• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEkANISME PENETAPAN STANDAr kOMPETENSI luluSAN

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN

2. MEkANISME PENETAPAN STANDAr kOMPETENSI luluSAN

Berdasarkan Keputusan Mendiknas tahun 2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi, sebagaimana dikutip di atas, dapatlah dikatakan bahwa setiap perguruan tinggi perlu mengidentifikasi terlebih dahulu jenis atau ragam kompetensi lulusannya sesuai dengan 3 (tiga) kategori kompetensi yang disebut di dalam Keputusan Mendiknas tersebut sebelum menyusun atau merumuskan isi dari Standar Kompetensi Lulusan. Oleh karena peraturan perundang-undangan tersebut tidak menyebutkan kriteria tentang masing-masing kategori kompetensi (kecuali kompetensi utama yang disebut sebagai kompetensi yang membedakan lulusan dari setiap prodi), maka setiap perguruan tinggi memiliki kebebasan untuk membuat kriteria tersebut yang tentunya harus sesuai atau sejalan dengan:

a. visi, misi, dan tujuan dari perguruan tinggi; dan

b. visi, misi, dan tujuan dari setiap fakultas/jurusan/program studi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi tersebut.

Oleh karena itu, kompetensi utama lulusan dari prodi Ilmu Hukum pasti akan berbeda dengan kompetensi utama lulusan dari prodi Kedokteran, prodi Teknik Sipil, dstnya walaupun semuanya adalah lulusan dari satu perguruan tinggi. Lebih lanjut, terbuka juga kemungkinan bahwa sebuah perguruan tinggi menetapkan pula kompetensi lulusan yang sifatnya lebih umum yang harus dimiliki oleh para lulusan terlepas dari apapun prodinya. Dengan demikian, lulusan dari perguruan tinggi tersebut harus memiliki kompetensi yang khas atau sesuai dengan prodinya, dan kompetensi yang lebih umum sifatnya yang juga dimiliki oleh rekannya lulusan dari prodi lain.

Sebagai contoh kompetensi lulusan yang sifatnya umum adalah sebagai berikut: “Setiap lulusan program Strata 1 dari Universitas / Akademi Andromeda harus memiliki kecakapan berbahasa Inggris yang ditentukan berdasarkan nilai minimum TOEFL 550”. Contoh lain misalnya kompetensi yang menyangkut sikap atau perilaku yang terbuka (inklusif), demokratis, dan toleran. Tentunya dapat dipahami mengapa kompetensi berupa kecakapan berbahasa Inggris menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap lulusan perguruan tinggi apapun asal prodinya. Demikian juga kompetensi berupa sikap dan perilaku yang peduli pada mereka yang tersisih tidak cukup hanya disyaratkan bagi lulusan prodi tertentu melainkan untuk lulusan semua prodi dari perguruan tinggi tersebut. Kompetensi yang sifatnya lebih umum ini dapat diturunkan atau diolah dari nilai-nilai dasar

(basic values) yang menjiwai penyelenggaraan suatu perguruan tinggi.

Sedangkan contoh kompetensi lulusan yang sifatnya khusus / khas prodi (atau kompetensi utama menurut Keputusan Menteri di atas) adalah sebagai berikut: “Setiap lulusan program studi Ilmu Hukum dari Universitas Andromeda harus:

a. memiliki kemahiran untuk merancang peraturan perundang-undangan. b. memiliki kemahiran untuk beracara di depan pengadilan dan/atau

lembaga alternatif penyelesaian sengketa.

c. memiliki pengalaman sebagai mahasiswa magang pada kantor pengacara dan/atau notaris selama 3 bulan, yang dibuktikan dengan penerbitan sertifikat magang oleh Fakultas / Jurusan.”

Sampai pada contoh ini memang dapat muncul pertanyaan: bila mengacu pada Keputusan Mendiknas No. 045/U/2002, maka ke dalam kategori kompetensi apa rumusan kompetensi umum di atas (misal kemampuan berbahasa asing, bersikap toleran dan terbuka, dsbnya) layak dikategorikan? Apakah masuk ke dalam kategori kompetensi khusus dan gayut dengan kompetensi utama?

Jawabannya diserahkan kewenangan untuk menentukan kompetensi khusus pada masing-masing prodi dari setiap perguruan tinggi untuk menatanya sendiri dengan memperhatikan masukan dari masyarakat profesi dan dunia kerja sebagai pengguna lulusan. Penataan atau penjabaran jenis kompetensi ke dalam beberapa kategori / kelompok ini dapat dilakukan bersamaan misalnya dengan penataan kurikulum prodi termaksud.

Perlu diingat bahwa walaupun terdapat berbagai kategori kompetensi lulusan, namun semuanya tidak boleh saling bertentangan atau tumpang tindih, melainkan justru harus saling melengkapi (komplementer). Hal penting yang harus diingat adalah bahwa Standar Kompetensi Lulusan harus berupa kualifikasi minimum di bidang pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitude), dan perilaku (behaviour). Dengan demikian, Standar Kompetensi Lulusan harus selalu berupa tolok ukur minimum untuk menilai ranah kognitif, afektif, psikomotorik, dan kooperatif yang harus dicapai oleh setiap lulusan dari suatu prodi setelah selesai menjalani proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.

Pengelola prodi yang juga akan bertindak sebagai pengelola standar mutu kompetensi lulusan pada setiap jenjang pendidikan tinggi (Strata I, II, III, dan Diploma) dapat menggunakan taksonomi kompetensi yang dibuat oleh Benyamin Bloom pada tahun 1956 sebagai pedoman dalam mengidentifikasi serta mengelaborasi kompetensi utama, pendukung, dan kompetensi lain yang gayut dengan kompetensi utama yang harus dimiliki oleh semua lulusan dari prodi yang bersangkutan.1 Taksonomi tujuan pendidikan yang dibuat oleh Benyamin

Bloom menggambarkan bahwa dalam masing-masing domain atau ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat diuraikan (a). jenis atau kategori kompetensi yang menjadi target atau tujuan dari proses pembelajaran (b). jenis keterampilan yang diharapkan dapat diperlihatkan oleh setiap peserta didik sesuai dengan jenis atau kategori kompetensi dalam butir a, dan (c). kata kerja kunci (question cues)

untuk menunjukkan bagaimana peserta didik harus memperlihatkan kompetensi sesuai dengan kategorinya masing-masing. 2 Ringkasan dari Bloom’s Taxonomy of

Educational Objectives tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 buku ini.

Sebelum menjelaskan langkah-langkah yang perlu diambil dalam menetapkan isi Standar Kompetensi Lulusan, berikut ini adalah contoh praktik baik dari perguruan tinggi berupa serangkaian pertanyaan awal yang dapat membantu perumus standar mutu kompetensi lulusan untuk mengawali proses penetapan

1 Bloom, B.S., “Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals”, 1956.

Diambil dari sumber http://faculty.washington.edu/krumme/guide/bloom.html. 2 Ibid

isi standar.

a. apa yang menjadi visi dan misi perguruan tinggi anda?

b. apa yang menjadi visi dan misi fakultas / jurusan / program studi anda? c. apa nilai-nilai dasar yang diyakini oleh perguruan tinggi / fakultas / jurusan/

prodi anda?

d. sudahkah fakultas / jurusan / program studi anda mengidentifikasi kategori

kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusannya?

e. sudahkah fakultas / jurusan / program studi anda memperhatikan keselarasan antara visi dan misi perguruan tinggi, fakultas / jurusan / prodi dengan kategori kompetensi yang harus dimiliki oleh lulusan?

f. apakah perguruan tinggi anda juga mensyaratkan kompetensi yang sifatnya umum yang tidak hanya harus dimiliki oleh lulusan dari prodi anda?

g. bagaimana seluruh kompetensi lulusan tersebut mendapat tempat di dalam isi kurikulum fakultas / jurusan / prodi anda?

h. sudahkah kurikulum fakultas / jurusan / prodi anda diramu sedemikian rupa sehingga mendukung proses pembelajaran agar lulusannya dapat menguasai seluruh kompetensi tersebut?

i. siapa saja yang bertanggungjawab untuk memenuhi isi standar tersebut

(audiences), apakah dosen, dekan, ketua jurusan, ketua prodi, atau lainnya?

j. siapa pemangku kepentingan (stakeholders) yang harus dilibatkan dalam upaya menetapkan kompetensi lulusan, dan bagaimana caranya?

Lihat pula checklist penetapan Standar Kompetensi Lulusan dalam Lampiran 3 buku ini.