• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pendahuluan Terhadap Ketentuan Normatif

PrAkTIk BAIk STANDAr IDENTITAS

2. MEkANISME PENETAPAN STANDAr IDENTITAS

2.1. Studi Pendahuluan Terhadap Ketentuan Normatif

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui apakah Pemerintah melalui perundang-undangan tertentu telah menetapkan standar minimum nasional tentang elemen-elemen dari identitas perguruan tinggi. Apabila standar minimum nasional itu ternyata telah ada, maka konsekuensinya setiap perguruan tinggi harus terlebih dahulu memenuhi standar nasional tersebut. Dengan demikian setiap perguruan tinggi akan konsisten taat asas dan patuh pada aturan normatif yang berlaku. Dari studi terhadap ketentuan normatif, dapat diketahui bahwa, identitas perguruan tinggi, walaupun secara implisit, diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, dan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi. Dalam kedua peraturan ini, khususnya pada bab tentang syarat dan tata cara pendirian perguruan tinggi, ditemukan elemen-elemen yang membentuk jati diri atau identitas setiap perguruan tinggi. Khusus untuk perguruan tinggi negeri, terdapat aturan tambahan yang juga tidak bisa dikesampingkan, yaitu PP No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum. Berikut ini kutipan beberapa pasal dalam peraturan perundang- undangan tersebut yang relevan dengan persoalan identitas sebuah perguruan tinggi.

Pasal 2 dari PP No. 60 tahun 1999 menyebutkan bahwa: (1). Tujuan pendidikan tinggi adalah:

a. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian; b. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

(2). Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada:

a. tujuan pendidikan nasional

b. kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan c. kepentingan masyarakat, serta

d. memperhatikan minat, kemampuan, dan prakarsa pribadi.

Pasal 3 ayat (1) dari PP yang sama menyebutkan bahwa ‘Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi dan penelitian serta pengabdian kepada masyarakat”. Kemudian, Pasal 118 menyebutkan:

(1). Pendirian, perubahan, dan penambahan unsur pelaksana akademik perguruan tinggi didasarkan atas usulan yang meliputi:

a. rencana induk pengembangan b. kurikulum

c. tenaga kependidikan d. calon mahasiswa e. sumber pembiayaan f. sarana dan prasarana

g. penyelenggara perguruan tinggi.

(2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri.

Pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Keputusan Mendiknas) No. 234/U/2000 isinya hampir sama dengan Pasal 118 PP No. 60 tahun 1999, dengan penambahan bahwa perguruan tinggi harus memiliki

statuta dan kode etik civitas akademika.

Pasal 5 dari Keputusan Mendiknas juga menetapkan garis besar dari isi Rencana Induk Pengembangan sebuah perguruan tinggi yang disusun sebagai pedoman dasar pengembangan perguruan tinggi untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. Untuk perguruan tinggi negeri yang ditetapkan sebagai badan hukum, menurut PP No. 61 tahun 1999, terdapat syarat tambahan lain yaitu keharusan untuk memiliki anggaran dasar.

Dari beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah sebenarnya telah menetapkan

standar mutu minimum yang harus dipenuhi oleh sebuah institusi pendidikan tinggi agar dapat disebut memiliki identitas sebuah perguruan tinggi, yakni institusi tersebut harus memiliki: tujuan sebagaimana disebut dalam PP No. 60 tahun 1999, statuta, anggaran dasar khususnya bagi yang telah berbentuk badan hukum, rencana induk pengembangan, kode etik

civitas akademika, kurikulum, tenaga kependidikan, calon mahasiswa, sumber pembiayaan, sarana dan prasarana, dan penyelenggara. Beberapa dari elemen yang membentuk identitas perguruan tinggi ini oleh PP No. 19 tahun 2005 bahkan telah ditetapkan sebagai standar nasional pendidikan, misalnya standar kurikulum, standar tenaga kependidikan, standar sumber pembiayaan, serta standar sarana dan prasarana. Elemen lain yang tersisa yang tidak disebut secara eksplisit sebagai standar nasional di dalam PP No. 19 tahun 2005, yakni tujuan, statuta, anggaran dasar, rencana induk pengembangan, kode etik civitas akademika, dan penyelenggara,3 kiranya dapat dikelompokkan sebagai materi atau isi dari

Standar Identitas Perguruan Tinggi.

Sampai pada titik ini perlu ditambahkan bahwa sebenarnya masih ada elemen lain yang sangat esensial dan strategis dalam membentuk identitas suatu perguruan tinggi, walaupun elemen ini tidak disebut di dalam aturan normatif . Elemen ini adalah visi, misi, dan keterangan / petunjuk yang bersifat visual seperti lambang / logo, nama, motto, kartu nama (businesss cards), dsbnya.4

Visi adalah sebuah pernyataan yang menggambarkan penglihatan dari institusi tentang keadaannya di masa depan (sekitar 10 – 20 tahun ke depan) yang ingin diwujudkan, walaupun mungkin pada saat visi itu dirumuskan gambaran penglihatan tentang masa depan itu bisa jadi masih terdengar seperti sesuatu yang mustahil. Sesuatu yang terdengar mustahil pada waktu ini, dapat saja di kemudian hari benar-benar terwujud di masa depan sebab visi tersebut ternyata mampu menjadi sumber inspirasi bersama bagi seluruh sumber daya sebuah institusi.5

3 Standar penyelenggara perguruan tinggi menjadi relevan khususnya untuk perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat (perguruan tinggi swasta).

4 Bahkan dapat ditambahkan pula standar tentang pembukaan, perubahan, dan penutupan fakultas dan/atau program studi. Tentang hal ini lihat Keputusan Mendiknas No. 234/U/2000 tentang Pedoman Pendirian Perguruan Tinggi, khususnya Pasal 18.

5 Sebagai contoh populer adalah visi Presiden JF. Kennedy ketika ia menyatakan bahwa sebelum akhir tahun 1969 Amerika akan mengirim orang ke bulan! Ketika dia menyebutkan visinya (dan visi Amerika tentunya) itu tak ada satupun orang yang percaya bahwa hal itu akan terwujud, namun pernyataan visi itu

Misi adalah sebuah pernyataan tentang keadaan / situasi / posisi yang saat ini sedang dijalankan atau dihasilkan oleh sebuah institusi, misalnya tentang uraian tugas pokoknya, bagaimana mutu dari hasil keluaran institusi itu, bagaimana posisinya di tengah persaingan, dstnya. Pernyataan misi lazimnya hanya menggambarkan situasi pada saat ini dan/atau di masa datang namun dalam jangka waktu pendek (sekitar 2-5 tahun ke depan).

Visi dan misi sebuah institusi berfungsi sangat strategis karena keduanya akan menjadi sumber inspirasi atau pedoman bagi seluruh sumber daya manusianya dalam menyusun, melaksanakan, mengendalikan, dan mengembangkan rencana kerja untuk mewujudkan visi institusi itu. Jadi, akan tidak logis bila sebuah institusi telah merumuskan tujuannya namun tidak atau belum mampu merumuskan visi dan misinya.

Bagi sebuah perguruan tinggi, visi dan misi menjadi amat penting keberadaannya sebagai identitas diri, sama seperti keberadaan dari tujuan perguruan tinggi, statuta dan/atau anggaran dasar. Hanya bedanya, apabila statuta dan/atau anggaran dasar adalah dokumen yuridis yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, maka pernyataan visi dan misi adalah dokumen dari sebuah proses perencanaan strategis (strategic planning process) perguruan tinggi. Dengan demikian, setiap perguruan tinggi harus mulai melengkapi identitas dirinya dengan pernyataan visi, misi, tujuan, rencana induk pengembangan, rencana strategis, dan bahkan bila perlu hingga ke tataran indikator keberhasilan. Pernyataan visi, misi, dan tujuan inilah yang nantinya harus selalu menjadi acuan utama bagi seluruh standar mutu di dalam SPM PT. Artinya, isi semua standar dalam SPM PT tidak boleh bertentangan dengan visi, misi, dan tujuan dari perguruan tinggi. Dengan demikian, logikanya adalah jika semua standar mutu di dalam SPM PT dibuat dengan mengacu pada visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi maka ketika seluruh standar tersebut kemudian dapat diupayakan pemenuhannya hal ini berarti visi, misi, dan tujuan dari perguruan tinggi tersebut telah tercapai. Tentang bagaimana merumuskan pernyataan visi dan misi menurut praktik baik perguruan tinggi, lihatlah uraian langkah kedua di bawah ini.

terbukti mampu mendorong seluruh kekuatan industri dan pemerintahannya untuk mengerahkan seluruh daya upaya membuat perencanaan, bekerjasama dan berkoordinasi untuk membuat keinginan itu menjadi kenyataan. Hasilnya pada 20 Juli 1969 dua orang astronaut berhasil mendarat di bulan.

Elemen berikutnya dari identitas perguruan tinggi adalah keterangan / petunjuk yang bersifat visual seperti lambang / logo, seal, nama, motto, emblem, cap stempel, dsbnya. Elemen ini memang tampaknya sangat administratif sifatnya, namun tidak berarti dapat diabaikan. Dalam banyak hal, logo perguruan tinggi, nama dan/atau singkatannya, motto dan perlengkapan lainnya justru menjadi garda terdepan yang menunjukkan identitas setiap perguruan tinggi. Hanya dengan melihat pada petunjuk visual tertentu masyarakat akan segera dapat mengenali perguruan tinggi di balik petunjuk visual itu. Jadi, elemen visual ini akan menjadi ciri pembeda yang mudah dikenali dari setiap perguruan tinggi, sekaligus menjadi representasi dan citra dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tidak berlebihan apabila perguruan tinggi perlu membuat standar mutu yang khusus mengatur berbagai hal tentang petunjuk visual ini. Misalnya, standar tersebut berisi mengenai siapa dan dalam hal apa saja logo perguruan tinggi dapat digunakan, bagaimana persyaratan pencetakannya dan untuk keperluan apa saja termasuk misalnya tentang ukuran, warna, font, bagaimana tentang hak ciptanya, dsbnya. Sebagai contoh, penggunaan logo perguruan tinggi secara salah oleh mereka yang tidak berwenang seperti misalnya untuk penerbitan ijasah atau korespondensi resmi dapat berakibat fatal bagi perguruan tinggi itu sendiri dan juga merugikan masyarakat luas.

2.2. Evaluasi Diri Menggunakan SWOT Analysis dan/atau Studi Pelacakan