV merupakan kumpulan dari berbagai jenis virus.

HPV menular melalui hubungan seksual seperti melakukan penetrasi, kontak antar kulit dengan kulit di daerah genital, ataupun penggunaan alat seksual. Diperkirakan pada 1 dari 3 perempuan akan terinfeksi HPV dalam kurun waktu 2 tahun dari saat mereka mulai melakukan hubungan seksual berkala, dan sekitar 4 dari 5 perempuan akan mengembangkan kondisi tersebut dalam hidupnya nantinya. Beberapa tipe dari HPV tidak menyebabkan gejala yang tampak atau terasa dan infeksinya akan sembuh sendiri tanpa diobati. Adapula tipe HPV yang dapat menyebabkan timbulnya kutil pada daerah genital, meskipun tipe HPV ini tidak meningkatkan risiko terkena kanker serviks (NHS Choice, 2015).

Berdasarkan onkogenisitasnya, HPV dikelompokkan ke dalam kelompok risiko tinggi dan risiko rendah (Tabel 2.1.). Kelompok HPV berisiko tinggi dapat menyebabkan lesi intraepitelial serviks berat seperti Cervical intraepithelial Neoplasm (CIN) 2 atau 3, dan kelompok HPV risiko rendah akan menyebabkan lesi intaepitelial yang ringan seperti CIN 1 (Jain et al., 2017).

(21)

Tabel 2.1. Pengelompokkan tipe HPV berdasarkan onkogenisitasnya.

Risiko tertinggi terdapat dalam 2 tipe HPV yang dikenal sebagai HPV 16 dan HPV 18.

Kedua tipe ini merupakan penyebab sekitar 7 dari setiap 10 kasus kanker serviks. Tipe HPV yang memiliki risiko tinggi diduga memiliki materi genetik yang dapat masuk ke dalam sel di serviks. Materi tersebut menyerang sel yang bekerja dan menyebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali. Hal tersebut yang nantinya akan menyebabkan pertumbuhan tumor yang dapat menjadi kanker (NHS Choice, 2015).

2.1.3. Faktor Risiko

Berbagai penelitian telah dilakukan di seluruh dunia untuk membuktikan dan mengkonfimasi berbagai faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena infeksi Human Papilloma Virus yang menyebabkan kanker serviks. Penelitian oleh Saslow et al., telah membuktikan bahwa faktor-faktor dibawah ini dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap kanker serviks. Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Merokok

Ketika seseorang merokok, dia dan orang sekitarnya menjadi terpapar berbagai bahan kimia yang dapat menyebabkan kanker, dimana bahan kimia tersebut juga menyerang organ lain selain paru-paru. Setelah zat berbahaya ini diserap oleh paru-paru, ia didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Perempuan yang merokok memiliki kemungkinan terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak merokok. Telah ditemukan adanya tembakau pada lendir serviks dari perempuan yang merokok, hal ini membuat para peneliti meyakini bahwa zat ini dapat merusak DNA dari sel serviks dan ikut berperan dalam perkembangan kanker serviks. Merokok juga menyebabkan sistem imun menjadi kurang efektif dalam melawan infeksi HPV.

2. Orang dengan keadaan imunosupresi

Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyebabkan AIDS. AIDS merupakan penyakit yang merusak sistem imun sistem imun seseorang. Rusaknya sistem

Onkogenisitas Tipe HPV

HPV risiko tinggi 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58, 59, 67, 68 HPV risiko rendah 6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 74, 81, 83, 84 Berkemungkinan sebagai tipe risiko tinggi 26, 51, 53, 56, 66, 69, 8

(22)

imun menjelaskan mengapa perempuan yang menderita AIDS memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker serviks. Sistem imun sangat penting dalam proses penghancuran sel kanker serta upaya memperlambat perkembangan dan penyebarannya. Pada perempuan dengan AIDS, keadaan pre-kanker serviks dapat berkembang menjadi kanker yang invasif lebih cepat dari perkembangan pada umumnya. Kelompok perempuan lainnya yang memiliki risiko tinggi terkena kanker servik adalah mereka yang meminum obat untuk mensupresi respon imun mereka, seperti mereka yang sedang dalam pengobatan untuk penyakit autoimun (yang dimana sistem imun tubuhnya melihat jaringan tubuhnya sendiri sebagai benda asing dan menyerangnya seperti menyerang bakteri) atau mereka yang pernah melakukan tranplantasi organ.

3. Multiparitas

Perempuan yang pernah memiliki 3 atau lebih kehamilan cukup bulan memiliki risiko lebih tinggi dalam mengembangkan kanker serviks. Namun, sejauh ini tidak ada yang tahu dengan pasti penyebabnya. Suatu teori mengungkapkan bahwa para perempuan tersebut telah melakukan hubungan seksual tanpa proteksi agar hamil, sehingga menyebabkan mereka mendapat paparan lebih terhadap HPV. Studi lain juga menunjukkan bahwa perubahan hormon ketika kehamilan sebagai kemungkinan mengapa perempuan dengan jumlah kehamilan tinggi lebih rentan terkena infeksi HPV atau kanker serviks. Pendapat lain mengatakan bahwa perempuan hamil mungkin memiliki sistem imun yang lebih lemah, dimana hal tersebut dapat menyebabkan perempuan tersebut terkena infeksi HPV atau kanker serviks.

4. Aktivitas seksual yang terlalu dini

Studi telah menunjukkan bahwa pada perempuan yang ketika pertama kalinya memiliki kehamilan cukup bulan saat mereka berusia dibawah 17 tahun memiliki risiko lebih tinggi (sekitar 2 kali lipat) terkena kanker serviks di hari tuanya nanti daripada perempuan yang menunggu untuk hamil pada umur 25 tahun atau lebih tua. Ini berdasarkan fakta bahwa mereka yang mulai hamil lebih awal memiliki kemungkinan terpapar dengan hubungan seksual lebih banyak daripada perempuan yg menikah atau memulai aktifitas seksualnya lebih lama. Hal tersebut meningkatkan kemungkinan perempuan tersebut untuk terkena infeksi HPV.

5. Genetik

Kanker serviks mungkin merupakan sebuah kondisi turunan dalam beberapa keluarga.

Jika ibunya atau kakaknya terkena kanker serviks, maka orang tersebut memiliki 7

(23)

kemungkinan untuk terkena penyakit ini sekitar 2-3 kali lipat lebih besar dibandingkan orang yang keluarganya tidak pernah terkena kanker serviks. Beberapa peneliti mencurigai bahwa kecenderungan ini disebabkan oleh kondisi genetik yang diwariskan, dimana hal tersebut menyebabkan beberapa perempuan memiliki kemapuan yang lebih lemah dalam melawan infeksi HPV dibanding perempuan yang tidak mendapat keturunan genetik dari kondisi tersebut (Ali et al., 2016).

2.1.4. Manifestasi Klinis

Sebagian besar dari kasus infeksi HPV tidak menimbulkan gejala ataupun penyakit.

Infeksi HPV dapat sembuh dengan sendirinya tanpa diobati. Namun, beberapa tipe HPV seperti tipe 16 dan 18 dapat menyebabkan infeksi persisten yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi lesi pra-kanker. Jika lesi pra-kanker ini tidak ditangani, maka hal tersebut lama-kelamaan akan berkembang menjadi kanker serviks (WHO, 2018).

Pada tahap awal terjadinya kanker serviks tidak ada muncul gejala-gejala khusus. Salah satu gejala yang paling sering ditemukan yaitu flour albus atau yang biasa dikenal dengan keputihan. Flour albus ini semakin lama akan berbau semakin busuk disebabkan adanya infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.

Gejala lain yang sering ditemukan yaitu perdarahan setelah melakukan hubungan seksual atau yang disebut juga dengan perdarahan kontak. Perdarahan ini merupakan gejala yang timbul pada 75-80% kasus kanker serviks. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid (Darmawati, 2017).

Beberapa gejala lainnya yang dapat muncul yaitu seperti gangguan siklus haid, amenorrhea, hipermenorhea, perdarahan intermenstrual, nyeri pada kaki, nyeri pada pelvis ataupun nyeri pada punggung, mual, penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, dan pembengkakan pada 1 kaki (Darmawati, 2017; WHO, 2018).

Pada tahap lanjut dari kanker serviks, gejala-gejala yang timbul dapat bervariasi dan menjadi semakin berat. Diantaranya yaitu sekret dari vagina yang berwarna kuning dan berbau, terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva, perdarahan pervagina yang semakin sering dan nyeri yang semakin progresif. Hematuria, gagal ginjal yang diakibatkan oleh obstruksi ureter, dan perdarahan rektum akibat penyebaran sel kanker juga dapat terjadi dalam tahap lanjut kanker serviks (Darmawati, 2017).

Maka, dapat disimpulkan bahwa infeksi HPV yang masih dalam tahap awal dapat tidak menimbulkan gejala ataupun berkembang menjadi penyakit. Hal ini mengakibatkan banyak perempuan yang terinfeksi HPV tidak menyadari akan kondisinya. Namun, perlu diingat

(24)

bahwa infeksi HPV bisa saja sembuh dengan sendirinya tanpa diobati. Dan lain halnya pada tahap awal kanker servik dimana gejalanya juga sering tidak tampak, sehingga perempuan tersebut bisa saja tidak sadar akan kondisinya dan pada akhirnya kanker tersebut akan berkembang dan menunjukkan gejala-gejala yang sudah lebih berat. Pada tahap lanjut ini biasanya seorang perempuan baru akan menyadari hal-hal yang tidak biasa tersebut dan memeriksakannya ke dokter.

2.1.5 Tipe-tipe Kanker Serviks

Kanker serviks dan pre-kanker serviks dibedakan berdasarkan gambaran histopatologinya.

Terdapat 2 tipe utama dari kanker serviks yaitu Squamous Cell Carcinoma dan Adenokarsinoma.

Sebagian besar (9 dari 10) kasus kanker serviks merupakan tipe Squamous Cell Carcinoma. Tipe kanker ini terbentuk dari sel di eksoserviks. Ketika dilihat melalui mikroskop, maka sel kanker ini akan menampilkan penggambaran sel skuamosa. Pada umumnya Squamous Cell Carcinoma berkembang di zona transformasi, dimana eksoserviks bergabung dengan endoserviks.

Sebagian jenis kanker serviks lainnya yang sering ditemukan merupakan tipe Adenokarsinoma. Adenokarsinoma merupakan tipe kanker yang berkembang dari sel kelenjar yang memproduksi mukus yang berada pada endoserviks. Tipe kanker ini semakin sering ditemukan dalam 20-30 tahun terakhir ini.

Adapun tipe kanker serviks lainnya dimana kedua gambaran Squamous Cell Carcinoma dan Adenokarsinoma dijumpai. Tipe kanker ini disebut dengan Adenosquamous Carcinoma atau Mixed Carcinomas (American Cancer Society, 2016).

2.1.6. Patogenesis

HPV berisiko tinggi dapat dibedakan dengan tipe HPV berisiko rendah melalui struktur dan fungsi dari produk E6 dan E7. Pada lesi jinak yang disebabkan oleh HPV, DNA virus terdapat pada ekstrakromosomal di nukleus. Pada neoplasia intraepitelial tingkat tinggi dan kanker infasiv, DNA-HPV biasanya terdapat pada host genom. Integrasi dari DNA-HPV mengganggu atau menghapuskan regio E2. Hal ini mengganggu fungsi dari E2, dimana pada keadaan normal akan menyebabkan down-regulation transkripsi dari gen E6 dan E7, yang mengakibatkan meningkatnya ekspresi dari gen E6 dan E7. Fungsi dari E6 dan E7 selama infeksi produktif HPV adalah menganggu jalur pertumbuhan sel dan memodifikasi 9

(25)

lingkungan sel untuk memfasilitasi replikasi virus. Produk gen E6 dan E7 menderegulasi siklus pertumbuhan sel inang dengan mengikat dan menginaktivasi 2 protein penekan tumor:

protein penekan tumor (p53) dan produk gen retinoblastoma (pRb). Produk dari protein HPV E6 berikatan dengan p53 dan menargetkan degenerasinya yang cepat. Akibatnya, kegiatan normal p53 yang mengatur berhentinya G1 tract, apoptosis, dan perbaikan DNA terganggu.

Produk gen HPV E7 berikatan dengan pRb, ikatan ini mengganggu kompleks antara pRb dan faktor transkripsi seluler E2F-1, menyebabkan bebasnya E2F-1, yang memungkinkan terganggunya transkripsi gen yang produknya diperlukan sel untuk memasuki fase S dari siklus sel. Produk gen E7 juga berhubungan dengan protein seluler interaktif lainnya seperti cyclin E. Hasilnya adalah stimulasi sintesis DNA sel dan proliferasi sel. Selanjutnya, produk gen E5 menginduksi peningkatan aktivitas protein kinase aktif-mitogen, sehingga meningkatkan respon seluler terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi. Hal ini menghasilkan proliferasi terus menerus dan diferensiasi tertunda dari sel inang. Inaktivasi protein p53 dan pRb dapat meningkatkan laju proliferasi dan ketidakstabilan genom. Sebagai akibatnya, semakin banyak kerusakan DNA yang tidak dapat diperbaiki menumpuk pada sel inang, yang akhirnya mengarah ke transformasi sel kanker.

Selain efek dari onkogen aktif dan ketidakstabilan kromosom, mekanisme potensial yang berkontribusi terhadap transformasi termasuk metilasi DNA virus dan seluler, aktivasi telomerase, dan faktor hormonal dan immunogenetik (Gómez et al., 2007). Proses berkelanjutan dari infeksi HPV menghasilkan perubahan secara histologi yang digolongkan dalam Cervical Intraepithelial Neoplasm (CIN) derajat 1, 2, dan 3. Derajat ini didasarkan atas derajat kerusakan dari sel epitel pada serviks atau adenokarsinoma in situ. CIN 1 biasanya sembuh spontan (60% dari seluruh kasus) dan beberapa dapat berkembang ke arah keganasan (1%). CIN 2 dan 3 memiliki persentase lebih sedikit sedikit dibandingkan CIN 1 untuk sembuh spontan dan memiliki persentase yang tinggi untuk berkembang ke arah keganasan (Setiawati, 2014). Perkembangannya menjadi kanker umumnya terjadi selama periode 10-20 tahun. Beberapa lesi dapat berkembang menjadi kanker lebih cepat, kadang-kadang dalam satu atau dua tahun (Gómez et al., 2007).

2.1.7. Klasifikasi dan Stadium

Klasfikasi TMN dari American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan sistem stadium berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) untuk kanker serviks adalah sebagai berikut (Marth et al., 2017) :

(26)

Tabel 2.2. Klasifikasi dan stadium kanker serviks berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan sistem stadium berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO).

TNM FIGO Temuan Patologis

Kategori Stadium

TX Tumor primer tidak bisa dinilai

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)

T1 I Karsinoma serviks terbatas pada area serviks (ekstensi ke korpus diabaikan)

T1a IA Karsinoma invasif hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis; invasi stroma dengan kedalaman maksimum 5.0 mm diukur dari dasar epitel dan penyebaran horizontal sepanjang 7.0 mm atau kurang; adanya keterlibatan ruang vaskular, vena atau limfatik, dan tidak mempengaruhi klasifikasi.

T1a1 IA1 Invasi stroma dengan kedalaman ≤ 3.0 mm dan penyebaran horizontal ≤ 7.0 mm

T1a2 IA2 Invasi stroma > 3.0 mm dan ≤ 5.0 mm dengan penyebaran horizontal ≤ 7.0 mm

T1b IB Lesi yang tampak secara klinis yang terbatas pada area serviks atau lesi mikroskopis yang lebih besar dari T1a/IA2

T1b1 IB1 Lesi ≤ 4.0 cm yang tampak secara klinis

T1b2 IB2 Lesi > 4.0 cm yang tampak secara klinis

T2 II Karsinoma serviks menyebar melewati uterus tapi tidak sampai dinding pelvis atau ke satu per tiga bagian bawah vagina

T2a IIA Tumor tanpa invasi parametric

T2a1 IIA1 Lesi ≤ 4.0 cm yang tampak secara klinis

T2a2 IIA2 Lesi > 4.0 cm yang tampak secara klinis

T2b IIB Tumor dengan invasi parametric

11

(27)

T3 III Tumor menyebar ke dinding pelvis dan/atau melibatkan satu per tiga bagian bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau malfungsi hati

T3a IIIA Tumor yang melibatkan satu per tiga bagian bawah vagina, tidak ada penyebaran ke dinding pelvis

T3b IIIB Tumor menyebar ke dinding pelvis dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau malfungsi hati

T4 IV Tumor menyebar ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau menyebar melewati pelvis sejati (edema bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasi sebuah tumor sebagai T4)

T4a IVA Tumor menyebar ke mukosa kandung kemih atau rectum (edema bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasi sebuah tumor sebagai T4)

T4b IVB Tumor menyebar melewati pelvis sejati

2.1.8. Deteksi Dini

Deteksi dini merupakan salah satu tindakan pemeriksaan yang dilakukan tanpa menunggu adanya keluhan. Dengan dilakukannya pemeriksaan deteksi dini maka akan semakin cepat ditemukan gejala kanker dan semakin tinggi pula angka harapan hidupnya (Anggraini et al., 2016). Adapun beberapa metode skrining kanker serviks yaitu :

1. Inspeksi Visual Asam asetat (IVA)

IVA (Inspeksi Visual Asam asetat) merupakan salah satu metode untuk mendeteksi dini kanker serviks dengan cara menggunkan asam asetat 3-5%. Hasil positif pada lesi prakanker terlihat warna bercak putih disebut aceto white epithelium. Metode ini tergolong sebagai pemeriksaan yang sederhana, namun memiliki keakuratan 90% (Rahma et al., 2011; Juanda et al., 2015).

Pemeriksaan IVA dianggap aman dan efektif dalam hal biaya untuk negara berkembang dengan sumber daya yang rendah. Pada perempuan dengan hasil IVA negatif, disarankan untuk melakukan pemeriksaan kembali dengan interval 3-5 tahun. Pada perempuan dengan hasil IVA positif, disarankan untuk melakukan krioterapi pada kunjungan yang sama untuk memaksimalkan keefektivitasan program. Setelah krioterapi, akan ada pemeriksaan skrining berulang dengan interval 12 bulan. IVA tidak digunakan untuk perempuan dengan usia diatas 50 tahun. Untuk perempuan dengan HIV positif, disarankan untuk melakukan pemeriksaan

(28)

IVA setiap tahunnya. Namun, IVA memiliki spesifitas yang lebih rendah dibandingkan metode lainnya, sehingga menimbulkan potensi untuk pengobatan berlebihan jika pemeriksaan tidak diawasi secara hati-hati (Bhatla et al., 2009)

2. Sitologi (Pap smear)

Pemeriksaan Pap smear dilakukan dengan cara pengambilan lapisan dari permukaan leher rahim untuk menilai perubahan bentuk sel (Kusumawati et al., 2016). Perlakuan pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan oleh dokter. Saat ini self-sampling sedang diteliti sebagai opsi yang dianggap efektif. Skrining sitologi dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan usia 21-25 tahun atau 3 tahun setelah inisiasi aktivitas seksual. Skrining interval harus mengikuti standar regional tetapi tidak lebih dari 5 tahun pada perempuan dengan usia di bawah 60 tahun. Pada populasi dengan sumber daya rendah, penggunaan metode siotolgi sebagai skrining belum terbukti efektif. Hal ini disebabkan karena tidak tercapainya kebutuhan dalam infrastruktur kesehatan, sistem informasi, dan waktu dokter (Bhatla et al., 2009). Selain itu, terdapat pula beberapa penyebab lain mengapa para perempuan belum mau melakukannya seperti malu, takut akan hasilnya, dan juga masalah biaya (Kusumawati et al., 2016).

3. Tes HPV

Tes HPV merupakan metode skrining yang paling sensitif untuk pemeriksaan CIN 2 atau 3 dan kanker serviks. Spesifitas yang suboptimal dari pengujian HPV menyebabkan meningkatnya jumlah perempuan yang dirujuk untuk melakukan evaluasi lebih lanjut. Tes HPV dianggap efektif dalam biaya untuk skrining primer pada perempuan berusia 30 tahun atau lebih dan untuk sitologi abnormal pada perempuan yang lebih muda. Pengenalan tes HPV yang lebih sederhana, lebih mudah, dan lebih terjangkau saat ini digunakan dalam proyek percontohan dan akan menguntungkan daerah dengan sumber daya terbatas (FIGO, 2009).

2.1.9. Diagnosa

2.1.9.1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan eksternal genitalia dan vaginal harus dilakukan saat melakukan pemeriksaan ginekologis dalam upaya pencarian lesi kontaminan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, serviks bisa saja memberikan penampakan normal apabila kanker tersebut mikroinvasif.

Bagian kanker yang mungkin terlihat bisa berupa ulser, barrel-shaped cervix, dan sebagainya.

13

(29)

Pemeriksaan rektovagina berfungsi untuk mengetahui ukuran tumor. Saat melakukan palpasi mungkin teraba apabila adanya perbesaran uterus. Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan tumor. Obstruksi kanal servikal juga dapat terjadi akibat tumor, dan hal ini akan mengakibatkan hematometra atau pyometra dan dapat berujung pada pembengkakan uterus. Pemeriksaan bimanual dapat dilakukan untuk mengetahui ekstensi dari tumor vagina.

Sebagian besar perempuan yang menderita kanker serviks memiliki hasil pemeriksaan fisik umum yang normal. Tetapi, pada penderita dengan keadaan penyakit yang sudah lebih berkembang, dapat ditemukan gejala-gejala seperti pembengkakan dari kelenjar getah bening inguinal atau supraklavikula dan edem pada eksterimitas bawah.

2.1.9.2. Kolposkopi dan Biopsi

Ketika hasil dari pemeriksaan Pap smear ditemukan abnormal, maka pemeriksaan kolposkopi perlu dilakukan. Seluruh transformasi dan semua lesi harus diperhatikan selama pemeriksaannya agar prosedur kolposkopi tersebut dianggap adekuat. Dilakukan biopsi pada seluruh lesi yang dianggap mencurigakan dengan Tischler biopsy forceps. Hasil dari pemeriksaan biopsi dari lesi dapat memberikan penjelasan untuk sitologi yang abnormal.

Selain biopsi, kuret endoserviks juga harus dilakukan. Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan antara kanker invasif, lesi premalignant, atau jaringan benign.

Konisasi serviks dilakukan sebagai pemeriksaan lebih lanjut terhadap lesi premalignant seperti CIN II dan III dan Karsinoma in situ, hal ini guna untuk mengevaluasi kemungkinan penyakit mikroinvasif. Dengan mendapatkan keseluruhan lesi dari konisasi, kedalaman maksimum dari invasi dapat dievaluasi dengan baik. Konisasi juga perlu dilakukan jika hasil kolposkopi tidak adekuat. Pilihan pemeriksaannya yaitu dengan Cold-knife-conization atau loop electrosurgical.

2.1.9.3. Pemeriksaan Radiologi 2.1.9.3.1. CT scan

CT scan sering digunakan sebagai penyokong hasil dari pemeriksaan fisik dan penetapan stadium klinis. Pemeriksaan ini dapat membantu mengevaluasi ukuran tumor dan penyebaran penyakit, keterlibatan kelenjar bening, dan hidronefrosis.

(30)

2.1.9.3.2. MRI

MRI telah dinyatakan memiliki akurasi yang lebih baik daripada CT scan dan pemeriksaan fisik dalam upaya pengukuran tumor dan memeriksa adakah keterlibatan korpus uteri atau parametrium untuk evaluasi kanker servik di stadium awal.

2.1.9.3.3. PET

PET scan dapat memberikan hasil yang paling akurat mengenai metastasis penyakit daripada pemeriksaan radiologi lainnya. Pemeriksaan nuklir scan ini menggunakan substrat radioisotop seperti glukosa ([F]-fluoro-2-deoxy-d-glucose [FDG]) dan menampilkan gambaran berdasarkan metabolisme dari substrat di jaringan. PET scan dengan FDG sekarang semakin digunakan untuk penentuan stadium dan monitoring respon terapi pada berbagai jenis kanker, termasuk kanker serviks. Namun, kemampuannya untuk mendeteksi metastasis kelenjar getah bening pelvis masih terbatas, terutama untuk penyakit yang masih dalam stadium awal.

Integrasi dari PET/CT merupakan sebuah teknik dimana kegunaannya berfungsi secara berurutan dalam sebuah alat skrining buatan gabungan dari PET dan CT. Hasil dari PET dan CT kemudian digabungkan menggunakan software komputer, yang menghasilkan data dari PET dapat dilokalisir lebih baik dengan data anatomi dari hasil CT scan. Integrasi dari PET/CT mungkin lebih sensitif daripada PET sendiri atau MRI untuk mendikteksi metastasis kelenjar bening ( Lea et al., 2012).

2.1.10. Tatalaksana

Pada pemilihan penanganan untuk lesi pra-kanker harus dipertimbangkan dengan hati-hati, hal ini dilakukan dengan melihat keefektivitasan serta efek samping yang ditimbulkan dari terapi tersebut. Terdapat empat metode destruksi lokal yang dapat dijadikan pilihan sebagai terapi untuk lesi pra-kanker, adapun keempat metode tersebut yaitu krioterapi, elektrokauter, elektrokoagulasi, dan laser CO2. Dasar dari terapi destruksi lokal pada CIN yaitu tidak adanya risiko untuk terjadinya penyebaran secara hematogen dan limpogen. Pilihan terapi destruksi lokal ini dilakukan dengan cara pemusnahan daerah yang dicurigai sebagai epitel abnormal dengan harapan daerah tersebut akan berganti dengan epitel yang baru. Pengamatan lanjut harus dilakukan untuk menghindari faktor kegagalan terapi.

15

(31)

2.1.10.1. Krioterapi

Metode ini dilakukan dengan cara mendinginkan serviks sampai temperature mencapai 50℃ dibawah nol. Sel kemudian akan mengalami dehidrasi dan pengerutan. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya konsentrasi sel elektrolit dalam sel yang akan berlanjut menjadi syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein. Dan pada akhirnya akan terjadi nekrosis sel.

Krioterapi merupakan metode yang memiliki komplikasi yang relatif sedikit dan biayanya relatif murah dibandingkan metode destruksi lainnya. Metode ini dapat mencapai kedalaman maksimum 7,8 mm. Jika dilakukan dengan tepat, insiden rekurensi displasia cukup rendah dengan persentase 0,41-0,44 %. Meskipun demikian, keberhasilan dan insiden rekurensi masih tergantung dengan besar dan kedalaman lesi pra-kankernya.

2.1.10.2. Laser Karbon Dioksida

Metode ini dilakukan dengan cara menyinari secara langsung taget jaringan dengan menggunakan energi tinggi yang akan menyebabkan mendidihnya cairan intrasel sehingga cairan tersebut menguap. Hal ini juga menyebabkan menguapnya lapisan paling luar dari mukosa serviks dan nekrosis pada jaringan di bawahnya. Dengan metode obstruksi ini diharapkan akan adanya perubahan pada seluruh daerah transformasi dan bagian yang dicurigai. Penyembuhan lukanya relatif cepat dan memiliki komplikasi yang lebih ringan daripada krioterapi.

Keberhasilan metode ini tergantung pada kekuatan dan lamanya penyinaran. Terapi laser ini dapat digunakan sebagai upaya pengobatan untuk semua tingkat displasia hingga mencapai 95% dengan angka penyembuhan pada CIN I dan II mencapai 84%.

2.1.10.2. Elektrokauter

Metode ini dilakukan dengan menggunakan panas antara 400℉-1500℉ untuk destruksi jaringan. Metode ini efektif untuk digunakan pada lesi CIN 1, 2/3 CIN 3, lesi yang melibatkan multipel kuadran dari serviks serta lesi yang mencapai kanalis endoserviks.

Elektrokauter tidak efektif untuk lesi dengan kedalaman lebih dari 3 mm².

(32)

2.1.10.2. Elektrokoagulasi

Metode ini memiliki prinsip efek biologi yang sama dengan laser, dimana cairan seluler mendapat panas yang hebat yang menyebabkan pecahnya sel membran. Pada CIN I, II dan III dapat dilakukan meskipun lesi luas dan telah menapcai kanalis servikalis. Namun, pada CIN III metode ini dilakukan apabila terdapat kontraindikasi (Iskandar, 2009).

Gambar 2.1. Pengelolaan pasien rawat jalan pada pasien dengan hasil papsmear mencurigakan untuk displasia atau karsinoma. Squamous Columnar Junction.

2.1.11. Prognosis

Prognosis penyakit ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti stadium, volume tumor, kedalaman invasi stroma serviks, metastasis dan invasi limfovaskular. Dua faktor yang paling berpengaruh yaitu status kelenjar getah bening dan stadium penyakit. Sebagai contoh, perempuan dengan penyakit stadium IA memiliki angka harapan hidup 5 tahun sebesar 93%, tetapi jika adanya invasi limfovaskular, maka hal tersebut akan mengurangi angka tersebut sekitar 50% (Wipperman et al., 2018).

17

(33)

2.2. PENGETAHUAN

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang telah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, dimana pengindraan tersebut terjadi melalui berbagai pancaindra manusia. Adapun pancaindra manusia yang dimaksud yaitu indra penglihatan,pendengeran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memberikan penjelasan mengenai objek yang diketahuinya secara benar, dan dapat pula menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah dipelajarinya pada situasi atau kondisi yang nyata (real).

4. Analisis (analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam beberapa komponen yang terorganisir dimana masih terdapat kaitannya antara satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Notoatmodjo, 2007)

Pengetahuan dikategorikan dalam baik (> 75 % jawaban benar), cukup (50 –75% jawaban benar) dan kurang (< 50 % jawaban benar)

(34)

2.3. PENDIDIKAN

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik (Kemdikbud, 2016).

Tingkat pendidikan seseorang dapat menentukan kemampuan intelektual, pemahaman dan kemampuan berpikir kritis dan logis seseorang dalam mengolah informasi dan mengambil keputusan dalam bertindak. Tetapi tingginya tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin bahwa tingkat pegetahuan orang tersebut baik, bisa saja orang tersebut memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Hal ini dapat terjadi apabila tingginya tingkat pendidikan tersebut tidak disertai dengan kemauan belajar. Sebaliknya orang lain yang mau belajar dan menambah pengetahuannya dengan informasi meskipun latar belakang tingkat pendidikannya rendah dapat memiliki pengetahuan yang baik (Kurniawan et al., 2008).

Adapun tingkatan pendidikan digolongkan menjadi 3 tingkatan, yaitu “rendah” untuk status pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menegah Pertama (SMP) sederajat, “sedang” untuk status pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat, dan “tinggi” untuk status pendidikan terakhir dengan lama pendidikan diatas 12 tahun (sarjana).

19

(35)

2.3. KERANGKA TEORI

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian

(36)

2.4. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. Berdasarkan judul dan tinjauan pustaka pada penelitian ini, maka hubungan variabel yang akan diteliti dapat digambarkan sebagai skema berikut :

Tingkat Pendidikan

Tingkat Pengetahuan

1. Kanker Serviks 2. Faktor Risiko Kanker

Serviks 3. Pap smear 4. IVA

21

(37)

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional yaitu dengan menggunakan tabel distribusi. Data dianalisis dengan chi square.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Juli 2018 di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1. POPULASI PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan.

3.3.2. SAMPEL PENELITIAN

Sampel penelitian adalah perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria inklusi adalah sebagai berikut:

 Perempuan usia reproduktif yang aktif secara seksual di Puskesmas Padang Bulan.

 Perempuan.

 Bersedia menjadi responden penelitian 2. Kriteria ekskulsi adalah sebagai berikut:

 Responden yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan rumus Slovin sebagai berikut :

Keterangan :

n = Besar sampel

N = Besar populasi = 532

e = Kesalahan absolut yang dapat ditolerir = 0,1

Universitas Sumatera Utara

(38)

Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebesar 90 orang.

3.4. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh secara langsung dari responden dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.

3.5. DEFINISI OPERASIONAL

Adapun definisi operasional dari variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur dan Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur

Deteksi Dini Kanker Serviks

Usaha untuk

mengetahui gejala awal kanker serviks dengan metode pemeriksaan Pap Smear dan IVA

Wawancara dengan Kuesioner

Ordinal

Pengetahuan Hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang telah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, dimana pengindraan tersebut terjadi melalui berbagai pancaindra manusia (Notoatmodjo, 2007)

Wawancara dengan Kuesioner

Total skor akhir pengetahuan

Baik (> 75 % jawaban benar), Cukup (50 – 75 % jawaban benar) dan Kurang (< 50 % jawaban benar)

Ordinal

23

(39)

serviks yang abnormal dan tidak terkendali yang berasal dari leher rahim (serviks) dan dapat menyebar ke bagian tubuh manapun

Faktor risiko

Hal-hal yang dapat meningkatkan potensi angka suatu kejadian.

Pap smear

Salah satu metode untuk mendeteksi dini kanker serviks dengan cara pengambilan lapisan dari permukaan leher rahim untuk menilai perubahan bentuk sel.

IVA Salah satu metode untuk mendeteksi dini kanker serviks dengan cara menggunkan asam asetat 3-5%.

Pendidikan Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (KBBI, 2016).

Wawancara dengan Kuesioner

Rendah (SD sampai SMP sederajat),

Sedang (SMA

sederajat), Tinggi (Sarjana).

Ordinal

3.6. METODE ANALISIS DATA

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution). Data penelitian akan dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan chi-square menilai hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan terhadap deteksi dini kanker serviks.

(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN

4.1.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Puskesmas Padang Bulan terletak di Jalan Jamin Ginting, Kompleks Pamen, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan. Puskesmas Padang Bulan melayani 6 Kelurahan yang ada di wilayah kerja Kecamatan Medan Baru.

4.1.2 DISTRIBUSI KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

Sampel penelitian ini adalah perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan.

Penelitian ini menggunakan consecutive sampling dengan menggunakan rumus Slovin dengan jumlah sampel yang diambil peneliti adalah 90 orang. Berdasarkan data responden, karakteristik yang diperoleh meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan tingkat pengetahuan.

Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan

No Karakteristik Frekuensi (n) Persentasi (%)

1. Usia :

< 20 tahun

≥ 20 tahun

3 87

3,3 96,7

Total 90

2. Tingkat Pendidikan :

SD 3 3,3

SMP 8 8,9

SMA 51 56,7

Sarjana 28 31,1

Total 90

3. Status Pekerjaan :

Bekerja 28 31,1

Tidak Bekerja 62 68,9

Total 90

23

(41)

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh hasil perempuan yang termasuk ke dalam usia < 20 tahun di Puskesmas Padang Bulan sebanyak 3 orang (3,3%), dan sisanya merupakan mereka yang berusia ≥ 20 tahun sebanyak 87 orang (96,7%) . Didapati hasil distribusi sampel yang pendidikan terakhirnya SD sebanyak 3 orang (3,3%), SMP sebanyak 8 orang (8,9%), SMA sebanyak 51 orang (56,7%), dan sarjana sebanyak 28 orang (31,1%). Didapati hasil distribusi sampel yang bekerja sebanyak 28 orang (31,1%) dan yang tidak bekerja sebanyak 62 orang (68,9%).

Tabel 4.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pengetahuan Tingkat Pengetahuan

Baik Cukup Kurang

Frekuensi (n)

Persent ase

Frekuensi (n)

Persenta se

Frekuensi (n)

Persenta se

Rentang

Kanker Serviks

21 23.3% 42 46.7% 27 30% 2.00

Faktor Risiko Kanker Serviks

13 14.4% 71 78.9% 6 6.7% 2.00

Pap smear

8 8.9% 57 63.3% 25 27.8% 2.00

IVA 10 11.1% 57 63.3% 23 25.6% 2.00

Total 52 227 81

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh bahwa untuk pengetahuan mengenai kanker serviks jumlah sampel yang memiliki tingkat pengetahuan kategori baik sebanyak 21 orang (23,3%), kategori cukup sebanyak 42 orang (46,6%), kategori kurang sebanyak 27 orang (30%), dengan rentang skor sebesar 2.00. Untuk pengetahuan mengenai faktor risiko kanker serviks diperoleh jumlah sampel yang memiliki tingkat pengetahuan kategori baik sebanyak 13 orang (14,4%), kategori cukup sebanyak 71 orang (78,9%), kategori kurang sebanyak 6 orang (6,7%), dengan rentang skor sebesar 2.00. Untuk pengetahuan mengenai Pap smear diperoleh jumlah sampel yang memiliki tingkat pengetahuan kategori baik sebanyak 8 orang (8,9%), kategori cukup sebanyak 57 orang (63,3%), kategori kurang sebanyak 25 orang (27,8%), dengan rentang skor sebesar 2.00. Untuk pengetahuan mengenai IVA diperoleh jumlah sampel yang memiliki tingkat pengetahuan kategori baik sebanyak 10 orang (11,1%), kategori cukup sebanyak 57 orang (63,3%), kategori kurang sebanyak 23 orang (25,6%), dengan rentang skor sebesar 2.00.

(42)

4.1.3 HUBUNGAN STATUS PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN

Untuk mengetahui analisis chi square antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan perempuan usia reproduktif di Puskesmas Padang Bulan maka dilakukan analisis bivariat korelasi Fisher-Freeman-Halton. Korelasi kedua variabel diperoleh sebagai tabel berikut :

Tabel 4.3 Hubungan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan

Karakteristk Status Pendidikan Total p value

Tingkat Pengetahuan mengenai : Rendah Sedang Tinggi

Kanker Serviks Kurang 6 18 3 27 0,022*

Cukup 4 24 14 42

Baik 1 9 11 21

Faktor Risiko Kanker Serviks Kurang 2 4 0 6 0,076

Cukup 9 41 21 71

Baik 0 6 7 13

Pap smear Kurang 5 16 4 25 0,182

Cukup 5 32 20 57

Baik 1 3 4 8

IVA Kurang 6 11 6 23 0,040*

Cukup 4 37 16 57

Baik 1 3 6 10

Total 44 204 112 360

Berdasarkan tabel 4.3 pada pengetahuan mengenai kanker serviks diperoleh p value <

0,05 (p=0,022) yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara status pendidikan dengan tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks responden. Pada pengetahuan mengenai faktor risiko kanker serviks diperoleh p value > 0,05 (p=0,076) yang berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pendidikan dengan tingkat 25

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki

Mengacu pada data di atas dan dengan pertimbangan bahwasannya Puskesmas Mergangsan Yogyakarta merupakan puskesmas dengan angka kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) tertinggi

Telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti dalam penelitian yang berjudul ―Perbedaan Kualitas Hidup Penderita dan Bukan Penderita Rinitis Alergi

Beberapa kondisi yang dapat dipertimbangkan pada penegakan diagnosa PPOK dapat dilihat pada Tabel 2.1.. Secara klinis, seseorang dinyatakan mengidap PPOK, apabila sekurang-

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional, bersifat studi analitik untuk melihat apakah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan mahasiswa/i Fakultas

Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 2,5% memiliki efek pedikulisidal pada Pediculus humanus var.. Hipotesis dari

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita dengan kejadian malaria pada pasien rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan