• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meditasi Vipassanā

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 29-33)

Kata vipassanā berasal dari gabungan dua kata, yaitu ‘vi’ dan ‘passati.’ Kata ‘vi’ adalah sebuah awalan yang bisa mempunyai bebe-rapa arti, antara lain: beraneka ragam, detail, dan memperkuat; se-dangkan kata ‘passati’ berarti melihat. Arti yang pertama dari kata vi-passanā adalah melihat keanekaragaman dari fenomena berkondisi.5 Keanekaragaman di sini maksudnya adalah tiga sifat alami dari se-mua fenomena berkondisi, yaitu tidak kekal (anicca), penderitaan/ tidak memuaskan (dukkha), tanpa inti (anattā). Arti yang ke-dua adalah melihat fenomena mental dan jasmani dengan detail atau teliti, sehingga dapat melihat tiga sifat umumnya. Bagian yang ketiga, kata ‘memperkuat’ di sini maksudnya adalah memperkuat daya lihatnya, bagaikan mikroskop yang membantu peneliti untuk dapat melihat se-suatu yang kecil atau sangat kecil. Jadi hal ini dapat diartikan sebagai melihat fenomena mental dan jasmani dengan cara spesial (tidak hanya sekedar melihat), sehingga bisa melihat tiga sifat alami-nya. Berdasarkan definisi di atas, maka meditasi vipassanā adalah me-ditasi yang bertujuan untuk mendapatkan kebijaksanaan pandangan terang tentang kehidupan ini, yang akhirnya akan membawa pada pencapaian kesucian dan pencerahan penuh, Nibbāna.

5. Ini sebenarnya adalah fenomena mental dan jasmani (lima khandha) yang menjadi objek pencengkeraman atau pañcupādānakkhandhā. Agar ringkas maka ditulis sebagai fenomena

BAB-II Jenis Meditasi Bila dalam meditasi samatha terdapat empat puluh objek medi-tasi, dalam meditasi vipassanā objeknya banyak sekali. Semua hal ber-kondisi – apapun itu, baik fenomena mental ataupun jasmani – dapat menjadi objek meditasi vipassanā. Bila menggunakan istilah yang lain, objek meditasi vipassanā adalah semua kelompok kehidupan yang masih menjadi objek pencengkeraman (pañcupādānakkhandha). Jadi, hampir semua realita atau kenyataan adalah objek meditasi vipas- sanā.6 Walaupun dikatakan bahwa yogi sedang berlatih meditasi vi-passanā, dia baru benar-benar dapat dikatakan melakukan meditasi vipassanā saat telah dapat melihat tiga sifat umum dari fenomena ber-kondisi.

Untuk dapat melihat tiga sifat umum ini, yogi harus melihat objek meditasinya sebagaimana adanya. Dengan demikian, saat yogi melihat, mengamati, atau mengobservasi objek meditasinya, yogi ha-rus mengerahkan usaha dan mempunyai tingkat konsentrasi tertentu agar dapat melihatnya dengan baik, jelas, dan detail. Seperti telah di-sebutkan dalam Bab-I, ada konsentrasi benar dan konsentrasi salah, yang diperlukan di sini adalah konsentrasi benar (sammā samādhi). Oleh karena itu, yogi juga memerlukan perhatian murni benar (sam-mā sati), bahkan dalam meditasi vipassanā, sati adalah pemeran uta-manya. Selain itu, untuk dapat melihat objek sebagaimana adanya, yogi harus mengamati setiap fenomena mental dan jasmani saat ini atau yang muncul, yang sedang terjadi, berproses, atau berlangsung, tanpa berpikir – seperti melakukan penilaian, komentar, analisa, dan sebagainya. Dengan usaha (viriya) yang benar dan seimbang, perhati-an murni akperhati-an menjadi stabil, selalu berhadapperhati-an dengperhati-an objek, dperhati-an berkesinambungan, sehingga pikiran akan terkonsentrasi dengan baik. Akhirnya, yogi dapat melihat fenomena mental dan jasmani se-bagaimana adanya, yogi dapat melihat tiga sifat umumnya dan mulai masuk tataran pandangan benar vipassanā (vipassanā sammā diṭṭhi). 6. Realita = kesadaran (citta), faktor mental (cetasika), materi (rūpa), dan Nibbāna. Realita yang bukan objek meditasi vipassanā adalah 8 atau 40 Magga dan Phala citta, serta Nibbāna.

Untuk penjelasan lebih detail dari faktor-faktor tersebut, silakan lihat Bab VI, Lima Indriya (hal. 236).

Mengapa yogi tidak boleh berpikir saat mengamati objek? Karena saat berpikir akan terjadi penilaian – yang disesuaikan dengan kecenderungan masing-masing berdasarkan konsep-konsep sebelum-nya – apakah objek tersebut baik (menyenangkan), tidak baik (tidak menyenangkan), atau biasa-biasa saja. Bila objek tersebut baik, ke-mungkinan besar yogi akan mendambakannya atau terserang kese-rakahan (lobha). Bila objek tersebut tidak baik, kemungkinan be-sar yogi akan menolaknya atau terserang kebencian (dosa). Bila objek tersebut biasa-biasa saja, kemungkinan besar yogi akan tidak peduli (masa bodoh, hal ini bukanlah perasaan netral karena keseimbangan mental) atau terserang kebodohan mental (moha). Bila yogi terserang lobha, dosa, atau moha, dia tidak dapat melihat objek sebagaimana adanya dan pengetahuan pandangan terang tidak akan muncul. Se- lain itu, bukannya mengikis kilesa-nya, yogi malah mempertebalnya. Oleh karena itu, saat mengamati objek, amatilah sebagaimana ada- nya (hanya melihatnya), jangan berpikir.

Semua orang ingin terbebas dari penderitaan, tetapi tidak semua orang mengetahui sebab dari penderitaan. Bila kita ingin ter- bebas dari penderitaan, kita harus mengetahui sebabnya. Penderitaan terjadi karena ada kelahiran, karena dengan adanya kelahiran, umur tua, sakit, dan kematian, yang merupakan manifestasi dari pende-ritaan, pasti terjadi. Kelahiran terjadi karena pencengkeraman dan pencengkeraman terjadi karena adanya pendambaan. Lalu apa yang menyebabkan terjadinya pendambaan? Pendambaan terjadi karena tidak mengetahui fenomena mental dan jasmani sebagaimana adanya. Untuk mengetahuinya, kita harus melatih sati kita, dan cara terbaik- nya adalah dengan berlatih meditasi vipassanā. Oleh karena itu, sia-papun yang ingin terbebas dari penderitaan harus berlatih meditasi vipassanā.

BAB-II Jenis Meditasi Berdasarkan penjelasan secara garis besar dari meditasi sama-tha dan meditasi vipassanā di atas, terlihat ada beberapa perbedaan yang mencolok, yaitu:

1. Jumlah objek meditasi vipassanā ada banyak, sedangkan medi-tasi samatha hanya empat puluh.7

2. Dalam melakukan meditasi vipassanā, yogi tidak hanya melibat- kan satu objek, walaupun hanya satu objek per satu saat yang men- jadi perhatiannya. Jumlah objek yang digunakan saat melakukan meditasi samatha hanya satu.

3. Objek meditasi vipassanā adalah fenomena (realita) berkondisi, sedangkan objek meditasi samatha adalah konsep.

4. Dalam meditasi vipassanā, saat mengamati objek, yogi tidak boleh berpikir. Dalam meditasi samatha, ada objek yang dapat dipikir- kan dan bahkan mengharuskan yogi untuk berpikir. Sebagai con-toh, perenungan terhadap kualitas Buddha (Buddhānussati), yogi dapat berpikir atau merenungkan kisah perjuangan Beliau atau kualitas yang Beliau miliki, sehingga pikirannya cepat terkonsen-trasi. Jika tidak, yogi juga dapat hanya menyebutkan kata-kata yang mewakili Sang Buddha, misalnya ‘Arahaṃ, Arahaṃ, Arahaṃ’ atau ‘Buddho, Buddho, Buddho.’

5. Tujuan berlatih meditasi vipassanā adalah mendapatkan pengeta-huan pandangan terang tentang kehidupan ini yang pada akhirnya akan membawa yogi pada pencapaian kesucian dan pencerahan penuh, Nibbāna. Tetapi, latihan meditasi samatha bertujuan untuk mendapatkan ketenangan atau konsentrasi dan lima abhiññā.

Agar dapat memahami lebih jelas perbedaan antara meditasi samatha dan meditasi vipassanā, silakan simak dua perumpamaan di halaman selanjutnya :

7. Sebenarnya objek meditasi samatha juga bisa sangat banyak, tidak hanya 40 objek seperti yang tradisi biasa gunakan. Sebagai contoh, penganut kepercayaan lain dapat meng-gunakan nama atau kualitas nabi atau tuhan mereka sebagai objek meditasi samatha-nya seperti Buddhis yang menggunakan kata ‘Buddho.’ Contoh lain, yogi juga bisa menggunakan bata, batako, batu, dan sebagainya sebagai pengganti kasina tanah dengan mengatakan berulang-ulang ‘bata, bata, bata’ daripada ‘tanah, tanah, tanah.’

Baca selengkapnya

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 29-33)