• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memprediksi kecemasan ibu hamil berdasarkan pengaruh faktor karakteristik yang meliputi umur, tingkat pendidikan, paritas, dukungan, rencana persalinan, pekerjaan, tingkat penghasilan, pekerjaan suami, dan status perkawinan

- Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu masukan untuk memberikan konseling dalam asuhan antenatal agar dapat menanggulangi kecemasan dan meningkatkan edukasi pada setiap ibu hamil.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

Kecemasan adalah merupakan keadaan individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan terdapat aktifitas sistem syaraf otonom terhadap respon ancaman yang tidak jelas sebabnya.

Kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya “anxiety “ berasal dari bahasa latin “ angustus” yang berarti kaku, dan, “ango, anci” yang berarti mencekik.

Kecemasan (anxietas) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktivitas sistem saraf otonom. Kecemasan adalah gejala tidak sfesifik yang sering ditemukan dan merupakan emosi yang normal. Kecemasan adalah respon emosional terhadap perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi ini tidak memiliki objek yang sfesifik.

5,7,8,9

Saat dilanda stress, tubuh telah dirancang untuk merespon dengan memproduksi adrenalin. Hormon ini merangsang beberapa fungsi tubuh sambil melembabkan beberapa bagian lainnya. Reaksi normal yang terjadi secara otomatis ini dikenal sebagai respon “fight or flight” (bertarung atau pergi), dan biasanya dipicu oleh saat – saat dimana merasa terancam. Setelah ancaman itu lewat, level adrenalin akan menurun dan kita kembali ke rutinitas normal tanpa terus menerus mengkhawatirkan ancaman tadi, atau perasaan yang muncul karenanya.

7.8

Tetapi orang – orang yang menderita karena stress dan masalah kecemasan merasakan efek respon “fight or flight” dalam cara yang bertahan lebih lama dan lebih merusak. Saat ancaman yang mereka alami menghilang, perasaan-perasaan yang muncul karena adrenalin mereka yang meningkat akan tetap bertahan, lama setelah level adrenalin kembali menurun.

8,9

Kecemasan itu bisa ringan, bisa berat, bisa bersifat sekali-kali, bisa pula terus-menerus disebut kekhawatiran. Jadi sebenarnya kekhawatiran itu adalah ketakutan terhadap sesuatu yang lain. Namun bila sekali - kali dan berat disebut

panik. Rasa panik memberikan bukti yang lebih kecil bahwa ketakutan neurotik itu sebenarnya tidak disebabkan oleh rangsang yang jelas, tetapi sering kali terjadi tanpa ada alasan sama sekali, dan ini hanya berlangsung beberapa menit bahkan lebih singkat dan kemudian hilang. penelitian menunjukkan bahwa peningkatan resiko gangguan cemas pada saat hamil tidak berhubungan dengan gangguan mental yang banyak terjadi.

Adewuya dkk (2007) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa adanya peningkatan prevalensi yang tinggi dari berbagai gangguan cemas dan fobia sosial pada wanita hamil dibandingkan dengan subjek kontrol. Oguz (2007) dalam penelitian juga mendapatkan hal yang serupa dengan penelitian yang dilakukan adewuya, yakni didapatkan rata-rata gangguan panik dan gangguan obsessif kompulsif 3 kali lebih tinggi dijumpai pada wanita hamil dibandingkan dengan subjek kontrol yang tidak hamil.

17

Ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan Stuart dan Sudeen (1998), diantaranya :

16

1. Faktor predisposisi a.Teori psikoanalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

b.Teori interpersonal

Cemas timbul dari perasaan takut terhadap tidak ada penerimaan dan penolakan interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang manimbulkan kelemahan sfesifik. Orang dengan harga diri yang rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.

c. Teori prilaku

Cemas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang menganggu seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar prilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari dari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya diharapkan pada kekuatan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya.

2. Faktor Presipitasi

Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat di elakkan pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.

2.1.1 Tingkat Kecemasan

Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.

Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang sfesifik. Kondisi dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut.

Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan .

Ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu: ringan, sedang, berat dan panik berdasarkan stuart dan sudeen (1998) :

a.Kecemasan ringan

8,9,10,11,

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam

kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada

dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, mudah lupa, marah dan menangis.

c. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,

diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

2.1.2 Rentang Respon Kecemasan

Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan maladaptif dimana menggunakan koping. Koping yaitu mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya non sfesifik yaitu stress. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.22 menurut Stuart dan Sundeen (2000) mekanisme koping dapat digolongkan menjadi 2 (dua ) yaitu : Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat membangun (konstruktif) dalam mengatasi kecemasan berupa antisipasi. Respon maladaptif merupakan koping yang bersifat merusak (destruktif) dan disfungional seperti individu menghindari kontak dengan orang lain atau mengurung diri, dan tidak mau mengurus diri.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

11

Gambar 1. Rentang Respon Ansietas

2.2 Hubungan kecemasan dalam Kehamilan

11

Ibu hamil dan bersalin harus senantiasa menjaga kesehatan agar tercapainya kualitas hidup yang baik. Peran mereka sangat besar sebagai ibu yang memiliki pengaruh terhadap tumbuh kembang anak dan peran mereka mencapai keluarga yang sehat. Keberadaan janin dalam kandungan ibu merupakan bagian dari perubahan selama kehamilan.

Pada proses adaptasi fisiologis kehamilan, perubahan kadar hormonal berpengaruh terhadap perubahan sistem organ tubuh ibu hamil.

10

Seorang ibu yang mengalami kehamilan pada saat yang sudah diperkirakan akan mengalami proses persalinan, keadaan ini menggembirakan sekaligus mencemaskan bagi seorang ibu. Proses

persalinan merupakan keadaan yang melelahkan secara fisik dan psikis.

12

Saat ini pengetahuan tentang pengalaman emosi pada wanita hamil masih sangat terbatas. Oleh karena sulitnya untuk membuat inferensi terkait stress selama hamil dari studi retrospektif oleh karena pengumpulan data memungkinkan terjadinya bias apakah yang ditimbulkan akibat proses bersalin, komplikasi gestasional, dan juga komplikasi neonatal. Pendekatan transaksional terhadap stress yang diperkenalkan oleh Lazarus dan Folkman (1984) menunjukkan bahwa stress terjadi oleh karena adanya transaksi manusia dengan lingkungannya. Penerimaan seseorang terhadap stress bergantung pada permintaan lingkungan dan sejumlah sumber yang harus beradaptasi dengan permintaan tersebut.

10,23

2.3 Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu hamil

Respon emosi terhadap stress tipikalnya diukur dengan menggunakan skala pengukuran kecemasan. Dalam sebuah penelitian, ketika mengukur keadaan stress pada masing-masing trimester didapatkan bahwa gangguan cemas akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan.

Penelitian lainnya yang menganalisa kecemasan pada trimester akhir kehamilan menunjukkan bahwa wanita yang sangat muda, tanpa pasangan dan merokok lebih rentan terhadap stress, selain tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah, kurangnya dukungan sosial, riwayat penyakit medik tertentu.

Teixeira dkk (2009), berdasarkan penelitiannya menyatakan tingginya tingkat kecemasan pada trimester pertama (36,18%) dan menurun pada trimester kedua (34,59%) yang kemudian meningkat kembali pada trimester ketiga (36,33%). Pada primipara didapati peningkatan ansietas terutama pada trimester pertama dibandingkan pada trimester ketiga, hal ini disebabkan kurangnya mengerti dan adaptasi saat hamil dikarenakan akan menjadi orangtua untuk pertama kalinya. Sementara pada multipara didapati peningkatan ansietas pada trimester ketiga yang kemungkinan disebabkan persalinan yang telah dialami. Berdasarkan penelitian Glazier dan Ohara dkk (2004), disebabkan

5,8,12,13

kurangnya peran promosi sosial saat antenatal dan dukungan selama kehamilan.

Suryaningsih (2007), ibu yang sedang hamil dituntut tidak hanya harus siap secara fisik, namun juga secara mental. Hal inilah yang kurang diperhatikan ibu hamil yang umumnya lebih siap dalam menghadapi perubahan fisik tetapi tidak secara mental. Si ibu menjadi lebih emosional dan sensitif. Apabila pengaruh emosi ibu tidak didukung oleh lingkungan keluarga yang harmonis ataupun tempat tinggal yang kondusif, maka hal ini akan mengganggu masa kehamilan.Untuk mencegah hal tersebut terjadi, dukungan social untuk ibu hamil sangatlah penting. Dukungan sosial ini banyak diperoleh individu dari lingkungan sekitar, dalam hal ini adalah pasangan atau suami. Sudah selayaknya pasangan memberikan semangat dan perhatian kepada istri. Sehingga istri bisa kuat secara mental untuk menghadapi segala hal domasa kehamilannya.

14

25

Berdasarkan penelitian Triana (2008) menunjukkan bahwa dari subjek penelitian (ibu hamil) yang mendapat dukungan sosial yang tinggi kecemasan dalam menghadapi persalinan rendah.

Khalil dkk (2003), menilai kecemasan pada masing-masing trimester ditemukan bahwa tidak menikah meningkatkan stressor psikososial yang tinggi dan pendapatan yang rendah berhubungan dengan kecemasan dalam kehamilan.

26

5,9 Studi retrospektif sebelumnya menunjukkan wanita dengan hubungan pernikahan yang baik cenderung lebih rendah merasa khawatir terhadap luaran kehamilannya. Masalah dalam pernikahan berkaitan dengan tingkat stress yang tinggi dan depresi dalam kehamilan. Wanita dengan hubungan yang stabil dalam kehamilan mendapatkan dukungan yang pernuh dari pasangannya sehingga dapat mereduksi tingkat stress dalam kehamilan.

Wanita yang lebih muda dilaporkan lebih tinggi angka stressnya pada trimester ketiga kehamilan. Peranan umur dalam hal ini dijelaskan oleh penelitian Robinson (2004) yang menemukan bahwa wanita dengan umur yang lebih tua lebih tidak stress dan lebih bisa melakukan penerimaan terhadap kehamilannya dibandingkan dengan wanita muda yang berusia 20-an. Hal ini mungkin disebabkan wanita muda masih ingin melakukan penyesuaian terhadap

9,11

kehidupan pernikahan dan pekerjaan mereka dan menganggap bahwa kehamilan memiliki efek negatif terhadap kelangsungan karir mereka.19

2.4 Kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) sebagai alat ukur kecemasan

HAM-A adalah sebuah kuesioner survei kesehatan untuk menilai kecemasan hidup, yang terdiri dari 14 butir pertanyaan. Kuesioner ini merupakan alat ukur gejala kecemasan, yang kadang disebut juga Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Kuesioner ini menghasilkan 5 skala kecemasan, mulai dari 0 = tidak ada, secara klinis tidak bermakna, 4= sangat berat, yang kemudian dijumlahkan menjadi nilai skor kecemasan.

HAM-A dapat digunakan pada anak- anak dan dewasa untuk menilai gejala ansietas. Juga dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan gejala kecemasan pada anak-anak dan dewasa. Dapat juga digunakan sebagai ukuran ketika mengkaji dampak anti ansietas terhadap obat-obatan, terapi perawatan dan ukuran standar kecemasan yang digunakan dalam evaluasi obat-obat psikotropika. HAM-A dapat juga dipakai sebelum tindakan pemakaian obat-obat dan tindak lanjut pengobatan., jadi dosis obat dapat diubah berdasarkan pada skor tes pasien.

HAM-A pertama kali dikembangkan oleh Max Hamilton pada tahun 1959.

Memberikan langkah keseluruhan kecemasan, kecemasan psikis (mental agitasi dan tekanan psikologis) dan kecemasan somatik (keluhan fisik yang berhubungan dengan kecemasan). Kuesioner Hamilton dikembangkan dan disesuaikan pada orang dewasa dan anak-anak. Meskipun paling sering digunakan untuk remaja, tetapi sekarang dapat juga digunakan untuk orang dewasa. Sekarang secara luas terdapat juga skala Hamilton depresi (HDS) untuk mengukur gejala depresi.

20

20

Skala Hamilton dikembangkan dengan memanfaatkan teknik statistik faktor analisis. Penggunaan metode ini mampu menghasilkan serangkaian gejala yang berhubungan dengan kecemasan dan yang lebih menentukan ialah gejala

yang berhubungan dengan kecemasan psikis yang terkait dengan kecemasan somatik.

HAM-A adalah sebuah kuesioner survei yang mengukur 14 kriteria kesehatan sebagai berikut : (1) Kecemasan, (2) Ketegangan, (3) Rasa Takut, (4) Insomnia, (5) kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengingat, (6) suasana hati Depresi, (7) Gejala - gejala Somatik Umum (Gejala – gejala Muscular), (8) Gejala-gejala somatic umum (Sensorik), (9) Gejala- gejala Kardiovascular, (10) Gejala - gejala pernafasan, (11) Gejala- gejala Gastrointestinal, (12) gejala-gejala Genitourinarius, (13) Gejala gejala otonom, (14) Perilaku wawancara.

Pengukuran ini menghasilkan nilai skor 0 = tidak ada, 1 = ringan, 2= sedang, 3=

berat, 4= berat sekali, sebagai cut off point nya yaitu : < 14 = tidak ansietas 14 - 20 = ansietas ringan, 21 – 27 = ansietas sedang, 28 - 41 = ansietas berat.

Tes ini telah dikritik dengan alasan tidak selalu membedakan antara orang dengan gejala kecemasan dan orang dengan gejala depresi (orang dengan depresi didapati juga skor HAM-A cukup tinggi ). Karena HAM-A diukur, dikelola dan dinilai oleh pewawancara, ada beberapa subyektivitas interpretasi dan penilaian. Bias pewawancara dapat mempengaruhi hasil. Oleh karena itu, beberapa orang lebih suka self- report di mana nilai didasarkan pada tanggapan orang yang diwawancara.

20,21

21

HAM-A telah dideskripsikan dan diatur secara semi-terstruktur dengan serangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan gejala kecemasan.

Pewawancara pada tingkat individu untuk skala lima poin untuk masing-masing 14 item. Tujuh dari item khusus mengatasi kecemasan psikis dan tujuh item tersisa untuk kecemasan somatik. contohnya, item ketiga khusus ketakutan yang berkaitan dengan kecemasan, item insomnia, item kelima kesulitan tidur.

21

Menurut Hamilton, gejala psikis yang ditimbulkan oleh wawancara HAM-A contohnya suasana cemas umum, ketakutan yang tinggi, perasaan ketegangan dan kesulitan berkonsentrasi. Contoh somatik gejala termasuk sakit otot, perasaan kelemahan, masalah kardiovaskular, dan kegelisahan.

21

Hasil ada 14 item, nilai dibagi atas skala dari nol sampai empat, nol berarti bahwa tidak ada kecemasan, satu menunjukkan kecemasan ringan, dua

menunjukkan kecemasan yang moderat, tiga menunjukkan kecemasan yang berat, dan empat menunjukkan kecemasan yang sangat berat. Kecemasan total skor berkisar dari 0 sampai 56. Tujuh psikis kecemasan item menghasilkan skor kecemasan psikis yang berkisar dari 0-28. Tujuh item lagi menghasilkan skor kecemasan somatik yang juga berkisar dari 0-28. Salah satu alasan bahwa HAM-A telah digunakan secara luas dan keandalan penelitian dengan mengukur gejala kecemasan dengan cara yang konsisten. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan gangguan kecemasan didapati skor yang cukup tinggi pada HAM-A. Sebagai contoh, orang-orang dengan kecemasan umum, kekacauan dan gangguan panik cenderung memiliki skor total kecemasan di atas 20 pada HAM-A. Di sisi lain, orang-orang yang didiagnosis tidak ada gangguan didapati dengan skor sangat rendah pada HAM-A. Beberapa peneliti telah menyebutkan bahwa kecemasan dan depresi sangat erat kaitannya karena dapat memilik skor yang tinggi pada kedua jenis gejala tersebut.20,21

2.4.1 Kuesioner skala hamilton

DEPARTEMEN PSIKIATRI

POLIKLINIK EMPATI

Hamilton Rating Scale for anxiety (HAM-A)

Prinsip penggunaan instrument : sama dengan HAM-D21,24

Panduan untuk pemberian skor butir-butir pernyataan

0 = Tidak ada atau dapat diabaikan : Secara klinis tidak bermakna

1 = Ringan : Kadang-kadang terjadi,waktunya singkat dan fungsi tidak terganggu,atau bila ada, gangguan sangat ringan.

2 = Sedang : lebih sering muncul atau mungkin mencari pengobatan ( misalnya menggunakan obat untuk menghilangkan gejala ) atau penderita sedang atau hendaya sedang.

3 = Berat : terjadi terus menerus atau ada hendaya fungsi yang jelas, atau pemderitaannya berat atau mencari pengobatan atau direkomendasikan untuk menggunakan pengobatan untuk menghilangkan penyakit.

4 = Sangat berat : ketidakberdayaaan akibat symptom atau tidak berfungsi atau keadaan sangat buruk.

1. KECEMASAN

Butir ini mencakup kondisi emosional tentang ketidakpastian akan masa depan mulai dari rasa cemas, rasa tidak aman, mudah tersinggung, perasaan tidak enak hingga rasa takut yang luar biasa .

0 = Pasien tidak merasa adanya rasa tidak aman atau mudah tersinggung dibandingkan biasanya.

1 = diragukan apakah pasien merasa lebih tidak aman atau mudah tersinggung dibandingkan biasanya.

2 = Pasien mengungkapkan secara lebih jelas berada dalam keadaan cemas, khawatir atau mudah tersinggung, dia mungkin sulit mengendalikannya. Hal ini

tidak berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari pasien, karena kekhawatiran tersebut masih tentang hal-hal kecil.

3 = Rasa cemas atau tidak aman tersebut terkadang sulit dikendalikan karena ada kekhawatiran akan terjadinya kecelakaan serius atau bencana dimasa mendatang. Contoh : kecemasan dapat dialami sebagai rasa panik yaitu rasa takut luar biasa.terkadang mengganggu kehidupan sehari – hari pasien.

4 = Perasaan ketakutan sering kali muncul sehingga sangat nyata menggangu kehidupan sehari – hari pasien.

2. KETEGANGAN

Butir ini mencakup ketidak mampuan untuk bersantai , mengatasi kegelisahan, ketegangan jasmani, gemetar dan lelah yang berkepanjangan.

0 = Pasien tidak merasa adanya adanya ketegangan dibandingkan biasanya.

1 = Pasien tampak agak lebih gelisah dan tegang dibandingkan biasamya.

2 = Pasien menampakkan secara jelas tidak dapat bersantai, penuh dengan ketidak puasan dalam dirinya, yang sulit dikendalikannya, namun masih belum

berpengaruh terhadap kehidupan pasien sehari – hari.

3 = Ketidak puasan dan kegelisahan dalam diri pasien begitu kuat atau begitu sering sehingga kadang – kadang mengganggu kehidupan dan pekerjaaan sehari – hari pasien.

4 = Ketegangan dan ketidak puasan yang setiap saaat mengganggu kehidupan dan pekerjaaan sehari – hari pasien .

3. RASA TAKUT

Rasa takut muncul bilamana pasien berada dalam situasi tertentu. Situasi tersebut dapat berupa ruang terbuka atau tertutup atau gelap, berada dalam antrian, naik bis atau kereta api, takut terhadap binatang atau benda tertentu, atau orang asing. Pasien baru lega bila ia dapat menghindari situasi tersebut. Hal ini penting diperhatikan dalam penilaiaan ini, apakah selama episode ini terdaapat kecemasan fobik yang lebih berat dibandingkan biasanya.

0 = Tidak ada.

1 = Diragukan adanya kecemasan fobik.

2 = Pasien mengalami kecemsan fobik namun mampu melawannya.

3 = Sulit bagi pasien untuk melawan atau mengatasi kecemasan fobiknya, yang hingga batas tertentu telah mengganggu kehidupan dan pekerjaaan sehari – hari pasien.

4 = kecemasan fobik jelas mengganggu kehidupan dan pekerjaan sehari – hari pasien

4. INSOMNIA

Butir ini hanya mencakup pengalaman subjektif pasien mengenai lama tidur ( jumlah jam tidur tiap periode 24 jam ) dan kedalaman tidur ( tidur yang tidak dalam dan beberapa kali

terbangun, dibandingkan dengan tidur yang dalam dan konstan ). Penilaian dilakukan berdasarkan kualitas tidur selama 3 malam sebelumnya.

Catatan : Pemberian obat penenang atau obat tidur harus diabaikan.

0 = Lama tidur dan kedalaman tidur biasa.

1 = Lama tidur sedikit berkurang atau meragukan ( misalnya karena sulit tidur ), tapi tidak ada perubahan dalam kedalaman tidur.

2 = Kedalaman tidur agak berkurang, tidur menjadi lebih dangkal. Tidur secara keseluruhan agak terganggu.

3 = Lama tidur dan juga kedalaman tidur berubah secara mencolok. Periode tidur terputus hanya beberapa jam per periode 24 jam.

4 = Sulit untuk menentukan lama tidur disini karena kedalaman tidur sangat kurang sehinggga pasien mengatakannya sebagai terkantuk – kantuk atau tertidur sebentar, namun tidak sampai benar – benar tidur.

5. KESULITAN DALAM BERKONSENTRASI DAN MENGINGAT

Butir ini mencakup kesulitan dalam berkonsentrasi, mengambil keputusan tentang hal sehari – hari, serta mengingat.

0 = Pasien tidak mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan/atau mengingat.

1 = Diragukan apakah pasien mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan/atau mengingat.

2 = Meskipun dengan upaya keras, sulit bagi pasien untuk berkonsentrasi pada pekerjaaan rutin sehari – hari.

3 = Kesulitan yang lebih nyata dalam berkonsentrsi, mengingat atau mengambil keputusan.

Misalnya: kesulitan untuk membaca artikel dalam surat kabar atau menonton program televisi dari awal hinggga selesai. Skor 3 bila buruknya konsentrasi atau sulitnya mengingat belum secara jelas mempengaruhi wawancara.

4 = Bila pasien selama wawancara menunjukkan kesulitan dalam berkonsentrasi

4 = Bila pasien selama wawancara menunjukkan kesulitan dalam berkonsentrasi

Dokumen terkait