• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika hendak menetapkan

STANDAr PENIlAIAN PENDIDIkAN

2. MEkANISME PENETAPAN STANDAr PENIlAIAN PENDIDIkAN

2.1. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika hendak menetapkan

Standar Penilaian Pendidikan.

Pertama, hendaknya dipahami terlebih dahulu seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sistem penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa Undang Undang, Peraturan Pemerintah, ataupun Keputusan Menteri Pendidikan nasional. Tujuannya adalah agar substansi atau isi standar tersebut tidak bertentangan dengan peraturan normatif yang berlaku secara nasional itu. Dengan kata lain, tindakan ini adalah untuk memastikan dipatuhinya ketentuan hukum oleh PT yang bersangkutan.

Kedua, PT juga harus memastikan bahwa substansi standar benar-benar selaras dengan visi, misi dan tujuan dari PT yang bersangkutan. Tujuannya adalah untuk menjamin konsistensi antara visi, misi, dan tujuan institusi dengan sistem penilaian pendidikan yang akan diterapkan pada institusi tersebut. Akan menjadi buruk apabila standar penilaian pendidikan yang akan ditetapkan ternyata bertentangan dan/atau tak ada titik pertautannya dengan apa yang menjadi visi, misi, dan tujuan PT tersebut.

Ketiga, PT juga seyogianya mencari dan memperhatikan masukan / kontribusi pemikiran dari para stakeholders termasuk alumni, dan/ atau dari asosiasi profesi. Alasannya, beberapa pihak dari stakeholders tersebut umumnya adalah para pihak yang mempekerjakan lulusan dari PT, sehingga dari mereka dapat diharapkan adanya saran atau pemikiran tentang bagaimana sebaiknya sistem penilaian pendidikan pada PT yang

bersangkutan ditingkatkan mutunya. Pada akhirnya nanti, terhadap para stakeholders ini pihak PT dapat pula melakukan uji publik terlebih dahulu tentang substansi dari Standar Penilaian Pendidikan sebelum standar tersebut resmi diterapkan.

Keempat, dalam proses penetapan Standar Penilaian Pendidikan terdapat empat aspek yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu:

 Validitas isi dan konsep penilaian pendidikan yang sesuai dengan tujuan penilaian

 Reliabilitas informasi dan konsistensi hasil

 Kepraktisan prosedur dalam melakukan penilaian

 Memberikan efek terhadap sistem pendidikan secara keseluruhan, khususnya pada improving quality of education system.

2.2. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika hendak

menetapkan standar turunan yaitu Standar Penilaian Pendidikan Oleh Dosen

Walaupun menurut PP tentang SNP, penetapan Standar Penilaian Pendidikan menjadi otonomi PT, namun tidak ada salahnya apabila dalam bab ini disarankan agar PT dalam menetapkan substansi standar penilaian, khususnya penilaian oleh Dosen, mengutamakan terlebih dahulu 3 (tiga) aspek yang perlu ditetapkan standar mutunya, yaitu:

 Metode dan mekanisme penilaian  Prosedur penilaian

 Instrumen penilaian

Sejalan dengan perubahan paradigma dalam sistem pembelajaran di PT yang mengacu pada pengembangan dan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), ada pergeseran pada aspek “method of delivery” atau

transfer of knowledge” dalam proses pembelajaran. Perubahan pendekatan

dari “teacher-centered learning” menuju “student-centered learning” membawa konsekuensi pada perlunya perbaikan sistem penilaian pendidikan yang dapat mencerminkan mutu kompetensi lulusan sesuai dengan tuntutan pengguna (market demand).

If we wish to discover the truth about an educational system, we must look

into its assessment procedures”, pernyataan tersebut memiliki arti yang

cukup mendalam terkait dengan arti pentingnya dan peran suatu proses penilaian dalam sistem pendidikan. Di lain pihak, masih banyak pertanyaan

yang muncul dalam proses penilaian pendidikan, antara lain;

 Apakah yang dimaksud penilaian adalah pemberian angka pada hasil belajar mahasiswa?

 Ranah kemampuan apa yang akan dinilai dari mahasiswa, kognitif, psikomotorik atau afektif?

 Apakah teknik penilaian yang diterapkan sudah tepat sesuai kemampuan mahasiswa secara nyata dan benar?

 Bagaimana cara menilai paper/karangan, syair, matematika, maket, patung, ujian tulis, apakah menggunakan cara yang sama?

 Apakah tes dan ujian tulis merupakan satu-satunya cara yang tepat untuk melihat kemampuan mahasiswa?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, perlu rasanya kita samakan persepsi tentang apa yang dimaksud dengan “penilaian” dan lingkup batasannya pada pendidikan. Dalam arti umum, “penilaian” adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil pembelajaran mahasiswa (learning objectives). Berikutnya, dimana letak perbedaan antara “tes”, “pengukuran” dan “penilaian”? Kadang-kadang kita sulit membedakan dan sering mencampur adukkan ketiga istilah tersebut. Beberapa sumber pustaka menyatakan bahwa pengertian “Tes” adalah proses untuk mencari/mengumpulkan informasi kemampuan suatu obyek, misalnya; pasien melakukan tes jantung. Tujuannya adalah untuk mencari informasi terkait seberapa tingkat kemampuan kerja/fungsi jantung pada tubuh si pasien “X”. Kemudian, “Pengukuran” adalah pemberian angka pada formula/parameter tertentu, baik dalam bentuk nominal maupun skala, misalnya; denyut nadi si pasien “X” : 80 kali/menit. Sedangkan pengertian “Penilaian” yaitu proses pengambilan keputusan dalam pemberian nilai kualitas suatu obyek, misalnya; karena kondisi si pasien gawat, maka harus segera masuk ruang ICU. Dalam contoh kasus di atas, keputusan yang diambil merupakan akumulasi/rangkaian dari hasil proses sebelumnya, yaitu tes dan pengukuran.

Berikut kita mencoba melihat lebih dalam lagi terkait tujuan kita melakukan penilaian hasil pembelajaran mahasiswa, yaitu antara lain;  Mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh mahasiswa dalam

suatu kurun waktu proses belajar tertentu.

 Mengetahui posisi atau kedudukan seorang mahasiswa dalam kelompok.

 Mengetahui tingkat usaha yang dilakukan mahasiswa dalam belajar.  Mengetahui hingga sejauh mana mahaiswa telah mendayagunakan

kapasitas kognitif, afektif dan psikomotorik (ranah kompetensi).

 Mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode yang telah digunakan dosen dalam proses pembelajaran.

Sedangkan kegunaan lebih lanjut dari hasil penilaian nantinya dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan ; (i) proses dan hasil pembelajaran, (ii) diagnosis dan usaha-usaha perbaikan yang berkelanjutan, (iii) placement test dan seleksi, (iv) bimbingan dan konseling, (v) kurikulum dan (vi) penilaian kelembagaan.

Ada beberapa model atau metode penilaian hasil pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli pendidikan. Pada umumnya yang dijadikan dasar pengembangan model penilaian adalah tujuan yang hendak dicapai dalam melakukan proses tersebut, apa yang akan kita nilai? Metode penilaian yang lazim dilakukan adalah seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model penilaian terhadap individual subyek (Sumber : Modul “Penilaian dalam Pembelajaran” - Tim KBK Dit.

Akademik Dikti) TIDAK LULUS HASIL BELAJAR MAHASISWA BELAJAR PENILAIAN T TEESS//UUJJIIAANN LLUULLUUSS K KUULLIIAAHH

Gambar 1 memperlihatkan proses penilaian yang biasa dilakukan, mulai dari kegiatan perkuliahan (interaksi dan komunikasi antara dosen - mahasiswa), pelaksanaan tes/ujian, penilaian hasil belajar, sampai diputuskan bahwa mahasiswa tersebut lulus atau tidak lulus. Dalam model ini, keputusan akhir didasarkan pada persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan untuk kelulusan, misalnya; jumlah SKS minimum, IPK, dll. Sehingga penilaian suatu matakuliah akan memberikan kontribusi parsial terhadap keseluruhan dari proses penilaian kemampuan mahasiswa. Dengan mencermati model penilaian di atas (Gambar 1), timbul pertanyaan selanjutnya, yaitu bagaimana kita dapat menilai kompetensi seorang mahasiswa yang telah dinyatakan lulus?

Di dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi, ada tiga ranah penyusun kompetensi yaitu (i) kognitif (kemampuan berfikir intelektual), (ii) psikomotor (kemampuan motorik yang berhubungan dengan anggota badan) dan (iii) afektif (kemampuan bersikap / menggunakan perasaan, emosi, sistem nilai dan sikap). Dengan mendasarkan hal tersebut, model penilaian yang digunakan harus dapat memberikan keputusan yang menggambarkan tingkat kemampuan / kompetensi secara utuh (integrasi 3 ranah) dari mahasiswa.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana cara menilai kemampuan kognitif? Apakah cukup dengan ujian tulis? Kemudian, apakah dengan praktikum atau praktek lapangan, kita dapat menilai tingkat kemampuan psikomotor?, dan dengan pertanyaan yang sama, bagaimana kita akan menilai kemampuan afektif?

Gambar 2 mengilustrasikan secara sederhana proses penilaian terintegrasi (comprehensive assessment) yang ditujukan untuk dapat menilai tingkat kompetensi mahasiswa/lulusan.

Gambar 2. Model penilaian komprehensif

(Sumber : Modul “Penilaian dalam Pembelajaran” - Tim KBK Dit.

Akademik Dikti)

Model penilaian komprehensif menggabungkan beberapa metode penilaian (assesment), antara lain; tugas, presentasi, seminar, pemodelan dengan tujuan dapat menilai tiga ranah kompetensi secara terintegrasi dalam proses pembelajaran, dan sebagai kesimpulannya adalah mahasiswa berkompeten atau tidak.

Dalam praktek di lapangan, untuk mendapatkan penilaian yang lebih berkualitas dari hasil pembelajaran, sering digunakan kombinasi dua model penilaian tersebut di atas, model individual subyek dan model komprehensif. Sebagai contoh beberapa metode penilaian yang sering digunakan antara lain; tes tertulis pada ujian tengah semester atau ujian akhir, jumlah kehadiran, pre - post praktikum, quiz atau assignment, keaktifan dalam mengikuti perkuliahan di kelas, dll.

PRESENTASI MEMBUAT

MODEL

KULIAH DAN TUTORIAL

KOMPETEN

2.3. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan ketika hendak menetapkan

standar turunan yaitu Standar Penilaian Pendidikan Oleh Perguruan

Tinggi (institusi)

Standar mutu penilaian pendidikan oleh institusi atau PT diartikan sebagai tolok ukur minimum yang ditetapkan oleh PT untuk mengukur hasil belajar mahasiswa, berupa hasil belajar untuk setiap matakuliah, setiap semester, dan pada setiap tahap studi hingga tahap studi terakhir yaitu kelulusan mahasiswa dari program studi yang bersangkutan. Standar ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa setiap lulusan dari masing-masing program studi memperoleh nilai akhir sesuai dengan standar institusi yang satu atau seragam. Dengan kata lain, tidak dimungkinkan terjadinya perbedaan ukuran penilaian dari setiap program studi, setiap matakuliah, ataupun dari setiap dosen.

Sebagai contoh, apabila seorang lulusan dari Fakultas Ilmu Ekonomi dinyatakan lulus dengan IPK 3.00 maka standar IPK 3.00 yang dipakai untuk Fakultas Ilmu Ekonomi ini harus sama dengan yang dipakai untuk menilai IPK lulusan dari Fakultas lain di dalam institusi yang sama. Hal yang sama juga berlaku untuk standar atau tolok ukur penilaian setiap matakuliah dari setiap Dosen, khususnya apabila matakuliah tersebut diajarkan oleh beberapa Dosen dalam kelas parallel. Misalnya, standar nilai A yang dipakai oleh Dosen pengajar matakuliah X seharusnya juga sama dengan yang dipakai oleh Dosen pengajar matakuliah P,Q, Z dstnya; atau bila matakuliah yang sama diajar oleh Dosen kelas parallel yang berbeda, maka standar penilaian yang diterapkan oleh para Dosen itu juga harus sama, yakni standar penilaian yang ditetapkan oleh institusi.

Oleh sebab itu, PT dalam menetapkan substansi Standar Penilaian Pendidikan Oleh Institusi atau PT ini, seyogianya mencantumkan atau mengatur hal-hal berikut ini:

a. Sistem penilaian pendidikan yang disesuaikan dengan jenjangnya, yaitu

jenjang pendidikan Diploma, Sarjana, Magister, dan Doktor.

b. Kemudian sistem penilaian untuk masing-masing jenjang pendidikan

tersebut perlu dijabarkan lagi menjadi:

• penilaian hasil belajar mahasiswa pada setiap matakuliah, yang berlaku untuk semua fakultas/jurusan/program studi, termasuk di sini antara lain menetapkan tentang jenis-jenis komponen penilaian, komponen kegiatan yang dinilai, bobot/persentase nilai untuk

masing-masing komponen kegiatan sesuai dengan karakteristik matakuliah, metode penilaian yang digunakan, dan kriteria nilai akhir (misal, A,B, C, dstnya)

• penilaian hasil belajar mahasiswa pada setiap semester, termasuk di sini misalnya standar tentang penghitungan Indeks Prestasi Semester (IPS), dan jumlah maksimal Satuan Kredit Semester (SKS) yang dapat diambil/ditempuh oleh mahasiswa untuk semester berikutnya berdasarkan IPS yangdicapainya pada semester sebelumnya.

• penilaian hasil belajar mahasiswa pada tahap pertama masa studi untuk menentukan apakah yang bersangkutan dapat melanjutkan ke tahap berikutnya atau sebaliknya harus berhenti (drop out). Dalam konteks ini yang perlu ditetapkan standar mutunya adalah jumlah minimal SKS dan Indeks Prestasi (IP) yang harus dicapai mahasiswa untuk dapat dinyatakan berhak melanjutkan studi ke tahap berikutnya sesuai dengan kurikulum dan karakteristik program studi masing-masing.

• penilaian hasil belajar mahasiswa pada tahap kedua masa studi untuk menentukan apakah yang bersangkutan dapat melanjutkan ke tahap akhir atau tahap kelulusan.

• penilaian hasil belajar mahasiswa pada tahap akhir / tahap kelulusan.

c. Yudisium atau sebutan kelulusan bagi mahasiswa yang telah berhasil

melewati masa studi tahap akhir, seperti kriteria untuk sebutan lulus dengan memuaskan, sangat memuaskan, dsbnya.

d. Administrasi pengolahan nilai hasil belajar mahasiswa, misalnya:

• Berapa lama administrasi fakultas/jurusan harus telah menyerahkan berkas hasil ujian mahasiswa kepada Dosen untuk dikoreksi dan dinilai.

• Berapa lama Dosen harus menyelesaikan koreksi hasil ujian dan/ atau koreksi terhadap tugas-tugas mahasiswa dan menyerahkan nilai ke administrasi.

• Berapa lama administrasi harus mengolah seluruh komponen nilai hasil ujian / belajar mahasiswa hingga waktu pengumumannya.