• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

H. Spesifikasi Produk

I. Manfaat Pengembangan

Ada beberapa mamfaat dari pengembangan ini, diantaranya :

1. Sebagai pedoman peserta didik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik sehingga terlibat aktif selama pembelajaran

2. Sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SMP/MTs khususnya kelas VII

3. Pedoman bagi sebagai calon guru dalam pembelajaran matematika 4. Sebagai sumbangan pikiran dalam usaha meningkatkan mutu

pendidikan matematika dimasa yang akan datang.

22 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Matematika

Menurut Sadiman (2010:21) “Belajar merupakan rangkaian kegiatan jiwa raga, psikologi fisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor”. Selain itu, Trianto (2007:17) menyatakan bahwa, “belajar diartikan sebagai proses perubahan prilaku tetap dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasan baru, serta bermamfaat bagi lingkungan lingkungan maupun individu sendiri”.

Jadi, dari defenisi belajar tersebut dapat diketahui bahwa belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan jiwa, raga, psikologi fisik untuk mencapai perubahan prilaku dari yang tidak tahu menjadi tahu, tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi terampil yang terdiri atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang bermamfaat bagi lingkungan maupun individu.

Pembelajaran matematika merupakan serangkaian kegiatan yang melibatkan guru dan peserta didik secara aktiv untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan matematika. Menurut Nikson dalam Muliyardi (2003:3) mengatakan bahwa “pembelajaran matematika adalah upaya membantu peserta didik untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali”.

Pembelajaran matematika juga merupakan proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman matematika oleh peserta didik yang berkembang secara optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Jadi dapat peneliti simpulkan pembelajaran matematika merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang melibatkan guru dalam membangun kembali konsep dan prinsip matematika melalui proses internalisasi sehingga tercapai suatu tujuan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran matematika pada jenjang guruan dasar dan menengah ditegaskan dalam permendiknas Nomor 41 tahun 2007 bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Leo Adhar Efendi (2012: 2) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).

Dilihat dari tujuan pembelajaran matematika tersebut, kemampuan pemecahan masalah merupakan rekomendasi pada urutan pertama. Hal ini menunjukan betapa pentingnya kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika. (Hamzah, 2003: 32). Berdasarkan beberapa pendapat tentang kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik tersebut, maka peneliti bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

24

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan, soal, dan persoalan.

Masalah matematika berdasarkan Ruseffendi dalam Darta (2003:11) adalah suatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin. Sesuatu persoalan itu merupakan masalah jika persoalan itu tidak ia kenal dan harus mampu menyelesaikannya dan apakah masalah tersebut sampai pada tahap penyelesaian atau tidak pada jawabannya.

Masalah matematika dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis antara lain:

1. Soal mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.

2. Soal membuktikan (problem to prove), prosedur untuk menentukan apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. (Depdiknas,2003: 11) Jadi, masalah menurut peneliti merupakan sesuatu persoalan yang harus dipecahkan dan diselesaikan dengan penyelesaian tertentu.

Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimiliki. Polya dalam Wati Susilawati (Bandung, UPI, 2004: 28) mendefenisikan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai.

Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah salah satu kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik untuk mewujudkan tujuan pembelajaran matematika. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, peserta didik dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang tidak rutin.

Menurut Depdiknas dalam Susi Herawati (2012: 21), indikator yang menunjukan pemecahan masalah adalah sebagai berikut :

1. Menunjukan pemahaman masalah

2. Mengorganisasikan data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Menurut Polya (1973) dalam jurnal Mustamin Anggo (2011: 29) mengemukakan indikator pemecahan masalah yaitu :

1. Memahami masalah, meliputi berbagai hal yang ada pada masalah seperti apa yang tidak diketahui, apa saja data yang tersedia, apa syarat-syaratnya, dan sebagainya.

2. Memikirkan rencana, meliputi berbagai usaha untuk menemukan hubungan masalah dengan masalah lainnya atau hubungan antara data dengan hal yang tidak diketahui, dan sebagainya. Pada akhirnya seseorang harus memilih suatu rencana pemecahan.

3. Melaksanakan rencana, termasuk memeriksa setiap langkah pemecahan, apakah langkah yang dilakukan sudah benar atau dapatkah dibuktikan bahwa langkah tersebut benar.

4. Melihat kembali, meliputi pengujian terhadap pemecahan yang dihasilkan.

Kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi peserta didik dalam menerapkan konsep-konsep atau aturan - aturan yang telah dipelajari.

Dengan adanya pemecahan masalah peserta didik mampu nantinya mengembangkan pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, dan jujur tanpa harus menghafal rumus saja. Peserta didik harus mampu menyelesaikan masalah matematika yang terkait dengan dunia nyata yang terdapat didalam buku teks yang diberikan guru. Hal ini menyebabkan guru perlu merancang masalah yang dapat membantu peserta didik untuk membuat hubungan matematika dengan kehidupan mereka.

Peserta didik yang terbiasa memecahkan masalah akan meningkatkan potensi intelektualnya dan rasa percaya dirinya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Gagne, bahwa keterampilan intelektual yang tinggi dapat

26

dikembangkan melalui pemecahan masalah. Hal ini disebabkan pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe yang dikemukakan Gegne, yaitu : signal learning, stimulus-response learning, chaining, verbal association, discrimination learning, rule learning, dan problem solving.

Jadi menurut peneliti kemampuan pemecahan masalah matematis sangat penting untuk meningkatkan keterampilan intelektual peserta didik.

Dengan terbiasanya peserta didik memecahkan masalah maka peserta didik tidak akan kaku menghadapi masalah-masalah yang non rutin yang ditemui dalam pembelajaran. Ketika peserta didik sudah terbiasa menghadapi masalah-masalah yang non rutin, maka peserta didik akan mudah menyelesaikan masalah matematika dala berbagai bentuk.

Adapun Rubrik penskoran untuk kemampuan pemecahan masalah matematis yang digunakan adalah :

Tabel 2.1. Rubrik skoring soal pemecahan masalah Skor Memahami

3 Memahami

(Sumber: Asep Amam, Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP, 2017 : 44)

C. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas (Arsyad, 2005: 7). Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi (Iwan, 2014: 108). Jadi, dapat diketahui bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam pembelajaran yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak untuk mencapai proses dan hasil belajar yang efesien serta tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan mudah di dalam kelas atau di luar kelas.

Pengertian media menurut Gagne dalam Riska Dwi Nonianti (2010 : 77) menyatakan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar.

Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Bedasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses

28

belajar terjadi. Sejalan dengan pengertian tersebu, media juga dapat diartikan sebagai perantara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik yang dapat memicu semngat peserta didik untuk belajar.

2. Mamfaat Media Pembelajaran

Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara pembelajar dengan pembelajar sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara lebih khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton dalam Iwan Falahudin (2014: 114-116), mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:

a. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan b. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik c. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif

d. Efisiensi dalam waktu dan tenaga

e. Meningkatkan kualitas hasil belajar pembelajar

f. Media memungkinkan proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja

g. Media dapat menumbuhkan sikap positif pembelajar terhadap materi dan proses belajar

h. Mengubah peran pembelajar kearah yang lebih positif dan produktif i. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih

konkrit

j. Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu k. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indra manusia

Jadi, dengan menggunakan media pembelajaran tujuan yang kita inginkan dalam pembelajaran matematika akan mudah dicapai tanpa menghabiskan waktu dan tenaga. Bukan hanya itu, dengan guru merancang sendiri media pembelajaran itu guru akan lebih produktif.

Sedangkan ketertarikan peserta didik terhadap media itu, akan membuat proses pembelajaran aktif sehingga akan meningkatkan kualitas belajar peserta didik.

3. Jenis – jenis Media Pembelajaran

Jenis-jenis media yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah media grafis (gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun, komik dan lain-lain), media tiga dimensi (model padat, model penampang, model susun, model kerja, mock up, diorama, dan lain-lain), media proyeksi (slide, film strips, film, penggunaan OHP,video dan lain-lain), serta penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran (Nana, 2002 : 3). Berdasarkan penjelasan mengenai jenis-jenis media pembelajaran diatas, dapat kita ketahui bahwa video pembelajaran termasuk ke dalam media proyeksi atau media elektronik.

D. Media Video Pembelajaran 1. Pengertian video pembelajaran

Menurut Munir (Fadhli, 2015: 26) “Video adalah teknologi penangkapan, perekaman, pengolahan, dan penyimpanan, pemindahan, dan perekonstruksian urutan gambar diam dengan menyajikan adegan-adegan dalam gerak secara elektronik”. Selanjutnya Munadi menjelaskan dalam Purwanti (2015: 44) Video merupakan media penyampai pesan termasuk media audio-visual atau media pandang -dengar. Media audio visual dapat dibagi menjadi dua jenis: pertama, dilengkapi fungsi peralatan suara dan gambar dalam satu unit, dinamakan media audio-visual murni; dan kedua, media audio-audio-visual tidak murni. Film bergerak, televisi, dan video termasuk jenis yang pertama, sedangkan slide, opaque, OHP dan peralatan visual lainnya yang diberi suara termasuk jenis yang kedua.

Menurut Cheppy Riyana (2007) media video pembelajaran adalah media yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesan-pesan pembelajaran baik yang berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran. Video yaitu bahan pembelajaran yang dikemas dalam pita video dan dapat dilihat melalui video/VCD player yang dihubungkan ke

30

monitor televisi ( Sungkono, 2003: 65). Media video pembelajaran dapat digolongkan kedalam jenis media audio visual aids (AVA) atau media yang dapat dilihat dan didengar. Media ini biasanya disimpan dalam bentuk piringan atau pita. Video Pembelajaran atau yang disebut juga dengan media Audio-Visual Menurut Ariani dan Haryanto dalam Purwanto & Rizki (2015: 69) “Audio-Visual adalah multimedia yang memiliki unsur-unsur yang meliputi suara, gambar, gerak dan teks”

Jadi, berdasarkan beberapa teori tentang video pembelajaran di atas dapat peneliti simpulkan bahwa media video pembelajaran adalah media audio visual yang berisi tentang konsep,prinsip, dan prosedur yang dapat mempermudah penyampaian materi pembelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran.

2. Tujuan Video Pembelajaran

Cheppy riyana (2007: 8) mengatakan bahwa media video pembelajaran bertujuan untuk :

a. Memperjelas dan mempermudah penyampaian pesan agar tidak terlalu verbalitas

b. Mengatasi keterbatasan waktu, ruang dan daya indera peserta didik maupun instruktur

c. Dapat digunakan secara tepat dan bervariasi.

3. Keuntungan media video pembelajaran

Keuntungan menggunakan media video pembelajaran antara lain : a. Video pembelajaran dapat diputar berulang kali sesuai dengan daya

tangkap masing-masing

b. Tidak membuat peserta didik terlalu terpaku untuk membaca

c. Peserta didik dapat memahami materi yang ada di dalam video pembelajaran sendiri.

d. Video pembelajaran mampu mengurangi rasa jenuh peserta didik dengan suasana formal dengan selalu berhadapan dengan buku.

4. Langkah – Langkah Membuat Video Pembelajaran

Cheppy Riyana (2007: 15) menjelaskan bahwa untuk membuat video pembelajaran ada beberapa tahap yaitu :

a. Kerangka media video

Terdiri atas pendahuluan, tayangan pembuka, pengantar, isi video, dan penutup. Pada sajian pendahuluan perlu disajikan pengantar mengapa materi itu penting, bagaimana kaitan dengan materi-materi lainnya. Hal yang penting juga adalah sajian tujuan pembuatan perlu ditayangkan untuk memotivasi peserta didik untuk mempelajari materi lebih lanjut.

Kegiatan inti berisi uraian materi yang lengkap hal ini dilengkapi dengan uraian contoh, simulasi dan demonstrasi atau peragaan. Kuantitas durasi waktu yang tersedia selama video tersebut berlangsung banyak terdapat pada kegiatan inti ini.

Kegiatan penutup diisi dengan kesimpulan atau rangkuman dan juga kegiatan lanjut dari sajian video tersebut yang harus dilaksanakan oleh peserta didik.

b. Keterlibatan Tim

Pengembangan video pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa keahlian/keterampilan yang secara sinergi menghasilkan produk media video, sesuai dengan kebutuhan rancangan tersebut. Secara umum pembuatan suatu video membutuhkan kemampuan/keterampilan pada bidang-bidang sebagai berikut:

1) Ahli Substansi

2) Ahli Media Instruksional 3) Ahli Metode instruksional 4) Sutradara

5) Ahli Komputer Editing Video dan Desain Grafis 6) Sound Director

Jadi berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa dalam membuat sebuah video pembelajaran dibutuhkan beberapa langkah dan juga tim yang mempunyai keahlian tertentu.

5. Unsur-Unsur Video Pembelajaran

Budi (2011) dalam jurnalnya mengatakan bahwa, Belawati (2003) menuliskan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam media video adalah gambar bergerak dan suara. Kedua unsur ini oleh penonton (peserta didik) disadari atau tidak telah membuat mereka menikmati sajian yang terdiri dari informasi berbentuk gambar bergerak (movie image) dan suara (audio). Dalam tayangan video pembelajaran, unsur gambar merupakan unsur utama dan unsur suara sebagai pelengkap. Hal ini berarti bahwa gambar merupakan perhatian utama indera penglihatan peserta didik, dan suara sebagai penguat dan penjelas gambar yang sulit

32

divisualisasikan. Susilana dan Riyana (2008:18) selanjutnya menyebutkan bahwa unsur gambar yang terdapat dalam tayangan video terdiri dari gambar diam, gambar bergerak, animasi dan teks, sedangkan unsur suara yang mendukung gambar bergerak dalam tayangan video terdiri dari narasi, dialog, sound effect, dan musik. Kemampuan video dalam menyampaikan pesan mampu mempengaruhi pemirsanya. Materi atau pesan tersebut disampaikan kepada pemirsa tergantung dari siapa yang akan menyaksikan.

Jadi, dapat peneliti simpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam media video pembelajaran adalah gambar diam, gambar bergerak, animasi dan teks. Berdasarkan pendapat mengenai unsur yang ada dalam video pembelajaran, sedangkan unsur suara yang mendukung gambar bergerak dalam tayangan video terdiri dari narasi, dialog, sound effect, dan musik. Melalui perpaduan antara gambar, animasi, dan suara maka pemahaman peserta didik akan meningkat.

E. Metode Flip Learning

Rani Sofya menjelaskan dalam Jurnal Inovasi Pendidikan Ekonomi (JIPE, 2018: 39) flip learning merupakan suatu strategi pembelajaran yang tergolong baru sesuai dengan perkembangan zaman yang serba modern. Pada pembelajaran tradisional pendidik menyampaikan materi, lalu untuk menambah pemahaman materi tersebut maka peserta didik akan mengerjakan tugas di sekolah dan diberikan pekerjaan Rumah (PR). Pada flip learning, peserta didik berpartisipasi dalam mempersiapkan pembelajaran melalui menonton video, memahami powerpoint dan mengakses sumber belajar yang disediakan oleh pendidik. Setelah memiliki persiapan yang lengkap di rumah, maka dikelas peserta didik akan mampu untuk menyelesaikan masalah (problem solving), menganalisis serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi.

Menurut Ash dalam Rani (2018: 39) ide melaksanakan flip learning adalah dari adanya kendala yang dihadapi dalam proses pembelajaran

tradisional, dimana ketika peserta didik diberikan pekerjaan rumah, mereka tidak sepenuhnya mampu mengerjakan sendiri, mereka membutuhkan bantuan dari orang tua mereka. Dengan flip learning kendala penguasaan materi yang dihadapi oleh peserta didik akan dibantu oleh pakarnya yaitu pendidik.

Sejalan dengan pendapat Ash tersebut Cole (2009) juga mengatakan bahwa flip learning layak untuk diterapkan karena dapat mengefisienkan waktu dalam penerapannya. Pembelajaran dengan flip learning ini membuat keterbatasan waktu menjadi teratasi. Pada kelas tradisional terkadang pendidik terkendala dengan banyaknya atau luasnya materi yang akan diajarkan, sementara alokasi waktu terbatas. Kondisi tersebut membuat peserta didik hanya bisa memperoleh materi pentingnya saja, sedangkan dengan flip learning ini peserta didik telah memiliki bekal untuk memahami materi dan bisa diperkaya atau diperdalam materinya melalui diskusi dan kegiatan problem solving di kelas.

Materi pelajaran yang disediakan untuk dipelajari di luar kelas dapat disajikan berupa video, power point materi, buku digital, link konten yang sesuai yang dapat diakses melalui web (internet) dan lainnya. Berdasarkan kalimat tersebut salah satu sarana untuk menyediakan materi kepada peserta didik adalah dengan video pembelajaran. Pendidik dapat memilih untuk membuat video yang dirancang sendiri atau mencari video dari berbagai sumberyang memuat konten yang menunjang materi pelajaran yang ingin dicapai melalui pembelajaran dengan metode flip learning. Untuk merancang video sendiri, pendidik dapat terlebih dahulu merancang naskah video dengan mengembangkan ide berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Semua informasi yang diperlukan dapat dikumpulkan terlebih dahulu sebelum diseleksi kesesuaiannya dengan materi pokok dan dilanjutkannya dengan penelitian naskah. (Rasiman, 2014: 43)

Selanjutnya Waluyo (2001: 6) menjelaskan Unsur-unsur naskah yaitu:

(1) tema, (2) plot, (3) penokohan atau perwatakan, (4) dialog, (5) latar (setting), (6) amanat atau pesan, dan (7) petunjuk teknis. Salah satu unsur

34

yang harus ada dalam sebuah naskah adalah plot atau disebut juga sebagai alur. Menurut Suharianto (1982: 28) alur atau plot yakni cara pengarang menjalin kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Apabila dilihat dari cara penyusunannya bagian-bagian alur tersebut, alur atau plot cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus, alur sorot balik, dan alur campuran.

Disebut alur lurus apabila cerita disusun mulai dari awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir pada pemecahan masalah. Apabila cerita disusun sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan bererak ke muka menuju titik awal cerita disebut alur sorot balik. Adapun alur campuran yakni gabungan dari sebagian alur lurus dan sebagian alur sorot balik. Tetapi keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan ada dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu maupun tempat kejadian.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam mengembangkan video pembelajaran flip learning peneliti menggunakan alur maju atau alur lurus, Dimana peneliti menceritakan jalannya video pembelajaran mulai dari awal sampai berakhir pada pemecahan masalah.

Langkah-langkah penulisan naskah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Bagan Tahap-tahap pembuatan naskah video (rusman,2013)

Dalam penelitian lain yang senada dengan pendapat yang sudah dijabarkan sebelumnya, dalam Edi (2016: 122) mengatakan bahwa konsep flip classroom mencakup active learning. Dalam flipped classroom, materi terlebih dahulu diberikan melalui video pembelajaran yang harus ditonton di rumah masing-masing. Sebaliknya, sesi belajar di kelas digunakan untuk diskusi kelompok dan mengerjakan tugas. Dimana pendidik hanya berperan sebagai pembina atau pemberi saran.

Berdasarkan penjabaran mengenai flip learning tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa flip learning merupakan suatu metode pembelajaran

Ide/ Gagasan

Pengumpulan informasi/penelitian

Penelitian sinopsis dan treatment

Penelitian naskah/skenario

Prosedur pengembangan Naskah

Pengkajian/review

Revisi

NASKAH FINAL

36

membalik yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik pada zaman kini, serta dapat membantu mengurangi masalah keterbatasan waktu yang sering ditemukan oleh guru biasanya.

Berikut ini desain pembelajaran dengan flip learning : Tabel 2.2. Prinsip Desain Pembelajaran Flip Learning

Berikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan eksposur pertama sebelum kelas

Berikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mendapatkan eksposur pertama sebelum kelas

Dokumen terkait