• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan

2.2.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung

Lambung dapat menampung isinya yang mengandung asam kuat dan banyak enzim proteolitik tanpa merusak dirinya sendiri dengan membentuk lapisan pelindung. Selain itu, sawar lain yang melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam adalah lapisan mukosa itu sendiri. Pertama, membran luminal sel mukosa lambung hampir tidak dapat ditembus oleh H+, sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam sel dan menyebabkan kerusakan sel. Selain itu, tepi-tepi lateral sel-sel tersebut saling bersatu di dekat batas luminal mereka melalui hubungan taut erat (tight junction), sehingga asam tidak dapat berdifusi di antara sel-sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya. Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa ia sendiri mengalami kerusakan tersebut membentuk sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa seluruh lapisan lambung

diganti setiap tiga hari. Karena pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan (Sherwood, 2001).

Mekanisme lambung dan duodenum yang normal dalam menahan efek korosif dari pepsin-asam (yaitu, resistensi mukosa terhadap jejas atau pertahanan mukosa) belum sepenuhnya terjelaskan. Meskipun demikian, berbagai faktor yang berperan dan yang dianggap berfungsi dalam pertahanan mukosa, telah dikenali (Isselbacher, 2000). Lapisan mukosa lambung juga melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam, pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Sawar mukosa lambung.

Keterangan: Sawar mukosa lambung mencakup faktor-faktor berikut yang memungkinkan lambung menahan asam tanpa mencederai dirinya sendiri: sel-sel mukosa lambung yang disatukan oleh taut-erat yang mencegah HCL menembus celah di antara sel (1), dan membran luminal sel-sel ini impermeabel terhadap H+ sehingga HCL tidak dapat menembus ke dalam sel (2), lapisan mukus pada mukosa lambung juga membentuk proteksi (3) (Sherwood, 2001).

Mekanisme pertahanan mukosa lambung diantaranya faktor pelindung lokal dan neurohormonal, yang memungkinkan mukosa tahan terhadap berbagai faktor perusak. Mekanisme pertahanan mukosa lambung akan dijelaskan dibawah ini (Fornai, dkk., 2011).

2.2.4.1 Mukus lambung

Permukaan mukosa lambung dilindungi oleh selapis mukus, yang berasal dari sel epitel permukaan dan sel leher mukosa. Mukus ini berfungsi sebagai sawar protektif mengatasi beberapa bentuk cedera terhadap mukosa lambung. Karena sifat lubrikasinya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis. Mukus membantu melindungi dinding lambung dari pencernaan-diri (self-digestion) karena pepsin dihambat apabila berkontak dengan lapisan mukus yang membungkus dinding lambung. (Namun, mukus tidak mempengaruhi aktivitas pepsin di lumen, tempat berlangsungnya pencernaan protein makanan). Karena bersifat alkalis, mukus membantu melindungi lambung dari cedera asam dengan menetralisir HCl yang terdapat di dekat mukosa lambung (Sherwood, 2001).

Bagaimana lambung dapat menampung isinya yang mengandung asam kuat dan banyak enzim proteolitik tanpa merusak dirinya sendiri, bahwa mukus membentuk lapisan pelindung. Selain itu, sawar lain yang melindungi mukosa dari kerusakan oleh asam adalah lapisan mukosa itu sendiri. Pertama, membran luminal sel mukosa lambung hampir tidak dapat ditembus oleh H+, sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam sel dan menyebabkan kerusakan sel. Selain itu, tepi-tepi lateral sel-sel tersebut saling bersatu di dekat batas luminal mereka melalui hubungan erat (tight junction), sehingga asam tidak dapat berdifusi di

antara sel-sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya. Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa ia mengalami kerusakan tersebut membentuk sawar mukosa lambung (gastric mucosal barrier). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa seluruh lapisan lambung diganti setiap 3 hari. Karena pertukaran mukosa yang sangat cepat, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka aus karena terpajan ke lingkungan sangat asam yang tidak bersahabat tersebut cukup lama untuk mengalami kerusakan (Sherwood, 2001).

Mukus lambung penting dalam pertahanan mukosa dan dalam mencegah ulserasi peptik. Mukus lambung disekresi oleh sel mukosa pada epitel mukosa lambung dan kelenjar lambung. Sekresi mukus dirangsang oleh iritasi mekanis atau kimiawi dan oleh rangsang kolinergik. Mukus lambung terdapat dalam dua fase: dalam cairan lambung pada fase terlarut dan sebagai lapisan jeli mukus yang tidak larut, kira-kira tebalnya 0,2 mm, yang melapisi permukaan mukosa lambung. Normalnya gel mukus disekresi secara terus menerus oleh sel epitel mukosa lambung dan secara kontinu dilarutkan oleh pepsin yang disekresi ke dalam lumen lambung. Mukus lambung merupakan suatu glikoprotein polimer yang besar (2 x 106 berat molekul), mengandung empat subunit yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Depolimerisasi subunit glikoprotein pada mukus, melalui pencernaan peptik atau pemutusan ikatan disulfida, menyebabkan glikoprotein tidak mampu membentuk atau mempertahankan jeli. Jika intak, jeli mukus ini bertindak sebagai lapisan air yang tidak permeabel terhadap penetrasi oleh makromolekul seperti pepsin (34.000 berat molekul). Molekul pepsin yang disekresi ke dalam lumen lambung tidak dapat masuk kembali dengan adanya jeli mukus yang intak,

sehingga berpotensi melindungi sel mukosa dari jejas proteolitik. Ketebalan jeli meningkat dengan adanya prostaglandin E dan berkurang dengan adanya obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), termasuk aspirin. Glikoprotein mukus lambung juga mengandung determinan antigenik yang digunakan untuk mengklasifikasikan substansi golongan darah AB(H). Kurang lebih tiga perempat populasi mensekresikan cairan lambung yang mengandung substansi AB(H) ini, dan individu demikian disebut sekretor (Isselbacher, 2000).

2.2.4.2 Ion bikarbonat

Ion bikarbonat, yang disekresikan oleh sel nonparietal epitel lambung, memasuki jeli mukosa, berperan pada pembangunan lingkungan-mikro di dalam jeli dengan gradien ion hidrogen yang besar diantara zona jeli yang menghadap ke lumen (pH 1 sampai 2) dan zona yang berhubungan dengan sel mukosa lambung (pH 6 sampai 7). Sebagai lapisan air yang tidak teraduk, jeli mukus memperlambat ion hidrogen untuk berdifusi kembali ke permukaan mukosa lambung, hal ini memungkinkan pendaparan (buffering) oleh bikarbonat di dalam jeli. Sekresi bikarbonat lambung dirangsang oleh kalsium, seri tertentu dari prostaglandin E dan F , agen kolinergik dan dibutiril siklik guanosin monofosfat. Sekresi bikarbonat lambung dihambat oleh OAINS, termasuk aspirin, dan oleh asetazolamid, agen alfa-adrenergik dan etanol (Isselbacher, 2000).

Normalnya, permukaan lumen dan sambungan intraseluler yang ketat dari sel epitel lambung memberikan barrer mukosa lambung yang hampir total impermeabel terhadap difusi balik ion-ion hidrogen dari lumen; barier ini tampaknya menjadi komponen penting dari resistensi mukosa terhadap jejas asam-peptik. Barier ini dapat terputus oleh asam empedu, salisilat, etanol, dan

asam-asam lemah organik, sehingga memungikinkan terjadinya difusi balik ion-ion hidrogen dari lumen ke dalam jaringan lambung. Hal ini dapat menyebabkan jejas sel, pelepasan histamin dari sel mast, rangsangan sekresi asam yang lebih lanjut, kerusakan pembuluh-pembuluh darah kecil, perdarahan mukosa, dan erosi atau ulserasi. Interupsi barier mukosa lambung ini tampaknya berperan pada gastritis erosif hemoragika yang berhubungan dengan konsumsi salisilat atau etanol dan dengan bentuk jejas mukosa lambung lainnya. Karena tingginya kecepatan aktivitas metabolik dan perlunya oksigen dalam jumlah besar, upaya mempertahankan aliran darah normal ke mukosa lambung merupakan suatu komponen penting pada resistensi mukosa terhadap jejas. Penurunan aliran darah mukosa, yang disertai oleh difusi balik ion hidrogen dari lumen, penting dalam menimbulkan kerusakan mukosa lambung (Isselbacher, 2000).

2.2.4.3 Prostaglandin

Prostaglandin merupakan asam lemak rantai 20 karbon yang dihasilkan oleh asam arakhidonat melalui enzim cyclooxygenase (Sunil, dkk., 2012). Mukosa lambung merupakan sumber produksi prostaglandin, seperti Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostaglandin I2 (PGI2) yang dianggap sebagai faktor penting untuk pemeliharaan integritas mukosa dan perlindungan terhadap faktor melukai. Prostaglandin dapat mengurangi produksi asam, merangsang produksi mukus, bikarbonat, dan fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat restitusi epitel dan penyembuhan mukosa. Prostaglandin E2 diketahui dapat menekan pelepasan dari histamin dan TNF-α dari mukosa lambung, dimana pelepasan dari TNF-α dapat mengakibatkan kerusakakn jaringan pada ulkus lambung (Fornai, dkk., 2011).

Prostaglandin terdapat dalam jumlah besar di dalam mukosa lambung. Bermacam-macam prostaglandin, terutama dari seri E, terlihat menghambat jejas mukosa lambung yang disebabkan oleh berbagai macam agen. Prostaglandin endogen merupakan elemen penting membangun pertahanan mukosa. Prostaglandin ini merangsang sekresi mukus lambung dan bikarbonat mukosa lambung dan duodenum, yang mendapar sebagian besar asam lambung yang telah disekresi. Prostaglandin berperan dalam mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan dalam integritas barier mukosa lambung. Prostaglandin mempermudah pembaruan sel epitel dalam responnya terhadap jejas mukosa (Isselbacher, 2000).

2.2.4.4 Sel-sel epitel

Lapisan sel epitel permukaan merupakan pertahanan mukosa berikutnya. Sel epitel ini bertanggung jawab untuk memproduksi mukus, bikarbonat, dan komponen lain dari penghalang mukosa lambung. Permukaan sel epitel mampu membentuk penghalang terus menerus yang dapat mencegah difusi kembali asam dan pepsin. Faktor protektif lain yang relevan tersedia dalam sel epitel diwakili oleh heat shock protein, yang diaktifkan dalam respon terhadap stres termasuk kenaikan suhu, stres oksidatif dan agen sitotoksik lainnya. Protein ini dapat mencegah denaturasi protein dan melindungi sel terhadap cedera. Cathelicidin dan

beta-defensin adalah peptida kationik yang memainkan peran yang relevan dalam sistem pertahanan bawaan pada permukaan mukosa, mencegah kolonisasi bakteri (Fornai, dkk., 2011).

Pembaharuan sel mukosa

Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3-7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan. Namun, pembaharuan epitel permukaan setelah kerusakan terjadi sangat cepat yaitu beberapa menit. Proses pergantian sel diatur oleh faktor pertumbuhan. Secara khusus, ditandai ekspresi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R). Reseptor tersebut dapat diaktifkan oleh faktor pertumbuhan mitogenik, seperti TGF-α dan IGF-1. Selain itu, PGE2 dan gastrin dapat transaktif dengan EGF-R dan mempromosikan aktivasi MAPK akibat proliferasi sel. EGF tidak terdeteksi pada mukosa normal, meskipun terdapat pada cairan lambung yang dapat merangsang proliferasi sel mukosa dalam kasus cedera (Fornai, dkk., 2011).

Aliran darah mukosa

Aliran darah mukosa sangat penting untuk memberikan oksigen dan nutrisi dan untuk menghilangkan racun dari mukosa lambung. Sel endotel, lapisan mikrovaskular ini menghasilkan NO dan prostasiklin (PGI2) yang bertindak sebagai vasodilator, sehingga melindungi mukosa lambung terhadap kerusakan dan menangkal berbagai efek vasokonstriktor termasuk leukotrien C4, tromboksan A2, dan endotelin. Selain itu, NO dan PGI2 menjaga kelangsungan hidup sel-sel endotel dan menghambat platelet dan adhesi leukosit ke mikrovaskular sehingga mencegah terjadinya mikroiskemia (Fornai, dkk., 2011).

Ketika mukosa lambung terkena iritasi atau difusi asam, maka terjadi peningkatan kecepatan aliran darah mukosa. Peningkatan aliran darah dianggap sebagai

mekanisme penting untuk mencegah cedera sel mukosa lambung dan penurunan nekrosis jaringan. Peningkatan aliran darah mukosa dimediasi oleh pelepasan NO, telah dibuktikan bahwa NO melindungi mukosa lambung terhadap cedera yang disebabkan oleh etanol atau endothelin-1, sedangkan penghambtan sintesis NO meningkatkan cedera mukosa (Fornai, dkk., 2011).

2.2.4.7 Saraf sensori

Pembuluh darah mukosa dan submukosa lambung dipersarafi oleh neuron sensori aferen, yang diatur dalam pleksus di dasar lapisan mukosa. Saraf sensori dapat mendeteksi keasaman atau difusi asam, dimana aktivasi saraf sensori tersebut memodulasi kontraksi arteri pada submukosa sehingga mengatur aliran darah mukosa. Secara khusus, stimulasi saraf sensori menyebabkan pelepasan kalsitonin yang berhubungan dengan peptida (CGRP) dan substansi P dari saraf disekitar pembuluh besar submukosa. CGRP kemudian berkontribusi pada pemeliharaan integritas mukosa lambung melalui vasodilatasi pembuluh darah di submukosa yang dimediasi oleh pelepasan NO. Persarafan sensori memiliki peran penting dalam perlindungan mukosa dengan meningkatkan sensitivitas lambung (Fornai, dkk., 2011).

2.2.4.8 Mekanisme neurohormonal

Pertahanan mukosa lambung didukung oleh sistem saraf pusat dan faktor hormonal. Diketahui bahwa aktivasi nervus vagal merangsang sekresi mukus dan meningkatkan pH sel epitel dalam lambung. Hormon lainnya, termasuk gastrin, kolestokinin, thyrotropin-releasing hormon, bombesin, EGF, peptida YY, dan neurokinin A memainkan peran penting dalam regulasi mekanisme pelindung lambung (Fornai, dkk., 2011).

Dokumen terkait