• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

2. Matematika

ide-ide yang abstrak dan simbol-simbol, maka konsep matematika harus dipahami

terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol (Susanto, 2013: 183).

Matematika sebagai ilmu pengetahuan yang berperan penting dalam berbagai

aspek kehidupan hendaknya dapat dipahami oleh siswa secara maksimal.

Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit dipahami siswa karena adanya

konsep abstrak di dalamnya serta guru yang mengalami kesulitan dalam

menyampaikan materi matematika yang abstrak ke kontekstual (Susanto,

2013:184).

Kesulitan mempelajari matematika terbukti dengan melihat prestasi

pendidikan matematika siswa di Indonesia yang tergolong masih rendah. Hal ini

dapat dilihat berdasarkan hasil penilaian dari Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) dan Programme for International Student Assessment (PISA). TIMSS adalah studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah. PISA adalah studi internasional tentang prestasi dalam

bidang membaca, matematika, dan sains siswa sekolah. Hasil studi ini diharapkan

dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan

mutu pendidikan (Organisation for Economic Cooperation and Developmant, 2010).

Hasil TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan bahwa siswa Indonesia hanya

PISA menunjukkan bahwa kemampuan Matematika siswa Indonesia menduduki

peringkat 57 dari 65 negara dengan skor 371. Sekitar 43,5% siswa Indonesia tidak

mampu menyelesaikan soal PISA (the most basic PISA tasks). Sekitar 33,1%

siswa hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan

secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal yang

diberikan secara tepat. Terdapat hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu

mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut

keterampilan berpikir dan penalaran (OECD, 2010). Hasil ini menunjukkan

bahwa pendidikan matematika di Indonesia masih memerlukan perhatian yang

serius. Banyak hal masih perlu diupayakan untuk meningkatkan kemampuan

siswa dalam prestasi belajar matematikanya. Salah satu hal yang perlu diupayakan

untuk meningkatkan prestasi pendidikan matematika di Indonesia yaitu berkaitan

dengan manajemen pendidikan yang tidak berjalan dengan baik.

Manajemen pendidikan merupakan segala sesuatu yang berkenaan dengan

perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses pendididkan

untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien (Mulyasa, 2007: 20). Proses

pendidikan yang baik tentunya jika manajemen pendidikannya dapat mencapai

tujuan dengan efektif dan efisien. Pencapaian tujuan yang efektif dan efisien dapat

terwujud jika tujuh komponen manajemen pendidikan di Indonesia mampu

diterapkan dengan baik. Tujuh komponen manajemen dalam pendidikan yaitu

manajemen kurikulum, manajemen tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan,

manajemen keuangan, manajemen sarana dan prasarana, manajemen hubungan

Kenyataannya tujuh komponen manajemen pendidikan di Indonesia belum

diterapkan sesuai dengan yang diharapkan. Manajemen pendidikan belum

mendapatkan perhatian yang serius sehingga seluruh komponen sistem pendidikan

di Indonesia belum berfungsi dengan baik (Mulyasa, 2007: 21). Salah satu

komponen yang belum diterapkan dengan baik yaitu manajemen sarana dan

prasarana. Manajemen sarana dan prasarana adalah manajemen sarana sekolah

dan sarana bagi pembelajaran, yang meliputi ketersediaan dan pemanfaatan

sumber belajar bagi guru, siswa serta penataan ruangan-ruangan yang dimiliki

(Asmani, 2012: 15). Ketersediaan dan pemanfaatan sumber belajar penting untuk

membantu siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Salah satu sumber belajar

yang perlu dipersiapkan adalah alat peraga yaitu untuk menunjang proses

pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika yang merupakan konsep

abstrak.

Sudjana (2000: 110) menyatakan bahwa alat peraga merupakan alat bantu

yang digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar supaya siswa lebih

efektif dan efisien. Alat peraga dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi

mengenai materi pelajaran oleh guru kepada para siswanya (Kustandi &

Sutjiptono, 2011: 9). Alat peraga akan memudahkan siswa dan guru dalam proses

pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Alat peraga

diharapkan dapat mengembangkan ketrampilan berpikir siswa, khususnya dalam

pembelajaran matematika. Pengembangan ketrampilan berpikir dalam pelajaran

metode yang digunakan oleh Montessori yaitu dengan menggunakan berbagai

material atau alat peraga.

Alat peraga yang digunakan dalam Montessori memiliki karakteristik

menarik, bergradasi, auto correction, auto education dan kontekstual (Montessori 2002: 172). Berdasarkan observasi dan eksperimen yang dilakukan oleh Maria

Montessori, dia telah membuktikan bahwa dengan menggunakan berbagai alat

peraga anak-anak mampu mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi

dan kreatif. Maria Montessori percaya bahwa kemampuan dasar dalam ilmu

pengetahuan dapat dengan mudah dipahami oleh anak-anak sekolah dasar dengan

diperlihatkan alat-alat peraga yang nyata berupa simbol-simbol visual dalam

membantu melakukan imajinasi (Lillard, 1997: 80). Begitu juga dalam pengajaran

matematika ketika konsep-konsep awal dikenalkan pada siswa melalui

pengalaman belajar.

Siswa sekolah dasar lebih mudah memahami hal yang bersifat konkret,

sehingga membantunya memahami konsep dasar yang kemudian digunakan untuk

memahami konsep-konsep pada level yang lebih tinggi. Alat peraga Montessori

yang memiliki beberapa karakteristik diharapkan dapat membantu keberhasilan

siswa dan guru dalam memahami konsep matematika. Beberapa sekolah di

Indonesia telah menggunakan alat peraga Montessori. Sekolah menganggap

bahwa alat peraga Montessori memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan

alat peraga yang lain. Nurkolis (2003: 97) mengatakan bahwa kualitas yang baik

dapat memuaskan pelanggan, melebihi kebutuhan dan harapan. Jika diartikan

proses pembelajaran dan dapat memperbaiki kualitas pendidikan, sehingga dapat

memuaskan siswa dan guru sebagai pengguna khususnya pada pendidikan

matematika. Tercapainya kualitas pendidikan yang baik merupakan keberhasilan

bagi siswa maupun guru.

Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan

sehingga termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa (Danim &

Khairil, 2010: 50). Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah

membandingakan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan

harapannya (Sunyoto, 2012: 223). Pelanggan dalam konteks penelitian ini adalah

siswa dan guru. Siswa dan guru merasa puas jika kinerja pada alat peraga sesuai

dengan harapan dan kebutuhannya. Siswa dan guru yang memperoleh hasil

memuaskan, akan mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat,

agar mendapat hasil yang lebih memuaskan (Daryanto, 2007: 9). Kepuasan siswa

dan guru diketahui melalui pengukuran tingkat kepuasan. Manfaat pengukuran

kepuasan yaitu untuk mengetahui kinerja suatu produk sehingga dapat melakukan

perbaikan produk tersebut dan memastikan bahwa perubahan mengarah pada

perbaikan kinerja pada produk.

Melihat penjelasan yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik untuk

melakukan sebuah penelitian dengan melihat tingkat kepuasan siswa dan guru

terhadap alat peraga yang diciptakan oleh Maria Montessori yang digunakan

untuk alat bantu dalam pembelajaran matematika. Tingkat kepuasan terhadap alat

peraga penting diketahui untuk melihat apakah alat peraga dapat membantu siswa

pelajaran matematika. Tingkat kepuasan ini juga penting diketahui sebagai

masukan untuk mengupayakan alat peraga yang lebih memfasilitasi dalam

pembelajaran. Penelitian ini selanjutnya dituangkan dalam judul “Tingkat Kepuasan Siswa dan Guru Terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika

Berbasis Metode Montessori”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan oleh peneliti, dapat

diidentifikasi adanya beberapa masalah. Masalah-masalah tersebut mengenai

kesulitan siswa dalam memahami materi matematika yang mengandung konsep

abstrak dan kesulitan guru dalam menyampaikan materi matematika yang abstrak

ke kontekstual. Masalah lain yaitu mengenai rendahnya prestasi pendidikan

matematika di Indonesia, serta menyangkut manajemen pendidikan khususnya

dalam komponen sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimaksud

adalah alat peraga.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada tingkat kepuasan siswa dan guru kelas I SD

Karitas Yogyakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 terhadap alat peraga bola

penjumlahan yang digunakan dalam pembelajaran matematika berbasis metode

Montessori. Alat peraga matematika bebasis metode Montessori yang digunakan

dalam penelitian ini berupa bola penjumlahan. Standar Kompetensi (SK) 4

pemecahan masalah. Kompetensi Dasar (KD) 4.5 menggunakan sifat operasi

pertukaran dan pengelompokan khususnya pada penjumlahan. Alasan peneliti

memilih KD ini karena melihat bahwa masih banyak siswa yang mengalami

kesulitan memahami materi tentang sifat-sifat operasi pertukaran dan

pengelompokan pada penjumlahan. Penelitian ini menggunakan dua kuesioner

yaitu kinerja dan kepentingan dengan tujuh indikator. Tujuh indikator tersebut

meliputi auto education, menarik, bergradasi, auto correction, kontekstual, life, workmanship.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kepuasan siswa terhadap penggunaan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori?

2. Bagaimana tingkat kepuasan guru terhadap penggunaan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penilitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kepuasan siswa terhadap penggunaan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori.

2. Mengetahui tingkat kepuasan guru terhadap penggunaan alat peraga

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Siswa dapat mengetahui tentang penggunaan alat peraga Montessori pada mata

pelajaran matematika dan mau ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran

matematika di kelas.

2. Bagi guru

Guru dapat mengetahui penggunaan alat peraga Montessori pada mata

pelajaran matematika dan belajar lebih mendalam mengenai metode

Montessori guna membantu siswa mendapatkan pemahaman terhadap konsep

matematika.

3. Bagi Sekolah

Sekolah dapat menambah koleksi satu bacaan di perpustakaan yang kemudian

dimanfaatkan oleh guru dan warga sekolah untuk menggunakan hasil

penelitian untuk mempertimbangkan strategi dalam kegiatan belajar mengajar.

Sekolah juga dapat mempertimbangkan hasil penelitian ini untuk pengadaan

alat peraga matematika berbasis metode Montessori.

4. Bagi peneliti

Peneliti mendapat pengalaman berharga dalam melakukan penelitian tentang

tingkat kepuasaan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga Montessori

G. Definisi Operasional

Upaya untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran pada penelitian ini,

maka peneliti membuat tiga belas batasan pengertian yang dituangkan dalam

definisi operasional, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingakan

suatu kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan yang

diharapkan.

2. Kinerja adalah perasaan siswa dan guru terhadap hasil kerja alat peraga

matematika berbasis Montessori setelah menggunakan.

3. Kepentingan adalah keinginan siswa dan guru terhadap alat peraga

matematika berbasis Montessori.

4. Penilaian Acuan Normal (PAN) tipe II adalah teknik analisis yang digunakan

untuk mengetahui tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat

peraga matematika berbasis Montessori dengan menggunakan nilai rata-rata

kelompok.

5. Importance and Performance Analysis (IPA) adalah teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui item mana saja yang menunjukkan tingkat

kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika

berbasis Montessori.

6. Alat peraga adalah alat yang dapat digunakan untuk membantu dan

menyampaikan pesan dalam proses belajar mengajar sehingga dapat

7. Matematika adalah suatu mata pelajaran yang berkaitan dengan penalaran

yang berperan penting dalam memajukan daya pikir manusia yang harus

dipelajari dan dikuasai oleh setiap orang.

8. Pembelajaran matematika adalah pembelajaran dalam mata pelajaran

matematika di sekolah pada jenjang pendidikan yang menyajikan konsep atau

prinsip matematika dan menemukan bagaimana cara mengaplikasikannya

dalam dunia nyata.

9. Alat peraga matematika adalah alat yang digunakan untuk membantu dan

menyampaikan pesan pada mata pelajaran matematika dalam pross belajar

mengajar.

10.Metode montessori adalah metode yang digunakan untuk mengoptimalkan

panca indera siswa melalui penggunaan alat peraga.

11.Alat peraga bola penjumlahan adalah alat peraga yang terbuat dari

manik-manik berbentuk bulat digunakan untuk materi sifat operasi penjumlahan.

12.Siswa adalah anak kelas I SD Karitas Yogyakarta yang pernah menggunakan

alat peraga berbasis metode Montessori berupa bola penjumlahan tahun

pelajaran 2013/2014.

13.Guru sekolah dasar adalah pengajar kelas I SD Karitas Yogyakarta yang

pernah menggunakan alat peraga matematika berbasis metode Montessori

12 BAB II KAJIAN TEORI

Tujuan penulisan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat

kepuasan siswa dan guru terhadap alat peraga berbasis metode Montessori. Bab II

membahas mengenai kajian teori yang berisi teori- teori yang mendukung,

penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi tentang kajian dari beberapa buku dan jurnal

penelitian. Kajian tersebut berisi teori-teori yang mendukung penelitian

diantaranya mengenai Montessori, matematika, alat peraga, alat peraga bola

penjumlahan, dan tingkat kepuasan.

1. Montessori

Pada bagian ini berisi tentang kajian dari beberapa buku dan jurnal

penelitian. Kajian tersebut berisi teori-teori yang mendukung penelitian

diantaranya mengenai riwayat Montessori, metode Montessori, dan alat peraga

matematika berbasis metode Montessori.

a. Riwayat Montessori

Pembelajaran Montessori merupakan sebuah karya dari seorang dokter

yaitu Dr. Maria Montessori. Beliau lahir pada tanggal 31 Agustus 1870 di kota

Chiaravalle, provinsi Ancona, Italia Utara. Pada tahun 1896, Montessori

memperoleh gelar Doctor of Medicine di Italia. Montessori bekerja di klinik psikiatrik Universtas Roma yang pekerjaannya berhubungan dengan masalah

Maria Montessori untuk mengajukan program yang menginstitusionalisasikan

anak-anak terbelakang mental yang lapar akan pengalaman. Beliau merasa bahwa

anak-anak tersebut mampu diajarkan selayaknya anak-anak normal (Crain,

2007:97).

Maria Montessori mengatakan bahwa dari lahir sampai usia enam tahun,

anak mempunyai daya serap tinggi (absorbent mind). Pada periode ini anak mempunyai kemampuan yang tinggi untuk belajar dan beradaptasi dari

lingkungan sekitarnya dengan sendirinya. Semua kemampuan anak tersebut dapat

diaplikasikan dalam sekolah yaitu dalam pendidikan Montessori yang didirikan

oleh Maria Montessori. Pendidikan Montessori yang baik ialah mereka yang dapat

memaksimalkan pendidikan anak dengan mengenalkan bahan, alat dan kegiatan

khusus yang dirancang untuk merangsang intelegensi anak. Mendorong anak

untuk memusatkan perhatian ke suatu kegiatan tertentu akan membuat ia

mencapai kemampuan optimumnya dalam lingkungan. Secara spontan

kesenangan akan belajar akan terungkap sewaktu anak diberi kebebasan (dalam

batasan tertentu) untuk menentukan keinginannya (Crain, 2007).

Seorang guru dalam Montessori harus terlatih sebagai pemberi fasilitas di

kelas, selalu siap membantu dan mengarahkan anak. Tujuan mereka ia lah

merangsang keinginan anak untuk belajar kemudian mengarahkannya tanpa ikut

campur dengan keinginan alami anak untuk belajar dan menjadi mandiri. Setiap

anak akan belajar dengan aktivitas pribadinya dan belajar untuk mengerti sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya yang unik. Semua perabotan dan peralatan

Kelas Montessori yang baik mempunyai lingkungan kegiatan yang membuat anak

sibuk dan produktif dan ceria. Diciptakan pula secara khusus suatu kebebasan,

tanggung jawab, perkembangan sosial dan intelektual anak secara spontan.

(Missbarbara.net, 2007).

b. Metode pembelajaran Montessori

Sekolah Montessori berusaha untuk mengajarkan anak rasa kekeluargaan

dan membantu mereka untuk hidup berdampingan dengan orang lain. Montessori

berusaha menciptakan lingkungan dimana anak dapat belajar untuk berdikari.

Anak dapat belajar menjadi bagian keluarga sehingga mereka dapat menyayangi

yang lebih muda, belajar dari yang lebih tua, mempercayai orang lain dan belajar

menjadi asertif bukannya agresif (Geocities, 2007).

Maria Montessori kemudian berusaha mengembangkan sebuah metode

pendidikan yang melawan pola-pola pendidikan konvensional. Montessori

memulai metode eksperimental selama 2 tahun di Casadei Bambini (rumah anak-anak usia 3-6 tahun). Montessori mendapat inspirasi untuk mengembangkan

metode pendidikannya melalui temuan-temuan oleh Edward Seguin dan Jean

Marc Gaspard Itard yang berhasil mendidik anak-anak yang terbelakang mental

dan cacat indera semi permanen. Montessori menginginkan adanya

pengembangan sistem pedagogi ilmiah yang berbeda dari sebelumnya melalui 2

aspek yang saling terkait, yaitu pertama berkaitan dengan guru, pembaharuan

sekolah semestinya bersamaan dengan persiapan guru yang terbiasa dengan

metode eksperimental. Kedua berkaitan dengan siswa, sebaiknya siswa diberi

dirinya, dari sini guru dapat mengamati perkembangan masing- masing siswa

dengan cermat (Montessori, 2002: 28).

Tujuan pokok yang hendak dicapai oleh Montessori adalah membuat

anak-anak mandiri dan melakukan segala sesuatu sendiri. Pendekatan Montessori tidak

pernah di temukan hukuman. Pembelajaran Montessori memfasilitasi anak belajar

dengan menggunakan alat peraga. Alat peraga yang didesain disebut alat peraga

didaktis yang didalamnya memiliki unsur pengendali kesalahan atau alat peraga

tersebut sudah mampu menjawab letak kesalahan anak. Montessori mengatakan “

manusia itu berhasil bukan karena sudah diajarkan oleh gurunya, tetapi karena

mereka mengalami sendiri dan melakukannya sendiri, pengalaman adalah guru

terbaik”. Pendekatan Montessori menyebutkan guru dengan sebutan direktris karena fungsi guru lebih sebagai pengarah, fasilitator dan observatory.

Pembelajaran menggunakan alat peraga atau media belajar yang memiliki

pengendali kesalahan lebih menarik bagi siswa dan lebih membuat siswa mampu

berkonsentrasi sehingga dapat memahami materi yang diajarkan (Magini:

2013:43-55).

c. Karakteristik Alat Pe raga Montessori

Alat peraga yang diciptakan oleh Montessori memiliki ciri-ciri atau

karakteristik yaitu menarik, bergradasi, auto correction, dan auto education, dan kontekstual. Menarik yaitu menarik bagi siswa untuk menggunakan alat peraga

ketika alat peraga yang dibuat mampu membangkitkan motivasi siswa dalam

memegang, dan merasakan suatu benda nyata. Alat peraga yang dibuat lembut

dan warna yang ditampilkan cerah (Montessori, 2002: 175).

Bergradasi, bahwa alat peraga Montessori memiliki rangsangan dengan

gradasi yang rasional (Montessori, 2002: 175). Contohnya seperti yang dikatakan

oleh Magini (2007: 49) dimana ada seorang gadis kecil yang berusia tiga tahun

mengambil balok silinder dan mencoba memasangkannya secara bergradasi dan

membongkar pasangan balok silinder sebanyak empat puluh dua kali. Alat peraga

balok silinder merupakan salah satu alat peraga yang diciptakan oleh Montessori,

balok silnder memiliki ukuran- ukuran yang berbeda-beda. Berbagai ukuran

silinder dimasukkan kedalam lubang-lubang kayu sampai memperoleh bentuk

yang pas. Gradasi alat peraga dapat berupa gradasi warna, bentuk, ukuran, dan

gradasi umur. Gradasi umur artinya alat peraga tersebut dapat digunakan oleh

semua orang.

Auto correction merupakan alat peraga yang mempunyai pengendali jika terdapat kesalahan. Pengendali kesalahan alat peraga dapat berupa kunci jawaban

atau ketika menggunakan alat peraga dan terjadi kesalahan, anak dapat

mengetahuinya. Anak mampu mengetahui kesalahannya sendiri tanpa

diberitahukan orang lain. Contohnya pada alat peraga balok silinder tadi, siswa

akan menggunakan alat tersebut sampai memperoleh bentuk dan ukuran yang pas

dengan cara melakukannya secara berulang- ulang hingga ia berhasil menemukan

pembenaran (Montessori, 2002: 175).

Auto education alat peraga yang diciptakan Montessori memungkinkan anak belajar mandiri. Anak juga dapat lebih berkembang dalam kegiatan

pembelajaran tanpa campur tangan orang dewasa (Montessori, 2002: 175). Guru

hanya sebagai pengamat yang mengamati siswa dan melihat kondisi kesiapan

siswa dengan memperkirakan kebutuhan khusus yang dimilikinya (Crain, 2007:

100).

Karakteristik alat peraga Montessori yang kelima adalah kontekstual.

Peneliti menambahkan karakteristik kontekstual karena pembelajaran dalam

Montessori menggunakan alat peraga yang terbuat dari bahan-bahan yang ada di

lingkungan sekitar. Pembelajaran Montessori juga menggunakan bahan-bahan

yang diketahui oleh siswa.

2. Matematika

Pada bagian sub bab matematika berisi tentang kajian dari beberapa buku

dan jurnal penelitian. Kajian tersebut berisi teori- teori yang mendukung penelitian

diantaranya mengenai pengertian matematika dan pembelajaran matematika di

SD.

a. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ide- ide yang abstrak berisi simbol-simbol. Konsep

matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol

(Susanto, 2013: 183). Konsep-konsep tersebut telah disusun secara sistematis

berdasarkan konsep yang paling sederhana hingga konsep yang lebih kompleks.

Kemampuan terhadap penguasaan konsep merupakan syarat supaya bisa

menguasai konsep selanjutnya.

Dikemukakan pula oleh Hudojo (2001: 45) yang mendefinisikan

menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan penalaran

berdasarkan konsistensi sehingga kebenarannya telah pasti. Matematika dapat

dikatakan sebagai konsep yang abstrak karena dalam matematika berhubungan

dengan simbol yang membutuhkan penalaran dalam memahami

simbol-simbol tersebut.

Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa matematika merupakan suatu ilmu

yang berkaitan dengan konsep abstrak menggunakan penalaran. Matematika yang

tidak mudah untuk dipahami oleh siswa pada umumnya. Mata pelajaran

matematika di sekolah dasar berisi bahan pelajaran yang menekankan agar siswa

mengenal, memahami serta mahir menggunakan bilangan dalam kaitannya

dengan praktek kehidupan sehari-hari.

b. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar oleh guru

untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir dan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya

meningkatkan kemampuan penguasaannya terhadap materi (Susanto 2013:

185-186). Beliau menambahkan bahwa untuk menyampaikan tujuan pembelajaran

matematika, seorang guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi

pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan

mengembangkan pengetahuannya. Mata pelajaran matematika perlu diberikan

kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan

kemampuan berpikir logis, analitis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja

Ruseffendi (1979: 56) menyatakan bahwa alasan pentingnya pembelajaran

Dokumen terkait