• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERAWATAN LUKA PASKA SIRKUMSISI PADA ANAK LAKI-

LAKI DI DESA GUNUNG HASAHATAN DAN DESA UJUNGGURAP PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016

Oleh : YENI SASWITA

130100061

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN SIKAP TERHADAP PERAWATAN LUKA PASKA SIRKUMSISI PADA ANAK LAKI-

LAKI DI DESA GUNUNG HASAHATAN DAN DESA UJUNGGURAP PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

YENI SASWITA 130100061

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)
(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Sirkumsisi adalah suatu tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepusium) penis dengan tujuan tertentu. Tindakan sirkumsisi sangat penting untuk kesehatan karena dapat menurunkan timbulnya infeksi saluran kemih, mengurangi resiko terjadinya penyakit menular seksual, dan lain-lain. Namun, masih banyak juga orang tua yang belum mengetahui apa saja yang harus dilakukan setelah anak mereka menjalani sikumsisi, terutama tentang perawatan untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orangtua dengan tindakan perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan desain penelitian studi potong lintang (cross-sectional study). Sampel penelitian berjumlah 114 orang yang diambil dengan menggunakan metode total sampling dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata orangtua memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang sirkumsisi (50,9%), kurang (29,8%), dan baik (19,3%).

Sedangakan orangtua yang memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang benar lebih banyak (67,5%) dan yang salah (32,5%).

Simpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki (p=0,000).

Kata Kunci : pengetahuan, sirkumsisi, perawatan luka

(5)

ABSTRACT

Introduction: Circumcision is a throwing action from one part or entire preputium with a certain purpose. Circumsision action is really important for health because can reduce the incidence of urinary tract infections, reduce the risk of sexually transmitted diseases, and others. But, there are still many parents who do not know what to do after their child had been circumcised, especially about treatment for wound healing. This research aims to know the correlation measure between parental knowledge with wound treatment after circumcision on boys in Gunung Hasahatan and Ujunggurap villages in 2016.

Method: This research is the research which is analyctical with the research design cross-sectional study. This research has 114 people to be the sample which was taken with the total sampling method and accordance with inclusion and exclusion criteria.

Result: The results showed that the average parent has a enough level of knowledge about circumcision (50,9%), less (28,9%), and good (19,3%). Whereas parents who have an attitude in maintaining the wound on circumsision that the right (67,5%) and wrong (32,5%).

Discussion: There is a significant relationship between the level of parental knowledge with wound treatment after circumcision on boys (p=0,000).

Key Words : knowledge, circumcision, wound healing

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan Tahun 2016”. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang dokter umum, skripsi ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Bambang Prayugo, Sp.B dan dr. Riyadh Ikhsan, Sp.KK, M.Ked (D.V) selaku Dosen Pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan penulisan sampai dengan selesainya hasil penelitian ini.

3. Dosen penguji yakni dr. Vita Camelia, Sp.KJ dan Dr.med. Yahwardiah Siregar yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical Education Unit (MEU).

5. Kepala Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan yang telah membantu memberikan data dan mengizinkan penulis melakukan penelitian di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.

6. Rasa sayang dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Robby Sugianto Leo dan Ibunda Nur

(7)

Milawati Harahap yang selama ini telah membesarkan, mendidik, memberi kasih sayang, serta dukungan yang begitu besar kepada saya sehingga saya menjadi seperti ini dan dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

7. Adinda tersayang Elsy Emalia dan Rika Destiny yang telah memberikan dukungan dan mendoakan penulis selama mengerjakan karya tulis ilmiah ini.

8. Teman-teman sejawat seperjuangan stambuk 2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas solidaritas, bantuan, dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

9. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnya bagi pembaca karya tulis ilmiah ini

Medan, Desember 2016 Penulis

Yeni Saswita

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengetahuan ... 5

2.1.1. Defenisi ... 5

2.1.2. Cara Memperoleh Pengetahuan ... 5

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 6

2.1.4. Tingkat Pengetahuan ... 7

2.2. Sirkumsisi ... 9

2.2.1. Defenisi ... 9

2.2.2. Epidemiologi ... 9

2.2.3. Anatomi Penis ... 10

(9)

2.2.4. Indikasi ... 11

2.2.5. Kontraindikasi ... 14

2.2.6. Perawatan Paska Sirkumsisi ... 14

2.2.7. Komplikasi ... 17

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ... 21

3.1. Kerangka Teori ... 21

3.2. Kerangka Konsep ... 22

3.3. Hipotesis ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Rancangan Penelitian ... 23

4.1.1. Jenis Penelitian ... 23

4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.2.1. Populasi ... 23

4.2.2. Sampel ... 23

4.2.3. Kriteria Inklusi ... 24

4.2.4. Kriteria Eksklusi ... 24

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 24

4.4. Pengolahan dan Analisis Data ... 24

4.5. Defenisi Operasional ... 24

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 26

5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Responden ... 28

(10)

5.1.4. Deskripsi Sikap terhadap Perawatan Luka Paska

Sirkumsisi ... 29

5.1.5. Hasil Analisis Statistik ... 29

5.1.5.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi ... 30

5.2. Pembahasan ... 30

5.2.1. Karakteristik Responden ... 30

5.2.2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Luka Paska Sirkumsisi ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6.1. Kesimpulan ... 32

6.2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Prevalensi Sirkumsisi Berdasarkan Data WHO Tahun 2007 ... 9

4.1. Defenisi Operasional Penelitian ... 25

5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 26

5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 27

5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama ... 28

5.5. Deskripsi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Sirkumsisi Anak . 28 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan .... 28

5.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi ... 29

5.8. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi ... 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1. Anatomy of Prepuce ... 10 Gambar 3.1. Kerangka Teori ... 21 Gambar 3.2. Kerangka Konsep ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepaada Responden Lampiran 3 Lembar Persetujuan (Informed Consent) Lampiran 4 Lembar Kuesioner

Lampiran 5 Data Output

Lampiran 6 Surat Persetujuan Etik Penelitian Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sirkumsisi (sunat atau khitan) adalah suatu tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepusium) penis dengan tujuan tertentu.1 Sirkumsisi merupakan prosedur pembedahan yang paling umum dilakukan pada laki-laki, karena sirkumsisi rutin pada bayi untuk alasan agama dan budaya.2,3

Berdasarkan sejarah, banyak sekali kebudayaan yang telah melakukan sunat untuk alasan kesehatan, sebagai tanda peralihan menuju kedewasaan, sebagai tanda identitas budaya (mirip dengan tato), atau sebagai ritual korban kepada dewa. Ritual sirkumsisi ini telah lama dipraktekkan dan telah membudaya pada daerah timur tengah. Pada akhir abad 19, ritual ini telah menjadi suatu praktek dengan alasan medis.2

Angka kejadian sirkumsisi dalam setiap negara bervariasi sesuai dengan agama, etnis, status sosial-ekonomi dengan alasan medis, agama, sosial, dan budaya. Di seluruh dunia 30% laki-laki usia 15 tahun ke atas telah melakukan sirkumsisi dengan prevalensi 69% Muslim (terutama di Asia, Timur Tengah, dan Afrika Selatan), 0,8% Yahudi, dan 13% non-Muslim dan non-Yahudi.4

Indonesia merupakan negara bagian timur yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, dimana sirkumsisi dilakukan paling sering pada usia 5-12 tahun.

Banyaknya anak laki-laki di Indonesia yang telah melakukan sirkumsisi adalah 75% Muslim dan 25% non-Muslim.4

Banyak sekali keuntungan yang bisa diambil dari tindakan ini, seperti menurunkan timbulnya infeksi saluran kemih, mengurangi resiko terjadinya penyakit menular seksual, kanker penis, dan infeksi traktus urin. Terbukti penis laki-laki yang telah disunat lebih higienis.5

Tahun 2006 lalu, sebuah penelitian menunjukkan pria yang disunat terbukti jarang tertular infeksi melalui hubungan seksual dibanding yang tidak

(15)

disunat. Penelitian yang sama tentang sirkumsisi dan hubungannya dengan HIV/AIDS juga pernah dipaparkan dalam International Conference ke-25 tentang HIV/AIDS di Bangkok. Hasilnya sama, sirkumsisi bisa mengurangi tingkat HIV/AIDS, sifilis, dan borok pada alat kelamin.4,6

Tindakan sirkumsisi sangat penting untuk kesehatan. Prepusium atau kulit penutup depan penis yang menjadi tempat berkumpulnya sisa-sisa air seni dan kotoran lain yang membentuk zat warna putih disebut smegma, ini sangat potensial sebagai sumber infeksi. Tindakan membuang kulit atau prepusium maka resiko terkena infeksi dan penyakit lain menjadi lebih kecil.5

Namun, masih banyak juga orang tua yang belum mengetahui apa saja yang harus dilakukan setelah anak mereka menjalani sikumsisi, terutama tentang perawatan untuk penyembuhan luka. Keluarga khususnya di daerah pedesaan belum mengerti pentingnya nutrisi untuk penyembuhan luka. Mereka beranggapan bahwa makan makanan seperti tahu, tempe, telur dan makanan yang mengandung protein akan membuat luka khitan menjadi gatal. Sehingga pantangan makan membudaya dikalangan masyarakat. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya tertentu, maka sangat mungkin masyarakat disekitarnya melakukan budaya tersebut.

Angka kejadian paska sirkumsisi yang melakukan pantangan terhadap makanan di Inggris dan Kanada dari jumlah penduduk 227,65 juta jiwa tahun 2008 dengan luas wilayah 9.970.610 km2 ditemukan sebanyak 5-15%. Negara Indonesia tahun 2006 angka kejadian pantangan terhadap makanan 35-45%.7 Provinsi Jawa Timur tahun 2000 angka kejadian paska sirkumsisi 39,6% yang pantangan terhadap makanan.8 Data ini menunjukkan bahwa pantang makanan masih banyak dilakukan oleh masyarakat.

Kepercayaan untuk berpantang makan setelah proses sirkumsisi atau khitan dengan tujuan luka khitan menjadi cepat sembuh masih banyak dianut oleh masyarakat terutama oleh para orang tua. Pantangan terhadap makanan sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh anak paska sirkumsisi karena dapat memperlambat proses penyembuhan luka sirkumsisi, dan dalam proses penyembuhan luka sangat membutuhkan protein, maka setelah disirkumsisi

(16)

dianjurkan untuk makan dalam pola yang benar sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya.1 Kejadian ini disebabkan karena kuatnya pengaruh sosial budaya terhadap kebiasaan sehari-hari. Adat dan tradisi tersebut yang mendasari masyarakat pedesaan dalam memilih dan menyajikan makanan. Selain tarak, sebagian orang tua di desa menyuruh anaknya yang sudah dikhitan untuk memakai pakaian yang erat, mereka beranggapan agar alat kelamin tidak berubah posisi selama di perban. Kondisi ini bertentangan dengan teori bahwa disebutkan setelah dikhitan hendaknya memakai pakaian yang longgar agar tidak terjadi gesekan dan mempercepat luka kithan kering.1 Ada juga orang tua yang beranggapan ketika ingin membuka luka perban, anaknya disuruh untuk berendam terlebih dahulu agar perban mudah dilepas. Anggapan tentang perawatan khitan itu masih banyak muncul dikalangan masyarakat desa.

Secara teori proses penyembuhan luka justru membutuhkan nutrisi ekstra untuk menumbuhkan jaringan baru. Dalam proses penyembuhan luka memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti ferrum (Fe), zinc (Zn).9 Begitu juga dengan luka paska sirkumsisi. Persepsi keluarga dalam arti orang tua sangat berpengaruh pada proses penyembuhan luka sirkumsisi anaknya. Anak biasanya menuruti apa yang di katakan oleh orang tuanya.

Hendaknya orang tua mengetahui hal-hal yang harus dilakukan setelah anaknya disirkumsisi, baik perawatan maupun nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah

“Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016.”

(17)

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orangtua tentang sirkumsisi.

2. Untuk mengetahui sikap orangtua terhadap perawatan luka paska sirkumsisi.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian.

2. Sebagai bahan dasar dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya serta dapat memperbaiki kekurangan yang ada dalam penelitian ini.

3. Sebagai bahan penyuluhan bagi petugas kesehatan sehingga orangtua sadar tentang pentingnya sirkumsisi dan bisa melakukan perawatan paska sirkumsisi dengan baik dan benar.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu.10 Menurut KBBI, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal.11

2.1.2. Cara Memperoleh Pengetahuan 1. Cara Tradisional

a. Trial and Error

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

b. Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

c. Kekuasaan (Otoritas)

Kekuasaan yang dimaksud adalah kebiasaan-kebiasaan yang biasanya diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan- kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan.

(19)

d. Pengalaman

Pengalaman digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperolah dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

e. Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

2. Cara Modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian (research methodology).

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Umur

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.

Menurut Depkes RI, kategori umur terbagi atas :8 1. Masa balita : 0-5 tahun

2. Masa kanak-kanak : 5-11 tahun 3. Masa remaja awal : 12-16 tahun 4. Masa remaja akhir : 17-25 tahun 5. Masa dewasa awal : 26-35 tahun 6. Masa dewasa akhir : 36-45 tahun 7. Masa lansia awal : 46-55 tahun 8. Masa lansia akhir : 56-65 tahun 9. Masa manula : >65 tahun

(20)

2) Pendidikan

Kegiatan pendidikan berfokus pada proses mengajar, dengan tujuan agar terjadi perubahan perilaku yaitu dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

3) Pekerjaan

Pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering berinteraksi dengan orang lain lebih banyak pengetahuannya bila dibandingkan dengan orang tanpa ada interaksi dengan orang lain.

4) Sumber Informasi

Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa seperti televisi, koran, majalah, internet yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang.

2.1.4. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan memiliki 6 tingkatan, yaitu:10 a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b) Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

(21)

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

(22)

2.2. Sirkumsisi

2.2.1. Defenisi

Kata sirkumsisi berasal dari bahasa Latin circum berarti “sekeliling” dan caedere berarti “memotong”. Sirkumsisi adalah tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis.12

Sirkumsisi adalah memotong kulit luar (preputium / prepuce / foreskin / kulup) pada penis yang melingkupi kepala penis (glans penis). Sirkumsisi adalah prosedur kedaruratan dimana prepusium (foreskin) dari penis dipisahkan dari glans dan porsio dieksisi.13

2.2.2. Epidemiologi

Dalam bidang kesehatan, tidak ada ketetapan batasan umur untuk melakukan sirkumsisi. Sering kali usia melakukan sirkumsisi dipengaruhi oleh agama maupun budaya setempat. Di Arab Saudi anak disirkumsisi pada usia 3-7 tahun, di Mesir antara 5-6 tahun, di India 5-9 tahun, dan di Iran biasanya 4 tahun.

Di Indonesia lazimnya melakukan sirkumsisi anak sekitar 5-15 tahun.14

Tabel 2.1 Prevalensi Sirkumsisi Berdasarkan Data WHO Tahun 2007

Negara Jumlah

Penduduk (Juta)

Sudah Melakukan Sirkumsisi Jumlah (Juta) Persen

Spanyol 45.2 8.13 18

Afrika Selatan 24.22 23.1 95.5

Amerika Serikat 315.56 246.13 78

Indonesia 213.37 170.69 80

Arab Saudi 25 23.9 95.7

Inggris 61 22.8 37.5

Jerman 82.3 8.97 10.9

Filipina 14,87 14.2 95

Australia 20.82 4.16 20

(23)

Bisa dilihat dari tabel 2.1, Sirkumsisi paling umum dilakukan di negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Seperti sebagian dari Asia Tenggara (Indonesia, Filipina) dan Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Arab Saudi.

Sebaliknya, jarang dilakukan di Eropa dan sebagian besar Asia.

2.2.3. Anatomi Penis

Gambar 2.1 Anatomy of Prepuce

Penis merupakan organ tubuler yang dilewati oleh uretra. Penis berfungsi sebagai saluran kencing dan saluran untuk menyalurkan semen kedalam vagina selama berlangsungnya hubungan seksual. Penis dibagi menjadi tiga regio:

pangkal penis, korpus penis, dan glans penis. Pangkal penis adalah bagian yang melekat pada tubuh di daerah simfisis pubis. Korpus penis merupakan bagian yang di dalamnya terdapat saluran, sedangkan glans penis adalah bagian paling distal yang melingkupi meatus uretra eksterna. Corona radiata merupakan bagian leher yang terletak antara korpus penis dan glans penis. Kulit yang menutupi penis menyerupai kulit skrotum, terdiri dari lapisan otot polos dan jaringan areolar yang memungkinkan kulit bergerak elastis tanpa merusak struktur dibawahnya. Lapisan

(24)

subkutannya juga mengandung banyak arteri, vena dan pembuluh limfe superficial.15s

Jauh dibawah jaringan areolar, terdapat kumparan jaringan elastis yang merupakan struktur internal penis. Sebagian besar korpus penis terdiri dari jaringan erektil, corpora cavernosa dan corpus spongiosum. Lipatan kulit yang menutupi ujung penis disebut prepusium.16

Prepusium pertama kali terbentuk pada minggu ke delapan dalam masa janin. Dalam 16 minggu, prepusium akan menutupi glans penis. Pada tahapan ini lapisan epidermis prepusium yang menutupi glans akan menyatu dengan epidermis glans dan disebut frenulum. Kedua lapisan epidermis tersebut terdiri dari epitel squamous. Prepusium dan glans penis menutupi suatu celah yang kemungkinan akan menjadi kantong pada prepusium. Akhirnya ruang yang terbentuk pada prepusium adalah hasil dari suatu proses desquamation, dan prepusium perlahan-lahan akan terpisah dengan glans.17

Pada saat lahir, kebanyakan proses desquamation belum sempurna, dan prepusium tidak dapat ditarik karena masih menyatu dengan glans penis. Pada umumnya pemisahan prepusium dengan glans penis terjadi saat pubertas. Kelenjar-kelenjar preputium yang terdapat di sepanjang kulit dan mukosa preputium mensekresikan smegma. Smegma merupakan media yang sangat baik bagi perkembangan bakteri. Inflamasi dan infeksi sering terjadi di daerah ini, khususnya bila higienitasnya tidak dijaga dengan baik. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan sirkumsisi.17

2.2.4. Indikasi

a. Agama

Sunat bagi laki-laki sebelum menginjak pubertas (remaja) adalah tradisi dalam beberapa agama. Terutama agama Islam, Yahudi dan juga sebagian kelompok agama Kristen.18

(25)

b. Medis 1. Fimosis

Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke belakang (proksimal)/membuka. Kadang-kadang lubang pada prepusium hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar. Pada 95% bayi, kulup masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di tarik ke belakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis.19

Pada usia 3 tahun, hanya 10% anak laki-laki yang tidak dapat menarik secara penuh prepusiumnya, pada saat remaja 98-99% prepusium dapat tertarik sampai glans. Fimosis terjadi akibat kurang menjaga kebersihan, balanitis kronis, dan menarik paksa prepusium berulang-ulang yang berakhir pada pembentukan cincin fibrosis yang menutup orificium dari prepusium dan menyebabkan terjadinya fimosis. Fimosis tidak menyebabkan obstruksi traktus urinarius, namun tanpa higienitas akan berisiko terjadinya iritasi kulit, infeksi, balanitis, dan jika menarik paksa prepusium dapat mentidakibatkan parafimosis. Seseorang yang mengalami fimosis akan mengalami rasa sakit saat berhubungan seksual.2

2. Parafimosis

Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium dapat ditarik ke belakang, tetapi tidak dapat kembali ke depan dan akhirnya menjepit penis sehingga menyebabkan pembengkakan. Hal ini merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan dalam bidang urologi. Jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan vena tersumbat dan edema pada glans dan prepusium yang akan menyebabkan sumbatan terhadap arteri sehingga terjadi iskemi dan kehilangan sebagian atau seluruh glans penis. Parafimosis terjadi akibat orang tua atau perawat menarik prepusium dengan kuat untuk membersihkan penis atau pada percobaan kateterisasi dan prepusium tidak kembali ke posisi semula.2

3. Balanitis atau Postitis

Balanitis adalah infeksi dari glans penis,sedangkan postitis adalah infeksi dari prepusium. Pada postitis, tanda dan gejala yang dapat

(26)

ditemukan adalah eritema, pembengkakan, panas, dan nyeri tekan pada kulit prepusium. Pada balanitis, tanda dan gejala yang ditemukan adalah eritema, pembengkakan, panas, dan nyeri tekan pada glans penis. Bau yang tidak enak, eksudat yang sedikit, dan seropurulen merupakan tanda yang jelas. Balanitis, postitis, atau keduanya (balanopostitis) merupakan akibat dari kurang menjaga kebersihan.2

4. Kondiloma Akuminata

Kondiloma Akuminata adalah papiloma multiple yang tumbuh pada kulit genitalia eksterna. Bentuknya seperti kulit, multiple dan permukaan kasar. Faktor predisposisinya adalah perawatan kebersiahan genitalia yang buruk. Bila lesi meliputi permukaan glands penis atau permukaan dalam (mukosa) prepusium, maka tindakan terpilih adalah sirkumsisi untuk mencegah perluasan dan kekambuhan.20

c. Alasan Kesehatan

Di negara maju mayoritas non-muslim seperti Amerika Serikat, sunat dianjurkan karena alasan kebersihan dan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan kanker serviks. Penis yang disunat menghasilkan smegma lebih sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga lebih mudah dijaga kebersihannya.20

Meskipun ada beberapa keuntungan dilakukannya sirkumsisi, juga terdapat risiko dari prosedur ini, yaitu perdarahan, infeksi, dan hasil yang jelek.

Beberapa keuntungan dilakukannya sirkumsisi:

 Mencegah infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) umumnya lebih sering mengenai bayi laki-laki daripada bayi perempuan. Dari hasil penelitian tentang hubungan antara sirkumsisi dan ISK menunjukkan peningkatan rasio ISK pada bayi yang tidak disirkumsisi, khususnya bayi yang berumur <1 tahun.2

 Mencegah penyakit menular seksual (PMS)

Mekanisme yang menjelaskan peningkatan risiko PMS pada laki-laki yang tidak disirkumsisi adalah lapisan bagian dalam prepusium tidak memiliki keratin sehingga mudah untuk mengalami trauma kecil pada saat

(27)

berhubungan dan mempermudah patogen masuk. Lingkungan yang hangat dari prepusium membuat mikroorganisme tumbuh subur dalam smegma yang terkumpul di tempat ini.2

Bukti kuat yang mendukung hubungan antara sirkumsisi dengan penurunan risiko PMS yaitu transmisi penyakit ulkus genital dan HIV.

Delapan penelitian melaporkan peningkatan signifikan risiko penyakit ulkus genital (sifilis dan chancroid) yaitu 2-7 kali pada laki-laki yang tidak disirkumsisi. Efek proteksi parsial dari sirkumsisi adalah sekitar 60%

menurunkan risiko terinfeksi HIV.2,6

 Mencegah infeksi virus HPV dan kanker serviks

Human Papilloma Virus (HPV) dapat menjadi onkogen dan non- onkogen. HPV non-onkogen (genotip 6 dan 11) menyebabkan kutil pada genitalia wanita dan pria. HPV onkogen (genotip 16, 18, 31, 33) menyebabkan kanker serviks, vulva, vagina, anus, dan penis. Sirkumsisi menurunkan secara signifikan infeksi HPV terhadap pria dan kanker serviks pada wanita pasangannya akibat sering berganti-ganti pasangan.2

2.2.5. Kontraindikasi

Kontraindikasi untuk sirkumsisi adalah prematur, anomali penis (misalnya chorde, atau kelainan kelengkungan penis), hipospadia, epispadia, mikropenis, dan memiliki 2 genital. Kelainan perdarahan bukan merupakan kontraindikasi absolut untuk sirkumsisi, tetapi sirkumsisi sebaiknya dihindari pada kasus seperti ini.2

2.2.6. Perawatan Paska Sirkumsisi

Setelah dilakukan tindakan sirkumsisi, perlu diperhatikan perawatan paska sirkumsisi. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan paska sirkumsisi, yaitu:

1. Obat analgesik dan antibiotik

Setelah disirkumsisi sebaiknya segera meminum obat analgetik (penghilang nyeri) untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi

(28)

lokal yang disuntikkan habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara 1-11/2 jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis masa kerjanya, maka dapat tergantikan dengan obat Analgetik.21

Obat antibiotik juga sebaiknya diminum secara teratur (umumnya diberikan untuk 5-10 hari) agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat penyembuhan luka khitan.21

2. Menjaga daerah alat kelamin tetap bersih dan kering21

a) Menggunakan celana yang longgar untuk menghindari gesekan.

b) Membersihkan uretra eksternal secukupnya secara perlahan setiap selesai buang air kecil tanpa mengenai luka sirkumsisi.

c) Membersihkan penis dari bercak-bercak darah bekas sirkumsisi yang menumpuk seperti borok yang dapat mengganggu kesehatan dengan menggunakan iodine atau rivanol.

d) Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan dengan air hangat dengan cara masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu peras dan bersihkan secara perlahan bekas darah sampai bersih.

3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal

Bekas suntikan obat anastesi/bius di pangkal penis (terutama bagian atas) terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dan kempes dalam waktu 5-7 hari. Jika dirasakan mengganggu, dapat dibantu dengan cara mengompresnya selama 5-10 menit dengan kasa yang dicelupkan air hangat, dapat dilakukan 2 kali dalam sehari. Dilakukan 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air tersebut tidak mengenai lukanya.21

4. Mengatur makanan

Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur, dan daging bukan suatu larangan untuk dimakan karena hal tersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat. Sebaliknya kandungan vitamin dan

(29)

protein yang terkandung dalam makanan tersebut diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering.9,21

Ikan, telur dan daging hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi” terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali mengkonsumsi makanan tersebut maka menyebabkan reaksi alergi (gatal, bentol, dan lain-lain) dan hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahir/kecil dan bukan pada saat proses khitan saja.21

Adapun pedas, minuman bersoda atau softdrink sebaiknya memang dihindari karena dapat mengganggu kesehatan secara umum, misalnya menimbulkan gangguan pencernaan atau radang tenggorokan yang dapat menurunkan kesehatan pasien secara umum. Hal tersebut akan menghambat proses penyembuhan luka sirkumsisi karena konsentrasi kekebalan tubuh jadi terpecah untuk menyembuhkan luka sekaligus mengobati masalah kesehatan yang lain.21

5. Tidak perlu tindakan berlebihan

Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka paska sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan.

Hal ini justru sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu luka khitan sudah kering maka diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya. Gunakanlah sabun secukupnya dan tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan.21 6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak (oedem) yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya. Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh total, yaitu sekitar satu setengah bulan.21

(30)

7. Kontrol dan melepas perban

Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter.21

Lakukan kontrol rutin ke dokter yang melakukan sirkumsisi pada hari ketiga dan pada hari kelima-ketujuh. Apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Hal ini berguna untuk melunakkan kulit luka dan perban, sehingga mudah dilepaskan. Jika diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk mengurangi nyeri.21

2.2.7. Komplikasi

Walaupun sirkumsisi secara teknis tidak sulit dilakukan, tindakan ini dapat mentidakibatkan berbagai komplikasi ringan hingga berat. Prevalensi komplikasi sirkumsisi keseluruhan belum diketahui secara pasti dan berkisar 1- 15%.22

Berbagai komplikasi yang biasanya terjadi paska sirkumsisi, antara lain:

1. Nyeri

Nyeri adalah hal yang paling sering dan biasanya terjadi. Setelah efek anestesinya berakhir yang didahului dengan rasa panas pada daerah genitalia. Pada saat pelaksanaan khitan pertimbangkan penambahan obat penghilang rasa sakit (analgesik) yang dimasukkan lewat dubur. Setelah pelaksanaan khitan segera minum analgesik yang diberikan oleh dokter, biasanya analgesik bisa diminum tiap 6 jam bila sakit, atau menurut petunjuk dokter.16

2. Perdarahan

Perdarahan adalah komplikasi awal yang paling umum terjadi beberapa jam setelah sirkumsisi. Perdarahan terjadi jika dokter lupa

(31)

mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah yang cukup besar. Bila perdarahan sedikit, cukup dibersihkan dengan kasa steril yang sudah dibubuhi povidone iodine. Bisa juga dibalut dengan perban (kasa steril) untuk menekan sumber perdarahan (blood compressing). Jika perdarahan banyak dan terus terjadi, biasanya dilakukan tindakan untuk mencari dan mengikat sumber perdarahan.16,23

3. Bengkak (edema)

Bengkak merupakan kejadian yang normal. Pada penderita alergi dan hipersensitivitas kulit sering terjadi lamanya penyebuhan luka kadang disertai pembengkakan tetapi tidak disertai tanda radang seperti nyeri dan kemerahan pada sekitar luka.23 Bekas suntikan obat anastesi di pangkal penis terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dan kempes dalam waktu 5-7 hari. Jika dirasakan mengganggu, dapat dibantu dengan cara mengompresnya dengan air hangat. Usahakan air tersebut tidak mengenai luka khitan.16 4. Infeksi

Infeksi terjadi karena kontaminasi dari peralatan ataupun lingkungan yang kurang steril. Ditandai dengan edema (bengkak), adanya nanah pada bekas khitan, tubuh demam, mengeluh nyeri di sekitar genetalia.

Penatalaksanaannya dengan pemberian obat antibiotik dan obat antiinflamasi dari dokter. Karena itu obat yang diberikan harus dihabiskan, kemudian dikontrol ke dokter yang mengkhitan untuk mengevaluasi luka khitan. Rawat luka dengan mengompres dengan rivanol atau menurut petunjuk dokter dan jaga kebersihan luka.16

5. Glans penis tersayat, tertusuk, atau terpotong

Komplikasi yang satu ini tentunya sangat erat kaitannya dengan ketelitian, kecerobohan atau profesionalisme yang melakukannya.

Kejadian ini umumnya terjadi pada metode khitan konvensional.16 6. Syok anafilaktik

Syok anafilaktik diakibatkan reaksi alergi tipe cepat, terjadi segera atau beberapa saat setelah masuknya alergen, misalnya obat. Pasien

(32)

menunjukkan tanda-tanda syok, diantaranya pucat, keringat dingin, lemas, badan terasa melayang, mual, bahkan dalam tahap lanjut penderita dapat pingsan diikuti hipotensi dan bradikardi. Reaksi ini sifatnya individual dan atidak sulit diduga. Kebanyakan terjadi akibat pemberian antibiotik atau efek samping pemberian obat anastesi.16

7. Sukar buang air kecil

Setelah pelaksanaan sirkumsisi, pasien sukar atau terhambat pancarannya saat buang air kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya sumbatan pada muara saluran kemih luar oleh bekuan darah. Dapat diatasi dengan membersihkan sumbatan, bisa dengan menggunakan kasa steril dan air hangat atau jika lukanya sudah kering bisa berendam dengan air hangat yang sudah dibubuhi PK (kalium permanganat) untuk meluruhkan bekuan atau kotoran.16

8. Luka yang tidak menutup sempurna

Setelah proses penyembuhan luka sirkumsisi, ada beberapa luka yang tidak menutup dengan baik, bahkan terbuka kembali sehingga luka lama untuk kering. Hal ini terjadi oleh karena pemotongan prepusium terlalu panjang pada metode khitan smartclamp atau electrocouter yang tidak dijahit. Sehingga setelah klem dibuka, pada saat ereksi bekas luka iris khitan membuka kembali. Oleh karena itu, metode khitan smartclamp tidak disarankan pada pasien diatas usia 14 tahun atau dewasa.

Sedangkan pada khitan metode electrocouter disarankan dilakukan jahitan di atas usia 3 tahun. Pada keadaan ini, usahakan luka tetap kering, tidak boleh lembab atau kena air. Luka akan kering dan sembuh, walaupun membutuhkan waktu lebih lama. Sebaiknya dikonsulkan kembali kepada dokter yang mengkhitan untuk mendapatkan obat yang mempercepat proses penyembuhan luka.16

9. Prepusium tumbuh lagi

Prepusium tumbuh lagi sehingga menutup sebagian atau seluruh glans penis. Hal ini disebabkan pemotongan kulit dan mukosa prepusium

(33)

terlalu pendek. Untuk mengatasinya kembali ke dokter yang mengkhitan untuk dikhitan kembali.24

10. Meatal stenosis

Adanya pengerutan pada saluran kemih, saluran kemih menutup.

Jika terjadi hal ini, rujuk kepada Bedah Urologi untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut.24

11. Peyronie Disseases

Pembengkokan pada batang penis terjadi karena terbentuknya jaringan parut pada batang penis dengan pengerasan kulit lapisan dalam dan menimbulkan proses penyembuhan luka yang lama akibat infeksi pada bagian dalam penis.24

(34)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.1. Kerangka Teori

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Kerangka teori Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

- Umur - Pendidikan - Pekerjaan

- Sumber informasi Kategori tingkat

pengetahuan:

- Baik - Cukup - Kurang

Sirkumsisi

Perawatan paska sirkumsisi

Komplikasi

Kontraindikasi Indikasi

(35)

1.2. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka konsep

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.

Pengetahuan Orang Tua tentang Sirkumsisi -

Sikap terhadap Perawatan Luka dan Komplikasi Paska Sirkumsisi

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

4.1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik tentang hubungan tingkat pengetahuan orang tua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross-sectional. Desain cross-sectional merupakan jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali pada satu saat.25

4.1.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016. Lokasi penelitian adalah Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan yang anaknya sudah dilakukan sirkumsisi.

4.2.2. Sampel

Pada penelitian ini pengambilan sampel ditentukan dengan cara total sampling, dimana seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel. Besarnya sampel adalah seluruh orang tua di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.

(37)

4.2.3. Kriteria Inklusi

a. Orang tua yang memiliki anak laki-laki berusia 0-18 tahun yang sudah disirkumsisi maupun belum disirkumsisi.

b. Orang tua yang bertempat tinggal di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.

4.2.4. Kriteria Eksklusi

a. Orang tua yang memiliki anak laki-laki berusia 0-18 tahun yang sedang dalam keadaan sakit.

b. Orang tua dengan anak yang memiliki kelainan kongenital.

c. Tidak berada di tempat saat penelitian.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data diperoleh dengan cara memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diisi oleh responden.

4.4. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program sistem komputerisasi dengan perangkat lunak SPSS (Statistic Product and Service Solutions) untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan. Uji hipotesis yang akan digunakan adalah uji chi-square. Hasil disajikan dalam bentuk narasi diperjelas dengan tampilan tabel.

4.5. Defenisi Operasional

Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel dalam penelitian, maka setiap variabel harus dirumuskan secara operasional. Adapun defenisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

(38)

Tabel 4.1 Defenisi Operasional Penelitian

Variabel Defenisi Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Pengetahuan

orang tua tentang sirkumsisi

Segala sesuatu yang diketahui ayah dan/atau ibu tentang sirkumsisi, perawatan luka dan

komplikasinya.

Angket Kuesioner Baik: 7-10 benar Cukup: 4-6 benar Kurang: 0-3 benar

Ordinal

Sikap terhadap Perawatan luka paska sirkumsisi

Hal-hal yang dilakukan setelah sirkumsisi

Angket Kuesioner Benar: Skor 26-48 Salah: Skor 0-25

Nominal

(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan. Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap adalah desa yang terdapat di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua dengan jumlah penduduk 2.843 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh orangtua di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan yang memenuhi pertimbangan tertentu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan kuesioner dapat memberikan deskripsi frekuensi karakteristik responden penelitian. Total sampel yang diambil adalah sebanyak 119 orang, tetapi hanya 114 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimana dari Desa Gunung Hasahatan sebanyak 40 orang dan Desa Ujunggurap sebanyak 74 orang. Berikut adalah tabel-tabel yang mendeskripsikan karakteristik responden dalam penelitian ini.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi (n) Persentase (%)

<40 57 50

40-60 52 45,6

>60 5 4,4

Total 114 100

Tabel 5.1. menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah berusia <40 tahun yaitu sebanyak 57 orang (50%), diikuti oleh responden berusia 40-60 tahun

(40)

sebanyak 52 orang (45,6%), sedangkan berusia >60 tahun sebanyak 5 orang (4,4%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 55 48,2

Perempuan 59 51,8

Total 114 100

Berdasarkan Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 59 orang (51,8 %) sedangkan laki-laki didapatkan sebanyak 55 orang (48,2%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)

SD 26 422,8

SMP 15 13,2

SMA 54 47,4

S1 14 12,3

D3 5 4,4

Total 114 100

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah responden dengan pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 54 orang (47,4%). Diikuti dengan pendidikan terakhir SD sebanyak 26 orang (22,8%). Pendidikan terakhir SMP sebanyak 15 orang (13,2%). Pendidikan S1 sebanyak 14 orang (12,3%), dan yang paling sedikit adalah D3 yaitu hanya 5 orang (4,4%).

(41)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama

Agama Frekuensi (n) Persentase (%)

Islam 114 100

Total 114 100

Berdasarkan tabel 5.4. dapat diketahui bahwa seluruh responden beragama Islam.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Sirkumsisi Anak

Status Sirkumsisi Anak Frekuensi (n) Persentase (%)

Sudah 83 72,8%

Belum 31 27,2%

Total 114 100

Berdasarkan Tabel 5.5. dapat diketahui bahwa orangtua yang anaknya sudah disirkumsisi lebih banyak yaitu 83 orang (72,8%) sedangkan yang belum disirkumsisi didapatkan sebanyak 31 orang (27,2%).

5.1.3. Deskripsi Tingkat Pengetahuan Responden

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik 22 19,3

Cukup 58 50,9

Kurang 34 29,8

Total 114 100

Tabel 5.6. menunjukkan bahwa dari 114 responden, rata-rata orangtua memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang sirkumsisi yaitu sebanyak 58 orang (50,9%). Memiliki tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 34 orang (29,8%) dan yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebanyak 22 orang (19,3%).

(42)

5.1.4. Deskripsi Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi Responden

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi

Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi

Frekuensi (n) Persentase (%)

Benar 77 67,5%

Salah 37 32,5%

Total 114 100

Berdasarkan tabel 5.7. dapat diketahui bahwa responden yang memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki yang benar lebih banyak, yaitu 77 orang (67,5%). Sedangkan yang memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki yang salah sebanyak 37 orang (32,5%).

5.1.5. Hasil Analisis Statistik

Penelitian yang telah dilakukan terhadap 114 orang responden adalah dengan menggunakan metode cross-sectional dan instrumen kuesioner yang mengandung 22 soal. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan uji hipotesis chi-square. Berikut deskripsi frekuensi tingkat pengetahuan dan tindakan perawatan luka paska sirkumsisi dari responden penelitian.

(43)

5.1.5.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi

Tabel 5.8. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi

Berdasarkan analisis bivariat dengan uji analisis fisher’s exact diperoleh p- value 0,001 (p<0,05) yang berarti menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan usia responden, responden dengan usia <40 tahun (50%) paling banyak dan diikuti oleh usia 40-60 tahun (45,6%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Yosefin (2015) dimana responden berusia 35-55 tahun sebanyak 52%.20

Ditinjau dari agama responden, seluruh responden beragama Islam.

WHO mencatat bahwa 69% laki-laki di dunia beragama Muslim telah melakukan sirkumsisi.4 Dari hasil penelitian ini, 83 orang responden telah melakukan sirkumsisi (72,8%) pada anak mereka. Apabila terdapat variasi agama pada responden akan terjadi peningkatan atau penurunan pada jumlah responden yang sudah ataupun belum melakukan tindakan sirkumsisi pada anak.

Sikap terhadap Perawatan Tingkat Pengetahuan

Total P Luka Paska Sirkumsisi Baik Cukup Kurang

Benar 22 51 4 77

0,001

Salah 0 7 30 37

Total 22 58 34 114

(44)

5.2.2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi

Sebagian responden dengan usia <40 tahun belum melakukan tindakan sirkumsisi terhadap anak laki-lakinya. Penyebabnya ialah budaya pada negara bagian timur, sirkumsisi dilakukan paling sering pada usia 5-12 tahun.4 Sementara pada usia <40 tahun umumnya memiliki anak laki-laki yang masih di bawah lima tahun.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 114 orangtua di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan dengan analisis hubungan tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi dengan menggunakan uji analisis fisher’s exact menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi dengan nilai p=0,001 (p<0,005).

Terlihat dari hasil penelitian bahwa orangtua dengan tingkat pengetahuan baik memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang benar dan orangtua dengan tingkat pengetahuan kurang baik memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang salah. Sikap yang baik dan benar harus didasari pengetahuan yang baik. Pada penelitian ini sebanyak 50,9% responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dan 29,8% memiliki tingkat pengetahuan kurang baik.

Sebaliknya, responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik hanya 19,3%. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi orangtua tentang sirkumsisi dan kurang pedulinya petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan terutama mengenai sirkumsisi kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan penelitian Mavhu W et al (2011) dari Universitas Zimbabwe yang memperoleh bahwa semakin baik tingkat pengetahuan seseorang tentang sirkumsisi maka akan semakin mempengaruhi sikap dan pentingnya tindakan sirkumsisi.26 Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Yosefin (2015) yang memperoleh bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan tindakan sirkumsisi.20 Perbedaan ini terjadi karena penelitian Yosefin (2015) meneliti hubungan tingkat pengetahuan dengan tindakan, sedangkan penelitian ini meneliti hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap.

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan Tahun 2016” serta seluruh pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

1. Tingkat pengetahuan orangtua tentang sirkumsisi 19,3% baik, 50,9% cukup baik, dan 29,8% kurang baik.

2. Sikap orangtua terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang benar 67,5%

dan yang salah 32,5%.

3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016.

Hasil analisis ini bermakna dengan nilai p=0,001 (p<0,005).

6.2. Saran

1. Kepada orangtua yang belum melakukan tindakan sirkumsisi kepada anaknya agar lebih banyak mencari informasi mengenai sirkumsisi dari berbagai sumber agar memiliki sikap yang benar terhadap perawatan luka paska sirkumsisi.

2. Kepada petugas kesehatan agar berperan aktif dalam memberikan penyuluhan mengenai sirkumsisi kepada masyarakat.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Karakata S, Bachsinar B. Sirkumsisi. 5th ed. Jakarta: Hipokrates; 1994 2. Angel CA. Circumcision: Background, Pathophysiologi, Epidemiology

[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2014 [cited 15 April 2016]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1015820-overview

3. Kennedy A. Book Review: American Academy of Pediatrics, Task Force on Circumcision. 2012. “Circumcision Policy Statement.” Pediatrics: Official Journal of the American Academy of Pediatrics. Men and Masculinities [Internet]. 2013 [cited 15 April 2016]; 16(2):270-272. Available from:

http://dx.doi.org/10.1177/1097184x12469867

4. World Health Organization. Male Circumcision and HIV Prevention: In Eastern and Southern Africa. [Internet]. 2007 [cited 15 April 2016].

Available from:

http://www.who.int./hiv/pub/malecircumcision/entry_experiences_se_africa _06.09.09.pdf

5. Pranata Y, Mahadhipta H, Sudjatmiko G. Sirkumsisi yang Aman & Efisien.

Jakarta: Sagung Seto; 2008

6. Ngo Tobhai. Male Circumcision Uptake, Postoperative Complications, and Satisfaction Associated with Mid-Level Providers in Rural Kenya. HIV [Internet]. 2012 [cited 17 April 2016]; 37. Available from:

http://dx.doi.org/10.2147/hiv.s30357

7. Nugroho A. Persepsi Orang Tua tentang Perawatan Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki Usia Sekolah di Desa Bulak Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan [Internet]. 2015 [cited 17 April 2016]. Available from:

eprints.umpo.ac.id/1164/4/BAB%201.pdf

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. [Internet]. 2008 [cited 17 April 2016]. Available from:

www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan- indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2008.pdf

9. Kusnul Z. Kesehatan: Pola Pantang Makan Berhubungan dengan Proses Penyembuhan Luka Sirkumsisi. [Internet]. 2012. [cited 17 April 2016].

Available from:

https://www.academia.edu/19993743/Kesehatan_Vol_4_No_1_Juni_2012 10. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012 11. Setiawan E. Arti Kata Tahu-Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online

[Internet]. Kbbi.web.id.2016 [cited 27 April 2016]. Available from:

http://kbbi.web.id/tahu

12. Sabzehei M, Mousavibahar S, Bazmamoun H. Male Neonatal Circumcision- A Review Article. Journal of Comprehensive Pediatrics [Internet]. 2012 [cited 29 April 2016];4(1):49-53. Available from:

http://dx.doi.org/10.17795/compreped-6543

13. Mulia Y, Adiputra PA. Teknik Guillotine dan Gomco Clamp pada Sirkumsisi [Internet]. 2013 [cited 29 April 2016]. Available from:

download.portalgaruda.org/article.php?article=14476&val=970

(47)

14. Hermana A. Teknik Khitan Panduan Lengkap, Sistematis, dan Praktis.

Jakarta: Widya Medika; 2000

15. David A. Surgical Guide to Circumcision. Publisher: Springer London;

2012

16. Kirubah P. Perawatan dan Komplikasi Paska Sirkumsisi pada Anak Laki- Laki [Internet]. 2016 [cited 4 Mei 2016]. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/56153

17. Gairdner D. Fate of the Foreskin. BMJ [Internet]. 1950 [cited 7 Mei 2016];

1(4650):439-440. Available from:

http://dx.doi.org/10.1136/bmj.1.4650.439-b

18. Sabzehei M, Mousavibahar S, Bazmamoun H. Male Neonatal Circumcision- A Review Article. Journal of Comprehensive Pediatrics [Internet]. 2012 [cited 9 Mei 2016];4(1):49-53. Available from:

http://dx.doi.org/10.5812/jcp.6543

19. Johan F. Sirkumsisi Cara (Sunat/Khitan) [Internet]. 2014 [cited 9 Mei 2016]. Available from: https://scribd.com/doc/125748665/sirkumsisi

20. Yosefin A. Tindakan Orang Tua tentang Sirkumsisi [Internet].

Repository.usu.ac.id. 2016 [cited 11 Mei 2016]. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/55152

21. Nasution S. Pengetahuan Orang Tua tentang Sirkumsisi pada Anak Laki- Laki di Kelurahan Perintis Kecamatan Medan Timur Tahun 2010 [Internet].

Repository.usu.ac.id. 2011 [cited 16 Mei 2016]. Available from:

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23156

22. Seno DH, Nugroho D, Wahyudi I, Rodjani A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluaran dan Komplikasi Sirkumsisi [Internet]. 2012 [cited 17 Mei 2016]. Available from:

http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/issue/view/160

23. Indonesia T. Perawatan dan Komplikasi Paska Sunat atau Sirkumsisi pada Bayi dan Anak [Internet]. DOKTER INDONESIA ONLINE. 2012 [cited 20 Mei 2016]. Available from:

https://dokterindonesiaonline.com/2012/08/10/perawatan-dan-komplikasi- paska-sunat-atau-sirkumsisi-pada-bayi-dan-anak/

24. Klinik Keluarga-Rumah Keluarga Sehat: Komplikasi Paska Khitan &

Penanganannya [Internet]. Klinikkeluarga.com. 2016 [cited 20 Mei 2016].

Available from: http://www.klinikkeluarga.com/2014/04/komplikasi- penanganannya-paska-khitan.html?m=1

25. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Jakarta: Sagung Seto; 2013:130

26. Mavhu W, Buzdugan R, Langhaug L, Hatzold K, Benedikt C, Sherman J et al. Prevalence and Factors Associated with Knowledge of and Willingness for Male Circumcision in Rural Zimbabwe. Tropical Medicine &

International Health. 2011; 16(5):589-597.

(48)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yeni Saswita

Tempat/tanggal lahir : Padangsidimpuan/11 Maret 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jalan Kasuari (Taman Kasuari Indah Tahap 1 No.17C) Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK PERGURUAN SARIPUTRA PADANGSIDIMPUAN (2000-2001) 2. SD PERGURUAN SARIPUTRA PADANGSIDIMPUAN (2001-2007) 3. SMP NEGERI 1 PADANGSIDIMPUAN (2007-2010)

4. SMA NEGERI 1 PADANGSIDIMPUAN (2010-2013)

5. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN (2013-SEKARANG)

Riwayat Organisasi : 1. PEMA FK USU

2. PERMAKED TABAGSEL USU

(49)

Lampiran 2

Lembar Penjelasan Kepada Responden Dengan hormat,

Saya yang bernama Yeni Saswita adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester keenam dan ketujuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.

Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan Ibu/Bapak untuk mengisikan lembar kuesioner ini.

Partisipasi Ibu/Bapak dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan.

Data pribadi dan jawaban yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Jika Ibu/Bapak bersedia menjadi responden, silahkan menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediaan Ibu/Bapak saya ucapkan terimakasih.

Medan, 2016

Peneliti,

(Yeni Saswita) Nim: 130100061

Gambar

Gambar 2.1 Anatomy of Prepuce
Gambar 3.1 Kerangka teori Pengetahuan  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan: - Umur - Pendidikan - Pekerjaan  - Sumber informasi Kategori tingkat pengetahuan: - Baik - Cukup - Kurang Sirkumsisi Perawatan paska sirkumsisi Komplikasi  Kontraindikasi I

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Berdasalkan hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap tingkat konsumsi minuman berkafein dengan menggunakan Fisher’s

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner di Kelurahan Sigambal Kabupaten Rantau Selatan menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden

Berdasarkan tabel 4.3, pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara data status pendidikan dan tingkat pengetahuan perempuan usia

Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mencari hubungan antara kejadian batuk pada anak di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor

Kesimpulan : Sebagian besar mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap bahaya merokok dan faktor yang

Kesimpulan : Sebagian besar mahasiswa laki-laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap bahaya merokok dan faktor yang

Enuresis dapat menyebabkan harga diri anak yang semakin berkurang dan berdampak pada perkembangan kepribadiannya, oleh karena itu sebenarnya anak dengan enuresis

Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pekerja dan sikap pekerja