• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mencapai Kebijaksanaan Pandangan Terang 30

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 76-80)

Secara umum ada 3 jenis kebijaksanaan,31 (1) kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengar atau membaca Dhamma (sutamayā paññā), (2) kebijaksanaan yang diperoleh dari pemikiran analitis atau penyelidikan (cintāmayā paññā), (3) kebijaksanaan yang diperoleh dari pengembangan mental atau meditasi (bhāvanāmayā paññā). Kebijaksanaan nomor 1 dan 2, sesuai dengan namanya, cara menda- patkannya mudah dipahami, jadi tidak akan dijelaskan di sini. Namun demikian, apa yang membedakan kebijaksanaan nomor tiga dengan dua kebijaksanaan yang pertama? Bukankah yang dimaksud dengan pengetahuan pandangan terang adalah pengetahuan tentang anicca, 30. Vipassanā ñā�a terjemahan standarnya adalah pengetahuan pandangan terang. Namun demikian, sebenarnya dalam vipassanā kata ñā�a dan paññā adalah sinonim, maka judul dari sub-bab ini menggunakan kata ‘kebijaksanaan,’ sedangkan uraiannya tetap menggunakan kata ‘pengetahuan’ agar seragam dengan kata yang digunakan di bab-bab lainnya.

dukkha, dan anattā? Bila benar demikian, bukankah tiga karakteristik umum ini juga dapat dipahami melalui dua kebijaksanaan yang per-tama? Bagaimana praktik meditasi dapat membuat seseorang mem-peroleh kebijaksanaan dengan tingkat pemahaman yang berbeda?

Benar, walaupun ada banyak tahapan pengetahuan pandangan terang, sebenarnya bila dirangkum, semuanya mengerucut menjadi anicca, dukkha, dan anattā. Perbedaannya adalah kebijaksanaan yang ketiga didapat dari melihat langsung, menyaksikan sendiri melalui praktik meditasi vipassanā; sedangkan dua kebijaksanaan yang pertama, didapat berdasarkan apa yang didengar atau direnungkan dari yang dikatakan oleh orang lain. Saat yogi bermeditasi, yogi meng-amati fenomena mental dan jasmani yang sedang berlangsung, yang sedang berproses; jadi, ini merupakan kenyataan atau realita. Sedang-kan saat kita mendengar atau membaca penjelasan orang lain, hal itu hanyalah sebuah konsep atau ide. Oleh karena itu, tingkat pemahaman yang didapatnya berbeda. Contoh kasus, hampir semua orang me- ngetahui bahwa merokok itu berbahaya, bahkan di kemasannya ditu-liskan tentang bahaya atau resiko yang dapat ditimbulkan dari mero-kok. Namun demikian, pada kenyataannya, bukankah masih banyak saja orang yang tetap merokok walaupun mereka mengetahui yanya? Hal ini disebabkan mereka belum merasakan langsung baha-yanya, tetapi baru sekedar mengetahui berdasarkan apa yang dikatakan oleh orang lain. Maka, tingkat pemahaman dan keyakinannya pun berbeda antara orang yang telah mengalami langsung dengan orang yang hanya mendengar.

Mari kita tinjau kasus lain, sebagai contoh yaitu tentang per- bedaan pemahaman mengenai empat macam kekeliruan/penyim- pangan (vipallāsa). Apa saja empat vipallāsa tersebut?32 (1) mengang-gap sesuatu yang tidak kekal (anicca) sebagai sesuatu yang kekal (nicca); (2) menganggap penderitaan (dukkha) sebagai kebahagiaan

BAB-IV Manfaat Meditasi (sukha); (3) menganggap yang tanpa -inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh (anattā) sebagai sesuatu yang mempunyai - inti, -aku, -ego, -jiwa, atau -roh (attā); (4) menganggap yang buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang baik/bagus (subha).

Mungkin anda berpikir, “Apa sulitnya memahami keempat hal tersebut, buktinya saya tanpa berlatih meditasi juga dapat memahami keempat hal tersebut dengan baik.” Coba baca beberapa pertanyaan ini dan renungkan baik-baik sebelum anda menjawabnya. Setiap hari anda bercermin, apakah anda melihat perbedaan antara anda yang bercermin kemarin dengan yang hari ini? Tidak bukan, anda merasa sama saja bukan? Hal itu karena anda merasa kekal (vipallāsa I). Anda setiap hari mencari objek indra, contohnya, mencari hal yang indah-indah, makanan yang enak-enak, dan sebagainya. Hal itu di-lakukan karena anda berpikir bahwa objek indra adalah hal yang mendatangkan kebahagiaan bukan? Bila objek indra memang benar-benar mendatangkan kebahagiaan, mengapa sampai saat ini anda masih terus mencarinya? Bukankah anda telah mendapatkan apa yang anda cari sebelumnya? (vipallāsa II). Anda masih yakin dengan adanya roh bukan? Bila anda suka belajar Dhamma, mungkin anda tidak percaya lagi tentang adanya roh di dalam diri anda, tetapi anda juga belum benar-benar yakin apa memang benar-benar tidak ada rohnya bukan? Contoh lain, ada seseorang yang berjalan tergesa- gesa, menyenggol anda dan menumpahkan kopi panas yang sedang anda minum, karenanya anda akan menjadi marah/kesal bukan? Mengapa anda merasa kesal, bukankah yang disenggolnya hanyalah fenomena mental dan jasmani? (vipallāsa III). Setiap hari anda ber-cermin untuk merapikan penampilan dan menata rambut anda bu-kan? Hal ini karena anda berpikir bahwa jasmani atau setidaknya rambut anda adalah sesuatu yang indah bukan? Kalau memang ram-but itu indah, mengapa ketika ramram-but anda rontok, anda tidak meng-umpulkan dan menyimpannya? Mengapa anda merasa jijik ketika ada rambut di makanan anda? (vipallāsa IV). Apakah sekarang anda

menyadari bahwa anda masih tercengkeram kuat oleh keempat vipallāsa tersebut? Hal itu karena kebijaksanaan yang anda miliki ma-sih sebatas teori. Oleh karena itu, luangkanlah waktu untuk berlatih meditasi vipassanā dan meraih pengetahuan pandangan terang agar tujuan akhir, Nibbāna, semakin mudah direalisasi.

• Perumpamaan Boneka Manusia

Pada umumnya setiap orang sangat melekat pada jasmaninya, begitu juga kepada jasmani lawan jenis. Hal ini dikarenakan kuat-nya cengkeraman vipallāsa keempat, yaitu menganggap sesuatu yang buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang baik/bagus (subha). Maka, demi pemahaman yang lebih baik tentang hal ini dan memicu sema-ngat anda untuk memperoleh pengetahuan pandangan terang, silakan simak baik-baik perumpamaan ini.

Ada tiga buah boneka manusia yang terbuat dari karet dengan tingkat kekenyalan seperti kekenyalan tubuh manusia. (1) Boneka pertama – sudah jelek, kotor, bau, dan tanpa busana; (2) boneka ke-dua – masih baru dan bersih, tetapi bau dan tanpa busana; (3) boneka ketiga – masih baru, bersih, wangi, dan lengkap dengan busana yang indah. Bila anda ditawari untuk memilikinya, anda pasti memilih bone-ka ketiga bubone-kan? Seandainya sebone-karang anda mengetahui bahwa semua boneka tersebut berisi air seni dan kotoran manusia, apakah anda ma- sih menginginkan boneka ketiga tersebut? Tidak, bukan? Bagaimana seandainya bila boneka tersebut dapat bicara, dapat bercanda, dan sebagainya, apakah anda tetap tidak menginginkannya? Tetap tidak, bukan? Mengapa? Karena anda mengetahui bahwa di dalam boneka tersebut terdapat air seni dan kotoran, sesuatu yang menjijikkan. Bila memang demikian, mengapa anda masih tergila-gila dengan tu-buh anda dan bahkan dengan tutu-buh orang lain (contoh, lawan jenis atau pasangan anda)? Tubuh anda bahkan jauh lebih kotor daripada bone-ka tersebut, bone-karena selain mengandung air seni dan kotoran, juga

BAB-IV Manfaat Meditasi mengandung darah, usus, makanan yang bagaikan muntah, air liur, dan yang lainnya. Bukan hanya itu, tubuh anda juga lebih rewel, karena selalu minta makanan dan minuman, selalu mengeluarkan kotoran dari pori-porinya, dan sebagainya, silakan kembangkan sendiri.33

Semua itu terjadi karena kekeliruan atau dapat juga dikatakan sebagai pandangan salah yaitu menganggap sesuatu yang buruk/jelek (asubha) sebagai sesuatu yang baik/bagus (subha). Jasmani ini sangat kasar dan anda dapat melihat, mencium, mengecap, dan memegangnya bila anda mau. Bila dengan keadaan yang kasar seperti ini saja anda masih tertipu, apalagi dengan pemahaman mengenai anicca, dukkha, dan anattā. Oleh karena itu, kita harus berlatih meditasi vipassanā agar dapat memperoleh pengetahuan pandangan terang yang akan membe-baskan kita dari kekeliruan ini. Untuk menambah pengetahuan anda tentang bagaimana pengetahuan pandangan terang dapat mengelimi-nasi pandangan salah, silakan baca Bab VII. Sebagai penutup uraian ini, simak dan renungkanlah baik-baik syair Dhammapada di bawah ini.

“Sesungguhnyalah, kebijaksanaan muncul dari meditasi,

Tanpa meditasi kebijaksanaan lenyap.

Setelah mengetahui kedua jalan ini, munculnya dan lenyapnya [kebijaksanaan],

Seseorang harus bertindak sehingga kebijaksanaan dapat bertambah.

” Dhp 282

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 76-80)