• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periode Pertama Kehidupan

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 118-122)

Dikatakan bahwa periode terbaik untuk berlatih Dhamma adalah periode pertama kehidupan. Apa itu yang dimaksud dengan periode pertama kehidupan? Dalam Dhamma ini, biasanya kehidup- an seseorang dibagi menjadi tiga periode, (1) masa dari lahir hingga dewasa, (2) masa dewasa hingga menjelang tua, (3) masa tua. Dahulu karena usia rata-rata adalah seratus tahun, maka setiap periode berkisar tiga puluh tiga tahun. Namun demikian, sekarang usia rata-rata hanya sekitar tujuh puluh lima tahun, jadi periode pertama adalah dua puluh lima tahun pertama, dan ini pun tidak semuanya efektif. Di zaman Sang Buddha, ada orang yang menjadi Sotāpanna dan bahkan menjadi Arahat pada usia tujuh tahun; tetapi, saat ini, banyak orang dewasa dan orang tua yang belum mengerti Dhamma

dengan baik, bahkan masih banyak yang tidak mengerti sama sekali, walaupun mereka menyebut diri mereka sebagai Buddhis. Walau- pun demikian, di negara Buddhis, contohnya Myanmar, masih ba-nyak anak-anak yang menjadi sāmaṇera pada usia tujuh tahun dan ketika berusia lima belas tahun mereka sudah banyak memahami Dhamma dengan cukup baik dan bahkan sangat baik. Saat itu jasmani mereka juga sudah tumbuh dengan baik dan kuat. Selain itu, kesi- bukan dan beban hidupnya juga belum begitu banyak. Maka, usia antara lima belas sampai dengan dua puluh lima tahun dapat di-katakan sebagai masa terbaik untuk berjuang guna merealisasi Dhamma.

Sehubungan dengan pembagian waktu menjadi tiga periode ini dan hubungannya dengan pencapaian kesucian, ada sebuah kisah yang mungkin sudah tidak asing lagi bagi anda semua, tetapi silakan simak lagi agar dapat menyegarkan ingatan anda kembali.

» Kisah Putra Tuan Mahādhana55

Kisah ini diceritakan oleh Sang Buddha saat Beliau berdiam di Taman Rusa, Isipatana sehubungan dengan kehidupan Putra dari Tuan Mahādhana yang merupakan salah satu orang terkaya di kota Benares.

Tuan Mahādhana sangat menyayangi anak laki-lakinya dan dia tidak mau membuatnya susah, maka dia memanjakan dan mem- biarkan putranya melakukan apapun yang diinginkannya. Dia tum-buh menjadi seorang laki-laki yang tidak berpendidikan karena tidak sekolah. Setelah dewasa, dia menikah dengan seorang putri yang berasal dari keluarga kaya yang juga seperti dia, tidak mempunyai pendidikan. Ketika orang tua mereka (dari kedua pihak) meninggal dunia, mereka mewarisi harta yang sangat banyak, yaitu delapan

BAB-V Waktu yang Tepat untuk Meditasi ratus juta dari masing-masing pihak. Namun demikian, mereka ber-dua sangat bodoh dan hanya tahu cara untuk bersenang-senang atau bagaimana menghamburkan uang tersebut. Mereka tidak tahu bagai-mana untuk menjaganya, apalagi untuk membuatnya bertambah; yang mereka lakukan hanya makan-makan, minum-minum, dan ber-senang-senang, atau menghamburkan uang mereka. Ketika semua uangnya telah habis, mereka menjual kebun, tanah, dan bahkan rumah pun akhirnya mereka jual. Dengan demikian, mereka menjadi sangat miskin dan tidak berdaya, dan karena tidak tahu bagaimana cara mencari uang, akhirnya mereka hidup dengan cara mengemis. Suatu hari Sang Buddha melihat putra orang kaya tersebut bersandar di dinding vihara sedang menerima sisa makanan yang diberikan oleh para sāmaṇera; saat melihatnya, Sang Buddha tersenyum.

Bhante Ānanda bertanya alasan Beliau tersenyum, dan Sang Buddha menjawab, “Ānanda, lihatlah putra orang yang sangat kaya itu, dia telah menjalani hidupnya dengan sia-sia, hidup tanpa tujuan. Jika dia menjaga dan mengembangkan kekayaannya pada periode pertama kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya kelas satu; atau bila dia menjadi seorang bhikkhu, dia bisa menjadi seorang Arahat dan istrinya menjadi seorang Anāgāmī. Jika dia menjaga dan mengembangkan kekayaannya pada periode kedua kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya kelas dua; atau bila dia menjadi seorang bhikkhu, dia bisa menjadi seorang Anāgāmī dan istrinya menjadi seorang Sakadāgāmī. Jika dia menjaga dan mengembangkan keka-yaannya pada periode ketiga kehidupannya, dia akan menjadi orang kaya kelas tiga; atau bila dia menjadi seorang bhikkhu, dia bisa men-jadi seorang Sakadāgāmī dan istrinya menmen-jadi seorang Sotāpanna. Tetapi karena dia tidak melakukan sesuatu di ketiga periode dari ke-hidupannya, dia telah kehilangan kekayaan dan kehilangan kesempat- an untuk merealisasi Magga dan Phala.”

Berdasarkan kisah di atas, kita ketahui bahwa waktu sungguh mempunyai peranan yang tidak bisa diremehkan. Mereka bukan ha-nya kehilangan semua kekayaanha-nya, tetapi mereka bahkan kehilangan kesempatan untuk mencapai kesucian dan terbebas dari penderitaan untuk selama-lamanya. Semua itu karena kelalaian dalam menjalani hidup dengan benar. Begitu juga dengan kita, bila tidak memanfaat-kan kehidupan yang sungguh mulia ini untuk berlatih Dhamma, maka potensi yang kita miliki mungkin akan hilang sia-sia. Dari kisah di atas, kita juga dapat memetik pelajaran bahwa tidaklah baik terlalu memanjakan anak. Sebagai orang tua yang baik, adalah hal yang benar untuk menyayangi dan memperhatikan kebahagiaan anak-anaknya, tetapi bila melakukannya tanpa menggunakan kebijaksanaan, maka hasil yang sebaliknyalah yang didapat, karena membuat sang anak ti-dak bisa mandiri. Oleh karena itu, ada baiknya bila anda, khususnya para orang tua, untuk menyimak kisah Anāthapiṇḍika dalam menya-yangi dan memberikan perhatian kepada putranya, Kāla (silakan baca Bab VIII - hal.343). Anāthapiṇḍika adalah seorang bankir yang sa-ngat kaya yang menjadi penyokong laki-laki nomor satu di zaman Sang Buddha dan juga merupakan seorang Sotāpanna.

Bila demikian, bagaimana dengan mereka yang sudah melewati periode pertama atau bahkan sudah melewati periode kedua dari ke-hidupannya, kapan waktu terbaik bagi mereka untuk berjuang mere-alisasi Dhamma ini? Apakah harus menunggu sampai periode pertama di kehidupan mendatang? Tidak, mereka tetap harus berjuang untuk berlatih di kehidupan ini juga selagi masih mempunyai kesempatan.56 Sebelum kita tinjau alasannya mengapa mereka harus berjuang di ke-hidupan ini juga, mari kita tinjau terlebih dahulu alasannya mengapa tidak menundanya sampai kehidupan yang akan datang.

BAB-V Waktu yang Tepat untuk Meditasi

Dalam dokumen Meditasi - Hal Termulia untuk Dilakukan (Halaman 118-122)